Kelompok 6 Anak Berkesulitan Belajar

BABK kel 5 - 11

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.  Latar Belakang Masalah

Anak dengan kebutuhan khusus adalah anak yang secara signifikan mengalami

kelainan (fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses perkembangannya

dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan

pendidikan khusus. Dengan demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan tertentu,

tetapi kelainan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan

pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus.

 

Ada bermacam-macam jenis anak dengan kebutuhan khusus, salah satunya yaitu

kesulitan belajar atau Learning Disabilities (ketidakmampuan belajar). Gangguan kesulitan

belajar (learning disabilities) merupakan salah satu permasalahan yang banyak ditemui

dalam dunia pendidikan. Kesulitan belajar menyangkut ketidak mampuan peserta didik

untuk menyelesaikan tugas-tugas akademiknya secara tepat. Kesulitan belajar adalah

kondisi yang dialami siswa terkait dengan adanya hambatan, keterlambatan dan ketertinggalan

dalam kemampuan membaca, menulis dan berhitung. Siswa yang berkesulitan belajar adalah

siswa yang secara nyata mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus maupun

 umum, baik disebabkan oleh adanya disfungsi neurologis,  proses  psikologis  dasar 

 maupun  sebab-sebab  lain  sehingga  prestasi belajarnya rendah dan anak beresiko

 tinggi tinggal kelas.

Jenis  dan  tingkat  kesulitan  yang  dialami  oleh  peserta  didik  tidak  sama

karena secara konseptual berbeda dalam memahami bahan yang dipelajari secara

menyeluruh.  Perbedaan  tingkat  kesulitan  ini  bisa  disebabkan  tingkat  pengusaan

bahan  sangat  rendah,  konsep  dasar  tidak  dikuasai,  bahkan  tidak  hanya  bagian

yang  sulit  tidak  dipahami,  mungkin  juga  bagian  yang  sedang  dan  mudah  tidak

dapat dukuasai dengan baik.

Menurut Hallahan, dkk ( Abdurahman, M, 1999):

…..Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa dari 3.215 murid kelas satu

hingga kelas enam SD di DKI Jakarta, terdapat 16,52% siswa yang dinyatakan murid

berkesulitan belajar oleh guru (Abdurrahman, M, 1999). Penelitian sebelumnya oleh

Balitbang Dikbud dengan menggunakan instrumen khusus dalam peneitian di empat

provinsi pada 1996 dan dilaporkan 1997, menemukan bahwa terdapat sekitar 10 %

anak mengalami kesulitan belajar menulis, 9 % mengalami kesulitan belajar membaca,

dan lebih dari 8 % mengalami kesulitan berhitung. Di samping itu, diketahui pula bahwa

22 % anak berkesulitan belajar mempunyai intelegensi tinggi, 25 % sedang dan 25% kurang.

 

Dari pemaparan di atas jelas terlihat bahwa LD merupakan kondisi yang dapat dialami oleh

siswa, dengan prevalensi yang cenderung meningkat. Hal tersebut berdampak pada

terhambatnya kemampuan siswa dalam menguasai tujuan belajar yang harus dicapainya, yang

pada akhirnya akan berpengaruh terhadap kualitas hasil belajarnya. Sebagai akibatnya adalah

adanya kendala dalam kelancaran proses belajar. Banyak siswa yang mengulang disebabkan

karena mereka mengalami LD secara akademis.

 

Dengan demikian penulis mencoba melakukan observasi untuk mengklasifikasi peserta didik

yang berkesulitan belajar kelas IV di Sekolah Dasar Negeri X.

 

BAB II

LANDASAN TEORI

 

A.  Pengertian Kesulitan Belajar

Istilah berkesulitan belajar seringkali disebut dengan nama-nama lain, seperti kalangan

medis menggunakan istilah Disfungsi Minimal Otak ( DMO), Brain Injured, dan Attention

Deficit Disorder (ADD). Seangkan dalam lingkup pendididkan disebut dengan istilah learning

disabilities, learning difficulties, specific learning disabilities, educationally handicapped,

atau berprestasi belajar rendah. Adapun pengertian tentang anak berkesulitan belajar khusus,

sebagaimana dijelaskan oleh Canadian Association for Children and Adults with Learning

Disabilities (Wardani, I.G.A.K., dkk, 2002: 8.4) adalah:

“Mereka yang tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah meskipun kecerdasannya termasuk

rata-rata, sedikit di atas rata-rata atau sedikit di bawah rata-rata, dan apabila kecerdasannya

lebih rendah dari kondisi tersebut bukan lagi termasuk learning disabilities”.

Kemudian pada tahun 1987, The Natinal Join Committe on Learning Disabilities (NJCLD)

(Hidayat, dkk, 2006: 66) menetapkan bahwa:

“Kesulitan belajar adalah suatu istilah umum yang berkenaan dengan gangguan pada

kelompok heterogen yang benar-benar mengalami kesulitan dalam memahami dan menggunakan

kemampuan pendengaran, bicara, membaca, menulis, berfikir atau matematika”.

“Kesulitan  belajar  juga  di  definisikan  sebagai  gangguan  neurologis  yang dapat  

dialami   orang   dewasa   maupun   anak-anak”.   (Setiawati   dan   Ima   N.C,2007:96).

Public Law (Hallahan dan Kauffman, 1991: 126) menyatakan tentang:

“Kesulitan  belajar  sebagai  gangguan  pada  satu  proses  psikologis  dasar

atau   yang  lebih  terlihat   di   dalam  penggunaan   bahasa  lisan   dan  tulis   dengan

wujud,  seperti  ketidaksempunaan  mendengar,  membaca,  menulis,  mengucapkan

atau melakukan perhitungan matematis”.

Jadi,   kesulitan   belajar   adalah   mereka   yang   tidak   mampu   mengikuti

kegiatan belajar dikarenakan berbagai faktor.

 

B.   Klasifikasi Dan Karakterisitik Anak Berkesulitan Belajar

 

Anak  berkesulitan  belajar  merupakan  anak  yang  berkebutuhan  khusus.

Dalam  hal  ini  menurut  Setiawati  dan  Chudari  (2007:  96)  anak  yang berkesulitan

belajar diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. kesulitan belajar akademik (academic learning dissabillty); kesulitan ini menunjuk

kepada kegagalan pencapaian prestasi akademik yang sesuai kapasitas yang diharapkan

dari seorang anak. Kegagalan tersebut meliputi

a. keterampilan dalam membaca (dislexia), kegagalan tersebut terdiri dari membaca

permulaan dan membaca pemahaman;

b. Keterampilan dalam menulis, terdiri dari menulis dengan tangan, mengeja, dan komposisi;

c. Keterampilan dalam matematika, terdiri dari perhitungan matematis (matecmatics

calculation) dan penalaran matematis (matecmatic reasoning).

 

2. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan (developmental learning disabilties).

Kesulitan belajar ini meliputi:

a. kesulitan dalam berbahasa, yang terdiri dari dua macam yaitu

gangguan bahasa reseptif atau keterbatasa kemampuan memahami konsep-konsep verbal

maupun gerak, dan gangguan bahasa ekspresif atau keterbatasan kemampuan membuat sandi

(encode) konsep-konsep baik verbal maupun gerakan, baik ekspresi oral dan tertulis.

 

b. Kesulitan dalam berprilaku sosial dan emosional, terdiri dari enam macam yaitu :

1) kesulitan memahami konsep diri (self concept),

2) labilitas emosiional

3) kekurangan dalam keterampilan sosial,

4) gangguan perhatian,

5) hiperaktifitas,

6) gangguan aktifitas motorik.

 

c. Gangguan perseptual terdiri dari:

1) gangguan perseptual visual,

2) gangguan perseptual auditoris

3) gangguan perseptual visual motor, taktual dan kinestetik.

 

d. Kesulitan belajar kognitif, adalah keterbatasan dalam menggunakan operasi

mental yang meliputi:

1) ingatan,

2) melihat hubungan-hubungan,

3) generalisasi,

4) asosiasi dan

5) berpikir konseptual.

 

Karakteristik  anak  berkesulitan  belajar  dapat  dilihat  dari  segi  akademik,

medis   dan   psikologi.   Dari   segi   akademmik,   anak   berkesulitan   belajar   sering

mengalami  kegagalan  belajar  berulang  kali,  sehingga  menyebabkan  terjadinya

kurang  percaya  diri,  putus  asa,  cemas  dan  gelisah.  Dari  keadaan  yang  seperti

inilah yang membuat prestasi belajar mereka menjadi memburuk.

Menurut  Setiawati  dan  Chundari  (2007:99)  selain  ciri-ciri  umum  yang dialami 

oleh  anak  berkesulitan  belajar,  mereka  juga  memiliki  beberapa  ciri-ciri

lainnya yaitu :

Resah tidak mau diam, tangan dan kaki mereka sering digerak-gerakan yang tidak

menentu, sehingga mereka disebut anak hiperaktif. Sebaliknya dari mereka terdapat

juga anak hipoaktif, yaitu kebalikan dari hiperaktif. Mereka juga mengalami kesulitan

dalam konsentrasi atau memusatkan perhatian, cepat lupa, dan berpikir lambat, dan

hal ini yang membuat mereka kesulitan dalam membaca, menulis dan berhitung.

 

Segi   medis,   anak   berkesulitan   belajar   memiliki   gangguan   dalam   hal

keseimbangan,  kesulitan  dalam  mengkoordinasikan  gerakan  motorik,  kesulitan

dalam  laterasi  yaitu  pemahaman  mengenai  arah,  kesulitan  dalam  pemahaman

gambaran  mengenai  tubuhnya  sendiri  dan  yang  terakhir  berhubungan  dengan

mental.

Segi psikologi, dari segi ini anak berkesulitan belajar mengalami gangguan dalam

persepsi, konsentrasi, dan memori. Anak yang mengalami kesulitan belajar biasanya

mereka sulit dalam menerima rangsangan tertentu baik penglihatan, pendengaran,

dan perabaan sehingga menyebabkan sulit dalam mempersepsikan suatu konsep

pelajaran.

Konsentrasi anak yang berkesulitan belajar sering terganggu hal ini disebabkan karena

perhatian mereka yang sering berubah-ubah dan terganggu dengan rangsangan dari

lingkungan sekitar.

Jadi, anak yang berkesulitan belajar diklasifikasikan menjadi dua yaitu kesulitan

belajar akademik dan kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan.

Sedangkan karakterisitiknya dapat dilihat dari segi akademik, medis, dan psikologis.

 

C.  Faktor Penyebab Kesulitan Belajar

 

Fenomena kesulitan belajar seorang siswa biasanya tampak jelas dari menurunnya

kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Namun kesulitan belajar juga dapat

dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku siswa seperti kesukaan berteriak-

teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk sekolah,

dan sering minggat dari sekolah.

Secara garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar menurut

Muhibinsyah (1995: 173) yaitu:

1. Faktor intern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang muncul dari

dalam diri sendiri.

2. Faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari

luar siswa.

Sunaryo  (Setiawati  dan  Chudari,  2007:  105)  mengelompokkan  penyebab

kesulitan belajar kedalam kategori utama, yaitu :

1. Kerusakan otak. Kerusakan otak yang dimaksud adalah terjadinya kerusakan

syaraf seperti meningitis, enchepalitis, toksik. Kerusakan syaraf tertentu akan

mengganggu fungsi otak yang sangat diperlukan dalam proses belajar. Demikian

pula pada anak yang lahir dengan kondisi disfungsi minimal otak (DMO) akan

mengganggu proses belajar selanjutnya.

 

2. Gangguan emosional. Gangguan emosional terjadi karena adanya trauma

emosional yang berkepanjangan sehingga mengganggu hubungan fungsional

sistem urat syaraf, dan dalam kondisi seperti perilaku yang terjadi seringkali

seperti perilaku pada kasus kerusakan otak. Namun tidak semua trauma

emosional menimbulkan gangguan pada proses belajar.

 

3. Faktor “pengalaman”. Kondisi ini dialami oleh anak yang terbatas memperoleh

rangsangan lingkungan yang layak, kurangnya rangsangan auditif (sehingga

membatasi perbendaharaan bahasa yang diperlukan dalam berpikir dan bernalar).

Kemiskinan pengalaman lingkungan biasanya sangat berkaitan erat dengan status

sosial-ekonomi seseorang, yang seringkali berhubungan dengan kekurangan gizi

yang dapat berdampak kepada perkembangan dan keberfungsian otak.

 

Jadi, kesulitan belajar dapat disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.

 

D.  Layanan Bimbingan Kesulitan Belajar

 

Di dalam memberikan layanan bimbingan kepada anak-anak yang mengalami

kesulitan belajar, seorang guru tidak dapat bekerja sendiri. Mengingat keterbatasan

pada setiap orang, maka dengan bekerja sendiri kita tidak akan dapat memperoleh

spectrum pengetahuan dan keterampilan yang luas serta tidak mempunyai waktu  

yang cukup untuk menangani sendiri. Untuk melakukan diagnosis dan evaluasi

dengan tepat suatu kesulitan belajar itu dibutuhkan pengetahuan yang spesifik, 

seperti neurologi, pedagogi, psikologi, terapi bicara, fisioterapi  dan  lain-lain. 

Pengetahuan ini dapat diperoleh melalui kerja sama dengan para ahli lainnya.

 

Adapun     menurut     Sunaryo     (Setiawati     dan     Chudari,     2007:     106)

menggolongkan  pola  layanan  bimbingan  terpadu  untuk  anak  yang  berkesulitan

belajar ke dalam layanan Remediasi, Kompensasi, dan Prevensi, yaitu:

1. Layanan Remediasi, yaitu layanan untuk mengurangi atau menghilangkan

kesulitan belajar.

2. Layanan Kompensasi yaitu mengembangkan kondisi pembelajaran khusus di luar

kondisi yang normal atau baku yang memungkinkan anak memperoleh kemajuan

belajar yang memuaskan.

3. Prevensi. Prevensi merupakan langkah untuk mengidentifikasi murid sebelum

mengalami kesulitan belajar di sekolah. Langkah ini dilaksanankan dengan

menggunakan tes atau alat pemeriksaan lainnya terhadap aspek-aspek kemampuan,

keterampilan dan pribadi murid.

 

Sedangkan layanan bimbingan menurut Silvyana yaitu:

1. Remedial yaitu usaha perbaikan yang dilakukan pada fungsi belajar yang terhambat.

Prosedurnya: Analisis hasil diagnosis, menentukan bidang yang perlu mendapat

perbaikan, menyusun program perbaikan, melaksanakan program perbaikan, menilai

perbaikan belajar-mengajar.

2. Tutoring yaitu bantuan yang diberikan langsung pada bidang studi terhambat pada

siswa sekolah dengan tujuan mengejar ketertinggalan di kelas. 3. Kompensasi yaitu

diberikan bila hambatan yang dimiliki berdampak negatif dalam proses pembentukkan

konsep dirinya. Misalnya anak yang mengalami hambatan auditif dapat digunakan

saran belajar yang lain.

 

Jadi,  layanan  bimbingan  untuk  anak  berkesulitan  belajar  di  golongkan

menjadi tiga yaitu layanan remediasi, kompensasi, dan prevensi.

 

BAB III

METODE PENELITIAN

 

A.  Observasi

Observasi yaitu teknik atau cara untuk mengamati suatu keadaan (tingkah laku).

Karena sifatnya mengamati, maka alat yang paling pokok dalam teknik ini adalah

panca indera, terutama indera penglihatan.

 

B.   Wawancara

Wawancara merupakan teknik untuk mengumpulkan informasi melalui komunikasi

langsung dengan responden (orang yang diminta informasi), dalam hal ini bisa murid,

orang tua murid, teman-temannya atau orang lain yang diminta keterangan tentang murid.

 

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

A.  Waktu Pelaksanaan Observasi

Pelaksanaan penelitian mengenai identifikasi kesulitan belajar pada peserta didik di

Sekolah Dasar X. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada hari

Jum’at, 21 September 2012 dengan melakukan obeservasi terhadap kegiatan belajar.

Subjek observasi pada penelitian ini adalah peserta didik yang sekolah pada tingkatan

kelas IV di SD X. Penelitian dilakukan terhadap peserta didik yang dianggap mengalami

kesulitan belajar.

Pelaksanaan observasi ini dilakukan dengan bekerja sama dengan pihak sekolah

terutama dengan wali kelas yang memberikan informasi awal mengenai kondisi peserta

didik yang mengalami kesulitan belajar.

 

B.   Hasil Observasi

Karakteristik dan Klasifikasi kesulitan belajar yang ditemukan di kelas IV di SD X.

Saat melakukan observasi terdapat 2 orang peserta didik yang tidak masuk sekolah

dikarenakan sakit dan izin yaitu Lukman dan Tatang, jadi hanya sebanyak 30 orang

peserta didik yang diobservasi kegiatan belajarnya. Berikut hasil obsevasi yang berupa

tabel.

 

BAB V

PENUTUP

 

A.  Kesimpulan

Dari pemaparan di atas dapat penulis simpulkan, kesulitan belajar adalah suatu

keadaan dimana peserta didik mengalami gangguan dalam kegiatan belajar baik

dalam kemampuan membaca, kemampuan menulis dan kemampuan matematis

yang disebabkan oleh berbagai faktor.

 

Berikut hasil observasi penulis, dari 30 peserta didik yang diobservasi kegiatan

belajarnya terdapat empat orang yang mengalami kesulitan belajar akademik dan

perkembangan. Kesulitan belajar tersebut disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya

faktor internal (pemalu, pemurung, dan labilitas emosi) dan faktor eksternal (rendahnya

ekonomi keluarga, teman sepermainan, dan lingkungan sekolah). Adapun layanan yang

diberikan kepada peserta didik yang mengalami kesulitan belajar yaitu melalui tutorial dan

remedial.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet