1

that day, i'm sorry

Kau menunggunya, setiap hari yang kau lakukan hanyalah menunggunya. Kau tidak benar-benar tahu kapan ia akan datang. Tetapi kesetiaan benar-benar berada di pihakmu.

 

Wangi makanan yang sempat tercium lezat sudah mulai memudar aromanya, digantikan oleh hawa kesepian yang membawa wewangian aroma therapy keseluruh penjuru ruangan.

Kau berulang kali hanya mengitari ruang tengah di apartemenmu. Beberapa kali berinisiatif untuk menghangatkan makanan-makanan yang berada di meja makan. Tetapi kau tahu, pada akhirnya makanan itu akan kembali menjadi dingin. Dan lagipula aroma alaminya sudah hilang.

Dengan langkah cepat kau berusaha menyangkal pikiranmu tadi, satu-persatu piring-piring yang berada di meja makan kau bawa kedepan microwave. Sementara kau menghangatkan yang satu, piring-piring yang lainnya dengan sabar menunggu.

Kau pun bersenandung dengan tenang, saking tenangnya, kau tidak menyadari bahwa pintu apartemenmu sudah terbuka. Kau dengan tidak berat hati memasukkan piring-piring berikutnya kedalam microwave.

Piring-piring yang penuh dengan makanan buatanmu itu sudah kembali hangat seperti biasa, kembali memancarkan aroma lezat seakan-akan baru saja dimasak. Kau tersentak pelan saat merasakan ada tangan yang melingkar di pinggangmu. Orang itu meletakkan dagunya diatas bahumu, dari wangi khas yang tercium, kau tahu siapa dia.

“Maaf aku telat lagi,” kata lelaki itu tepat di depan telingamu, yang membuatmu bergidik kecil. Kau hanya tersenyum, karena kau memang tidak punya alasan yang logis untuk marah kepadanya. Kau mengerti kesibukannya.

“Setidaknya kau tidak telat makan malam,” katamu seraya berbalik menghadapnya dan memasang senyum paling tulus, “Ayo kita makan,”

Luhan tersenyum mendengar jawabanmu, sungguh setiap maaf yang kau berikan untuknya, sebenarnya membuat Luhan semakin merasa bersalah terhadapmu.

Kau dan Luhan pun duduk berseberangan, dengan senang hati kau pun mengambilkan porsi yang lebih dari biasanya untuk Luhan, karena kau tahu pasti ia belum sempat makan sejak tadi sore.

Luhan mengambil piring yang kau serahkan kepadanya, kepalanya menunduk, ia masih merasa bersalah.

“Maafkan aku…” kata Luhan disela-sela waktu makan. Kau mengangkat kepalamu untuk menatapnya. Ia pun balik menatapmu.

“Maaf, tempo hari aku tidak sempat meneleponmu untuk bilang bahwa aku akan menginap di dorm bersama member yang lain. Sehingga pasti kau terpaksa makan malam sendirian tanpa aku,”

“Maafkan aku yang selalu pulang telat dan mungkin membuatmu kecewa. Kenapa kau memaafkan diriku yang begitu bodoh ini?”

Kau pun berdiri dari kursimu, berjalan kearahnya untuk memeluk rusa kecil kesayanganmu itu. “Tidak apa-apa, Luhan. Aku mengerti. Yang terpenting adalah kau tidak melewatkan waktu makanmu lagi, aku hanya tidak ingin kau sakit,” katamu semakin mengeratkan pelukanmu pada Luhan.

Kau bisa merasakan Luhan yang tersenyum lebar di bahumu, “Terima kasih… Kau memang selalu mengerti diriku,” ujar Luhan sembari mencubit ujung hidungmu pelan, tetapi meninggalkan bekas kemerahan. “Sudah, kau lapar, ‘kan?” tanyamu dan langsung berdiri melepas pelukanmu.

Luhan pun menahan lenganmu.

“Daripada makanan ini… kurasa aku lebih lapar kepadamu,” katanya sambil mengeluarkan smirk andalannya.

Matamu membulat, sebelum kau sempat menolak, ia sudah mengunci bibirmu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
xxesmeeee
#1
you requested at my shop.
But you already have a poster.
amusuk
#2
Chapter 1: manis! ^w^
kasian ceweknya...ayo Luhan lakukan sesuatu, jgn cm minta maaf *lho lho
ahaha, yg pnting, semangat!