CHAPTER 2

BLOODY DAISY
Please Subscribe to read the full chapter

Sepulangnya dari  pemakaman Seungnie, Lee Seunghyun langsung menuju hotel tempatnya menginap. Kembali pada ruangan yang menjadi tempatnya bermalam selama berada di Seoul. Seunghyun membuka jas yang dikenakannya dengan perlahan, meletakkannya begitu saja pada sandaran kursi. Melonggarkan ikatan dasinya, lalu menuju minibar yang terletak di sudut ruangan. Meraih acak minuman yang tersedia di dalamnya.

Dia mengusap wajahnya dengan kasar. Kekalutan yang dia rasa tergambar dari penampilannya yang berantakan. Dalam diam dia kemudian duduk di sofa kecil sambil membawa satu botol anggur bersamanya untuk menemaninya meredakan semua perasaan yang berkecamuk dalam dirinya.

Lee Seunghyun mengisi gelasnya dengan anggur merah, memutar-mutar gelas berleher panjang itu sebelum kemudian menyesap isinya. Beberapa kali tuangan, entah gelas ke berapa, dia sendiri tak ingat lagi. Sialnya tubuhnya cukup toleran terhadap alcohol sehingga sebotol anggur mungkin tidak akan membuatnya cukup mabuk untuk membantunya menenangkan emosi.

Pria itu mendesah. Dia hanya butuh sedikit pengalih perhatian, tapi meminum wine ternyata tak banyak membantu. Dia mengira dengan mengecap rasa manis dan sepat dari red wine yang baru saja ia teguk dapat sedikit mendistraksi pikirannya. Namun, yang terjadi malah berkebalikan. Semakin dia mencoba melupakan, semakin ia terbayang wajah pucat Lee Seungnie, sang kembaran.

Selalu terbayang diingatannya wajah cantik Seungnie tertawa renyah pada candaannya yang tak lucu, senyum perempuan itu bisa dia lihat dimanapun mengarahkan pandangan, gelak tawa, serta nada bicara Seungnie yang lembut dan elegan pun masih terngiang dengan jelas.

Seunghyun  merebahkan punggungnya pada sandaran kursi, menutup matanya sejenak. Menarik napas panjang, mencoba menghirup udara sebanyak yang dia bisa. Sesak, dadanya terasa berat.

Percuma saja dia mencoba mengacuhkan fakta yang dia temukan hari ini saat dia memeriksa jenazah Seungnie tadi, keresahan yang membebani pikirannya sejak dia melakukan perjalanan 20 jam lamanya hanya untuk mendapati kecurigaannya yang mendekati kebenaran. Seunghyun segera berdiri. Jika dia tak bisa tidur, sebaiknya waktu yang dimilikinya harus habiskan dengan hal berguna. Memecahkan kasus ini!

Ia merogoh saku jas, meraih telepon genggamnya. Membuka kembali pesan yang dikirimkan oleh Seungnie. Pesan terakhir yang dikirimkan adiknya adalah beberapa jam sebelum sang adik diberitakan telah meninggal. Sebuah pesan yang menurutnya sangat janggal.

Sister

Seunghyun menyendu saat membaca nama yang tertera. Seungnie sendiri yang mintanya untuk menyimpan nomornya dengan panggilan sister. Katanya untuk mendekatkan mereka. Seungnie sendiri menyimpan nomor Seunghyun dengan nama ‘brother’ dalam ponselnya.

Silly! Komentar Seunghyun saat itu.

Rahangnya mengeras saat membaca lagi pesan yang Seungnie kirimkan setelah 2 panggilan yang tak terjawab.

‘Oppa, tolong bantu aku!’

Hanya sebatas itu. Pesan yang begitu singkat, tapi membuat perasaannya tak enak saat membacanya. Ia menyesal telah mengatur ponselnya dalam mode senyap saat berada dalam misi hari itu.

Dan saat ia membaca pesan itu keesokan harinya. Datang pesan lain dari Lee Sung Han, ayah angkat sang adik yang mengisyaratkan fatalnya keterlambatan Seungri.

‘Lee Seunghyun’ssi, Seungnie berada di rumah sakit sekarang.’

Pesan singkat itu diikuti voice mail beberapa jam setelahnya.

‘Lee Seunghyun, kau kemana saja? Seungnie… Seungni telah tiada!’

Sesingkat itu. Hanya butuh satu kalimat itu untuk membuat Seungri merasa kejatuhan bom tepat di hadapannya.

Seunghyun mengerutkan keningnya.

“Membantu apa?” gumamnya pada diri sendiri.

Adiknya tak pernah meminta apapun dari Seunghyun. Wanita itu terkesan sangat mandiri dan tak suka menyusahkan orang lain. Bahkan sepanjang interaksi mereka, Seungnie tak pernah menceritakan masalahnya. Percakapan mereka hanya diisi gelak tawa dan perhatian Seungnie padanya.

Menanyakan keadaannya, mengingatkannya makan, dan menasehatinya untuk tidak terlalu gila bekerja.

Hal itulah yang membuat Seunghyun berpikir bahwa bantuan yang diminta Seungnie tidaklah main-main. Fakta bahwa Sungnie meninggal tiba-tiba setelahnya memperdalam dugaan Seunghyun.

Tapi terlalu sedikit yang ia ketahui tentang sang adik. Selain tentang keluarga kecilnya, Seungnie tak bercerita apa-apa padanya. Bodohnya, sebagai seorang kakak yang tak becus, dia tak mencoba mencari tahu lebih lanjut tentang kehidupan keluarga satu-satunya itu.

Sekarang, harapannya tertumpu pada Kwon Jiyong!

Berbicara tentang Kwon Jiyong menambah masalah baru baginya. Suami dari adiknya jelas tidak menyukainya, apalagi mereka sempat bersitegang hari ini. Sejak awal Seunghyun bahkan bisa melihat laki-laki itu meragukannya. Cara Kwon Jiyong saat menatapnya dengan pandangan siap untuk mengulitinya seakan dia adalah palsu, tatapan pria itu membuatnya sedikit terganggu.

Kembali pada Kwon Jiyong, Seunghyun menyimpulkan sepertinya sulit bagi mereka untuk bekerjasama. Ia yang terbiasa membaca sikap seseorang, sama sekali tak bisa menangkap apapun dari Kwon Jiyong selain kesan-kesan awal tadi.

Ataukah mungkin hanya perasaannya saja?  Ia tak bisa menyalahkan Kwon Jiyong juga. Bagaimanapun, seunghyun dan Jiyong adalah 2 orang asing yang baru saja bertemu.

Meskipun sebenarnya kata asing agak sedikit janggal baginya karena pria itu adalah saudara iparnya. Ayah dari keponakan kecilnya.

Mengingat Soo Ra membuat rasa bersalahnya menjadi-jadi.

Jika benar Seungnie meninggal karena dibunuh. Ia berjanji akan menguburkan pembunuh itu dengan tangannya sendiri.

Ia tak akan mengampuni orang yang telah merenggut nyawa adiknya, orang yang sama yang telah membuat keponakannya menjadi seorang piatu di usia yang sangat muda.

Lagi-lagi gambaran tentang Seungnie yang terbujur kaku berkelebat dan berujung kembali pada semua kejanggalan yang teradi. Pada tubuh Seungnie terdapat bercak kemerahaan yang dia temukan di lengannya. Di hampir 8 tahun pengalamannya sebagai detektif untuk kasus criminal, dia sangat mengenali bercak seperti ini pada tubuh mayat yang mati karena keracunan sianida.

Saat pertama kali melihat kondisi Seungnie sebelum mayatnya dikebumikan, instingnya sebagai seorang detektif muncul karena deraan rasa bersalah atas pesan terakhir Seungnie padanya. Jika adiknya meminta bantuan padanya dan sekarang perempuan itu terbujur kaku dihadapannya, apakah yang sebenarnya terjadi? Otak criminal yang sudah mengakar di dalam dirinya langsung mempercayai bahwa kematian adik kembarnya ini bukankah hal yang biasa. Itulah kenapa dia secara spontan mencari bukti untuk menguatkan dugaannya itu. Dan sianida-lah dugaan terkuat yang dia percayai sebagai penyebab kematian Seungnie.

Kembali Seunghyun berusaha mengingat hal janggal dari semua kejadian hari ini yang ditemuinya. Ayolah Lee Seunghyun, coba berpikir!

Ia mondar mandir sendiri di dalam ruangannya.

Pikirannya lalu mereka-reka suasana di rumah duka, dimana instingnya juga berkata bahwa ada sesuatu yang salah disana. Sikap Kwon Jiyong memperlihatkan arogansi, tipikal sikap orang-orang kaya yang menjaga dengan baik martabat mereka. Kearoganan itu sangat terasa terutama saat Seunghyun berada di ruang tempat Seungnie disemayamkan, dimana orang-orang terdekat laki-laki itu berkumpul. Kwon Young Hwan dan istrinya jelas sekali merendahkannya, juga merendahkan Lee Sung Han. Tidak menutup kemungkinan mereka juga memperlakukan Seungnie dengan sikap yang sama.

Ia biasa menilai kepribadian dan suasana hati seseorang dengan hanya melihat ekspresi mata. Sebagai seorang detektif kepolisian, dia dituntut untuk mengetahui hal-hal mendasar seperti itu. Dan yang ia tangkap di sana adalah kentalnya sikap arogan di dalam suasana berduka yang dipaksakan. Hanya Kwon Jiyong, beserta kedua orang tua angkat Seungnie yang terlihat benar-benar terluka, selebihnya hanya memiliki kesedihan yang tak mencapai mata. Palsu! Itu yang dirasakannya.

Palsu?

Seunghyun tiba-tiba menegakkan punggungnya. Ia tahu harus memulai darimana.

 

***

 

“Kau mungkin tidak mengenal Seungnie. Tetapi dia bukan pribadi yang memicu orang untuk membencinya hingga menginginkan kematiannya” Jiyong berkata dengan sinis.

Lee Seunghyun tidak menjawab perkataan itu, melainkan hanya menatap ke arah Kwon Jiyong dengan pandangan yang sulit untuk diartikan antara kasihan atau prihatin, sebelum dia melontarkan pertanyaannya yang membuat Jiyong tak mampu menjawabnya.

“Seungnie bisa jadi memang tidak mempunyai musuh, Kwon Jiyong’ssi. Namun, bagaimana dengan Anda?”

Jadi disinilah dia sekarang, kembali ke rumah Kwon Jiyong. Berusaha meyakinkan pria itu untuk membantunya mencari tahu kebenaran di balik kematian Seungnie, meskipun keadaan tak berbeda dari kemarin. Kwon Jiyong sepertinya masih tak menerima kabar yang ia bawa.

“Apa maksud Anda, Seunghyun’ssi?” Jiyong bertanya .

Matanya tajam menyelidiki sang lawan bicara sebelum melanjutkan ucapannya dengan nada yang meninggi.

“Anda ingin mengatakan bahwa salah satu dari musuh saya telah membunuh Seungnie? Sebaiknya Anda memiliki penjelasan untuk hal ini. Saya tidak dalam suasana hati yang baik. Seungnie baru saja dimakamkan, dan tiba-tiba Anda datang membawa omong kosong seperti ini?”

Jiyong tak dapat lagi menyembunyikan kegusarannya. Ia hampir saja tumbang setelah peristiwa yang membuatnya begitu terguncang. Lalu tiba-tiba seseorang datang dan mengatakan bahwa istrinya meninggal dengan tak wajar? Jangan salahkan dirinya jika sekarang ia menyikapi pernyataan pria itu dengan emosi.

“Salah satu musuh?” Seungri memutuskan fokus pada satu informasi yang didapatnya. Seolah  kalimat demi kalimat bernada emosi yang diucapkan oleh sang adik ipar sama sekali tak singgah di telinganya.

“Bagaimana menurut Anda? Saya seorang pebisnis dengan puluhan cabang perusahaan di berbagai belahan dunia. Naif jika Anda berpikir bahwa semua itu bisa didapat dengan mulus.”

“Saya mengerti.” Seunghyun yang telah mengenal dengan baik dunia kriminal tentu saja paham bahwa seorang pebisnis pasti memiliki saingan dimana-mana.

“Tapi tetap saja itu tak bisa menjadi alasan kecurigaan Anda,” ucap Jiyong sedikit lebih tenang, “ lagipula dokter mengatakan bahwa Seungnie mengalami gagal jantung,” lirihnya, kali ini jauh lebih pelan. Meskipun ia sudah memasrahkan semuanya, mengatakannya lagi dan lagi mengingatkan Jiyong bahwa sang istri sudah pergi jauh. Tak akan kembali lagi bagaimanapun ia menginginkannya.

Sang pengusaha mengusap wajahnya yang terlihat begitu lelah. Menunduk dalam tak peduli dengan sang tamu yang diam memperhatikan. Sebaliknya Seungri masih duduk tegap seperti sebelumnya. Tenang tanpa ekspresi berarti. Meskipun jika diperhatikan, terdapat gurat kesedihan yang cukup kentara.

“Bagaimana kalau saya mengatakan bahwa saya menerima pesan mencurigakan beberapa jam sebelum kematian Seungnie?” Seunghyun berkata dengan hati-hati.

Kwon Jiyong mengangkat kepalanya dengan tiba-tiba. Matanya membelalak lebar.

“A-apa maksudmu?” Jiyong bertanya. “Kau tak asal bicara kan Seunghyun’ssi” ucapnya meyelidik. Laki-laki itu kembali melupakan bahasa sopan yang tadi sempat digunakannya.

Seunghyun mengeluarkan ponselnya, mengutak-atiknya sebentar, sebelum menyodorkannya pada Jiyong.

Jiyong menerima ponsel itu, membaca kalimat yang tertera. Lalu mengembalikannya lagi pada Seunghyun.

“Hanya ini?”

“Saya menerima pesan ini saat berada dalam misi. Saat hendak membalasnya saya sudah terlambat. Saya malah mendapatkan pesan dari Tuan Lee Sung Han—“ Seunghyun tak melanjutkan. Penyesalan masih menghantuinya setiap ingat hal itu.

Jika Seunghyun mengangkat panggilan Seungnie sebelumnya, lalu berhasil membantu adik kembarnya, akankah itu dapat menyelamatkan nyawa perempuan itu?

Pemikiran itu membayanginya sejak kematian Seungnie.

“Selain itu, saya sempat memeriksa lengan bagian dalam tubuh Seungnie sesaat sebelum dimakamkan. Saya mendapati bercak merah disana.”

Kwon Jiyong mengerutkan alisnya,

“Yang artinya?” laki-laki itu bertanya dengan nada tercekat.

“Ada kandungan sianida dalam tubuhnya. Saya beberapa kali menangani kasus kematian karena keracunan zat tersebut dan bisa dibuktikan saat pemeriksaan oleh dokter forensic mengenai hal itu.” Lee Seunghyun menjawab dengan tenang namun menyebabkan ketegangan dalam ruangan itu lebih terasa.

“Baiklah. Jika seandainya yang Anda katakana benar, Seunghyun’ssi. Apa yang harus kita lakukan. Maksudku bagaimana kau akan menyelidikinya?” tanya Jiyong lagi separuh berbisik. Dia merasa sebaiknya tak menolak begitu saja perkataan Seunghyun. Kemungkinan terburuk bisa saja terjadi. Jika Seungnie memang meninggal karena dibunuh—meski Jiyong berharap itu bukanlah hal yang sebenarnya terjadi, maka mungkin ia membutuhkan bantuan Lee Seunghyun untuk menyelidikinya lebih lanjut.

“Kita bisa menyelidikinya dari orang-orang di sekitar Anda Jiyong’ssi. Maaf jika saya lancang, tapi saya perhatikan tamu yang datang sepertinya tak sesedih yang mereka perlihatkan. Mereka semua terlihat palsu.” Seunghyun menatap Jiyong, menunggu tanggapannya. Pria itu hanya mengangguk paham.

Seunghyun lalu melanjutkan, “Jika menurut Anda Seungnie tak memiliki musuh, berarti orang-orang itu adalah musuh Anda, atau setidaknya orang-orang yang tidak menyukai Anda Kwon Jiyong’ssi.”

“Itu akan menjadi daftar yang sangat panjang Seunghyun’ssi.”Jiyong tak menampik kata-kata Seunghyun. Musuh atau orang-orang yang tidak menyukainya sangat banyak. Membuat daftarnya mungkin menghabiskan seharian penuh. Belum lagi kemungkinan musuh dalam selimut, yang bisa saja lebih berbahaya.

“Kita bisa memulainya dari orang-orang di sekitar Anda. Tapi Jiyong’ssi—“ Seunghyun terlihat berat untuk melanjutkan, “ada hal penting yang harus dilakukan untuk memastikan penyebab kematian Seungnie.”

“Apa itu?” Jiyong bertanya hati-hati. Perasaannya mulai tak enak.

“Kita harus melakukan autopsi,” ujar Seunghyun pelan, mencoba menyembunyikan kesedihannya sendiri.

“Apa kau bilang, aku tak salah dengar bukan?” Nada bicara Jiyong mulai meninggi. Matanya menatap Seunghyun dengan nyalang. Orang yang dimaksud hanya diam tak bergeming.

“Kau pasti sudah gila hingga berani mencetuskan hal tak masuk akal seperti itu!” Napasnya mulai memburu. Terlihat jelas bahwa ia tengah menahan diri untuk tidak melompat dan mencekik lawan bicaranya.

Seunghyun mengatur napasnya, berusaha untuk tetap tenang. Tak ada gunanya dia ikut terbawa emosi saat ini. Walaupun pada kenyataannya dia juga merasa hatinya diremas-remas, saat melontarkan ide itu.

“Saya juga tahu sangat berat bagi Anda untuk menyetujuinya, Jiyong-Ssi. Tapi memang itu jalan satu-satunya untuk memastikan jika anda ingin membuktikannya. Percayalah pada saya. Jika dugaan saya benar, saya akan memastikan hukuman terberat untuk pelakunya,” ujar Seunghyun bersungguh-sungguh.

“Bagaimana aku bisa percaya dengan seseorang yang tengah membicarakan soal membelah perut saudarinya yang telah meninggal, tanpa berkedip? Apa kau kira aku akan membiarkanmu bermain-main dengan mayat istriku? Membiarkan tubuh Seungnie disayat-sayat hanya karena dugaan sialanmu itu? Kau pasti sudah gila jika kau berpikir aku akan menyetujui rencanamu!” Jiyong naik pitam. Ia melihat Seungri seperti seekor harimau yang terluka.

“Lalu bagaimana jika dugaanmu salah? Kau tinggal meminta dokter menjahit lagi tubuh istriku dan menguburkannya kembali? Untuk ukuran seorang saudara kandung, kau benar-benar tak punya hati!” Jiyong meradang, ia tak peduli lagi segala macam bentuk panggilan kesopanan.

Seolah-olah sebuah ide tercetus di otaknya, Jiyong mencondongkan tubuhnya ke depan dan kembali berbicara dengan nada penuh kebencian terpicu oleh rasa sakit yang diakibatkan oleh bayangan mengerikan permintaan laki-laki itu terhadap jasad istrinya,

“Atau kau mungkin memang tak peduli pada Seungnie. Kau adalah seorang Polisi kan? Katakan padaku, apakah membongkar kasus-kasus seperti ini akan membantu polisi sepertimu untuk mendapatkan nama disini dan nantinya membuatmu dipromosikan? Hm?”

Tatapan Seunghyun mengeras, ia terlihat terluka mendengar tuduhan Jiyong. Tapi pria itu sama sekali tak peduli. Lee Seunghyun telah dengan lancang mengajukan ide gila. Jiyong juga tak akan segan-segan menghujamkan kata demi kata kasar padanya!

“Bagaimanapun kalian tinggal berjauhan. Kadang hubungan darah juga renggang kan, Seunghyun’ssi?” ujar Jiyong menancapkan pisau terakhirnya.

Wajah Seunghyun terlihat memerah. Kentara sekali bahwa ia berusaha menekan kemarahannya. Ia menarik napas pelan, tak ingin terbawa emosi. Setelahnya, Seunghyun kembali memandang Jiyong dengan tenang. Air mukanya tak terbaca sama sekali.

“Terserah apa yang Anda pikirkan tentang saya Kwon Ji

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Shanounrainy80
#1
Authornim 💕
noona1804 #2
Chapter 4: wah ketinggalan cerita seru ni,..semangat kak untuk next chapternya
JIRI8890
#3
Chapter 4: Excited for next chapters.. Semangat kak
Lee_kwon #4
Chapter 3: Wahhh keren..author_nim jangan lama-lama update nya ya 🥺🥺
Oneda73 #5
Chapter 3: Yaahh...berhentinya pas banget waktunya..seru night ceritanya..sabarr harus nunggu minggu depan lagi ..thanks ya authornims Yonghee n Aleena
JIRI8890
#6
Chapter 3: Wow.. Makasih udah update.. Makin seru.. Jangan lama2 chapter selanjutnya ya kak yonghee & kak aleena ♥
NRLovely #7
Chapter 2: Cerita ini pantas ditunggu...
JIRI8890
#8
Chapter 1: Author fav ku di wp.. Tp krn dh lama keluar dr wp jd nunggu updatean disini aja.. Di tunggu lanjutannya kak yonghee & kak aleena
aleyriri #9
Chapter 1: So gooood, I’m so curious of what really happened to seungnie~
AleenaAdiba #10
Chapter 1: Sekarang baru kerasa nervous nyaaa... Kolab sama Mba Yonghee itu sesuanu... Wkwkw