I Never Thought Before

Don't Say Goodbye

 

Backsound : Davichi "Don't Say Goodbye"


 

 

Tteorineun neoui ibseurul nan nan cheoeum boaji

Museun mal halyeogo mal halyeogo

Oh~ tteumman deurineunji

Seulpeun yegameun da majneundan norae gasacheorom

Seolma anigetji anilkkeoya oh~ anieoyaman dwae

Beolsseo neon nareul tteona ni maeummajeo tteona

Tto mommajeodo tteonaneunde

Nan molla neol jabeul bangbeobeul jom

Nuga naege malhaejwoyo

 

 

Seorang pemuda tampan berjalan menghampiri sebuah makam dengan membawa bunga lily di tangannya. Pemuda tampan bernama Lee Taemin itu hendak mengunjungi makam ibunya. Dia baru saja pulang dari Amerika. Dengan senyuman mengembang di bibirnya, dia meletakkan bunga yang ada di tangannya itu di atas makam ibunya.

 

“Ibu, aku sangat merindukanmu.” Gumam Lee Taemin memandang makam ibunya dan mengelus lembut nisan ibunya. Dia saat ini amat sangat merindukan ibunya tercinta.

 

“Andai kau masih disini ibu. Aku ingin menunjukan padamu permainan piano-ku dengan lagumu. Kita bisa bernyanyi dan bermain piano bersama.” Tiba-tiba tanpa ia sadari air mata meleleh dari matanya melawati pipinya. Namun ia segera menghapusnya. “Semoga kau bahagia disana ibu. Baik-baik ya. Annyeong.” Lee Taemin tersenyum kemudian membungkuk pada makam ibunya. Ia rasa itu sudah cukup mengobati rasa rindunya. Jadi dia beranjak untuk pulang ke apartemennya.

 

 

Langkah Taemin terhenti saat melihat sebingkai foto yang diletakan di atas sebuah makam di dekatnya. Entah kenapa ia merasa sangat ingin melihat foto itu. Entah apa yang membuatnya sangat tertarik ingin melihat foto gadis yang terpampang disana.

 

“Hah? Foto itu......” Saat melihat foto itu, dia merasa gadis itu sangat tidak asing baginya. Dia mencoba memperjelas perngelihatannya. Ternyata benar, dia mengenali gadis yang ada di foto itu.

 

“Itu kan...... tidak! Tidak mungkin! Itu tidak mungkin!” kemudian ia mencoba mengalihkan pengelihatannya pada nama yang terukir di batu nisan itu. Di batu nisan itu tertulis, “.....Yoon...Jo....?? Tidak!! Tidak mungkin!! Itu.....itu pasti salah!” seru Taemin tidak percaya. Lalu ia berjalan dengan terburu-buru untuk keluar dari makam. Jantungnya berdegub kencang. Ia masih tidak percaya apa yang ia lihat. Dia terus mengatakan “Tidak mungkin” di setiap langkahnya.

 

Oneulbam geu malmaneun marayo

Wae nal beorigo ganayo

Na maeumi apa gaseumi apa

Nunmul cha ollayo

Ajigeun annyeong urin andwaeyo

Neon geu ibeul deo yeoljima

Annyeongirago naege malhajima

 

Sampai di apartemennya, Taemin segera meraih segelas air di dapurnya dengan tangannya yang bergetar. Segelas air lumayan meredakan perasaannya yang sedari tadi tidak tenang memikirkan apa yang ia lihat di pemakaman.

 

“Aku harus mencari tau tentangnya. Tidak mungkin dia benar-benar sudah...... astaga...” Taemin menghela nafas berat.

 

 



 

 

 

Pagi ini Taemin pergi ke rumah Yoonjo. Dia harap mereka masih tinggal disana.

 

“Kalau tidak salah, ini rumahnya. Ya, tidak salah lagi. Aku harus kesana.” Kemudian Taemin melangkahkan kakinya dengan ragu mendekati pintu rumah itu. Rumahnya masih bersih dan terawat. Dia semakin yakin keluarga Yoonjo masih tinggal disini.

 

Dia mengetuk pintu rumah itu. Tak lama kemudian, seorang pemuda keluar membukakan pintu untuknya. Pemuda itu menatap Taemin dari bawah ke atas, sebelum ia berbicara.

 

“Ah, kau.....bukankah kau.....kalau tidak salah.... Lee....Taemin-ssi..?” Tanya pemuda itu.

 

“Iya, hyung. Benar.” Jawab Taemin dengan tersenyum. Pemuda itu adalah kakak kandung Yoonjo.

 

“Astaga.... ayo..ayo...silahkan masuk. Aduhh... tidak ku sangka kau yang datang.”

 

“Ah, iya. Terimakasih, hyung.” Kemudian mereka masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu.

 

“Astaga.... kau bertambah tampan saja. Bagaimana kabarmu? Hm?”

 

“haha. Kau bisa saja, Baekhyun hyung. Kabarku baik, hyung. Bagaimana sendiri denganmu? Kau juga bertambah tampan.”

 

“hahaha... tentu saja. Aku kan selalu tampan. Haha.... yeah...kau lihat sendiri kan? Aku baik-baik saja.”

 

Mereka berbincang-bincang dan bercanda renyah. Sampai akhirnya, Taemin bertanya tentang Yoonjo pada Baekhyun.

 

“Oh iya, hyung, bagaimana dengan Yoonjo? Aku...sangat rindu padanya.”

 

Mendengar pertanyaan Taemin, Baekhyun langsung terdiam.

 

Tteorineun neoui ibseurul nan nan cheoeum boaji

Museun mal halyeogo mal halyeogo

Oh~ tteumman deurineunji

Seulpeun yegameun da majneundan norae gasacheorom

Seolma anigetji anilkkeoya oh~ anieoyaman dwae

 

“Hyung? Kenapa? Yoonjo...baik-baik saja kan? Iya kan hyung? Jawab hyung...” Mata Baekhyun mulai berkaca-kaca. Begitu juga dengan Taemin.

 

“Aku...juga sangat rindu padanya, Taemin-yah.” Baekhyun tersenyum miris dengan air mata yang datang tanpa ia undang dari matanya.

 

“Hyung, apa maksudmu? Lalu...kenapa kau menangis? Hyung, aku mohon katakan padaku apa yang terjadi sebenarnya.”

 

Baekhyun hanya tersenyum, “Sebentar.”

 

Taemin memperhatikan Baekhyun yang berjalan entah akan kemana. Beberapa saat kemudian, Baekhyun kembali. “Ayo, ikut aku.”

 

“Kita mau kemana, hyung?”

 

Baekhyun tidak menjawab dan terus berjalan. Taemin mengikuti di belakangnya. Baekhyun tidak berbicara apa-apa di pejalanan. Bahkan Taemin yang selalu bertanya padanya hanya ia jawab dengan tatapan matanya atau hanya dengan senyuman. Sampai di toko bunga, Baekhyun akhirnya bicara. Taemin berpikir bahwa Baekhyun akan menyuruhnya membeli rangkaian bunga. Ternyata benar apa yang dia duga.

 

“Kau, beli bunga kesukaan Yoonjo. Aku akan menunggumu disini. Jangan lama-lama dan jangan banyak bertanya jika kau ingin cepat tau bagaimana keadaan Yoonjo.” Mendengar perkataan Baekhyun, Taemin sudah menduga bahwa apa yang ia lihat di makam kemarin benar. Tapi dia berusaha menahan air matanya di depan Baekhyun, kakak Yoonjo.

 

“Baik, hyung.” Kemudian Taemin masuk ke dalam toko dan Baekhyun menunggu di luar. Taemin membeli rangkaian bunga mawar putih dengan lily putih. Itu adalah bunga kesukaan Yoonjo. Beberapa saat kemudian, Taemin kembali keluar. Mereka kembali melanjutkan perjalanan. Kini keduanya tidak ada yang berbicara. Taemin terus melamun. Baekhyun hanya meliriknya dan tersenyum kecil. “Aku akan membawanya datang, saengie.” Batin Baekhyun.

 

Di tengah perjalanan, Taemin menghentikan langkahnya.

 

“Kau kenapa?” tanya Baekhyun memperhatikan Taemin.

 

“Hyung, apakah kau akan membawaku ke pemakaman?” Tanya Taemin yang sedari tadi menahan tangisnya. Baekhyun tersenyum tipis. “Benar. Kau benar, Taemin-yah.” Jawab Baekhyun. Taemin akhirnya tak bisa menahan air matanya lagi. Sontak dia berlari menuju ke pemakaman. “...Yoon..Jo... hiks- YOONJO!!!”

 

Oneulbam geu malmaneun marayo

Wae nal beorigo ganayo

Na maeumi apa gaseumi apa

Nunmul cha ollayo

Ajigeun annyeong urin andwaeyo

Neon geu ibeul deo yeoljima

Annyeongirago naege malhajima

 

“Hey! Taemin-yah!!!” teriak Baekhyun. Namun Taemin tak peduli. Ia terus berlari tanpa mempedulikan Baekhyun. Baekhyun segera berlari di belakang Taemin.

 

Taemin sampai di pemakaman. Dia terus berlari menuju makam Yoonjo. Sepertinya dia sudah hafal dimana letak makam Yoonjo. Dia terus menangis. Air matanya seakan sudah tak bisa terbendung lagi. Dia terduduk di sebelah makam Yoonjo. “Yoonjo-yah... hiks- Aku tak menyangka... kenapa kau pergi secepat ini... hiks- hiks- aku merindukanmu, Yoonjo-yah...” Taemin mengambil foto Yoonjo. Tangannya terus bergetar. Dia memeluk erat foto Yoonjo. Dia terus terisak—cukup lama.

 

Hingga akhirnya Baekhyun tiba. Ia memperhatikan Taemin dari jarak beberapa meter darinya. Dia tersenyum—tapi air matanya mengalir. Perlahan dia berjalan mendekati Taemin. Dia duduk di samping Taemin dan menepuk pelan pundak Taemin, lalu merangkulnya. “Dia juga sangat merindukanmu.” Baekhyun, memberikan sebuah buku harian yang dibawanya dari rumah—dari kamar Yoonjo sebelum mereka berangkat ke pemakaman. Taemin manatap buku itu dan mencoba memperjelas pengelihatannya yang hampir terpenuhi air mata. Buku harian itu, Taemin yang membelikannya untuk Yoonjo beberapa tahun yang lalu sebagai hadiah ulang tahun Yoonjo. Perlahan ia mengambil buku itu dari tangan Baekhyun. “Ini...buku harian Yoonjo, kan?” Tanya Taemin dengan suara bergetar. Baekhyun mengangguk dan tersenyum tipis. “Kau akan tahu apa yang terjadi beberapa tahun yang lalu padanya.

 

Kemudian Taemin membuka buku harian itu. Dia membuka halaman pertama yang ditulis oleh Yoonjo pada tanggal 14 Desember 2009.

 

14 Desember 2009,

Hello, Diary.

Aku pemilik barumu sekarang. Lee Taemin yang memberikanmu padaku. Aku sangat senang... ㅋㅋㅋ

Diary, bisakah kau katakan pada Taemin, bahwa aku sangat mencintainya? Aku cinta Lee Taemin..

 



 

 

14 Desember 2009

 

Seorang gadis tampak sedang melamun di kursi taman sebuah SMA di Seoul. Gadis bernama Yoonjo itu sedang memikirkan seseorang sekarang ini.

 

“Yang lainnya sudah mengucapkan. Bahkan hampir semua temanku. Tapi...apa dia tak mengingatnya? Aishh... padahal aku sangat ingin dia mengucapkannya padaku.” Runtuk Yoonjo.

 

Dari kejauhan tampak Taemin sedang memperhatikan Yoonjo yang sedang melamun. Dia tersenyum lalu berjalan perlahan di belakang Yoonjo untuk menghampirinya.

 

“DOR!”

 

“Kyaaa!! Yaakk!!! Lee Taemin-yah!!!” sontak Yoonjo menjerit karena Taemin yang berhasil mengagetkannya. “Kau ini....mengagetkanku saja!!” Jerit Yoonjo dengan mengerucutkan bibirnya.Taemin tersenyum puas lalu duduk di samping gadis manis itu sembari mengacak-acak rambut gadis di sampingnya itu. “Habisnya, kau pagi-pagi begini melamun saja. Kekeke-“

 

“Aish...menyebalkan.” umpat Yoonjo.

 

Mereka terdiam, hingga menciptakan suasana hening di antara mereka. Yoonjo masih saja melamun dan berpikir. Dia menunggu Taemin mengucapkan ‘Selamat ulangtahun’ dari mulutnya. Sedangkan Taemin sedari tadi hanya tersenyum dengan sesekali melirik ke arah gadis di sebelahnya. Dia sedang memikirkan apa yang ada di pikiran Yoonjo. Dia tau pasti bahwa Yoonjo sedang berpikir kenapa ia tak mengucapkan selamat pada Yoonjo. Taemin tetap saja diam dan menunggu saat yang tepat untuk mengucapkan selamat ulang tahun. Dia ingin melihat Yoonjo—atau mendengar—menanyakan ‘kenapa kau tak ingat hari yang sangat penting?’ atau ‘apa kau sudah melupakanku?’. Dia ingin mendengar teman dekatnya itu mengomel padanya. Dia suka omelan Yoonjo.

 

Tak perlu menunggu waktu lama untuk Taemin mendengar Yoonjo mengomel. Beberapa saat kemudian, Yoonjo mulai membuka mulutnya setelah menatap Taemin penuh tanya dan sedikit kesal.

 

“Yaak.. Taemin-yah..” panggil Yoonjo, lalu Taemin menoleh—dengan menunjukan wajah tak tau apa-apa—polos.

 

“Ya?” tanya Taemin polos.

 

“Hari apa ini?”

 

“Eum...hari rabu. Kenapa?” tanya Taemin lagi seolah tak ada yang salah.

 

“Huh! Kau ini.... bukan itu..... aish... apa kau benar-benar tak ingat hah? Tanggal berapa sekarang? Huh?”

 

“Tanggal....14 desember 2009. Memang ada apa? Apa nanti ada ulangan??” Taemin berpura-pura seolah-olah dia sedang panik karna takut ada ulangan. Yoonjo sudah sangat kesal pada Taemin. Akhirnya dia terdiam—menahan air mata yang ingin keluar dari matanya—tanpa menjawab pertanyaan Taemin lagi. Taemin memberhatikan wajah Yoonjo. Dia melihat mata Yoonjo berkaca-kaca. ‘sepertinya dia akan menangis.’ Batin Taemin.

 

“Hey?” Taemin menyenggol lengan Yoonjo, namun Yoonjo hanya bergeming. Sepertinya Yoonjo sudah benar-benar kesal sekarang.

 

“Hey? Kau marah ya? Aigoo... pantas saja kau jelek. Kau pemarah. Hahaha.” Canda Taemin sambil mencubit hidung Yoonjo, tapi segera Yoonjo menepis tangan Taemin dengan kesal. “Urusi saja ulanganmu sendiri!” Yoonjo dengan nada tinggi. Suasana hatinya sedang tidak baik sekarang. Dia sedang kesal sekaligus sedih. Pria yang dia suka sejak kelas 1 SMA—sekaligus sahabatnya—tak ingat hari ulang tahunnya. Yoonjo berdiri dan melirik Taemin kesal. “Ish!!” Yoonjo menghentakan kakinya ke tanah lalu beranjak pergi, namun Taemin menahan tangannya. Yoonjo awalnya mencoba untuk melepaskan tangan Taemin, tapi Taemin menariknya dan memeluknya. Mereka bertahan cukup lama pada posisi seperti ini. Taemin merasakan detak jantung Yoonjo yang begitu cepat. Dia tersenyum lalu menatap Yoonjo yang masih terpaku. Taemin lalu mengecup kening Yoonjo lembut, “Saengil chukkae hamnida, Yoonjo sayang.” Ucap Taemin dengan lembut. Yoonjo masih terpaku tak percaya pada apa yang baru saja terjadi. Taemin hanya tertawa melihat tingkah Yoonjo.

 

“Yaak! Kau kenapa?? Hahaha.” Taemin mengacak-acak rambut Yoonjo, membuat Yoonjo tersadar dari lamunannya. Yoonjo mengerucutkan bibirnya. Dia masih tak bisa berkata apa-apa. Dia perlu waktu untuk menenangkan detak jantungnya yang memburu. Taemin hanya memperhatikan Yoonjo. Dia menahan tawanya melihat rona merah di pipi Yoonjo. Mereka terdiam untuk beberapa saat. Hening. Beberapa saat kemudian, Taemin mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, lalu menyodorkannya pada Yoonjo dengan tersenyum. Yoonjo mendongakan kepalanya melihat apa yang ada di depannya.

 

“Apa ini?” tanya Yoonjo.

 

“Untukmu.” Singkat Lee Taemin. Dia memaksa Yoonjo untuk menerimanya. “Kau buka nanti saja ya. Kekeke-“

 

“Kenapa nanti?”

 

“Tidak kenapa-napa.”

 

“Terimakasih, Taemin-yah!!” Yoonjo tersenyum senang—begitu juga dengan Taemin. “Sama-sama, Yoonjo-yah.”

 



 

 

Taemin tersenyum tipis mengingat kejadian waktu itu. Dia masih mengingat dengan jelas kejadian bersama Yoonjo beberapa tahun yang lalu. Dia mengusap air matanya lalu membuka halaman kedua.

 

18 Desember 2009,

Aku senang sekali hari ini..

Lee Taemin mengajakku jalan-jalan ke taman setelah aku mendengarkan permainan pianonya.

Kau tau? Permainan pianonya sangat indah.

Aku harap lain waktu dia akan mengajakku jalan-jalan lagi. ㅋㅋㅋ

Aku cinta Lee Taemin...

 

Taemin tersenyum dalam tangisnya. Lalu dia mengenang kembali masa-masa itu di ingatannya...

 



 

 

18 Desember 2009

 

Yoonjo berdiri di depan sebuah kelas musik di sekolahnya. Dia memperhatikan seseorang yang sedang bermain piano dari kaca jendela kelas musik itu. Lee Taemin sedang memainkan lagu kesukaan Yoonjo. Don’t Say Goodbye. Begitulah ia menyebutnya. Itu adalah lagu ciptaan ibu Taemin, Lee HaeRi.

 

Yoonjo sangat menikmati permainan piano Taemin. Dia juga bersenandung lirih menyanyikan lagu yang dimainkan Taemin. Dia membayangkan; dia sedang ber-duet dengan Taemin menyanyikan lagu ini di panggung—yang ditonton oleh ibu Taemin. Dia larut dalam mimpinya. Hingga dia tak menyadari bahwa Taemin sudah tidak duduk disana. Saat dia tersadar dan menyadari bahwa Taemin tak ada disana, dia berusaha mencari sosok Lee Taemin di dalam kelas musik. Namun tidak ada.

 

“Kemana di-“

 

“Mencari aku yaa?” goda seseorang di belakang Yoonjo.

 

Yoonjo menoleh, “Yaak! Kau...” Yoonjo mengerucutkan bibirnya. Rona merah dipipinya tersebar dengan cepat.

 

“Kekeke- aku kenapa? Hm? Kau mencariku kan? Ayolah...mengaku saja. Hahaha.”

 

“Ishh.. baiklah.. iyaa... aku memang mencarimu. Habisnya tadi kau tiba-tiba menghilang saat aku menoleh. Aku kan ingin mendengarkan permainan pianomu lagi.”

 

“Haha.. pasti kau melamun lagi.” Taemin mencolek hidung Yoonjo—membuat rona merah pipi Yoonjo semakin terlihat. “Bagaimana permainan pianoku tadi? Aku hebat kan? Kekeke-“ tambah Lee Taemin.

 

“Iya. Benar. Permainan pianomu sangat hebat.” Yoonjo mengacungkan kedua jempolnya. Mereka tersenyum.

 

“kekeke- karna kau sudah memujiku, ayo kita jalan-jalan.” Taemin menggenggam tangan Yoonjo untuk menariknya. Mereka saling berpandangan sebentar saat Taemin ingin menarik tangan Yoonjo. Ada rasa yang aneh di hati mereka. Hati mereka terasa berdebar. Lalu Taemin tersenyum untuk menenangkan perasaannya. Dia menarik tangan Yoonjo.

 

“Hhh-“ desah Lee Taemin pelan mengatur nafas dan detak jantungnya agar normal kembali.

 

Mereka berjalan-jalan ke taman Namsan. Membeli es krim dan bersepeda di sepanjang jalan taman Namsan. Mereka menikmati hari mereka dengan bersenang-senang dan bercanda ria.

 

‘Aku rasa, aku menyukaimu, Yoonjo-ssi.’ Batin Taemin memandang wajah Yoonjo.

 



 

 

Taemin tertawa pelan. Tangisnya semakin deras mengingat masa-masa itu. Baekhyun hanya tersenyum kecil melihat Taemin.

 

Taemin terus membaca tiap halaman. Setiap halaman ditulis pada tanggal 14 dan 18. Semuanya selalu mampu membuat Taemin tersenyum dalam tangis. Di bagian akhir setiap halaman selalu tertulis “Aku cinta Lee Taemin”. Tapi senyuman Lee Taemin tiba-tiba memudar saat membaca halaman ke-16...

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
exobeak #1
nice story ..