A Battle for Their Lives

Till We Meet Again
Please Subscribe to read the full chapter

 

Sepulangnya dari mall mereka lalu menyempatkan diri untuk pergi ke stadion untuk melihat semua pengungsi di sana. Stadion itu sudah dibuat seperti rumah darurat berukuran besar. Setiap orang diberi ruangan tersendiri, diberi batas dengan menggunakan gypsum sehingga benar-benar seperti sebuah kos-kosan berukuran raksasa. Yang membuat mereka kagum adalah bahwa ternyata yang berinisiatif membuat semuanya itu adalah Gilland, dengan sedikit bantuan dari Justin, tentunya. Ternyata dia tidak sepemalas yang mereka katakan sebelumnya.

Para penghuninya dapat hidup dengan cukup nyaman di sana, memiliki kamar sendiri-sendiri, bahkan ada ruang tamu, TV—yang hanya digunakan untuk bermain game karena siaran TV tidak ada, AC, dan macam-macam lagi. Ada juga penghuninya yang adalah penggemar warna pink sehingga seluruh bagian ruangannya penuh dengan barang-barang berwarna pink, mulai dari seprai hingga boneka dan baju-baju, padahal dia adalah seorang laki-laki. Ada juga seseorang yang sangat piawai dalam biola dan luwes berbahasa Inggris.

Tidak disangka ternyata Junsu bertemu dengan salah seorang teman akrabnya semenjak kecil di sana. Mereka bercakap-cakap sambil tertawa-tawa bersama yang lain. Jaejung dan Yuchun tampak menikmatinya juga. Yunho mengajak Daniel berkeliling sambil berkenalan dengan beberapa orang di sana yang dia kenal. Sementara Changmin asyik bermain game dengan salah seorang, yang menurut Josh, memiliki evil smirk namun tidak begitu dari sinar matanya. Josh sempat berkenalan dengan mereka juga, tapi yang menjadi perhatian utamanya adalah seorang laki-laki tampan, yang memiliki mata seperti mata elang. Begitu Josh melihatnya, dia langsung tahu kalau Eterna orang itu sudah terbangun. Dan Josh bisa melihat kalau dia memiliki Eterna yang sangat kuat. Si evil smirk juga memiliki Eterna yang cukup kuat, meski tidak sekuat si mata elang.

Mereka merasa nyaman berada di sana, namun pikiran Josh tidak bisa berhenti bekerja biarpun sejenak. Dia sengaja mencari tempat yang tidak jauh dari situ, lalu menyalakan Analyzer-nya yang kini dia bawa ke mana pun dia pergi dan menatap titik-titik merah pada hologram yang muncul di depannya. Dia memutar-mutar peta itu dengan serius, berusaha mencari korelasi antara semua titik-titik itu. Jika teori kaca-nya benar, seharusnya tidak lama lagi mereka akan menemukan lokasi core. Meski dia tahu betul kalau itu tidak akan mudah. Beberapa anggota penghuni merasa tertarik dengan tampilan hologram itu mulai mengerubutinya lalu memberi berbagai komentar yang menyatakan rasa kagum mereka.

Hologram itu ternyata mampu diperbesar hingga lima kali ukurannya saat itu, jadi ternyata itu sangat membantu ketika dia harus berdiskusi mengenai itu dengan Justin dan Gilland. Dia juga menunjukkan countdown timer yang telah dibuat khusus oleh profesor Ico mengenai batas waktu mereka untuk menemukan core.

Dua belas hari. Dua belas hari berdasarkan waktu timer sebagai batas waktunya. Dipotong dengan dua hari istirahat, berarti tinggal sepuluh hari. Mereka harus segera menemukannya, dan ketiganya yakin itu tidak lama lagi, mengingat sekarang Sarah dan Rebecca juga ikut membantu meski sebelumnya keduanya sempat lebih memilih menjadi koki.

Mereka semua lalu menghabiskan waktu di sana seharian. Bermain, bercanda, tanpa berusaha memikirkan hal apapun. Josh, Justin, dan Gilland bahkan sama sekali tidak menyinggung lagi soal pencarian core setelah briefing berakhir. Secara tidak sadar mereka membentuk kelompok-kelompok bermain sendiri-sendiri.

Junsu bahkan bergabung dengan Changmin dan si evil smirk sambil memperhatikan mereka bermain game balap dengan serius. Ternyata kemampuan keduanya hebat-hebat, dan meski tampaknya sudah lama sekali mereka bermain, keduanya tidak tampak lelah sedikit pun.

Justin, di sudut lain ruang besar itu, tampak sedang bercanda dengan beberapa orang di sana. Beberapa di antaranya si cowok pink dan seorang lagi yang kelihatannya memiliki ukuran kepala lebih besar dari badannya.

Sementara Jaejung dan Gilland sedang bermain kartu bersama beberapa si mata elang dalam bentuk lingkaran. Sementara Josh hanya memandangi mereka bermain, sambil beberapa kali berkata “Curang!” kepada Gilland, yang hanya membalasnya dengan tertawa.

Yuchun dengan Daniel sedang membantu salah satu penghuni berbadan kecil namun memiliki suara melengking di dapur. Suatu keanehan, karena Daniel biasanya tidak suka berurusan dengan dapur.

Merasa agak lelah, Josh lalu membaringkan tubuhnya sejenak di sofa dengan mata tertutup. Dia nyaris saja melayang ke alam mimpi ketika sesuatu mendadak sangat mengganggunya. Dia bertanya-tanya dalam hati apakah itu, sebelum akhirnya dia melompat bangun dengan kelabakan. Kakinya terbanting di lantai dengan keras, namun dia mengabaikannya karena kaki terlindungi oleh sepatunya.

Begitu kerasnya bunyi yang ditimbulkannya sehingga mengundang tatapan dari hampir semua mata yang ada di ruangan itu, termasuk juga Changmin dan si evil smile yang sedang asyik bermain game. Matanya mencari-cari Justin dan Gilland lalu memandangi mereka satu per satu dalam diam. Daniel yang ada di dapur juga berlari keluar. Raut wajah mereka berubah sangat serius. Serempak ketiga melompat berdiri dari duduk mereka dan langsung berlari keluar. Gilland nyaris saja terantuk sepotong kayu yang menghalangi jalannya.

Semua mata memandang kejadian itu dengan bingung, ikut dengan mereka melihat keluar. Josh, Gilland, dan Justin, sudah berada beberapa meter dari teras stadion. Semuanya menghampiri Daniel, namun tidak berani melangkah lebih jauh.

“Hyung, ada apa?” tanya Yunho ketika melihat Josh. Di tangannya ada banyak sekali minuman kaleng.

“Kau dari mana, Yunho?” tanya Josh.

“Dari toko dekat sini, mungkin lima ratus meter dari sini.” katanya. Dia ingin menanyakan kenapa Josh bertanya seperti itu, tapi ketika melihat raut wajahnya, dia lebih memilih untuk menundanya.

“Dengan siapa kau pergi?” tanyanya lagi.

“Beberapa orang pengungsi.”

“Semuanya sudah kembali?”

“Ya. Aku yang paling terakhir.”

“Justin?”

“Sekitar enam ratus meter sekarang.” jawab Justin.

“Ada apa, Hyung?” Yunho tidak sabar lagi.

“Cepat masuk.” tepis Josh. Yunho langsung menurut, dan berlari ke arah Daniel.

Daniel baru saja hendak menyusul Josh ketika tiba-tiba dia dicegah. “Daniel, kau juga tetap di situ.” kata Josh.

“Lagi?” seru Daniel protes.

“Untuk saat ini, kami bertiga sudah cukup.” kata Justin, mencoba membela Josh. “Kami butuh tenagamu untuk nanti.”

Daniel sempat menggerutu sebentar. “Jangan ada yang keluar dari stadion!” serunya kepada yang lain.

“Ada apa ini?” tanya si mata elang.

“Sensasi ini—“  Daniel berhenti. “Kita kedatangan tamu.” jawabnya. “Sangat banyak.”

Suasana menjadi tegang.

Daniel menatap yang lain. “Kurasa Josh akan serius kali ini.” katanya sambil nyengir.

* * *

Suara gemuruh terdengar dari seluruh penjuru. Itu suara langkah dari monster berbagai ukuran datang mendekat, diiringi suara yang seperti gempa bumi.

Sementara yang lain semakin tegang, Josh, Justin, dan Gilland justru menjadi lebih santai.

“Oke, Josh.” kata Justin dengan suara besar, ketika para monster sudah mulai terlihat dari kejauhan. “Boleh kita minta hidangan pembuka terlebih dahulu?”

Josh menengok, melihat ke arah Justin yang berada di sebelah Gilland, lalu mendengus geli. “Kau serius?” tanyanya sambil tersenyum sumringah.

Justin mengangkat bahu. “Jangan gunakan Holy, supaya aku bisa menyusul.” tanggapnya.

“OKE!” Dengan senyuman yang masih tersungging di wajahnya, Josh mengangkat tangan kanannya. Dia memutar tangannya sekali dalam bentuk lingkaran besar. “Appetizer’s coming!” serunya.

Yang terjadi berikutnya membuat semua penontonnya melonjak kaget. Tiba-tiba saja, entah dari mana datangnya gelombang air yang besar setinggi sepuluh meter, menyapu rombongan monster yang kian mendekat. Tapi gelombang air itu teratur, dan tidak ada setetes pun yang sampai di tempat mereka berdiri.

“Deluge?” sahut Daniel, membuat yang lain langsung menatapnya. “Bukan. Ini—“

Dia melihat Josh memutar tangannya berkali-kali dan semakin cepat. Gelombang air yang bergerak itu semakin lama semakin kuat. Beberapa monster mulai terbawa arus derasnya.

“Ini, Maelstrom!” Dia berseru kagum. “Dia sudah sampai ke level itu?”

Josh kelihatannya senang sekali bermain air. Dia melihat pusaran air yang berputar itu sambil tertawa, memberi kesan psikopat bagi yang lain.

“Oke, stop!” Justin memukul pangkal tongkatnya ke tanah, dan air itu langsung membeku menjadi bongkahan es besar.

Di hadapan mereka sekarang berdiri sebuah tembok es setinggi sepuluh meter, dan di dalamnya.

“Agak mengecewakan, ya?” kata Gilland.

“Jangan senang dulu.” sela Justin. “Di dalam masih banyak yang hidup. Yang tidak tahan es dan air saja yang sudah mati.”

Dia memukulkan pangkal tongkatnya sekali lagi, dan dinding es itu langsung hancur berantakan. Dugaannya benar, memang masih banyak lagi monster yang masih belum mati terkena dua serangan dahsyat itu.

“Yang ini memang harus ditangani secara fisik.” kata Gilland. Dia mengeluarkan senjatanya yang kelihatan seperti perpaduan sebuah shotgun dengan FN FNP-45 berukuran besar.

Josh menatap senjata itu dengan tatapan penuh selidik. Sesaat kemudian dia mendengus, “Gunblade, Gill?” katanya. “Profesor memberikannya kepadamu?”

“Dia pakar senjata api dan pedang jadi tentu saja.” kata Justin.

Josh melepaskan jas yang digunakannya, lalu melemparkannya ke Daniel.

“Apa kau benar-benar ingin bertarung dengan jins?” seru Daniel.

Josh berbalik menatapnya. “Kenapa tidak?” Dia lalu memasang perisai berwarna biru pucat di sekeliling stadion.

Dia merentangkan tangan kanannya ke samping. Aura cahaya kuning keemasan muncul di sekitarnya. Sesaat kemudian muncul sebilah pedang. “Alright, let’s dance.” katanya.

Serempak, ketiganya menerjang ke tiga arah yang berbeda. Semua melihat ketiganya bertarung dengan cara yang tidak biasa. Mereka bahkan bisa menyerang ketika sedang berada di udara.

Yang paling cepat di antara ketiganya adalah Gilland, yang nyaris tidak bisa mereka lihat pergerakannya. Gilland bisa melakukan salto terbalik dua kali tanpa menyentuh apapun. Dia mampu menembak dengan senjatanya beberapa kali untuk monster-monster yang berada jauh darinya, dan melukai monster yang dekat dengannya dengan senjatanya yang bisa berubah-ubah antara pistol dan pedang.

Josh nomor dua soal kecepatan, namun kekuatannya luar biasa, melebihi Gilland maupun Justin. Dalam sekali tebas, beberapa monster bisa mati sekaligus. Pedang yang dia miliki sungguh tidak main-main kekuatannya. Tidak ada yang bisa menandinginya.

Justin, di sisi lain melebihi kelebihan tersendiri, yaitu kemampuannya untuk menggunakan berbagai sihir, selain kemampuannya dalam berkelahi yang tidak bisa dianggap remeh. Justin juga sempat beberapa kali merapal lingkaran sihir yang kemudian mengeluarkan serangan seperti sebuah particle cannon. Daya rusaknya luar biasa, menghancurkan apapun yang ada di hadapannya dalam sekali tembak, baik itu monster maupun bangunan.

Kalau selama ini, baik Yunho, Jaejung, Junsu, Yuchun, maupun Changmin hanya mendengar bahwa keahlian Josh pandai menggunakan pedang, kali itu mereka memiliki kesempatan untuk melihatnya secara langsung. Namun bukan hanya mereka yang terpana dengan pertarungan yang tidak biasa itu.

Selang beberapa waktu kemudian, semua penghuni stadion mulai menyoraki ketiganya untuk memberi semangat. Tapi Daniel diam saja di tempatnya. Dia merasa ada yang agak aneh dengan kakak angkatnya.

Dengan kemampuan mereka bertiga, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menghabisi banyak sekali monster di situ. Tidak ada yang sanggup menghitungnya, mungkin saja sudah mencapai ratusan mengingat begitu banyaknya monster yang mati dan bangkainya menghilang begitu saja.

Josh menebas beberapa monster yang menghalangi, lalu melakukan lompatan yang tinggi, menebas lagi beberapa monster yang mencoba menerjangnya di udara, lalu salto ke belakang, tepat di depan perisai.

Daniel, diikuti yang lain, segera berlari menuju tepi perisai.

“Kenapa kau ragu-ragu?” tanyanya tanpa basa-basi.

“Lihat.” Josh menunjukkan bagian atas pedangnya. Sekilas tidak ada yang berbeda dari pedang itu. Yang lain ikut memperhatikannya juga.

Sesaat kemudian Daniel baru sadar. “Kenapa masih putih?” tanyanya lagi.

“Kau tahu sendiri Seven Spirits punya keinginan sendiri.” tanggapnya. “Kita tidak bisa memaksanya.”

Saat itu Gilland mendarat tepat di samping Josh. “Astaga, ini tidak ada habisnya.” katanya. “Terakhir kali kami diserang tidak sebanyak ini, hanya belasan, ditambah dua ekor yang besar.”

“Besar?” kata Daniel. “Seberapa besar?”

“Sekitar tiga kali ukuran truk.” jawabnya.

Sesuatu mendadak terjadi pada pedang Josh. Tiba-tiba muncul tulisan dalam aksara yang tidak  biasa. Semua yang ada di situ menatap pedang itu dari dekat dengan rasa ingin tahu. Josh menyeringai.

“The light shineth in the dark and the darkness comprehend it not.” katanya. “Itu isi tulisannya.”

Ada beberapa di antara penghuni stadion itu terbelalak dan saling bertukar pandang. Sepertinya mereka tahu dari mana asal kata-kata itu.

Belum lagi hilang rasa kaget mereka, tiba-tiba Josh berseru, “Justin, mundur!!”

Justin yang mendengarnya langsung melompat mundur, berdiri di samping Gilland. Sementara Josh sendiri langsung melompat maju, naik di tempat yang agak tinggi, di tengah kerumunan monster-monster itu.

Ada kilauan cahaya di sana, dan mereka semua menyaksikan berjuta-juta butiran seperti mutiara beterbangan di mana-mana.

“Holy!” seru Justin lalu melompat, pergi sejauh mungkin yang dia bisa.

“Tidak mungkin.” seru Daniel, mengagetkan yang lain. “Ini—ini Holy Judgment!”

“Holy Judgment?” tanya mereka.

Jutaan mutiara itu memancarkan cahaya dengan insensitas tinggi ke atas, lalu meledak bersama-sama dengan cahaya yang sangat menyilaukan. Ketika cahay

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
only-yuri
#1
i wish i knew indonesian ><
this looks like a good story ;)
ningekaputri #2
Chapter 15: huwaaaa sweeettt,,,ending yg sweet. Jujur jln cerita na menarik. Serasa baca novel petualangan. Krn mmg udh smpe ending hehe. Menarik, gaya tulisn na menarik. Smua fantasi yg d bwt bisa bwt aq msh k dunia khayal. Keren. Thx for sharing your story^^
ningekaputri #3
Chapter 1: hai,,,new reader here^^ numpang baca ya,,langsung tertarik pas baca ch 1 :)
lyelf15 #4
Chapter 15: Daebak!!!
mianhae, komennya langsung chap akhir... keren banget fantasy nya..
semuanya keliatan nyata walau ada beberapa kalimat yg rada berat buatku /slap/
seneng banget genre ini...
izin baca ff mu yg lainnya ya..
gomawo udah buat story ini^^