CHAPTER 1

BLOODY DAISY
Please Subscribe to read the full chapter

Kwon Jiyong menatap kosong kebun di hadapannya. Wajahnya yang pucat dengan lingkaran mata hitam di bawah matanya yang terlihat lelah menunjukkan bahwa laki-laki itu tidak tidur semalaman.

Yah, dia tidak tidur karena masih meratapi istrinya yang baru saja meninggal.  Seharusnya pagi ini Seungnie mengantarnya untuk pergi ke kantor setelah memaksanya makan beberapa suap sarapan yang sudah dibuatnya sendiri, istrinya akan memberi kecupan mesra sementara Soo Ra merengek manja minta digendong sebelum berpisah dengannya selama setengah hari.

Seharusnya kehidupannya yang bahagia tidak berakhir seperti ini…

Jiyong menyeka sudut matanya yang basah. Air mata sudah habis tertumpah sejak dia mendapati istrinya terbaring sebagai mayat di rumah sakit, ketika dia harus terlihat tabah di depan anak perempuannya yang masih belum mengerti mengapa mamanya tak mau bangun saat dia memanggil, dan papanya terlihat sangat sedih hingga terus menangis, membuat Soo Ra hanya bisa ikut menangis sampai gadis kecil itu tertidur karena kelelahan.

Seungnie… Mengapa dia pergi begitu saja? Jiyong tak bisa mengusir bayang-bayang wajah pucat istri tercintanya dari kelopak matanya. Mengapa? Seungnie selalu terlihat cantik dan ceria, senyum selalu terulas di bibirnya, dia sama sekali tidak pernah mengeluhkan sakit, dia perempuan yang penuh semangat dan bergairah hidup. Dan dia tak pernah mengeluhkan apapun padanya, sama sekali!

Jiyong menghela nafas panjang. Kematian Seungnie jelas bukan hal yang biasa karena Jiyong mengenal baik istrinya. Atau jangan-jangan dia tidak sejeli itu mengenali istrinya sendiri? Apakah Seungnie menyembunyikan sesuatu? Apakah Jiyong selama ini tidak cukup memperhatikan istrinya?

Perasaan bersalah memenuhi hati laki-laki itu, dia tidak tahu apa yang harus dipikirkannya saat ini. Belahan jiwanya tak ada lagi, bagaimana dia harus menjalani kehidupannya selanjutnya?

Suara ketukan pintu terdengar dan Jiyong memalingkan wajahnya kearah asal suara itu. Tuan Ma, pengurus rumahnya terlihat dari balik pintu, membungkukkan badannya dalam-dalam kearahnya.

“Mohon maaf, tuan muda. Seseorang bernama Lee Seunghyun datang dari Kanada berkata telah membuat janji bertemu dengan anda,” laki-laki berumur 73 tahun itu berkata dengan suaranya yang serak namun masih terdengar lantang.

Jiyong mengerutkan alisnya. Lee Seunghyun? Laki-laki itu sudah tiba? Cepat sekali dia datang menempuh perjalanan dari tempatnya berada menuju ke Seoul.

Jiyong baru mendengar nama Lee Seunghyun beberapa bulan yang lalu dari istrinya. Hal yang cukup membuatnya terkejut, karena baru kali ini Seungnie memberitahunya bahwa dia mempunyai seorang kakak yang sudah lama tak pernah dijumpainya. Seungnie menceritakan bahwa mereka dipisah karena dia diangkat anak oleh keluarga Lee Sung Han yang baru saja kehilangan anak perempuan mereka yang meninggal karena sakit. Hal mengenai kenyataan bahwa Seungnie adalah anak angkat dari keluarga Lee Sung Han bukan hal baru yang diketahui Jiyong karena istrinya telah menceritakan hal itu jauh sebelum mereka menikah dulu. Hal itu pulalah yang membuat orang tuanya menentang pernikahan mereka. Jikalau Seungnie benar anak kandung keluarga Lee Sung Han pun, ayahnya belum tentu menyetujuinya, apalagi mengetahui bahwa perempuan itu hanya anak angkat, semakin mereka menentang pilihan Jiyong padanya sebagai calon istri.

Hanya karena keras kepala dan ultimatum dari Jiyong bahwa dia bersedia angkat kaki dari keluarga Kwon dan menyerahkan seluruh hak waris atas kekayaan keluarga beserta perusahaannya sajalah yang membuat Kwon Young Hwan, ayah Jiyong, akhirnya menerima Lee Seungnie sebagai menantunya.

“Tuan muda…?” suara serak Tuan Ma kembali terdengar memecahkan lamunan Jiyong.

“Baiklah. Suruh dia masuk.” Akhirnya Jiyong membuka mulutnya. Tuan Ma kembali membungkuk dalam, namun sebelum membalikkan badannya laki-laki tua itu kembali berkata,

“Saya juga hendak mengingatkan… Waktu untuk memakamkan jenasah sudah hampir tiba…” ucap laki-laki itu lirih namun terdengar jelas di telinga Jiyong. Tergambar sungguh kesedihan dari suara pengurus rumah yang setia itu saat mengatakannya, seakan dia sendiri juga tidak ikhlas melepaskan kepergian nyonya rumah itu.

“Aku tahu.” Jiyong menjawab sama lirihnya.

Beberapa saat kemudian, suara ketukan pada pintu yang separuh terbuka itu kembali terdengar. Jiyong yang masih berdiri di depan jendela ruang kerjanya membalikkan tubuh untuk menyambut tamu yang datang, laki-laki yang belum pernah dia temui sebelumnya, yang dikatakan oleh Seungnie sebagai saudara kandung satu-satunya yang tak pernah diceritakan sebelumnya.

Laki-laki berpawakan tegap melangkah memasuki ruangan, bertepatan saat Jiyong membalikkan tubuhnya menatap kearah pintu.

Pandangan mata mereka beradu mata dengan mata. Dan mata milik Jiyong yang terbelalak saat melihat laki-laki itu.

Karena dia seakan melihat wajah istrinya dalam rupa laki-laki, di wajah Lee Seunghyun.

 

**************

 

“Hallo, saya Lee Seunghyun. Maaf, harus memperkenalkan diri di situasi yang tidak menyenangkan seperti ini,” laki-laki itu berjalan dengan tegap kearahnya.

Jiyong melepaskan nafas yang sedari tadi tanpa sadar ditahannya. Dia menyambut uluran tangan laki-laki itu dan merasakan genggaman mantap saat mereka berjabat tangan.

“Kwon Jiyong.” Lee Seunghyun tersenyum tipis mendengar jawaban laki-laki yang baru ditermuinya sekali ini sebagai saudara ipar dan menganggukkan kepalanya,

“Saya mendengar banyak tentang anda dari Seungnie. Saya… turut berbela sungkawa…” Lee Seunghyun menghentikan kata-katanya seakan sesuatu mengganjal tenggorokannya.

“Anda tentunya juga merasa kehilangan. Kita sama-sama berduka,” Jiyong akhirnya memecahkan keheningan yang terasa perih itu.

“Saya sudah lama tidak berjumpa Seungnie. Kami hanya sesekali berbicara melalui telepon, dan lebih sering di beberapa minggu yang lalu. Namun kabar ini… benar-benar tidak saya duga sama sekali,” Seunghyun melanjutkan. Kwon Jiyong mendesahkan nafas berat lalu memijat pelipisnya karena merasakan pening di kepalanya akibat kurang tidur.

“Saya juga baru mendengar tentang keberadaan saudara ipar yang tak pernah saya ketahui sebelumnya dari Seungnie beberapa minggu terakhir. Terus terang, hal itu cukup mengejutkan. Seungnie bukan tipikal seseorang yang menyembunyikan sesuatu. Namun sekarang saat bertemu dengan anda… Uhm… Kalian begitu mirip, sehingga aku tidak meragukannya,” Jiyong menanggapi.

Lee Seunghyun menundukkan kepalanya sebelum menghela nafas.

“Itu karena kami adalah saudara kembar.”

Jiyong mengerutkan alisnya, yang ditanggapi oleh laki-laki dihadapannya dengan dengusan pedih.

“Orang tua kami mempercayai tahayul, bahwa jika mereka memiliki anak kembar laki-laki dan perempuan, maka kami harus dipisahkan agar tidak terjadi hal yang buruk pada salah satunya. Kepercayaan yang bodoh,” gumamnya.

“Jadi… apakah orang tua kandung anda masih….?” Jiyong penasaran namun tak kuasa melanjutkan kata-katanya. Seungri mengulaskan senyum tipis dan mengangkat bahunya,

“Mereka sudah meninggal dunia. Ibu meninggal lebih dahulu karena sakit, dan ayah menyusul beberapa bulan sesudahnya. Saya mendengar kabar mengenai kematian Seungnie dari tuan Lee Sung Han.”

Jiyong menganggukkan kepalanya, dia mengetahui hal itu karena ayah mertuanya memang memberitahunya perihal kedatangan Lee Seunghyun kemari, sebagai satu-satunya saudara Seungnie.

Ruangan menjadi hening beberapa saat. Jiyong menggunakan itu untuk memandang wajah laki-laki dihadapannya dengan lebih cermat. Benar-benar luar biasa kemiripan mereka, entah mengapa hal itu membuatnya semakin teringat pada kenyataan bahwa dia harus menguburkan istrinya yang mati siang ini. Hati Jiyong seakan teremas oleh kesedihan membuatnya tidak bisa menatap wajah laki-laki itu terlalu lama.

“Pemakaman Seungnie sebentar lagi,” gumamnya pelan, ditelannya ludah yang mengganjal di kerongkongannya yang kering. Lee Seunghyun menganggukkan kepalanya,

“Sebaiknya kita pergi ke ruang belajar sekarang, jika anda ingin melihat wajah Seungnie untuk yang terakhir kali sebelum peti ditutup.” Selesai berkata, Jiyong bergerak pertama kali melangkahkan kakinya menuju ke pintu keluar ruang kerjanya sementara sang tamu mengikuti langkahnya.

Mereka berjalan melewati ruang tamu yang luas penuh dengan perabot mahal dan antik, semua terlihat bersih dan rapi menggambarkan sang pemilik rumah. Keluar dari ruang tamu itu ada selasar tempat ruang belajar yang dimaksudkan Kwon Jiyong berada yang terletak di sayap sebelah kiri rumah mewah milik pewaris Yong Hwan Enterprise itu. Disana dia menyemayamkan jenasah istrinya dalam peti mati yang indah. Tamu-tamu yang datang adalah tamu pilihan, tidak setiap orang bisa masuk ke rumah yang berbentuk mansion itu, sementara tamu lain diarahkan menunggu proses pemakaman di sebuah taman makam yang terletak beberapa kilo meter dari rumah Kwon Jiyong.

Ketika mereka memasuki ruangan, Jiyong bisa mendengar beberapa orang menampilkan wajah terkejut dan mulai berbisik-bisik saat melihat siapa yang datang bersamanya. Jiyong langsung berjalan menuju ke tempat kedua orang tuanya duduk di sisi kanan ruangan, memperkenalkan tamunya pada kedua orang tuanya yang memandang kedatangan mereka dengan penuh minat.

“Appa, Eomma… Perkenalkan ini Lee Seunghyun, saudara kembar Seungnie yang datang dari Kanada,” laki-laki itu berkata lirih, sedang tamunya langsung berdiri di sebelah Jiyong dan menundukkan kepalanya memberikan hormat.

Kwon Young Hwan hanya memandang kearah laki-laki muda itu dengan pandangan meneliti namun ketidaksukaan terlihat dari wajahnya. Dia mendehem sambil menghembuskan nafas sebelum bicara,

“Kejutan yang tidak terduga. Kenyataan apa lagi yang disembunyikan oleh Seungnie selama ini…” desis laki-laki itu sambil memalingkan wajahnya.

“Appa!” Jiyong berkata tajam pada ayahnya yang kemudian melotot pada anak laki-lakinya.

“Memang itu yang terjadi. Istrimu tak pernah mengatakan apapun tentang saudaranya, kenapa tiba-tiba muncul laki-laki asing yang mengaku mempunyai hubungan dengannya?” Kwon Young Hwan berkata sedikit lebih keras.

Tiba-tiba Lee Sung Han, laki-laki separuh baya berwajah kuyu yang duduk di seberang ruangan berjalan mendekat karena melihat ketegangan yang terjadi di hadapannya.

“Maafkan saya, besan Kwon. Saya yang salah karena selama ini tidak mengatakan perihal keluarga Seungnie sebelumnya. Tetapi anak muda ini, dia memang satu-satunya saudara kandung yang dimiliki oleh Seungnie. Saya mohon jangan menyalahkan Seungnie, kasihan dia…” suara laki-laki itu tercekat. Sementara Jiyong menatap kearah ayah mertuanya dan ibu mertua yang menangis tersedu di seberang ruangan.

“Tolong, maafkan Appa, Abeonim. Semua kejadian ini membuat kita menjadi emosional,” Jiyong berkata dengan sopan. Tuan Lee Sung Han menganggukkan kepalanya, lalu menarik lengan Lee Seunghyun yang sedari tadi diam namun memperhatikan dengan serius semua yang terjadi.

“Mari, nak. Tengoklah adikmu sebentar. Dia akan segera dimakamkan,” bisik laki-laki itu padanya. Lee Seunghyun menganggukkan kepalanya lagi kearah pasangan keluarga Kwon yang masih terlihat tidak menggubrisnya, lalu mengikuti ayah angkat Seungnie mendekati peti jenasah.

Laki-laki itu kini menatap nanar kepada sosok jenasah di dalam peti itu. Dia tertegun melihat wajah adik kembarnya yang terbujur kaku. Wajah cantik karena riasan tidak bisa menutupi kenyataan bahwa perempuan ini tak bernafas, bibirnya yang merah karena pewarna bibir berwarna lembut terlihat tersenyum sehingga memberi kesan perempuan ini tidur dengan nyaman. Tetapi dalam otak Lee Seunghyun berkutat hal-hal lain yang membuatnya berpikir keras. Dorongan insting dan perasaannya menolak keras tampilan yang terlihat di depan matanya ini.

Lee Seunghyun berjalan lebih dekat hingga tepi peti dan membungkukkan badannya. Pertama dia memperhatikan wajah Seungnie dengan sungguh-sungguh, kemudian turun ke leher dan semakin turun hingga pandangannya tertuju pada kedua tangan perempuan itu yang tertangkup dengan rangkaian bunga daisy terselip disana.

Mata laki-laki itu menyipit, lalu dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh tangan Seungnie yang sudah kaku. Tiba-tiba tangannya tertahan oleh sebuah cengkeraman di lengannya,

“Apa yang kau pikir akan kau lakukan?” sebuah suara perempuan dengan bahasa banmal mengejutkannya. Lee Seunghyun menoleh dan mendapati seorang perempuan cantik berwajah dingin menatap kearahnya dengan pandangan marah.

“Maaf. Saya hanya ingin melihat sesuatu,” laki-laki itu menjawab sopan namun menarik lengannya dari genggaman perempuan itu dengan sedikit sentakan.

“Kau tidak boleh menyentuhnya! Kau pikir siapa dirimu hendak menyentuh Seungnie sesukamu?” kembali perempuan berambut panjang dengan sikap arogan itu mendesis marah.

Lee Seunghyun kemudian menatap perempuan yang berdiri disebelahnya itu lekat-lekat sembari menyunggingkan senyum kecil yang tidak mencapai matanya.

“Dan siapakah Anda, yang melarang saya untuk menyentuh saudara saya untuk terakhir kalinya?” laki-laki itu bertanya sambil menatap tajam. Tiba-tiba Kwon Jiyong berjalan mendekati dua orang yang terlihat bersitegang dan saling menatap tajam itu.

“Ada masalah?” suara laki-laki itu terdengar dingin. Jelas sekali terlihat bahwa dia tidak menyukai kejadian yang terjadi di depan matanya.

“Dia hendak menyentuh Seungnie. Tidak bisakah dia membiarkan Seungnie tenang setelah kedatangannya yang mengejutkan ini?” si perempuan berkata sambil menoleh kearah Jiyong meminta pembelaan dari laki-laki itu.

Jiyong menatap kearah Seungri seakan meminta penjelasan darinya.

“Perlukah kau melakukan itu?” kembali Seungri mendengar bahasa ‘banmal’ kini tertuju padanya dari mulut Kwon Jiyong yang sebelumnya bersikap sopan. Laki-laki itu jelas terusik dan menunjukkan sikap seakan sikapnya yang berubah terhadapnya. Seungri merasa laki-laki itu memandang rendah padanya, seakan dengan menggunakan bahasa seperti itu menunjukkan dengan siapa para golongan atas berbicara dengan kasta yang lebih rendah.

Namun laki-laki itu seakan tak terpengaruh dengan perubahan sikap Kwon Jiyong, dia justru membalas pertanyaan yang dilontarkan dengan pertanyaan pula,

“Bolehkah? Saya hanya ingin memegang tangannya sebelum melepasnya pergi.”

Kedua laki-laki itu saling bertatapan, dan sekali lagi Jiyong merasa dirinya sedang menatap mata istri tercintanya, membuatnya harus mengencangkan rahangnya sendiri melawan perasaan yang bercampur aduk dalam hatinya.

Karena Jiyong tidak mengatakan apapun, Lee Seunghyun mengalihk

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Shanounrainy80
#1
Authornim 💕
noona1804 #2
Chapter 4: wah ketinggalan cerita seru ni,..semangat kak untuk next chapternya
JIRI8890
#3
Chapter 4: Excited for next chapters.. Semangat kak
Lee_kwon #4
Chapter 3: Wahhh keren..author_nim jangan lama-lama update nya ya 🥺🥺
Oneda73 #5
Chapter 3: Yaahh...berhentinya pas banget waktunya..seru night ceritanya..sabarr harus nunggu minggu depan lagi ..thanks ya authornims Yonghee n Aleena
JIRI8890
#6
Chapter 3: Wow.. Makasih udah update.. Makin seru.. Jangan lama2 chapter selanjutnya ya kak yonghee & kak aleena ♥
NRLovely #7
Chapter 2: Cerita ini pantas ditunggu...
JIRI8890
#8
Chapter 1: Author fav ku di wp.. Tp krn dh lama keluar dr wp jd nunggu updatean disini aja.. Di tunggu lanjutannya kak yonghee & kak aleena
aleyriri #9
Chapter 1: So gooood, I’m so curious of what really happened to seungnie~
AleenaAdiba #10
Chapter 1: Sekarang baru kerasa nervous nyaaa... Kolab sama Mba Yonghee itu sesuanu... Wkwkw