THREE

Fiction

 

INI DIA CHAPTER YANG DITUNGGU-TUNGGU! *dengdengdeng [kepedean lu thor -_-] Chapter ini akan menjawab semua pertanyaan yang ada di pikiran para readers [kecuali pikiran tentang utang-utang kalian semua (?)] Happy reading. Comments are highly appreciated ^^~


Kim Hyuna POV

“HYUNSEUNG!”

 

          Mimpi itu lagi.. Hyunseung menghilang sambil memegang dadanya. Pertanda apa ini, Tuhan?

 

          Tanganku gemetar, keringat dingin membanjiri tubuhku. Kenangan tentang Hyunseung terus menyiksaku.

 

          “Hyunseung, apa kau tak lelah mengunjungiku setiap malam? Apa maksudmu?”

 

          Mimpi itu benar-benar mengacaukan pikiranku, dan waktu tidurku tentu saja. Dan gara-gara mimpi itu, aku sudah tak bisa lagi tidur padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul 2:40 pagi.

 

          Kusambar laptopku dan jari-jariku dengan lincah menekan-nekan keyboard laptop—bekerjasama dengan otakku yang terus mengeluarkan ide-ide untuk kelanjutan ceritaku. Keromantisan Junhyung masih menjadi topik bahasan dalam ceritaku.

 

          “Junhyung, kau sangat sempurna! Andai saja aku Seungah.” Aku mulai membayangkan kalau aku Seungah. Dan tanpa sadar, lamunanku akan Junhyung lama-lama semakkin buram—aku tertidur.

 

***

 

          Aku mendapati diriku tidur di samping laptpku yang masih menyala. Matahari mulai mengintip dibalik jendela kamarku. Sudah jam berapa ini? Cepat-cepat ku tengok jam dinding, 8:29 am. Tamat sudah riwayatku, kuliah akan dimulai 30 menit lagi dan aku bahkan baru bangun.

 

          Kamar mandi menjadi sasaran utamaku. Kuputuskan untuk hanya mencuci muka, dan menggosok gigi. Kusambar buku yang ada di meja dan langsung menyalakan mobil lalu memaksanya berlari secepat mungkin agar aku tak terlambat.

 

          “Permisi.. Permisi” Aku terus mengulangi kalimat itu sembari menerobos beberapa mahasiswa dan mahasiswi yang sedang berjalan. Aku mendengar beberapa dari mereka mengutukiku. Aku tak peduli, yang aku pedulikan hanyalah datang tepat waktu.

 

          Aku terlalu sibuk menyerobot mereka hingga berjalan tanpa melihat kedepan, aku terus menundukkan kepalaku sambil mengatakan ‘permisi’ sampai.. BUK! Aku jatuh terduduk.

 

          “Maaf.. Kau tak apa?” Si empunya suara itu mengulurkan tangannya. Sakit sekali rasanya.

 

          “KAU BUTA?! Harusnya kau bis—“ Kalimatku terpotong saat aku menerima uluran tangannya dan menatap langsung parasnya. Wajahnya sangat mirip dengan seseorang yang tak bisa kuingat.

 

          “Sudah kubilang aku minta maaf. Oh ya, aku Junhyung.. Yong Junhyung.” Aku berdiri mematung.

 

          “Kau tak apa?” Kali ini ia memegang kedua pipiku dan menatap lurus kearahku. Aku makin bingung dengan keadaan ini.

 

Perlahan kulepaskan pegangan tangannya dari wajahku,

 

“Ta-tak apa. Maaf? Namamu.. J-junhyung?”

 

“Iya, ada yang salah uh nona—“

 

“Hyuna, Kim Hyuna” Mataku seakan punya pikiran sendiri, aku mencoba untuk mengalihkan mataku namun mata ini menolak. Mataku tak dapat mempercayai apa yang aku lihat—dan telingaku juga tak bisa mempercayai apa yang baru saja ku dengar tadi.

 

“Oh, oke Hyuna. Kau serius? Maksudku—kau tak tampak baik-baik saja, kau tahu?” Ya, aku memang mungkin tampak tak baik-baik saja. Lihat saja aku sekarang, sudah seperti baru melihat setan.

 

Aku hanya mengangguk dan sedetik kemudian aku seakan kembali ke dunia nyata.

 

“Sebagai permintaan maafku, kutraktir kau es krim. Bagaimana?”

 

“Oke.” Eh tunggu dulu.. Apa yang baru saja aku katakan? Aku rasa saat ini masuk ke kelas untuk mendapatkan teori bukanlah prioritas utamaku. Teori apa pun tak akan bisa menjelaskan pertemuanku dan Junhyung kali ini.

 

Aku dan Junhyung berjalan-jalan di taman, saling mengenalkan dunia masing-masing. Kuceritakan padanya kalau aku adalah seorang penulis novel dan sekarang aku dalam proses membuat buku ke-3ku.

 

“Ini lucu..” Junhyung menautkan alisnya saat mendengar perkataanku barusan.

 

“Apanya? Kakekku?” Oh ya, Junhyung baru saja menceritakan tentang kakeknya yang meninggal karena penyakit .

 

“Bukan.. Maksudku pertemuan kita. Kau tahu, namamu, wajahmu dan sifatmu sama seperti tokoh dalam novelku.” Junhyung menarik sudut-sudut bibirnya menjadi sebuah senyuman.

 

“Kau percaya takdir kan? Mungkin kita memang sudah ditakdirkan bertemu seperti ini.” Junhyung mencoba mengutarakan teorinya sementara aku hanya mengangguk pelan.

 

Aku menemaninya saat kami membeli es krim,

 

“Ahjuma, tolong 2 contong es krim.”

 

“Kau yakin bisa menghabiskannya?” Ahjuma ini aneh sekali, pikirku.

 

“Tentu saja! Kenapa?”  Kataku mantap, ahjuma penjual es krim itu hanya mengangguk dan memberikanku dua contong es krim rasa vanilla dan coklat. Junhyung ternyata punya selera sama seperti Hyunseung. Mereka sama-sama suka rasa vanilla dan—oh ayolah Hyuna, jangan mulai lagi dengan topik Hyunseung, kau tau itu kelemahanmu.

 

“Kau harus mampir ke rumahku.” Ku intip dari sudut mataku, Junhyung sedang sibuk dengan es krimnya dan tak menghiraukan ucapanku barusan.

 

“YA!” Ia tersentak mendengar teriakanku dan tanpa sengaja, es krim yang sedang dinikmati oleh Junhyung menancap di hidung mancungnya.

 

“Maaf, aku tak bermaksud unt—“ belum sempat kuselesaikan kalimatku, Junhyung sudah beraksi. Ia dengan sengaja mendorong lenganku sehingga es krim yang sedang kubawa menancap juga dihidungku.

 

Tak mau mendengar omelan—atau bahkan pukulan dariku, Junhyung segera ambil langkah seribu.

 

***

 

DING DONG

 

Itu pasti Junhyung! Aku meyakinkan diriku sendiri. Semenjak pertemuan itu, ia mengunjungiku hampir tiap hari, dan ini sudah hari ke-4nya.

 

“Buenos días, señorita.” Junhyung membungkuk lalu memberiku setangkai mawar putih. Ia selalu melakukan itu tiap kali ia datang ke rumahku. Junhyung sangat sempurna, sama seperti Junhyung—Junhyung milik Seungah.

 

“Mau kemana hari ini?” Yap, sudah empat hari juga aku mangkir dari segala urusan kampus. Masa bodoh dengan kampus, yang aku inginkan hanyalah menghabiskan waktuku bersama Junhyung.

 

“Ssamzie-gil!” Agenda kami hanya itu-itu saja, kalau boleh jujur. Hanya sekadar berjalan-jalan dan ngobrol. Junhyung tak suka keramaian katanya. Tapi kali ini aku mengajaknya ke Ssamzie-gil. Departament Store yang berada di kawasan Insadong itu memang selalu ramai pengunjung.

 

“Tak bisakah kita ke tempat lain? Seperti yah.. Hangang Park mungkin? Kau tahu aku benci keramaian, Hyun.” Aku memutar kedua bola mataku; tanda protes padanya. Tempat itu hanya akan membawa kembali kenanganku dan Hyunseung.

 

“Hangang Park juga ramai.. Asal kau tahu sekarang hari—“

 

“Ssamzie-gil akan jauh lebih ramai.” Katanya memotong perkataanku.

 

Menyerah, ku sanggupi saja permintaannya. Yang penting bersama Junhyung, kemana saja terasa asyik.

 

“Oke, terserah kau saja.” Aku menggedikan bahu yang disambut dengan seringaian lebar Junhyung.

 

Juhyung selalu memintaku menyetir, katanya ia tak bisa menyetir mobil. Apa boleh buat, ku ikuti saja maunya.

 

niga nareul itji motage, jakku ni apeseo tto. ni mam jakku naega heundeureo~~’ Kutengok telepon genggamku untuk melihat siapa yang menelpon. Tulisan bercetak tebal memperlihatkan nama Yoseob di LCD telepon genggamku.

 

“Yeobosaeyo? Yoseob? Oh, aku ada urusan dengan temanku.” Jawabku sambil melirik pada Junhyung yang membalasku dengan senyuman.

 

“Aku tahu, aku tahu.. 4 Hari bukan waktu yang lama. Mwo? Ah.. Temanku? Kau harus bertemunya besok.” Yoseob memprotes absennya diriku selama 4 hari ini. Aku berjanji akan mempertemukannya dengan Junhyung—lelaki sempurnaku itu besok.

 

“Okay. Sampai ketemu besok.” Pembicaraanku dan Yoseob pun berakhir. Junhyung menautkan alisnya dan bertanya padaku,

 

“Nuguya?”

 

“Oh.. Dia Yoseob, teman sekampusku.” Ia hanya mengangguk pelan.

 

“Kau harus bertemunya besok.”

 

“MWO? Apa yang kau bicarakan?” Ia tampak sangat kaget. Apa yang salah dengan permintaanku untuk memintanya bertemu dengan sahabatku?

 

“Sekali saja? Katakan ya!”

 

“Tidak.”

 

“Ya!”

 

“Tidak.”

 

“Kenapa kau begitu keras kepala? Hanya sekali ini saja. Ku mohon.” Aku menatapnya sejenak dengan wajah memelas.

 

“Terserah kau sajalah.” Pada akhirnya ia hanya bisa pasrah.

 

***

 

Aku tak sabar ingin segera mengenalkan Junhyung pada Yoseob. Yoseob pasti senang! Aku sudah banyak menceritakan tentang Junhyung pada Yoseob.

 

DING DONG.

 

Bisa ditebak, pasti Junhyung dengan setangkai mawar putihnya lagi. Cepat-cepat aku membuka pintunya dan benar, Junhyung sudah membungkuk dan menyodorkan setangkai bunga padaku lagi.

 

“Siap bertemu Yoseob?” Kataku sembari mengambil mawar yang dipengangnya.

 

“Seperti itulah kira-kira.” Ia menggedikan bahu dan tersenyum. Aku pun bergegas menuju garasi dan mengeluarkan mobil.

 

***

 

“Cepatlah! Ia sudah menunggu kita di kantin! Tak bisakan kau berjalan lebih cepat dari pada itu?” Aku terus saja mengomeli Yoseob yang berjalan lamban sekali. Atau mungkin aku yang berjalan terlalu cepat? Entahlah.

 

“Kim Hyuna! Perlamban langkahmu.” Tak ku gubris ocehannya, aku malah berlari menuju meja yang tempati Junhyung. Ia berdiri dan tersenyum padaku.

 

“Mana temanmu itu?” Nampaknya Junhyung juga sudah tak sabar bertemu Yoseob.

 

“Dibelakang.. Dia berjalan terlalu la—oh itu dia!” Aku melambai ke arah Yoseob yang nampak sedang mencari-cariku. Ia tersenyum dan berlari ke arahku.

 

“Junhyung, ini Yoseob.” Aku tersenyum pada Junhyung sambil mengenalkan Yoseob padanya.

 

“Hai, aku Junhyung.” Aku menatap Yoseob yang hanya diam memaku ditempat dimana ia berdiri.

 

“YA! Yang Yoseob! Berhentilah bersikap tak sopan. Junhyung sedang bicara padamu dan kamu hanya diam begitu saja?”

 

“Hyuna..” Yoseob berkata lirih, tatapannya masih mengarah padaku.

 

“Aku mengenalkanmu pada Junhyung! Kenalkan dirimu padanya.” Tak bisakah Yoseob bersikap sedikit sopan?

 

“Mana Junhyung yang akan kau kenalkan padaku?” kurasa Yoseob mulai buta.

 

“Dia disebelahku, babo!” Kulingkarkan tanganku pada lengan Junhyung, namun Yoseob segera menghambur ke arahku dan memelukku erat sambil terus menggoyang-goyangkan bahuku.

 

“Hyuna! SADARLAH! Junhyungmu itu tidak ada! Ia hanya khayalanmu saja! Kau terlalu terobsesi dengan tokoh dalam novelmu.. Hyuna sadarlah.” Aku marah. Marah sekali pada Yoseob. Bagaimana kalau Junhyung mendengarnya?

 

“Kau jahat! Ia ada di samp—“ Saat aku menoleh kesamping—dimana tadi Junhyung duduk, sosok Junhyung telah lenyap. Apa Junhyung sakit hati mendengar perkataan Yoseob?

 

Kulempar pandanganku ke depan dan kudapati Junhyung sedang berdiri dibelakang Yoseob yang sedang merangkulku. Junhyung tersenyum sambil menggelengkan kepala. Perlahan sosoknya kabur, semakin kabur dan akhirnya menghilang. Jadi benar? Junhyung hanya khayalanku? Tangisku meledak seketika ketika aku baru menyadari hal ini.

 

Ia berparas sama, bernama sama, dan bersifat sama seperti Junhyung dalam novelku karena aku pengarangnya! Aku yang ‘menyetir cara berfikirnya’. Bagaimana dengan bunga-bunga itu? Sekilas aku akhirnya tersadarkan bahwa aku sendiri yang membeli bunga itu tiap pagi. Kejadian es krim di taman? Kenapa ahjumma penjual es krim itu bertanya apakah aku sanggup menghabiskkannya? Karena aku memesan 2 contong es krim untuk 1 orang. Junhyung yang mengaku tak suka keramaian dan tak bisa menyetir mobil terbersit di pikiranku. Ya, semua ini mulai masuk akal.

 

***

 

Aku mengunci diri di kamar. Masih syok dengan masalah Junhyung. Aku mulai membuka laptop dan menuliskan sesuatu,

 

‘Aku masih tidak bisa melupakanmu..
Aku masih tidak dapat mempercayai semuanya
Bahkan hari ini
Aku tidak bisa melepaskanmu seperti ini

Aku akan menuliskannya kembali
Cerita kita tidak akan berakhir
Aku akan mengubur kenyataan yang sebenarnya
Berada di bawah kulitku

Aku akan menuliskannya satu kali lagi
Awal bersamamu dan aku tersenyum bahagia
Ketika kau meninggalkanku
Aku seperti berasa dalam ruang kecil
Tanpa jalan keluar

Aku menciummu seolah tak terjadi sesuatu
Kehadiranmu yang manis ini tidak dapat aku tinggalkan
Tidak ada kata akhir untuk kita

Seperti ini lagi khayalan dalam khayalan..
Aku tidak bisa melupakanmu
Aku menulis kisah yang tak akan pernah berakhir di hatiku
Aku akan mempertahankanmu
Aku tidak akan membiarkanmu pergi
Bahkan hari ini,
Aku masih dalam cerita tentangmu
Dan aku yang tak akan pernah berakhir dalam khayalan

Saat ini hanya ada kisah bahagia di sini
Kisah yang amat bahagia antara kamu dan aku
Seperti yang tertulis di sini,
Perlahan-lahan akan terisi

Aku berlari menghampiri dan memelukmu
Aku takkan bisa melepasmu dari pelukanku
Tidak ada kata akhir untuk kita

Aku adalah penulis yang kehilangan tujuannya
Pada akhir novel ini
Bagaimana mungkin aku menuliskan khayalanku sendiri?
Aku mencintaimu, aku mencintaimu
Aku mencintaimu, aku mencintaimu
Aku terus menuliskan 3 kata ini
Menulis dengan pulpen yang tintanya telah habis
Pada kertas lusuh yang ternoda air mata
Kisah ini tidak bisa diakhiri dengan bahagia ataupun sedih

Saat ini aku menuliskan kisah yang bahagia
Tapi semua ini hanyalah harapan’

Aku menutup laptop dan tidur bersama kenanganku bersama Junhyung. Kulihat sekilas Hyunseung duduk di ujung kasurku sambil tersenyum. Lagi-lagi ia memegang dadanya. Namun kurasa itu hanya bagian khayalanku lagi.


 

TAMAT?

Dengdengdeng~ TAMAT? TAMAT? TAMAT? *Readers pun guling-guling setelah baca part ini* *author ketawa ala Seungri (?)* Masih penasaran? Stay tuned bersama author ©NadineCSHyun dalam acara Gangsimjang~ (?) (kok jadi Strong Heart?) ah pokoknya stay tuned deh ^^

Makasih juga buat para readers, baik readers yang selalu komen maupun yang diam-diam. Neomu neomu gomawo ^^~

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
michellejanety #1
Chapter 3: Misteri meninggalnya Hyunseung dong TyT
HanJiHee
#2
Chapter 3: TAMAT???!!???! o_O
Asli..!! Gw guling-guling bneran stelah baca part ini..>.<