APA?!

Touch of Fear: Indonesian Translation

Beberapa hari kemudian Hyejin menerima seragam sekolahnya, dan mulai pergi ke sekolah yang sama dengan kakak perempuannya. Ara sangat kaget ketika ia mengetahui Hyejin diterima oleh para murid disana. Namun ia sama sekali tidak iri dengannya. Tidak, ia lebih baik makan sapu daripada dekat dengan murid-murid sekelasnya. Ia membenci mereka, dan mereka juga. Sesama membenci.

Sejak Hyejin pindah, ia diam-diam menyalakan telinganya untuk melihat bagaimana mereka melihat adiknya. Ini pertama kalinya Ara mau mendengarkan gosip di sekolahnya. Dan tidak sampai sepuluh menit kemudian, ia akhirnya mendengarkan sesuatu tentang Hyejin. Karena ia men-filter segala sesuatu yang tidak menyangkut adiknya, ia hanya menangkap beberapa nama yang tidak memberinya apa-apa.

Kadang nama Kai, Baekhyun dan Sehun dapat didengar namun Ara tidak memikirkannya lebih lanjut. Hingga akhirnya, sesuatu yang menyangkut adiknya. “Hey, kau tahu murid baru itu?”

Ara menyetel telinganya untuk fokus dalam pembicaraan mereka. “Yeah, dan dengar-dengar ia adik gaids beasiswa itu!”

“Apa?! Tapi dia sangat berbalikan dengan kakaknya! Ia baik dan imut.” Setelah kalimat itu guru memasuki kelas dan Ara berbalik,  mendapatkan cukup informasi bahwa para murid menyukai Hye. Ketika kelas sudah usai, ia meninggalkan kelas secepat mungkin dan berjalan menuju Hyejin.

“Oh, Unnie!” Adiknya berteriak. Ara hanya menganggukan kepalanya lalu bertanya, “Bagaimana hari keduamu?”

Hyejin memberikan senyuman yang cerah. “Indah sekali, Unnie!” Saat itu juga Ara dapat mendengar omongan di belakangnya dan ia memutar badannya. Beberapa lelaki tengah menunjuk dirinya, mengumamkan beberapa hal. Ia sempat mengerutkan keningnya, namun berputar balik lagi untuk berbicara dengan Hye.

“Apa? Hyejin adalah adik Putri Es itu?” Salah seorang lelaki berkata ketika ia melihat scene di depan matanya, di mana Hyejin dan Ara berbincang-bincang. Sangat tidak bisa dipercaya. Gadis baru itu, tidak mungkin terikat hubungan keluarga dengan Putri Es di sekolah mereka. Oke, mereka berdua memang cantik, tapi sikap Park Ara menghancurkan segalanya. Mereka mungkin bisa menerimanya jika ia baik dan imut seperti adiknya. Tapi tidak, ia mempunyai aura sombong itu di sekitarnya.

Ara tidak peduli apa yang dikatakan mereka tentang dirinya. Tetapi, ia tetap mengatakan goodbye kepada Hyejin dan kembali ke kelasnya. Jika adiknya disukai, ia tidak akan mencoba merusak imej bagus adiknya dengan reputasinya yang buruk. Ara baik-baik saja menjadi seorang penyendiri. Ia malah merasa nyaman. Tapi Hyejin? Ia tidak suka jika hanya ada ia seorang diri. Kesepian dan perasaan kosong, ia tidak bisa tahan hal semacam itu.

Ara menemukan tempat duduknya dan segera duduk. Ketika ia mengeluarkan buku catatannya untuk mencatat apa yang harus ia beli di supermarket, sebuah tangan mengambil buku tersebut. Ara melihat ke atas dan mendesah dengan kesal. Lee Byunghee. Lelaki yang sudah membuatnya kesal sejak hari pertama ia masuk ke sekolah ini. Ara membuat note mental kepada Hyejin untuk tidak mendekati lelaki ini.

“Adikmu masuk sini, huh?” Ia berkata dengan suara yang sangat lumur. Ara tidak melihat katas, namun sebuah lipatan terbentuk di sela alisnya. Jika bukan untuk buku tulisnya, ia akan cuek saja kepadanya. Namun ia membutuhkan buku itu, atau ia harus beli lagi yang baru. “Aku dengar ia sangat imut. Haha, sangat tidak sepertimu!” Byunghee menarik kursi Ara, mencoba untuk menariknya, tetapi Ara menghentakkan kakinya di lantai, membuatnya kesusahan. Ia mendengus, menyadari apa yang Ara lakukan, “Bagaimana mungkin seorang jalang, pelacur licik sepertimu bisa mempunyai adik yang manis?” Byunghee tertawa dengan keras, maju sedikit untuk memegang muka Ara, karena ia bahkan tidak melihatnya.

Ketika jarinya menyentuh muka Ara, gadis tersebut memukul tangannya dan menatapnya dengan dingin. “Jangan memegangku,” ia berkata dengan tajam, mengambil bukunya dan menaruhnya kembali di atas meja. Apapun yang dikatakan Byunghee, ia cuek saja. Ia tentu tidak mempunyai waktu untuk marah-marah terhadap apa yang dikatakan lelaki itu. Kehadirannya bukanlah apa-apa. Ara berpikir berapa lama akan dibutuhkan untuk menyadari semua aksinya tidak mempunyai efek pada Ara.

Beberapa menit kemudian Byunghee terlihat bosan dengan Ara yang tidak menunjukkan reaksi apa-apa. Hari itu berlalu pelan, Ara pergi ke supermarket setelah pekerjaan paruh waktunya selesai, membeli barang-barang yang di perlukan untuk Hyejin memasak, karena ia tidak terlalu bisa memasak.

Ia membuka pintu dan melihat adiknya yang menatapnya dengan mata yang cerah. Hyejin sangat tidak sabar untuk memberi tahu sesuatu kepadanya. Ara dapat melihatnya di wajahnya. “Unnie!” Hyejin berteriak dengan riang. “Aku berbicara dengan Kai,” Hyejin separuh berkata, separuh menjerit. Ara menaruh tas kresek di atas meja dan menghadapnya, “Siapa itu?”

“Apa? Unnie, kau tak tahu dia?!” Hyejin menjerit, segera memegang lengan kakanya. “Bagaimana mungkin? Kau telah pergi ke sekolah ini hampir dua tahun!” Ia berkata, sangat tidak percaya. Ara mengangkat bahunya dan melepasan tangan adiknya. “Yeah, aku tak tahu dia. Hye, kau tahu aku tidak punya rasa ketertarikan dengan orang-orang di sekitarku.”

“Aku tahu, tapi bagaimana mungkin kau tak tahu dia? Dia salah satu Raja di sekolah!” Hyejin menjelaskan, melempar tangannya di udara. “Raja? Sepertinya aku pernah mendengar tentang mereka,” Ara bergumam sambil mengeluarkan telurnya.

“Kau hanya merasa kau pernah mendengar tentang mereka? Oh Tuhanku. Unnie, aku harus menjelaskan banyak kepadamu,” Hyejin tersenyum dan mulai membantu menaruh bahan-bahan masakan tersebut di tempat yang benar. Ara mengerutkan dahinya sedikit. Oh, ia tidak butuh penjelasan apapun. Ia sangat tidak mempunyai rasa ketertarikan untuk mengetahui tentang para ‘Raja’ di sekolahnya. Sudah cukup lucu mereka dipanggil itu. Meskipun ini adalah sekolah bergengsi yang banyak muridnya datang dari keluarga yang kaya raya, ini agak sedikit... melewati batas. Setidaknya Ara berpikir begitu.

Ketika Hyejin sedang memasak, ia berbicara non-stop tentang para Raja-raja tersebut. Dari A hingga Z. Sekitar separuh lewat, ia berhenti mendengarkan. Namun ia sempat menangkap nama-namanya. Chanyeol, Sehun, kai, Bae- entahlah, Suho dan Kyungee atau Kyungsoo. Sesuatu di antara itu.

“Hyejin, tolong berhenti berbicara. Kurasa aku tahu cukup,” ia memotong adiknya setelah sekian lama. Ara memberinya senyuman yang meminta maaf. “Kau tidak seru, Unnie.” Hyejin mencibir. Ara mengangkat alisnya. “Aku tahu.”

-

Seminggu berlalu, dan Hyejin kelihatan sangat nyaman dengan sekolahnya, menemukan teman-teman baru dan beberapa ‘fans’. Hyejin adalah gadis manis dengan penampilan yang mempesona. Meskipun ia gadis yang tidak mempunyai background yang bagus, hati para lelaki sepertinya mulai tertarik padanya. Ara tidak peduli, selama tidak ada yang menyakitinya, ia tidak akan membantai siapapun. Mekipun Hyejin sangat ceria dan itu kadang membuatnya kesal, ia tetap saja adiknya sendiri, satu-satunya keluarga yang ia miliki di samping ibunya, yang selalu kerja dan pulang sangat larut malam.

Sambil mengerang, ia mematikan alarmnya dan berdiri. Ara melihat wajah adiknya yang sedang tidur lalu bergegas ke kamar mandi.

“Aku senang Hyejin merasa nyaman di sekolahku,” sebuah suara tiba-tiba keluar. Ara berputar ke belakang dan meilhat ibunya berdiri di dekat pintu. “Ibu, kau harus kembali tidur,” katanya, suaranya tenang. “Kau pasti capai sekali karena shift malam mu beberapa hari ini.” Ibunya hanya mengangguk dengan lemah. “Memang, tapi aku belum melihat putriku selama empat hari ini ... bagaimana kabarmu?” Ia bertanya, memberi Ara senyuman kecil. Seperti ibunya, Ara tidak dilahirkan dengan banyak kata-kata. Ia hanya berbicara jika perlu. Suaranya selalu tenang, tak bernada tapi tak seperti ibunya ia tidak terlihat tenang, tetapi garang. Memang ia garang. Terutama karena segala sesuatu yang telah terjadi.

“Aku tidak apa-apa.,” Ara bergumam, lalu mendorong ibunya untuk tidur. Ia melihat kembali apakah ibunya sudah benar-benar tidur baru pergi ke kamar mandi untuk mandi.

-

Ara pergi ke taman di sekolahnya ketika ia mempunyai waktu luang, memutuskan untuk belajar di sebuah kursi sambil melihati taman yang cantik. Mukanya tidak menunjukkan emosi apa-apa ketika ia melihat bunga-bunga yang cantik dan rumput yang sehat. Mukanya terlihat blank. Matanya sangat  tertekan. Hidup membuatnya seperti ini.

Ketika ia melihat sebuah bangku yang kosong, ia tak sengaja mendengar suara seorang perempuan. “C-Chanyeol Oppa. Aku menyukaimu.” Ara memiringkan kepalanya ke samping. Bukankah itu salah satu nama Raja? Ara dapat samar-samar mengingat nama yang berawalan huruf C. “Maukah kau menerimaku?” Ara meringis mendengar apa yang baru saja ia dengar. Ugh, sebuah pengakuan. Gadis yang jatuh cinta. Ara mempercepat langkahnya, tidak mau mendengar jawabannya dan patah hatinya.

Ara melanjutkan perjalanannya ke bangku itu lalu duduk. Pengakuan. Ia masih ingat pertama kali ia masuk ke sekolahh ini. Dimana orang-orang tidak mengetahui sikap aslinya. Lelaki tidak peduli. Ia sangat cantik, maka mereka mengejarnya, namun semuanya ditolak. Ara membenci pria dan ia masih membenci mereka, meskipun sekarang lebih membaik.

Pria mengingatkannya tentang ... ia menggelengkan kepalanya. Ia bahkan tak mau memikirkannya. Mengeluarkan bukunya, ia mulai untuk belajar. Selang beberapa detik kemudian, seorang gadis lari melewatinya. Ara melihatinya. Matanya merah dan penuh air mata. Ara menggigit bibirnya. Meskipun ia membenci murid-murid disini, melihat gadis yang menangis sangatlah tidak nyaman baginya, dan ia merasa harus melindungi mereka, karena ia sendiri adalah seorang kakak yang mempunyai adik perempuan.

Gadis itu berlari dan hampir jatuh, masih menangis dan mengusap air matanya. Ini adalah alasan mengapa Ara membenci perempuan jatuh cinta daripada yang lain. Persentasi mereka untuk bahagia hanyalah sedikit, apalagi di dunia sekarang ini, dimana perempuan jatuh cinta dalam sekejap. Lalu? Mereka berusaha sekeras mungkin, menuangkan hatinya di kartu-kartu dan coklat: dan paling parah, mau mencintai orang itu apapun yang terjadi. Tak memedulikan serese apapun lelaki itu, mereka masih saja bermimpi besar.

Mengapa perempuan membiarkan diri mereka sangat rapouh?

Ara menggelengkan kepalanya, tak mengerti, dan melanjutkan untuk belajar. Ia berharap ia tidak pernah harus masuk situasi seperti itu.

-

Ara membuka pintunya pelan-pelan untuk melihat apakah Hyejin sudah tidur - sudah malam sekali saat itu karena pekerjaannya di hari Jumat selesai lebih telat. Teriakan kecil keluar dari mulutnya, ketika muka adiknya tidak sampai satu inci lebih jauh darinya.

“Unnie!” Hye berteriak, matanya besar dan senyumannya lebar.                                     

“Hyejin! Aku hampir saja mati karena kaget,” Ara mendesis dengan marah, melewati adiknya. “Unnie, aku punya sesuatu untuk kuberi tahu padamu!”

“Apa?” Ara bersuara sambil menaruh kuncinya di atas meja. Ia mengambil sebuah gelas lalu mengisinya dengan air. Hyejin berteriak sejenak lalu mendekati Ara. Gelas itu mendekati mulut Ara, dan ia mengangkat alisnya. “Dan?”

“Unnie, kurasa aku jatuh cinta,” Hyejin berteriak, memejamkan matanya dan memegangi wajahnya sendiri.

Gelas itu jatuh ke lantai dan pecah, air tumpah di mana-mana. “APA?!”

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
oohhada #1
Boleh ku repost ke wattpad ga? Aku ga bakal ngaku2 itu karya ku kok. Janji
namnamira #2
Chapter 3: chapter 4nya dong... jebal..
anabil #3
Siiplah siip!!! !!!!
anabil #4
Siiplah siip!!! !!!!
herlianana #5
Chapter 3: Next dong '3'
riima_park #6
Chapter 3: lanjut dong thoooooooooooooooooooooooooooooooooooooor ..huhue
udah bgus ,sayang klo gx d lnjoot ..
Lilya-Lilac #7
Chapter 3: menunggu chapter 4 lagi, semoga eonni bisa ngepost lanjutan ff ini lagi..
nelaeppo #8
Chapter 1: ijin baca yaa :3
deeo95 #9
Chapter 3: Unnie chapt 4 juseyo~ :"
sunggaeul #10
Chapter 3: chap 3 udh,,
tpi chap 4 nya kapaaaan..?????
Lanjuuuuuttt.. Jebaaaalll.. ( ; _ ; )..