Gadis Itu!
MiracleGhassany POV
Aku tidak percaya dengan apa yang ada di hadapanku sekarang. Darah di seluruh tubuhku langsung berdesir, tiba-tiba aku merasa lemas dan temperatur udara tiba-tiba menurun, atau mungkin hanya aku saja yang merasakannya. Aku mendingin. Beku. Gugup. Juga bahagia?. Aku terlalu bahagia hingga rasanya seperti bukan bahagia yang sebagaimana mestinya. Aneh. Aku sendiri bingung. Aku tidak tahu bagaimana mendefenisikannya. Tapi tolong, aku tidak ingin bangun jika ini hanyalah mimpi, aku terlalu takut jika harus merasa kecewa.
Bagaimana mungkin aku tadi tidak mengenalinya padahal hampir dalam dua bulan ini aku terus memandangi fotonya setiap hari. Bahkan, wallpaper Hpku sekarang masih gambarnya.
“Siwon-ssi?” Kataku, nyaris seperti bisikan tapi dia bisa mendengarnya. Dia bertanya dalam bahasa korea tapi aku tidak mengerti. “Hei, anda mengenaliku!” Kali ini dia berbicara dalam bahasa Inggris. Aku tidak menanggapi penyataannya.
“Jadi apa yang bisa aku bantu?” Tanyaku lagi.
Dia berpikir sejenak. “Begini, rombongan meninggalkanku dan aku tidak tahu sama sekali tentang Jakarta.”
Aku terkikik. Apakh dia terlupakan karena terlalu banyak member yang harus diingat oleh manajernya? Bagaimana jika aku memberitahu para wartawan tentang ini? Mungkin mereka akan membayarku dengan mahal!
Dia menatapku heran jadi aku berusaha menahan tawaku. Dia mengamatiku sebentar hingga membuatku jadi kikuk, aku telah bertransformasi menjadi gadis yang pemalu. Akh, ini bukan aku yang biasanya. “Jadi apakah anda seorang pramugari?” Dia bertanya. Aku (lagi-lagi) hanya mengangguk.
“Maukah anda membantuku?” lanjutnya.
“Jadi untuk apa aku ada di sini sejak tadi kalau tidak ingin membantu anda? Dan sepertinya anda belum mengatakan aku bisa membantu apa!” Kataku. Dia tersenyum dan menampakkan lesung di pipinya. Jantungku langsung menolak diajak kompromi.
***
Siwon POV
“Aku tidak bisa menghubungi manajer ataupun teman-temanku—”
“Dimana anda akan menginap?” dia langsung memotong pembicaraanku, tapi dia tahu apa yang akan ku minta padanya. Gadis cerdas dan menarik. Aku memandanginya, dan dia balas memandangku. Aku mungkin bisa saja tenggelam di mata lebarnya, jadi aku memalingkan wajahku lebih dulu dan menatap lantai keramik yang memantulkan bayanganku. Refleksiku tampak kuyu.
“Di hotel Ritz Carlton.” Mendengar nama hotel tempat kami akan menginap kusebutkan, dia mengangguk mengerti. Apakah dia pantas aku percaya? Tapi sudah tak ada orang yang bisa aku mintai tolong lagi. Sepertinya dia baik. Dia tidak mungkin mengumpankanku pada para wartawan.
Dia bergerak dan mengisyaratkan agar aku mengikutinya menuju sebuah ruangan kosong. Hanya ada kami berdua di sana.
“Ada banyak wartawan di luar. Bisa saja dia mendapat foto anda! Lebih aman berada di sini!” Kali ini bukan lagi sepertinya, dia memang benar-benar baik.
“Terima kasih. Ngomong-ngomong kau tahu namaku, tapi aku tak tahu namamu!”
“Aku Ghassany.” Katanya sambil menjulurkan tangan, aku menyambutnya dengan hangat. Tapi tangannya terasa dingin, mungkin pengaruh AC ruangan. Dia melepaskan tangannya dengan agak kikuk.
“Tak usah berbicara terlalu formal denganku, OK. Mungkin kau mau tanda tanganku?” Gurauku, dia tertawa.
“Aku tak punya kertas. Mungkin kau bisa menandatangani rokku ini, Oppa?” ujarnya sambil menunjuk roknya yang berwarna biru. Kami berdua tertawa bersama.
Aku lumayan kaget saat dia memanggilku Oppa. Aku memang memintanya untuk tidak usah berbicara terlalu formal denganku, tapi aku tidak menyangka dia tahu panggilan-panggilan seperti itu. Aku lupa bahwa hampir semua ELF memanggil kami seperti itu.
Kami terus saja mengobrol seperti dua teman lama yang baru saja bertemu setelah berpisah sekian lama. Saling berbagi informasi mengenai keluarga, pekerjaan dan hal-hal remeh lainnya yang aku rasa penting. Semua mengalir seperti air. Dan ternyata dia memiliki seorang bibi yang tinggal di Seoul yang akan datang juga hari ini, dia sedang menunggu bibinya saat kami bertemu di depan toiler tadi.
Manager akhirnya menyadari ketidakhadiranku dalam rombongan dan akan segera menjemputku tapi aku menolak. Aku tetap mimilih diantarkan oleh Ghassany. Aku agak menyesal mengapa Bibinya datang begitu cepat hingga kami harus segera pergi. Saat-saat nyaman itupun pecah berganti menjadi kristal yang mengedap di memoriku. Kuharap selamanya!
Comments