kelompok 8 Tunadaksa

BABK kel 5 - 11

ABSTRAK

 

Tunadaksa berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan

bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal.

Kondisi ini dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan

oleh pembawaan sejak lahir (White House Conference, 1931). T. Anak tunadaksa

dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem

otot, tulang dan persendian yang dapat mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi,

adaptasi, mobilitas, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Definisi lain

menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat

pada kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya. Keanekaragaman pengaruh

perkembangan yang bersifat negatif menimbulkan resiko bertambah besarnya kemungkinan

munculnya kesulitan dalam penyesuaian diri anak-anak tunadaksa. Sebenarnya kondisi

sosial yang positif menunjukan kecenderungan untuk menetralisasi akibat keadaan tunadaksa

tersebut. Maka pengaruh lingkungan sosial sabgat berpengaruh terhadap perkembangan

psikologi anak tunadaksa untuk kedapannya.

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A. Latar Belakang Masalah

 

Manusia   merupakan   ciptaan   tuhan   yang   paling   sempurna.   Di   antara mahkluk

lainnya manusialah yang memiliki bentuk dan struktur yang paling sempurna. Maka dari

itu sebagai manusia yang bersyukur kita wajib untuk menggunakan pemberian itu dengan

sebaik-baiknya dengan cara merawat serta mengembangkan potensinya semaksimal

mungkin namun pada kenyataannya masih banyak manusia yang memiliki keterbatasan

dalam hal fisik maupun mental, salah satunya penyandang tuna daksa disekitar kita. Tuna

daksa (cacat tubuh) adalah salah satu bentuk keterbatasan manusia yang terjadi pada fisiknya.

Seperti pada sistem otot,tulang dan persendian akibat dari adanya penyakit dari kecelakaan,

bawaan sejak lahir atau kerusakan di otak. Kelainan atau kecacatan yang disandang oleh

seseorang memiliki dampak langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder) baik terhadap diri

anak yang memiliki kecacatan itu sendiri maupun terhadap keluarga dan masyarakat. Karena itu

masalah tersebut perlu memperoleh penanganan sesuai dengan kebutuhan. Pada dasarnya

kebutuhan penyandang tuna daksa dapat di klasifikasikan menjadi 3 yaitu, kebutuhan untuk

memperoleh pelayanan medis guna mengurangi permaslahan yang di alami anak di bidang medis.

Kebutuhan untuk memperoleh pelayanan rehabilitasi dan habilitasi guna mengurangi gangguan

fungsi sebagai dampak dari adanya kecacatan tuna daksa dan kebutuhan untuk memperoleh

pendidikan khusus.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

A. Pengertian Psikologis

Menurut Bruno (1987) dalam (Syah, 2006:8) membagi psikologis dalam tiga bagian yang pada

prinsipnya saling berhubungan. Pertama, psikologi adalah studi (penyelidikan) mengenai “ruh”.

Kedua, psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai „kehidupan mental”. Ketiga, psikologi

adalah ilmu pengetahuan mengenai “tingkah laku” organisme.

Menurut Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psychology (Syah, 2006:9) mendefinisikan

psikologi sebagai ... the science of human and animal behavior, the study of the organism

in all its variety and complexity as it respond to the flux and flow of the physical and social

events which make up the environment. (Psikologi ialah ilmu pengetahuan mengenai perilaku

manusia dan hewan, juga penyelidikan terhadap organisme dalam segala ragam dan kerumitannya

ketika mereaksi arus dan perubahan alam sekitar dan peristiwa-peristiwa kemasyarakatan

yang mengubah lingkungan).

Menurut  Poerbakawatja  dan  Harahap  (1981)  dalam  Ensiklopedia  Pendidikan

(Syah,  2006:9)  membatasi  arti  psikologi  sebagai  “cabang  ilmu  pengetahuan

yang mengadakan penyelidikan atas gejala-gejala dan kegiatan-kegiatan jiwa”.

Dilihat   dari  pendapat-pendapat   mengenai   psikologi,   dapat   disimpulkan

bahwa psikologi adalah cabang ilmu pengetahuan mengenai perilaku manusia  dan

hewan dalam kegiatan-kegiatan jiwa yang dimilikinya.

 

B. Pengertian Tunadaksa

Menurut White House Conference (1931) dalam (Sumantri, 2007:121) tunadaksa

berarti suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau

hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal. Kondisi ini dapat

disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau dapat juga disebabkan oleh pembawaan

sejak lahir.

Menurut Wardani (2011:7.3) “anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang

bentuk kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang dan persendian yang dapat

mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilitas, dan gangguan

perkembangan keutuhan pribadi”.

Menurut Suharmini (2007:79-80) “anak tunadaksa adalah anak yang mengalami kerusakan

pada tulang atau ototnya, sehingga menyebabkan hambatan untuk melakukan kegiatan,

pendidikan, dan untuk berdiri sendiri”.

Dari berbagai pengertian di atas dapat kami simpulkan bahwa anak tunadaksa adalah

seseorang yang mengalami kerusakan atau kelainan pada tulang, otot, dan sendi dalam

fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan gangguan pada komunikasi,

bersosialisasi, dan berkembang bagi dirinya.

 

C. Pengertian Bimbingan Karir

Menurut Setiawati dan Ima Ni‟mah Chudari (2007:121) secara umum bimbingan karir

diartikan sebagai upaya bantuan kepada individu untuk mendorong dan memberikan

kemudahan perkembangan karir dalam kehidupannya, bantuan tersebut mencakup

perencanaan karir, pengambilan keputusan dan penyesuaian pekerjaan.

 

D. Klasifikasi Tunadaksa

Menurut Frances G. Koening (dalam Sumantri, 2007:123-125), tunadaksa dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau kerusakan yang merupakan keturunan,

meliputi:

a.  Club-foot (kaki seperti tongkat).

b. Club-hand (tangan seperti tongkat).

c. Polydactylism (jari yang lebih dari lima pada masing-masing tangan atau kaki).

d. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya).

e. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka).

f. Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup).

g. Cretinism (kerdil/katai).

h. Mycrocepalus (kepala yang kecil, tidak normal).

i. Hydrocepalus (kepala yang besar karena berisi cairan).

j. Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang).

k. Herelip (gangguan pada bibir dan mulut).

l. Con hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha).

m. Con amputation (bayi yang dilahirkan tanpa anggota tubuh tertentu).

-> Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang).

-> Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar).

p. Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit syphilis).

 

2.Kerusakan pada waktu kelahiran:

a. Erb’s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik waktu kelahiran).

b. Fragilitas osium (tulang yang rapuh dan mudah patah). 3. Infeksi:

c. Tuberkulosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku).

d. Osteomyelitis (radang di dalam dan di sekeliling sumsum tulang karena bakteri).

e. Poliomyelitis (infeksi virus yang mungkin menyebabkan karena bakteri).

f. Pott’s disease (tuberkulosis sumsum tulang belakang).

g. Still’s disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen pada tulang).

h. Tuberkulosis pada lutut atau pada sendi lain.

 

3. Kondisi traumatik atau kerusakan traumatik:

a. Amputasi (anggota tubuh dibuang akibat kecelakaan).

b. Kecelakaan akibat luka bakar.

c. Patah tulang.

 

4. Tumor:

a. Oxotosis (tumor tulang).

b. Osteosis fibrosa cystica (kista atau kantan yang berisi cairan di dalam tulang).

 

5. Kondisi-kondisi lainnya:

a. Flatfeet (telapak kaki yang rata, tidak berteluk).

b. Kyphosis (bagian belakang sumsum tulang belakang yang cekung).

c. Lordosis (bagian muka sumsum tulang belakang yang cekung).

d. Perthe’s disease (sendi paha yang rusak atau mengalami kelainan).

e. Rickets (tulang yang lunak karena nutrisi, menyebabkan kerusakan tualang dan sendi).

f. Scilosis (tulang belakang yang berputar, bahu dan paha yang miring).

 

E.     Perkembangan Kognitif Anak Tunadaksa

 

Menurut Piaget dalam Sumantri (2007:127) proses adaptasi individu terdiri dari proses

akomodasi dan asimilasi, supaya proses tersebut dapat berlangsung sebagaimana

mestinya maka diperlukan (1) suatu lingkungan yang memberikan dukungan dan juga

memberikan dorongan, dan (2) individu yang memiliki anggota tubuh lengkap dalam

arti fisik dan biologis.

Menurut  Piaget  dalam  Sumantri  (2007:127)  “anak  dalam  keadaan  tunadaksa

tidak  mampu  memperoleh  skema  baru  dalam  beradaptasi  dengan  suatu  laju

perkembangan yang normal”.

Menurut Piaget dalam Sumantri (2007:127) makin besar hambatan yang dialami anak

dalam berasimilasi dan berkomunikasi dengan lingkungannya, makin besar pula hambatan

yang dialami anak pada perkembangan kognitifnya, dengan demikian akan menghambat anak

itu melaksanakan proses asimilasi dengan sempurna.

 

F.     Perkembangan Sosial Anak Tunadaksa

 

Menurut Sumantri (2007:132-133) keanekaragaman pengaruh perkembangan yang bersifat

negatif menimbulkan resiko bertambah besarnya kemungkinan munculnya kesulitan dalam

penyesuaian diri anak-anak tunadaksa. Sebenarnya kondisi sosial yang positif menunjukan

kecenderungan untuk menetralisasi akibat keadaan tunadaksa tersebut. Sikap orang tua, keluarga,

teman sebaya, teman sekolah, dan masyarakat pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

pembentukan konsep diri anak tunadaksa. Sebagaimana dimaklumi bahwa konsep diri seseorang

dipengaruhi oleh lingkungannya. Seseorang akan menghargai dirinya sendiri apabila lingkungannya

pun menghargainya, misalnya seorang anak yang dianggap oleh masyarakat tidak berdaya akan

merasa bahwa dirinya tidak berguna. Di zaman yang sudah demikian maju seperti sekarang ini,

keberhasilan seseorang sering diukur dari prestasi dan di dalam masyarakat dikenal dengan norma

tertetu bagi prestasi individu. Keterbatasan kemampuan anak tunadaksa seringkali menyebabkan

mereka menarik diri dari pergaulan masyarakat yang mempunyai prestasi yang jauh di luar jangkauannya.

Selain itu faktor usia juga merupakan hal yang penting bagi perkembangan sosial anak. Anak-anak

tunadaksa dari sekolah dasar merasa tidak begitu ditolak dibandingkan dengan anak-anak tunadaksa

pada sekolah yang lebih tinggi. Semakin tinggi usia seseorang, perasaan ditolak akan semakin terasa.

Anak-anak tunadaksa seringkali tidak dapat berpartisipasi secara penuh dalam kegiatan anak-anak

seusianya, terutama dalam kelompok sosial yang sifatnya lebih resmi. Anak-anak seperti ini khususnya

mereka yang karena kondisinya harus sering tinggal di rumah, menunjukkan kebutuhan

untuk bergaul dengan teman sebayanya yang tidak tuna. Apabila mereka terlalu lama harus beristirahat

di dalam rumah, maka anak ini akan mengalami deprivasi dan isolasi dari teman-teman sekolahnya.

Ketika mereka kembali ke sekolah, mereka merasakan kecemasan terhadap cara teman-teman

dalam memperlakukan mereka, menerima dan berintegrasi dengan mereka.

 

G.     Perkembangan Emosi Anak Tunadaksa

 

Menurut Wardani (2011:7.7) kegiatan jasmani yang tidak dapat dilakukan anak tunadaksa dapat

mengakibatkan timbulnya problem emosi, seperti mudah tersinggung, mudah marah, rendah diri,

kurang dapat bergaul, pemalu, menyendiri, dan frustasi. Oleh sebab itu, tidak jarang dari mereka

tidak memiliki rasa percaya diri dan tidak dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya.

 

H.     Perkembangan Kepribadian Anak Tunadaksa

 

Menurut Suharmini (2007:169-170) pada usia dini anak tunadaksa mengalami gangguan dalam

fungsi mobilitas, gangguan pada waktu merangkak, berguling, berdiri dan berjalan. Kondisi ini

apabila didukung dengan sikap yang negatif dari keluarga maupun masyarakat sekitarnya, akan

menjadikan pengalaman di usia dini yang sangat menyakitkan, dan dapat menjadikan pengalaman-

pengalaman yang traumatik pada anak. Keadaan fisik yang tidak sempurna, wajar apabila anak

tunadaksa merasa kecewa, marah dengan kondisinya.

 

I.      Layanan Pendidikan Anak Tunadaksa

 

Dalam Wardani (2007:7.15-7.16) anak tunadaksa dapat mengikuti pendidikan ditempat-tempat berikut:

a. Sekolah Khusus Berasrama (Full-Time Residential School) yaitu model yang diperuntukan bagi

anak tunadaksa yang derajat kelainannya berat dan sangat berat.

b. Sekolah Khusus Tanpa Asrama (Special Day School) yaitu model yang dimaksudkan bagi

anak tunadaksa yang memiliki kemampuan pulang pergi ke sekolah atau temapat tinggal mereka

yang tidak jauh dari sekolah.

c. Kelas Khusus Penuh (Full-Time Special Class) yaitu anak tunadaksa yang memiliki tingkat

kecacatan ringan dan kecerdasan homogen dilayani dalam kelas khusus secara penuh.

d. Kelas Reguler dan Khusus (Part-Time Reguler Class and Part-Time Special Class) yaitu

model yang digunakan apabila menyatukan anak tunadaksa dengan anak normal, pada mata

pelajaran tertentu. Mereka belajar dengan anak normal dan apabila anak tunadaksa mengalami

kesulitan mereka belajar di kelas khusus.

e. Kelas Reguler Dibantu oleh Guru Khusus (Reguler Class with Supportive Service) yaitu anak

tunadaksa bersekolah bersama-sama anak normal di sekolah umum dengan bantuan guru

khusus apabila anak mengalami kesulitan.

 

f. Kelas Biasa dengan Layanan Konsultasi untuk Guru Umum (Reguler Class Placement with

Consulting Service for Reguler Teacher) yaitu model yang sepenuhnya tanggung jawab dipegang

oleh guru umum. Anak tunadaksa belajar bersama dengan anak normal di sekolah umum dan untuk

membantu kelancaran pembelajaran ada guru kunjung yang berfungsi sebagai konsultasi guru reguler.

g. Kelas Biasa (Reguler Class) yaitu model yang diperuntukan bagi anak tunadaksa yang memiliki

kecerdasan normal, memiliki potensi dan kemampuan yang dapat belajar bersama-sama dengan

anak normal.

 

Menurut Wardani (2007:7.18-) lama pendidikan dan penjenjangan serta isi kurikulum tiap

jenjang adalah sebagai berikut:

 

a. TKLB (Taman Kanank-kanak Luar Biasa) berlangsung satu samapai tiga tahun dan isi

kurikulumnya, meliputi pengembangan Kemampuan Dasar (Moral Pancasila, Agama, Disiplin,

Perasaan, Emosi, dan Kemampuan Bermasyarakat), Pengembangan Bahasa, Daya Pikir,

Daya Cipta, Keterampilan dan Pendidikan Jasmani. Usia anak yang diterima sekurang-kurangnya

3 tahun.

b. SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya enam tahun dan usia

anak yang diterima sekurang-kurangnya enam tahun. Isi kurikulumnya terdiri atas: Program Umum

meliputi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa

Indonesia, Matematika, IPS, IPA, Kerajinan Tangan dan Kesenian, serta Pendidikan Jasmani dan

Kesehatan; program khusus (Bina Diri dan Bina Gerak), dan muatan lokal (Bahasa daerah, kesenian

dan bahasa inggris).

c. SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya 3 tahun,

dan siswa yang diterima harus tamatan SDLB. Isi kurikulumnya terdiri atas program umum (Pendidikan

Pancasila, Kewarganegaraan, Pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS,

Pendidikan Jasmani dan Kesehatan, Bahasa Inggris), program khusus (Bina Diri dan Bina Gerak),

program muatan lokal (Bahasa Daerah, Kesenian Daerah).

d. SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa) berlangsung sekurang-kurangnya tiga tahun, dan siswa

yang diterima harus tamatan SLTPLB. Isi kurikulumnya melalui program umum sama dengan tingkat

SLTPLB, program pilihan terdiri atas paket Keterampilan Rekayasa,Pertanian, Usaha dan Perkantoran,

Kerumahtanggaan, dan Kesenian. Di jenjang ini, anak tunadaksa diarahkan pada penguasaan salah

satu jenis keterampilan sebagai bekal hidupnya.

 

Masih dalam Wardani (2007:7.21) personel yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pendidikan

anak tunadaksa adalah sebagai berikut:

a. Guru yang berlatar belakang pendidikan luar biasa, khususnya pendidikan anak tunadaksa;

b. Guru yang memiliki keahlian khusus, middalnya keterampilan dan kesenian;

c. Guru sekolah biasa;

d. Dokter umum;

e. Dokter ahli ortopedi;

f. Neurolog;

g. Ahli terapi lainnya, seperti ahli terapi bicara, physiotherapist dan bimbingan konseling serta

orthotist prosthetist.

 

BAB III

PENGARUH LINGKUNGAN SOSIAL TERHADAP PERKEMBANGAN

PSIKOLOGIS ANAK TUNADAKSA

 

A. Pengaruh Lingkungan Keluarga Terhadap Perkembangan Psikologis

Anak Tunadaksa

 

Secara  umum  dapat  dikatakan  hampir  sama  dengan  anak  normal  kecuali

bagian tubuh yang mengalami kerusakan atau bagian tubuh lain yang terpengaruh

oleh kerusakan itu.

Perkembangan kepribadian anak  tunadaksa  dipengaruhi oleh  beberapa  hal

  1. Tingkat ketidakmampuan akibat ketunadaksaan.
  1. Usia ketika ketunadaksaan itu terjadi.
  1. Nampak atau tidaknya kondisi ketunadaksaan.
  1. Dukungan keluarga dan masyarakat pada anak tunadaksa.
  1. Sikap masyarakat terhadap anak tunadaksa.

Ditinjau  dari  aspek  psikologis  anak  tuna  daksa  cenderung  merasa  apatis,

malu, rendah diri, sensitif dan kadang-kadang pula muncul sikap egois terhadap

lingkungannya yang disebabkan oleh perkembangan dan pembentukan pribadi yang

kurang didukung oleh lingkungan sekitar. Keadaan seperti ini mempengaruhi kemampuan

dalam hal sosialisasi dan interaksi sosial terhadap lingkungan sekitarnya atau dalam

pergaulan sehari-harinya.

 

Masalah psikologis anak tuna daksa dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal

dari diri anak dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan sekitarnya mulai dari

lingkungan keluarga sampai lingkungan masyarakat. Anak tuna daksa yang satu dengan

yang lain belum tentu sama apa yang dipikirkannya. Jadi meskipun sama-sama mengalami

ketunaan, belum tentu apa yang dirasakan seseorang sama dengan yang dirasakan anak

tuna-tuna lainnya. Dengan demikian psikologi sosial memiliki peranan yang sangat penting

bagi anak tunadaksa untuk perkembangan dirinya dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar.

Pada dasarnya menurut kelompok kami lingkungan yang paling berpengaruh dalam perkembangan

psikologis anak tuna daksa adalah lingkungan keluarga. Karena seperti yang telah diungkapkan

diatas sebelumnya bahwa secara umum anak penyandang tuna daksa adalah sama dengan

anak normal lainnya. Maka dari itu sebenarnya tidak banyak hal yang berbeda dalam menumbuhkan

psikologi yang sehat bagi anak tuna daksa dibandingkan dengan anak normal lainnya.

 

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga,

pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain merupakan lingkungan yang kondusif bagi

sosialisasi anak. Bila orang tua terlalu melindungi anak-anaknya maka akan timbul ketergantungan

kepada orang tua. Kehadiran anak cacat yang tidak dapat diterima oleh orang tua, ditolak,

diacuhkan dan seakan-akan disingkirkan keberadaannya dan sikap masyarakat sekitarnya

juga demikian akan merusak perkembangan pribadi serta sosial anak. Perkembangan dan

pembentukan pribadinya sangat ditentukan oleh sikap positif keluarga di samping juga

ditentukan masyarakat.

 

Peran orang tua terhadap konsep diri dan kemampuan komunikasi interpersonal pada anak

tuna daksa menunjukkan bahwa dukungan orang tua mempengaruhi pembentukan konsep diri

anak tuna daksa dan nantinya akan mempengaruhi dalam komunikasi interpersonalnya.

Perlakuan yang berbeda dari keluarga dan masyarakat akan menimbulkan kepekaan efektif pada

para penyandang tuna daksa, yang tak jarang mengakibatkan timbulnya perasan negatif pada diri

mereka terhadap lingkungan sosialnya. Keadaan ini menyebabkan hambatan pergaulan sosial

penyandang tuna daksa. Jika keluarga dan lingkungan memberikan perlakuan positif, maka

penyesuaian diri pada anak tunadaksa juga akan baik karena mereka merasa diterima di lingkungan

keluarga juga sosialnya dengan keterbatasan yang dia milikinya.

 

Harus disadari bagi orangtua adalah bahwa dengan memberikan dorongan kepada anak tuna

daksa akan membangkitkan semangat dan kepercaya dirian untuk menggapai masa depan.

Masa depan yang dimaksud bukanlah masa depan secara formalitas seperti biasanya, misalkan

tamat sekolah lalu mulai mejajaki dunia kerja sesuai dengan cita-citanya. Namun berbeda dengan

masa depan bagi anak tuna daksa, masa depan yang dimaksud adalah untuk memberikan kemungkinan

pekerjaan yang akan dijalaninya dimasa yang akan datang serta menumbuhkan kecintaan bahwa sekolah

merupakan tempat untuk bereksplorasi dengan segala kemampuan dan keterbatasan yang ada.

 

B.     Pengaruh    Lingkungan    Teman    Sebaya    Terhadap    Perkembangan

Psikologis Anak Tunadaksa

 

Manusia secara hakiki merupakan mahkluk sosial. Sejak dilahirkan ia membutuhkan pergaulan

dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, makanan, minuman, dan lain-lain.

Apabila seorang individu mulai bergaul dengan kawan-kawan sebayanya, ia pun tidak lagi hanya

menerima kontak sosial itu, tetapi ia juga dapat memberikan kontak sosial. Ia mulai mengerti

bahwa di dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-peraturan tertentu, norma-norma

sosial yang hendaknya ia patuhi dengan rela guna dapat melanjutkan hubungannya dengan

kelompok tersebut secara lancar. Ia pun turut membentuk norma-norma pergaulan tertentu yang

sesuai dengan interaksi kelompok. Interaksi sosial dengan teman sebaya adalah suatu bentuk

hubungan antara dua atau sebaliknya dan hubungan ini terjadi antara anak dengan anak lainnya

yang memiliki usia relatif sama atau sebaya. Salah satu fungsi yang paling penting dalam interaksi

sosial dengan teman sebaya ini adalah anak menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan

mereka dari kelompok teman sebaya sehingga anak dapat mengevaluasi apakah yang mereka

lakukan itu baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh teman-teman sebaya lainnya.

Kecendrungan untuk bergabung dengan temann sebaya di dorong oleh keinginan untuk mandiri.

Dengan demikian pengaruh lingkungan teman sebaya terhadap perkembangan psikologis anak

khususnya anak tunadaksa sangat berpengaruh. Anak yang berkebutuhan khusus mereka tidak

akan merasa malu dalam bergaul justru mereka akan termotivasi dan terdorong untuk bisa

semangat dalam melakukan sesuatu karena mereka merasa punya banyak teman yang

mendukung mereka dan sebagai motivator mereka juga. Berdasarkan hal itu, teman sebaya

memang mempunyai peranan penting dalam perkembangan sosial anak apabila anak yang

berkebutuhan khusus.

 

C.     Pengaruh      Lingkungan      Masyarakat      Terhadap      Perkembangan

Psikologis Anak Tunadaksa

 

Reaksi lingkungan atau masyarakat baik positif atau negatif terhadap anak tunadaksa

dapat mempengaruhi perkembangan psikologis anak.

Respon atau reaksi lingkungan atau masyarakat atau negatif terhadap anak tunadaksa

dapat mengakibatkan anak cenderung menarik diri dari lingkungan sosialnya juga akan

menghambat perkembangan emosi anak. Sebaliknya sikap-sikap positif yang ditunjukan

oleh lingkungan atau masyarakat akan lebih membantu anak dalam penerimaan diri

terhadap kenyataan yang dihadapi, sehingga masalah-masalah perkembangan sosial

dengan perkembangan emosi tunadaksa dapat diatasi. Perkembangan kepribadian anak

tunadaksa dapat dipengaruhi oleh sikap lingkungan atau masyarakat. Bila sejak usia dini

anak menerima sikap negatif dari lingkungannya atau masyarakat maka perkembangan

kepribadian anak akan terhambat. Sebaliknya apabila sikap lingkungan atau masyarakat

mendukung atau positif maka akan membantu anak dalam mengambangkan kepribadiannya

 

BAB V

KESIMPULAN

 

Manusia secara hakiki merupakan mahkluk sosial. Sejak dilahirkan ia membutuhkan

pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, makanan, minuman,

dan lain-lain. Apabila seorang individu mulai bergaul dengan kawan-kawan sebayanya, ia

pun tidak lagi hanya menerima kontak sosial itu, tetapi ia juga dapat memberikan kontak

sosial. Ia mulai mengerti bahwa di dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-

peraturan tertentu, norma-norma sosial yang hendaknya ia patuhi dengan rela guna dapat

melanjutkan hubungannya dengan kelompok tersebut secara lancar.

 

Anak tunadaksa adalah seseorang yang mengalami kerusakan atau kelainan pada tulang,

otot, dan sendi dalam fungsinya secara normal sehingga mengakibatkan gangguan pada

komunikasi, bersosialisasi, dan berkembang bagi dirinya. Masalah psikologis anak tuna

daksa dipengaruhi oleh faktor internal yang berasal dari diri anak dan faktor eksternal yang

berasal dari lingkungan sekitarnya mulai dari lingkungan keluarga sampai lingkungan masyarakat.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet