Hidup Park Ara

Touch of Fear: Indonesian Translation

Ara mendesah ketika bell berbunyi. Mengambil tasnya, ia segera keluar dari kelas. Koridor sangat penuh, dan ia tak sengaja menabrak seorang gadis. Rambut coklat menyentuh hidungnya dan ia membuat muka. Baunya seperti hairspray dan banyak produk lainnya yang ia bahkan tidak tahu.

“Permisi,” ia bergumam dengan separuh hati sambil mendorong gadis itu minggir. Ara tidak mempunyai waktu untuk dibuang. Pekerjaan paruh waktunya akan mulai dalam waktu sepuluh menit, dan ia masih harus menaiki bis untuk sampai. Gadis yang ia tubruk memutar balik dengan wajah kesal yang hanya seorang kaya, anak manja dari sekolah oh-sangat-gaul ini bisa mempunyai, namun mukanya jatuh ketika melihat Ara: dan kepercayaan dirinya.

“Ugh, dia lagi,” gadis itu bergumam, melihat Ara tidak seperti dirinya. Namun ia tidak berani untuk berkata yang lain, karena reputasi Ara selalu jelek. Ia dilabel ‘jalang miskin’, ‘putri es’, juga diketahui sebagai ‘rakyat biasa’ atau ‘murid beasiswa’.

Antara gadis itu takut dengan tatapan dingin Ara, atau takut dengan virus yang bisa menular ke dirinya jika ia berada di radius Ara lebih lama dari dua detik. Sepertinya. Ara tidak peduli karena ia mempunyai banyak hal lain yang perlu dipikirkan selain perlakuan buruk yang diberikan kepadanya dari beberapa murid di sekolanya. Ia sendiri tidak mempunyai sikap yang lebih baik daripada mereka.

Ara mengangkat alisnya dan memberi gadis itu muka yang menunjukan ia tidak tertarik lalu melewatinya. Ia tidak mempunyai waktu untuk dibuang, apalagi untuk orang sepertinya. Baru saja ketika ia melewatinya, seseorang yang lain menubruknya dari samping. Oh, betapa ia membenci koridor ini. Kesal, ia melihat ke samping. Seorang lelaki menatapnya, terlihat sama kesalnya dengan Ara.

Menarik nafas yang dalam, ia bergegas maju. Ketika ia hampir meraih exit, ia melihat kerumunan besar di luar. Mengecilkan matanya untuk melihat celah yang bisa ia lewati, ia menyadari mereka sedang mengelilingi beberapa lelaki.

Ara mengerutkan keningnya. Mereka disebut Raja Sekolah Atau sesuatu seperti itu. Jujur saja, ia tidak terlalu tahu tentang murid-murid disini karena ia terlalu sibuk dengan kelasnya; ia tidak boleh membuat kesalahan atau nilai jelek karena ia hanyalah murid beasiswa. Dan di luar sekolah ia berusaha untuk tidak bersosialisasi dengan murid kaya sekolahnya sebisa mungkin. Ia bahkan tidak mempunyai waktu untuk itu, karena ia sibuk dengan pekerjannya untuk membantu keluarganya yang single-parent.

Hidup itu susah, huh?

Tetapi mengasihani dirinya sendiri tidak akan membawa Ara kemana-mana. Dia sendiri yang perlu membawa dirinya pergi. Ke pekerjaan paruh waktunya itu, tentu saja.

Ara sampai di kerumunan itu dan mulai mendorong gadis-gadis itu minggir sambil mengatakan beberapa kata-kata. Ketika ia berpikir ia sudah melewati segalanya, karena ia melihat tanahnya lumayan kosong, ia melihat ke atas. Matanya bertemu dengan sepasang mata yang sangat dingin dan di-frame­ muka yang pucat. Lelaki.

Salah satu para Raja, Ara berpikir, Atau apapun mereka disebut.

Ia mengecilkan matanya lalu melewatinya, masih mencari jalan untuk keluar dari kerumunan ini, karena ia baru sampai di tengahnya. “Wow, kau lihat itu?” “Ia baru saja menatap Sehun Oppa seperti jalang!” “Beraninya dia?!” Beberapa perempuan di situ mendesah dengan kaget tetapi Ara bahkan tidak mendengarkannya. Ara mempercepat langkahnya dan akhirnya keluar dari kerumunan itu. Ia melirik jamnya dan mendesah. Karena kerumunan itu, ia akan telat untuk pekerjaan paruh waktunya. Ia membuat note mental untuk dirinya sendiri untuk menggunakan pintu belakang lain kali.

Ketika Ara akhirnya sampai di restoran dimana ia bekerja, ia dengan cepat meminta maaf dan mulai kerja. Ia bekerja paruh waktu di sebuah restoran, dan pada weekends ia bekerja di supermarket. Bayarannya tidak terlalu tinggi, tapi untuk seorang murid yang berumur 18 tahun apa yang bisa diharapkan? Dengan cara apapun itu, ia harus bisa.

“Nona!” Suara tua bersuara. Ara berputar balik dan menuju pria itu. “Kau sangat cantik, nona. Ini tip untukmu,” ia tertawa, jelas-jelas mabuk. Betapa ia membenci para lelaki. Tetapi sebencinya ia dengan laki-laki, ia butuh uang untuk hidup. Ia mengangguk dan mengambil uang itu.

“Kau beruntung karena kau cantik, Ara.” teman kerjanya, Seoji, wanita berumur 24, menggerutu. “Sikapmu tentu tidak membantu tip itu.” Ara hanya mengangkat bahunya. Seoji dan dirinya bukan teman, tapi ia akan selalu mengatakan sesuatu ke dirinya saat kerja. Tidak selalu positif, tapi ia menganggap wanita itu hanya butuh seseorang untuk diajak bicara. Dan Ara bukan orang yang bersosialisasi, jadi tidak ada hal bagus untuk dibicarakan? Tapi ia tidak peduli. Seoji bekerja keras, jadi ia menyukainya.

“Ara! Satu lagi!” Bossnya berteriak dan Ara berputar balik. Kembali bekerja.

-

Ara membuang tasnya di suatu sudut kamarnya dan duduk di lantai. Ia merangkak menuju meja belajar dan mengerjakan tugas-tugasnya. Setelah sekitar satu jam, ia pergi ke kamar mandi dan menyikat giginya. Saat itu pula ia mendengar keributan, dan ia tahu adiknya telah pulang, “Unnie!” Ara mendengar ia berteriak. Ia terdengar sangat bahagia.

Ara memasuki kamarnya, atau lebih tepatnya kamarnya dan Hyejin. Ia mengangkat alisnya ketika Hyejin tidak bisa berhenti melonjak kegirangan. “Aku mendapatkan beasiswanya! Aku juga bisa pergi ke sekolahmu!” Ujung bibir Ara naik. Ini pertama kalinya ia tersenyum hari ini.

“Sangat indah untuk didengar!” Tentu, itu sangat indah untuk didengar. Dengan adanya keluarga yang pergi ke sekolah bergaul, kesempatan untuk sukses lebih besar. Kesempatan untuk meninggalkan hidup miskin ini lebih besar. Itulah yang dipikirkan Ara. Hyejin, sama sekali tidak memikirkannya.

“Oh Tuhanku, akhirnya aku bisa melihat Raja Sekolah! Rumor berkata mereka sangat mempesona,” Hyejin berkata sambil bermimpi. Ara mengerutkan keningnya. Adiknya, yang dua tahun lebih muda dari padanya, sangat pintar, mempunyai IQ yang tinggi. Namun mindsetnya terhadap hidup sangatlah.... polos. Dan simpel. Meskipun setelah segala sesuatu yang terjadi, ia masih tetap seperti ini.

Ara tidak mengerti adiknya. Dan kadang pikirannya yang polos itu membuatnya kesal, tapi di waktu yang sama membuat hidupnya lebih terang sedikit. Mungkin itu bagus untuk mempunyai seseorang yang lebih cerah di rumah. Terutama jika ada ibunya dan dia, yang sama-sama bukanlah orang cerah ataupun positif.

“Hye, kau tahu, orang-orang di sekolahku tidak terlalu baik,” Ara bergumam, menuju ranjangnya. Hyejin tidak menangkapnya, “Huh?” Ara membuka mulutnya untuk mengulanginya, tetapi ketika melihat muka adiknya yang sangat gembira, ia memutuskan untuk diam saja. Ia tidak dapat merusak mimpinya. Dan mungkin adiknya bisa bergaul dengan murid-muridnya, tidak seperti dirinya.

Mungkin ...

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
oohhada #1
Boleh ku repost ke wattpad ga? Aku ga bakal ngaku2 itu karya ku kok. Janji
namnamira #2
Chapter 3: chapter 4nya dong... jebal..
anabil #3
Siiplah siip!!! !!!!
anabil #4
Siiplah siip!!! !!!!
herlianana #5
Chapter 3: Next dong '3'
riima_park #6
Chapter 3: lanjut dong thoooooooooooooooooooooooooooooooooooooor ..huhue
udah bgus ,sayang klo gx d lnjoot ..
Lilya-Lilac #7
Chapter 3: menunggu chapter 4 lagi, semoga eonni bisa ngepost lanjutan ff ini lagi..
nelaeppo #8
Chapter 1: ijin baca yaa :3
deeo95 #9
Chapter 3: Unnie chapt 4 juseyo~ :"
sunggaeul #10
Chapter 3: chap 3 udh,,
tpi chap 4 nya kapaaaan..?????
Lanjuuuuuttt.. Jebaaaalll.. ( ; _ ; )..