The Core

Till We Meet Again
Please Subscribe to read the full chapter

Hari itu merupakan hari terakhir berdasarkan countdown timer yang dipasang profesor Ico pada Analyzer. Josh sudah memberi instruksi kepada Gilland untuk tidak meninggalkan semua pengungsi yang selama ini dia lindungi. Sementara Rebecca akan menemani Sarah, dan Daniel akan menemani Yunho, Jaejung, Yuchun, Junsu, dan Changmin karena Justin tidak bisa mereka temukan dimana pun sehingga Josh terpaksa bertugas sebagai koordinator lapangan.

Hari itu, dalam wujud Eterna, Josh mengenakan pakaian yang dia 'beli' bersama Jaejung lengkap beserta semua aksesorisnya.

“Kau akan bertarung dengan itu?” tanya Daniel.

“Ya, kenapa?” tanya Josh.

“Dan kau menyuruh semua orang mengenakan pakaian mereka yang mereka pakai ketika masuk kemari?”

“Mereka tidak seperti kita, Daniel.” kata Josh. “Setidaknya kita masih punya seragam tempur.” Dia berhenti sejenak. “Analyzer-nya ada padamu, kan?”

Dia mengangguk.

“Ayo berangkat.” kata Sarah.

Josh menyambar kunci antik dari dalam gelas. Mereka semua berbalik melihat ke dalam rumah itu sekali lagi dengan penuh kerinduan. Rumah inilah tempat kenangan mereka, mungkin yang paling berkesan dari semua kenangan mereka seumur hidup.

Satu-persatu mereka mulai meninggalkan tempat itu lalu naik ke mobil. Mereka semua telah sepakat akan bertemu dengan yang lain beberapa ratus meter dari lokasi.

* * *

Titik nol adalah sebuah persimpangan jalan yang cukup besar. Hampir seluruh bagian jalan itu hingga beberapa ratus meter jauhnya penuh dengan retakan-retakan dimensi. Mereka tidak berani terlalu mendekat. Karena selain terlalu berbahaya jika tiba-tiba mereka diserang, yang berjalan di atasnya seakan berjalan di atas hamparan kaca yang telah retak.

Ketika sampai, dan setelah mereka turun dari mobil, Josh mengebaskan tangannya, membuat perisai tak terlihat untuk Yunho, Jaejung, Yuchun, Changmin, dan Junsu. Perisai itu agak unik, karena mengikuti lekuk tubuh mereka selain bisa digunakan pada objek yang bergerak. Sebelumnya hal ini belum pernah dan tidak mungkin Josh lakukan. Semenjak dia terbangun dari hibernasinya, kemampuannya meningkat pesat, bahkan melebihi kemampuannya sebelum masuk ke dunia itu. Perubahan kristalnya mungkin punya andil, tapi seharusnya tidak secepat itu dan kemampuannya tidak setinggi itu.

Josh memandang ke arah kelima personil boyband yang sudah dia lindungi selama ini, memperhatikan tangan-tangan mereka. Setelah dia yakin mereka telah mengenakan cincin yang dia berikan, dia lalu melirik ke tangan kirinya, seakan hendak melihat jam. “Oh astaga, aku lupa.” gumamnya pada dirinya sendiri. “Komunikatorku masih dibawa Gilland.”

Tidak lama kemudian, rombongan besar berisi seluruh penghuni stadion datang dengan ramai, seperti halnya supporter sepak bola, hanya saja mereka jauh lebih tertib. Merek semua berkumpul di sana, membentuk sebuah lingkaran yang bagian tengahnya kosong. Josh, Gilland, Sarah, Rebecca, dan Daniel berada di dalamnya.

“Oke, dengarkan aku.” kata Josh. “Kurasa Gilland sudah memberitahu kalian mengenai semuanya. Akan kita lakukan sesuai rencana.” Dia menghela napas sejenak. “Semuanya, terkecuali Yunho, Jaejung, Junsu, Changmin, dan Yuchun, harus tetap bersama. Karena kalian yang paling mudah keluar, kalian harus berada di satu tempat. Gill, kau harus menemani mereka. Kau paham?”

Gilland mengangguk.

“Ketika Sarah mulai bernyanyi untuk membuka gerbangnya, akan ada banyak sekali monster yang datang menyerang. Tapi kalian tidak perlu takut.” katanya lagi. “Begitu gerbangnya benar-benar terbuka, bantuan akan datang.” Dia berhenti sejenak. “Dan, Sarah.” Sarah menatapnya. “Kali ini jangan gunakan Hymnos lagi. Siapa tahu kau nanti butuh bantuanku untuk membuka gerbangnya.”

Sarah tertegun dengan kata-katanya barusan. “Sebenarnya aku ingin kau yang pertama kali menyanyi.”

“Apa?” kata Josh bingung. “Apakah boleh?”

“Tentu saja.” tanggapnya santai. “Hanya saja kau harus memilih lagu yang mengandung harapan.”

Josh tersenyum. “Sebenarnya ada banyak, tapi kurasa aku akan memilih lagu yang sederhana tapi selama ini selalu memberiku semangat dan kekuatan. Apa itu bisa?”

“Justru yang seperti itu yang kuinginkan.” kata Sarah sambil menepuk kedua tangannya. “Aku akan mulai menyusun gerbangnya ketika kau menyanyi. Setelah prosesnya dimulai, kita hanya perlu menyanyi lagu apapun untuk membantu mempercepat penyusunannya.”

Setelah melempar senyum ke Sarah, Josh kemudian memandang ke arah yang lain. “Sarah akan menempatkan kalian pada posisi paling dekat dengan gerbang masuk Penjaga. Sedangkan kami berenam harus berada paling dekat dengan core. Itu karena kami sudah terlalu lama di sini.” Dia berhenti. “Kuharap kalian setelah ini bisa menjalankan hidup dengan lebih baik. Di luar sana banyak tantangan tidak senyaman kehidupan di sini, namun itu akan membuat kita lebih kuat dari sebelumnya. Ikuti jalan yang harus kalian lalui, jangan sampai menyimpang darinya. Jangan lupakan semua yang sudah kalian dapatkan di sini. Kita semua manusia, tapi aku yakin kita semua adalah manusia-manusia yang kuat. Tempat ini adalah perangkap, an endless loop. Tempat ini hendak membuat kita hancur perlahan-lahan, tapi dengan hadirnya kalian semua masih di sini menunjukkan kalau kalian adalah orang-orang hebat; orang-orang yang kuat. Terlepas dari apapun profesi kalian, kalian adalah orang-orang yang kuat. Karena hanya orang yang kuat yang terus memaksakan diri untuk maju dan tidak hancur. Aku senang bisa bertemu dengan kalian semua. Mari kita pulang. Semua orang sudah menanti kita.”

Sunyi lama, sebelum akhirnya mereka semua bertepuk tangan, membuat Josh malu. Secara tidak sadar dia telah berpidato di hadapan mereka semua.

“Oke, semuanya tolong mundur.” Selain Josh, Daniel, Yunho, Yuchun, Jaejung, Junsu, Changmin, dan juga Rebecca, yang lain memisahkan diri dan berdiri agak jauh. Saat itu Sarah dan Rebecca yang hingga saat itu masih dalam wujud Vessel, lalu berganti wujud ke dalam Eterna. Sama seperti Josh, wujud Eterna mereka berambut pirang dan bermata biru. Seragam tempur mereka juga memiliki pola yang sama dengan Josh, namun dengan warna yang berbeda. Warna seragam Rebecca adalah ungu kemerahan, sedangkan warna seragam Sarah coklat susu.

Josh mengebaskan tangannya sekali lagi. Perbuatannya ini mengundang tanda tanya besar bagi Sarah dan Rebecca. Meski mereka tidak bisa melihatnya langsung, tapi mereka tahu dia membuat perisai untuk setiap orang yang ada disitu. Perisai pada objek yang bergerak.

“Sejak kapan kau bisa membuat perisai seperti itu?” tanya Rebecca penasaran.

“Aku tidak tahu.” jawab Josh. “Belakangan ini mendadak saja kekuatanku berlipat.”

“Semenjak kau terbangun?” tanya Sarah.

Josh mengangguk. “Ya, ini tidak biasanya.” katanya. “Rasanya kekuatan ini jauh lebih besar dari dulu sebelum aku terjebak di sini.”

“Ah, begitu.” kata Rebecca. “Apa karena ada hubungannya dengan bentuk kristalmu yang berubah ya?”

Josh menggeleng. “Aku tidak tahu.” Dia lalu menatap yang lain. “Sekarang bagi siapa yang bisa bertarung, bertarunglah. Bagi yang tidak bisa, jangan memaksakan diri. Lindungi diri kalian dan teman-teman kalian.” Dia berbalik kepada Rebecca. “Becca, tolong jaga Sarah.” katanya.

Rebecca mengangkat jempolnya. “Serahkan padaku.”

Tapi sebelum mereka mulai, tiba-tiba ada yang berteriak. “Apa itu?”

Mereka semua berbalik, melihat ke langit. Ada sebuah bola berwarna hijau transparan yang penuh dengan ukiran-ukiran melayang di udara. Bola itu turun perlahan-lahan di titik tengah persimpangan.

Ketika bola itu semakin mendekat, mereka bisa melihatnya dengan lebih teliti. Meski jaraknya jauh, mereka bisa melihat ada sesuatu di dalamnya.

Josh menggerakkan tangannya. Sekumpulan air yang melayang mengelilingi bola itu, menariknya ke arah mereka.

“Kenapa seperti ada orang di dalamnya?” kata Rebecca, berusaha melihatnya dengan lebih teliti. Matanya melebar.

“Justin!” pekiknya.

“APA?” seru yang lain kaget.

Benar saja, di dalam bola hijau itu tampak seseorang yang meringkuk di dalamnya. Dari parasnya, mereka langsung tahu itu Justin. Dia tampaknya sedang tertidur atau mungkin pingsan.

“Apa yang dia perbuat?” tanya Daniel ketika Josh meletakkan bola itu di antara mereka.

Josh memperhatikan ukiran-ukiran pada bola itu. Dia menghela napas.

“Sihir.” katanya. “Dia menggunakan sihir untuk mengunci dirinya sendiri di sini.”

“Untuk apa?” tanya Gilland.

Josh tidak menjawab, dia hanya meminta yang lain agak mundur sementara dia sendiri melangkah mendekati bola itu. Bola itu seperti membuat penolakan terhadapnya, tapi Josh tampaknya tidak terpengaruh apa pun.

“Dasar bodoh. Kau tahu betul sihir tidak mempan pada kami.” katanya, seakan berbicara kepada Justin yang sedang sadar. “Lagipula itu seharusnya aku, bukan kau.”

Tidak ada yang paham apa maksudnya. Mereka hanya bisa saling berbisik satu sama lain menanyakan itu.

Josh mengulurkan tangannya seakan hendak memegang bola itu. Matanya terpejam. “Tolong selamatkan dia.” katanya pelan.

Dan yang terjadi detik berikutnya membuat mereka semua melonjak kaget. Butiran-butiran Holy tiba-tiba muncul di mana-mana, menyusun diri, lalu mulai mengitari bola itu dengan irama yang teratur. Bola itu mengeluarkan bunyi seperti kaca yang retak sesaat sebelum pecah tidak bersisa. Josh langsung menangkap Justin yang masih terkulai.

Dia menyerahkannya kepada Gilland dan yang lain. “Tolong bawa dia keluar.” katanya. Gilland menatapnya dengan pandangan ingin tahu. “Dia tidak apa-apa, untuk sementara dia tidak bisa menggunakan sihir, tapi itu akan kembali secara perlahan-lahan.”

“Sihirnya tidak hilang?” tanya Gilland.

“Jika dia sendiri belum mau membuangnya, sihirnya tidak akan hilang.” kata Josh. “Tapi untuk sitiasi saat ini butuh waktu untuk pulih seperti semula. Sekarang bersiaplah.”

Mereka semua berdiri agak jauh. Sarah dan Rebecca juga memisahkan diri; keduanya berdiri agak jauh.

“Oke.” Sarah memberi aba-aba. “Here we go!”

Sarah meletakkan kedua tangannya di tanah. Seluruh area itu bergoyang, seperti diguncang gempa bumi. Dan yang terjadi berikutnya mengagetkan semua orang yang belum pernah melihat kekuatannya sebelumnya. Tanah di sekeliling Gilland dan orang-orang yang bersamanya naik ke atas, begitu juga di sekeliling Sarah dan Rebecca; juga di sekeliling Josh dan yang lain. Bukan hanya itu, di berbagai tempat juga terjadi Hal yang sama. Kota itu perlahan-lahan dipenuhi dengan platform-platform raksasa dengan berbagai ukuran dan tinggi, terkecuali daerah titik nol.

“Sarah, sudah bisa kumulai?” sahut Josh agak keras karena sekarang dia sudah tidak bisa melihat Sarah karena ketinggian platform yang menopang mereka berbeda.

“Anytime you want.” balasnya.

Josh menutup matanya, menghela napas, lalu mulai bernyanyi dengan suara lembut.

“Mei dang wo yi kan bu qing ni dao lu

  Mei dang wo yi wu fa li jie ni ji hua…”

Justin pasti telah melakukan sesuatu pada dunia ini karena ketika dia mulai bernyanyi, suaranya langsung terdengar ke seluruh tempat. Tanpa memerlukan mikrofon,

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
only-yuri
#1
i wish i knew indonesian ><
this looks like a good story ;)
ningekaputri #2
Chapter 15: huwaaaa sweeettt,,,ending yg sweet. Jujur jln cerita na menarik. Serasa baca novel petualangan. Krn mmg udh smpe ending hehe. Menarik, gaya tulisn na menarik. Smua fantasi yg d bwt bisa bwt aq msh k dunia khayal. Keren. Thx for sharing your story^^
ningekaputri #3
Chapter 1: hai,,,new reader here^^ numpang baca ya,,langsung tertarik pas baca ch 1 :)
lyelf15 #4
Chapter 15: Daebak!!!
mianhae, komennya langsung chap akhir... keren banget fantasy nya..
semuanya keliatan nyata walau ada beberapa kalimat yg rada berat buatku /slap/
seneng banget genre ini...
izin baca ff mu yg lainnya ya..
gomawo udah buat story ini^^