Reason

I'll Show You 1

Author

 

Dengan perlahan Jiyeon berbicara, "Apakah menurutmu ini keterlaluan, bila aku mengatakan perasaanku pada Myungsoo..?"

Kedua mata Hwayoung membulat sempurna karena mendengar pertanyaan itu. "Apa?"

Melihat ekspresi Hwayoung, Jiyeon langsung berkata, "Ara, aku gila, kan? Tapi aku tidak bisa tenang sejak beberapa hari yang lalu karena ini."

Hwayoung mengerjapkan matanya beberapa kali. "Tidak, Jiyeon. Memang aku terkejut, tapi kegilaanmu itu sangat bagus." Hwayoung memegang kedua bahuku. "Asal kau tahu saja, aku selalu menunggu kau mengatakannya pada Myungsoo!"

"Benarkah?"

Hwayoung mengangguk sambil tersenyum lebar. Jiyeon menurunkan tangan Hwayoung, berjalan ke kanan. "Tidak, tidak.. Ini tidak benar. Kenapa aku merasa harus melakukannya padahal aku tahu dia tidak suka padaku.."

"Apanya yang tidak benar.. Aku baru saja mendengar sebuah keputusan yang berani dari seorang Park Jiyeon," Hwayoung mendekati Jiyeon. "Jika kau sudah siap dengan segala konsekuensinya, maka aku adalah orang yang paling bangga padamu."

Jiyeon mengangguk pelan. "Entahlah, aku hanya ingin dia tahu, itu saja. Soal apa yang dia pikirkan tidak masalah bagiku. Selama ini dia baik padaku dan itu cukup. Aku sudah senang dia menganggapku."

Hwayoung memegang tangan Jiyeon. "Ya. Ingatlah bahwa aku mendukungmu, Jiyeon-ah." Dia memberi jeda sebentar, "Dan menurutku.. ada kemungkinan Myungsoo juga menyukaimu."

 

....              ....

 

박지연

Park Jiyeon

 

Wajah rupawan yang kutunggu sudah muncul. Aku melihat Kim Myungsoo berjalan dengan langkah cepat di pinggir kolam berenang. Gaya elegannya yang terkesan angkuh lagi-lagi membuatku terpesona. Aku segera berdiri sambil mengatur napasku yang memburu, agak cemas karena tidak mendapati Hwayoung bersamaku disaat seperti ini. Tenangkan dirimu dulu Park Jiyeon..

Dengan perlahan tapi pasti, aku melangkah menghadang jalannya. Keheranan terlukis pada wajahnya yang menatapku. "Myungsoo, aku ingin berbicara padamu."

"Apa ada yang perlu dibicarakan denganmu?"

Aku mengangguk, berusaha menghindari tatapannya yang serasa mendesakku. "Sesuatu yang kupikirkan sejak lama."

"Katakan."

Kuangkat wajahku dengan kikuk. "Tidak, maksudku.. Myungsoo, bukan di sini."

"Katakan saja."

Nadanya tak terbantahkan. Baiklah, aku sudah memantapkan niatku jadi aku tidak akan mundur. Aku akan mengatakannya di sini jika itu maunya. Pertama, aku menyodorkan barang yang sejak tadi kubawa kemana-mana. "Selamat ulang tahun, Myungsoo. Aku selalu berharap yang terbaik untukmu. Ini dariku, maaf aku tidak bisa memikirkan sesuatu yang lebih baik dari itu, maupun yang bisa menjadi berharga untukmu."

Cukup lama aku mengangkat tanganku sampai Myungsoo mengambil hadiah berbalut kertas kado biru itu. Aku tersenyum, dia mau menerimanya. Padahal sejak tadi aku sangat minder hingga tidak memberikannya bersamaan dengan teman-teman lain.

"Apa ini?" tanyanya dengan nada tidak biasa yang membuatku ragu.

"Kau harus membukanya sendiri," kataku malu.

Dia mengangkat sebelah alisnya sedikit. Tak kusangka dia lalu melempar hadiah dariku ke lantai batu. Beberapa orang yang ada di sekitar kami ikut terkesiap, mereka berkumpul mendekat seakan ini adalah tontonan seru yang tidak patut dilewatkan. Melihat hadiah dariku yang telah dilemparnya, aku yakin isinya pasti pecah. Bunyi retakan kaca terdengar saat benda itu jatuh menghantam lantai.

"Aku tidak memerlukan apa-apa darimu," katanya datar. Aku menatap Myungsoo terkejut. Tiba-tiba ketakutan merayapi diriku, firasatku buruk. Sosok pahlawan yang tepat waktu, Kim Myungsoo yang baik hati tidak kulihat saat ini. "Park Jiyeon, iya kan?" ucapnya meremehkan. "Jangan halangi jalanku, dasar gadis cupu."

Tercengang. Itulah yang kurasakan saat ini. Hatiku bergetar karena ucapannya. Myungsoo hampir saja berlalu ketika tanpa pikir panjang aku menahan lengannya. Sesuatu membuatku sangat nekat. Aku terlanjur melangkah ke jurang, satu-satunya yang bisa kulakukan adalah jatuh ke dalamnya. Aku membalikkan badanku menghadapnya, dia juga melakukan hal yang sama sehingga kami bisa menatap satu sama lain. "Sejak lama.. aku menyukaimu."

Untuk beberapa detik suasana menjadi hening. Semuanya terlalu sulit menerima apa yang baru saja aku katakan. Myungsoo menatapku tanpa ada perubahan ekspresi sedikitpun sementara aku masih menatapnya. Aku masih menatapnya saat hatiku benar-benar diambang keretakan. Tidak ada yang berbicara. Orang-orang di sekitar kami menantikan apa yang terjadi selanjutnya.

"Apa kau bilang?"

Suara laki-laki itu memecah keheningan. Rasa tidak senang ditujukannnya padaku. Tanpa dia berkata apa-apa lagi, aku sungguh yakin sebenarnya dia tidak berminat padaku sama sekali. Melepaskan tanganku dari Myungsoo, aku menerima kenyataan itu dalam hatiku. Bagaimanapun juga aku telah siap.

Myungsoo membuang muka, "Apa-apaan kau ini.."

Ada apa denganku... Bukankah aku siap dengan segala konsekuensinya? Bukankah aku tahu dia memang tidak menyukaiku? Jadi, apa yang membuatku tidak mampu berkata-kata sekarang..

"Tak tahu malu." Myungsoo menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Matanya disipitkan sedikit saat menatapku, "Ah.. jangan-jangan karena kejadian itu, kau mengira aku suka padamu..?" senyum menghina terukir pada bibirnya sambil berucap.

Tidak Myungsoo, tidak pernah.

"Jangan berkhayal, Park Jiyeon! Hanya karena aku sedikit baik padamu, kau merasa punya hak mendekatiku?"

Aku tahu kau terlalu baik untukku.

Tunggu, tolong. Aku tidak siap untuk yang ini..

"Camkan ini baik-baik, ukir perkataanku di otakmu. Selama ini, aku hanya kasihan padamu!" Dia menekankan kata 'kasihan' di kalimatnya. Nada dinginnya merupakan bukti bahwa dia tidak main-main. Itu menusukku.. sangat dalam. Air mataku mulai menetes. "Kau terlihat begitu menyedihkan. Semuanya memandangmu begitu, terlebih lagi aku."

Hentikan, aku tahu itu dengan sangat jelas.

"Iya Myungsoo, kau benar sekali!" Jayoung menyahuti. "Dasar jelek!"

"Dia tidak pantas bahkan untuk berdiri di hadapanmu!" tambah Nana menunjukku. Orang-orang di dekatnya tertawa puas.

"Cukup! Myungsoo, cukup!" seruan Hwayoung yang baru muncul membuat Myungsoo menoleh padanya. "Kau keterlaluan!"

"Apa aku berkata salah?" tanya laki-laki itu menantang. "Kau tanya saja pada semua anak disini. Aku hanya mengatakan kebenaran. Gadis ini harus tahu dimana posisinya." Hwayoung terdiam mendengar jawaban kejam dari Myungsoo.

Air mataku semakin membanjiri pipiku. Aku benar-benar malu pada semua orang disini. Pada Hwayoung, Sungjong, dan diriku sendiri. Andaikan aku punya kekuatan menghilang, aku akan menghilang dari sini sekarang juga. Tidak, aku ingin menghilang dari dunia ini.

 

 

Author

 

Jiyeon mundur selangkah, dua langkah, kemudian berbalik utnuk beranjak dari tempat itu. Betapa sialnya dia, bahkan flat shoes yang dia pakai membuatnya jatuh. Apakah seisi dunia benar-benar berniat memojokkannya? Nampaknya semua penderitaan Jiyeon adalah kebahagiaan untuk orang lain, semua menertawakannya lagi. Diantara semuanya tawa Eunji, Chorong, Naeun dan Nana-lah yang paling keras. Pemandangan ini sangat menakjubkan bagi mereka yang memang tidak pernah menyukai Jiyeon.

Myungsoo diam memandang Jiyeon yang terjatuh. Dia sedang sangat marah. Wajahnya tak menunjukkan belas kasihan untuk Jiyeon padahal ekspresi gadis itu menunjukkan dia kesakitan. Kaki kanannya sedikit terkilir. Tak akan ada yang menolongnya kalau Hwayoung tidak membantu gadis malang itu. Benar, memang tak ada yang peduli padanya. Seluruh teman sekelasnya tidak pernah menganggapnya.

Hwayoung memandang Jiyeon dengan khawatir, "Jiyeon-ah, gwaenchanha?" tanyanya. Dalam hati dia mengutuk dirinya sendiri karena melontarkan pertanyaan yang buruk. Tidak mungkin Jiyeon baik-baik saja setelah semua perlakuan ini.

Namun di sela tangisnya, Jiyeon mengangguk pelan. Setidaknya dia ingin membuat Hwayoung tidak terlalu memikirkannya. Jiyeon melepaskan pegangan Hwayoung padanya dan berjalan kembali dengan terpincang-pincang meninggalkan mereka semua.

"Jiyeon-ah!" panggil Hwayoung. Dia sangat tidak tega membiarkan temannya pergi seperti itu.

"Tunggu," kata Sungjong menahan tangan Hwayoung. Pacarnya itu sudah hampir menyusul Jiyeon. "Jangan mengejarnya," larang Sungjong menuntut Hwayoung untuk tetap di tempatnya.

"Aku yang akan mengejarnya." Eunji sudah berjalan menyusul Jiyeon sebelum Sungjong sempat melarangnya.

"Ya!"

Eunji mendengar seruan Sungjong yang keras tapi tak menggubrisnya. Saat ini hatinya sangat bahagia. Merupakan kesempatan emas baginya untuk menghina Jiyeon.

..............

"Jiyeon-ah!" panggilnya berusaha terdengar lembut hingga Jiyeon menghentikan jalannya. Eunji sedikit berlari untuk menghampiri Jiyeon. "Hai, aku sangat senang kau membuat pertunjukkan menarik tadi."

Jiyeon memandangnya dalam diam. Dalam hati dia tidak habis pikir kenapa Eunji senang sekali bila dirinya menderita seperti ini.

"Bagaimana keadaanmu? Oh ya ampun, maaf. Aku menanyakan sesuatu yang sudah terlihat jelas di wajahmu. Kenapa kau? Saat itu kau kau begitu percaya diri mengatakan kau tahu dia tidak menyukaimu tapi kau yakin dia namja yang baik. Ya... dia memang baik, sayangnya dia tidak menyisakan kebaikannya untukmu. Saat itu di gudang, sudah kubilang padamu tidak mungkin laki-laki populer mendekati kutu buku. Sudah jelas dia hanya mempermainkanmu." Eunji memandang Jiyeon sinis dari kepala sampai ujung jari kakinya. Gaun yang dipakai Jiyeon sangat menyita perhatiannya, dalam hati dia mengakui dengan malu. Tapi, bukan Eunji namanya bila dia tidak bisa mempertahankan citranya di depan Jiyeon, gadis itu berkata, "Bahkan walaupun kau berusaha tampil cantik. Tidak ada yang berubah, kutu buku tetaplah kutu buku. Walau memakai sayap angsa, orang-orang tahu bahwa kau adalah itik buruk rupa."

 

Eunji tersenyum penuh kemenangan sambil mengangkat gelas minuman yang dipegangnya di atas kepala Jiyeon. "Ini untuk Nana," katanya menuangkan isinya sampai habis pada Jiyeon.

Sudah berapa kali air mata Jiyeon menetes, tidak ada yang tahu. Menyadari bahwa Myungsoo memang mempermainkannya sudah membuatnya sakit, apalagi ditambah kenyataan bahwa tidak ada yang membelanya selain Hwayoung.. Seolah hanya gadis itulah peri diantara banyak siluman. Dan selainnya, tak ada lagi.

 

....

 

Saat ini juga, dia berencana membakar tempat itu beserta semua teman sekelasnya yang berani menertawakan Jiyeon. Hwayoung bertolak dari Sungjong, matanya mencari-cari Myungsoo namun nihil. Laki-laki itu sudah tidak ada di sana. Padahal dia ingin sekali menginjakkan high heels-nya pada wajah angkuh Myungsoo yang telah menyakiti Jiyeon. Juga yang telah membuatnya kesal setengah mati. Bukan hanya Jiyeon, bukan hanya teman-teman sekelasnya, tapi dia dan Sungjong yang bisa dibilang paling dekat dengan Myungsoo pun bingung. Dia sendiri percaya bahwa Myungsoo orang baik, apalagi dia adalah sahabat baik pacarnya. Tapi perlakuan Myungsoo tadi tidak bisa dimaafkan. Secara terang-terangan dia mengejek dan menghina Jiyeon. Diri Hwayoung diliputi rasa sesal, dia selalu mendukung Jiyeon untuk mendekati Myungsoo. Hari ini dia bahkan dia menyemangati Jiyeon untuk mengutarakan perasaannya. Dia melakukannya karena cukup yakin Myungsoo punya perasaan istimewa untuk Jiyeon. Tapi peristiwa barusan menunjukka anggapannya salah besar. Andai dia tidak terlambat mengetahui Myungsoo hanyalah namja kurang ajar, dia tidak akan pernah membuat Jiyeon mendekatinya bahkan untuk lebih dari dua meter.

 

 

박지연

Park Jiyeon

 

Dadaku terasa sangat sesak. Tidak ada yang bisa menggambarkan betapa terpukulnya aku sekarang. Aku terus berjalan dengan terpincang-pincang tanpa alas kaki. Sepasang sepatuku kupegang di tanganku. Tiba-tiba sepatu itu terasa sangat tidak pas dan tidak nyaman. Aku hanya berjalan tanpa tujuan yang pasti, pikiran yang pasti, ataupun perasaan yang pasti.

Langkahku berhenti dengan sendirinya. Mataku memandang ke depan. Di bawah jalanan sepi ini adalah sungai, di hadapanku terhampar pemandangan lampu-lampu yang bercahaya warna-warni yang memantul di permukaan air.

Buruk. Semuanya buruk sekarang.

Ponselku berbunyi, aku mengambilnya. Nama Hwayoung tertera di sana. Mataku kembali menitikkan air mata. Ingin sekali aku mengangkat telepon itu dan bilang bahwa aku sudah ada di rumah dan baik-baik saja. Aku tidak mau membuat Hwayoung khawatir tapi aku tidak bisa. Bahkan untuk berbicara saja aku sulit. Kuputuskan mematikan ponselku, aku tidak ingin berbicara dengan siapapun saat ini.

"Jangan-jangan karena kejadian itu, kau mengira aku suka padamu..?" 

"Jangan berkhayal, Park Jiyeon! Hanya karena aku sedikit baik padamu, kau merasa punya hak mendekatiku?"

Perkataannya masih berdengung di telingaku begitu jelas. Apapun yang terjadi hari ini, hal yang membuatku menangis.. jelas, ini karenaku sendiri.

"Ini salahku!" teriakku pada udara malam yang dingin. Sama sekali tidak peduli kalaupun ada orang lewat dan menganggapku gila.

"AKU SANGAT BODOH! AKU SALAH MENGIRA KAU BERADA DI PIHAKKU!! AKU SALAH MENGIRA KAU PEDULI PADAKU, KIM MYUNGSOO!!!"

Aku berteriak sangat keras sambil menangis sejadi-jadinya. Menyebut namanya membuatku merasa lebih terluka lagi. Begitu naifnya aku masih berani berharap perasaanku bisa terbalas olehnya. Aku juga salah.. bahwa aku punya teman-teman yang tulus. Mereka semua tidak bisa memberiku apa-apa selain ejekan. Mereka semua hanya bisa menertawakan diriku.

Aku memandang sepasang flat shoes berwarna putih yang kugenggam, yang kubeli bersama Hwayoung di mall. Saat itu aku terlalu bersemangat untuk pesta ulang tahun Myungsoo, karena Myungsoo mengundangku. Tapi, tahu bahwa Myungsoo hanya menjadikanku badut hiburan..

Berantakan. Semuanya berantakan sekarang.

Sekuat tenaga aku melemparkan sepasang sepatu itu ke sungai. Aku ingin sepatu itu pergi sejauh-jauhnya terbawa arus sungai. Lebih bagus lagi kalau sepatu itu sampai terkoyak-koyak dan rusak. Kalau saja aku cukup berani membuang diriku sendiri ke sungai, aku akan melakukannya. Aku tidak peduli, aku tidak mau peduli apa-apa lagi.

 

 

Author

 

"Hwayoung, tenanglah."

"Dia tidak mengangkat teleponnya, bagaimana bisa aku tenang?! Aku takut sesuatu terjadi padanya. Sungjong kau harus tahu, saat seorang gadis merasa sedih dan putus asa, dia bisa melakukan apa saja." Hwayoung terlihat sangat cemas. "Aku takut dia akan-"

Perkataan Hwayoung terhenti karena Sungjong menaruh jari telunjuknya di bibirnya. Laki-laki itu menatap Hwayoung serius. "Dengarkan aku." Sungjong memberi jeda diantara kalimatnya. "Mungkin Park Jiyeon terlihat lemah, tapi aku tahu dia adalah gadis yang kuat. Saat ini dia butuh waktu untuk menenangkan dirinya..."

 

...............

 

Jiyeon kembali berjalan, bahkan dia tidak bisa merasakan sakit di kakinya lagi, dia terlalu hancur di dalam. Dia mengusap pipinya yang basah dengan kasar. Tidak, jangan menangis terus, dia berkata pada dirinya sendiri. Tapi ternyata otaknya tidak mampu memerintah agar air matanya berhenti mengalir. Langkah kakinya semakin tidak beraturan. Tiba-tiba kepalanya terasa sangat pusing, tubuhnya terasa berat. Pandangannya mulai kabur. Jiyeon memandang sekeliling, semuanya buyar. Dia hanya bisa melihat samar-samar cahaya putih terang di depannya yang semakin terang dan terang. Tak lama kemudian dia ambruk di jalanan.

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
HyesunIm
I'll Show You ini di publish di wattpad juga ya, di akun @HyesunIm. Aku baru mau coba upload di sini.

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet