Yoon Jisung x Im Nayoung

101 things about us

“Kenapa?” Chungha tidak perlu menunggu Nayoung untuk menjelaskan ketika sang leader masuk kamar sambil menekuk bibirnya. Yang ditanya hanya menghela napas panjang sebelum menjatuhkan diri ke kasurnya.

 

Nayoung, yang terkenal dengan muka tanpa ekspresinya, tampak sangat kesal, memukul-mukul gemas bantal miliknya, Chungha sampai takut bantal itu akan melayang ke mukanya jika ia bertanya, “Aku kesal.”

 

“Kenapa lagi? Jisung oppa lagi?” Ding dong! Tampaknya tebakan Chungha benar, melihat Nayoung malah memicing kepadanya.

 

“Jangan sebut-sebut nama itu,” ujarnya galak. Chungha menghela napas panjang sebelum menaruh hapenya di meja sebelah ranjangnya.

 

Kalau sudah begini, berabe ceritanya.

 

“Kenapa lagi sih? Jisung oppa ngapain? Setauku dia ga ngapa-ngapain kamu kok?”

 

“Jangan ngebelain dia deh.” Nayoung malah tambah bete, “Kamu sama the beagles sama aja,” dengusnya sambil menarik selimutnya, tanda Nayoung mengakhiri pembicaraan satu arah mereka.

 

“Dasar,” gerutu Chungha perlahan sebelum dia memutuskan untuk keluar kamar, menghindari Nayoung marahnya kaya singa lagi PMS.

 

Di luar ternyata sama bikin pusingnya, Chungha membatin melihat keadaan dormnya yang berantakan. Setelah Produce 101 Season 2 berakhir dan Wanna One terbentuk, Chungha pikir keadaan akan makin membaik.

 

Sayangnya tidak.

 

YMC, management yang menangani grup mereka berdua, menilai bahwa sebagai nation sister-brother group pertama di South Korea, Wanna One dan IOI dapat disatukan di satu dorm.

 

Kenyataan tidak selamanya sebaik yang dipikirkan.

 

Well, sebenarnya tidak seburuk itu sih. Dormnya lebih besar dan lebih baik daripada apartment pertama yang IOI tempati, penjagaannya pun lebih ketat mengingat fangirls Wanna One mulai terbentuk. Dan sebenarnya, kamar mereka pun dibagi dua lantai, Wanna One menempati lantai pertama dan IOI girls menempati lantai atas. Mereka hanya memiliki dua ruang yang dipakai bersama untuk dua puluh dua orang, yaitu dapur dan juga ruang keluarga.

 

Tapi kedua ruang itulah awal dari semua kekacauan ini berada.

 

Ruang keluarga yang luar biasa berantakan dengan barang para member, bahkan Chungha pernah melihat boxer lelaki di atas sofa, entah milik siapa. Iih, membayangkannya pun Chungha jijik.

 

“Chungha-ya, ibu Jihoon mengirimkan ini untuk kita.” Seongwoo memanggilnya dari lantai bawah, sibuk mengunyah daging bersama Daniel, Sejeong, Guanlin dan Jaehwan.

 

“Cepetan turun, nanti keburu abis sama Daniel.” Sejeong menambahkan, nyengir ketika Daniel meliriknya sadis.

 

“Yang lain mana?” tanya Chungha saat ia duduk di depan TV, ikut bergabung dengan kuartet tadi.

 

“Tidur.” Seongwoo menjawab asal sambil mengucek matanya yang lelah. Wanna One baru saja memulai debutnya dan itu berarti schedule padat seharian, baik itu music shows maupun variety shows untuk mempromosikan grup mereka. Chungha jadi prihatin, apalagi setelah melihat Daniel mengunyah dengan mata setengah tertutup.

 

“Aku juga mau tidur,” gerutu Daniel sambil mengacak asal rambutnya. Hilang sudah, Kang Daniel, center Wanna One yang terkenal dengan keseksiannya di atas panggung, menjadi Kang Daniel, cowok berpenampilan acak-acakan dengan kaos hitam belel dan celana training pink yang Chungha yakini milik Jihoon. Terlihat dari sizenya yang kekecilan di Daniel, tapi Daniel tampak tidak peduli.

 

“Ya tidurlah sana.” Sejeong setengah mendorong tubuh besar Daniel yang makin lama makin condong ke arahnya, ke arah sebaliknya, membuat Jaehwan yang sedang duduk anteng sewot ketiban badan gede Daniel.

 

“Apaan sih?”

 

“Si Daniel tuh!” Sejeong membalas, tak terima disalahkan.

 

“Iya, iya, aku nyingkir.” Daniel menggerutu, menghempaskan badannya ke sofa panjang di belakang mereka.

 

“Di kamar lah, Niel,” tambah Sejeong, turut prihatin melihat badan gede Daniel harus tidur di sofa sempit.

 

“Kamar kamu, boleh?” Ujar Daniel tiba-tiba sambil nyengir jahil ke arah Sejeong.

 

Kalau yang digombalin cewek lain, mungkin mereka udah pingsan ngedengernya, tapi tidak dengan Sejeong yang memiliki julukan Ahjae Ya-Se.

 

“Jangan ah, malu loh kamar aku dibagi berlima. Banyak underage pula.” Balasnya sambil kedip-kedip manja yang membuat Seongwoo dan Jaehwan ingin muntah. Guanlin hanya ngakak melihatnya.

 

“Stop, Sejeong-ah.” Chungha menghentikan pembicaraan dengan rating kelewat tinggi ini. Sejeong memang sedikit mesum seperti om-om cocok sekali dengan Daniel yang suka gombal.

 

“Kasur lipat masih ada kan?” Tanya Seongwoo tiba-tiba, membuyarkan konsentrasi mereka yang tengah makan sambil nonton TV.

 

“Ada di gudang kayanya, kenapa?”

 

“Aku mau pake, ngantuk,” jelasnya sambil beranjak menuju gudang, mengambil kasur lipat yang dicarinya. Dahi Chungha semakin berkerut, melihat Seongwoo malah membawanya ke ruang keluarga.

 

“Kok ga dikamar?”

 

“Jisung hyung lagi pake sama cewek-cewek,” jawab Seongwoo sambil menguap, lalu berbalik dan tidur.

 

Melihat dahi Chungha yang berkerut mendengar jawaban Seongwoo, Guanlin menambahkan, “Kayanya cewek-cewek lagi pada curhat sama Jisung hyung.”

 

“Iya, mana ribut banget lagi.” Jaehwan menimpali, “Aku sampe ga bisa tidur,” tambahnya lagi.

 

Nah sekarang Chungha tau masalahnya.

 

---

“Chungha unnie!” Yoojung yang pertama melihat Chungha saat dia menyelinap masuk ke kamar Jisung, Seongwoo dan Daniel, menyambutnya dengan heboh. Tipikal the beagles, pikir Chungha.

 

Di situ ia menemukan Jisung, sebagai satu-satunya penyamun di sarang perawan (yah meskipun kamar itu punya Jisung juga sih), Doyeon, Yoojung, Yeonjung, Somi, Kyulkyung dan Sohye duduk melingkar di lantai sambil ngemil.

 

“Ayo unnie, gabung sama kita!”

 

Chungha hanya tertawa pelan, “Gak deh, aku cuman mau ambil selimut buat Seongwoo dan Daniel. Mereka tidur di luar, kasian.”

 

“Ya udah, nanti ke sini aja Unnie, kita ngegosip.” ajak Yoojung, “Si Doyeon lagi curhat tentang Seo-”

 

Belum sempat Yoojung selesai bicara, Doyeon sudah menutup mulutnya dengan rapat menggunakan tangannya.

 

“Aku tau kok, Seongwoo oppa kan?” Kata Chungha, nyengir sambil menutup pintu kamar Jisung sesudah mengambil selimut. Cewek-cewek langsung berteriak riuh sepeninggal Chungha, Chungha unnie is the best!

 

---

 

“Jadi gara-gara itu kamu sebel sama Jisung oppa?” Tanya Chungha tanpa tedeng aling-aling begitu dia masuk ke kamarnya. Nayoung, yang sedang main hp, langsung cemberut dan menutup mukanya dengan selimut.

 

“Nayoung-ah,” Chungha mendekati kasur Nayoung dan duduk di sebelahnya, “jangan kaya gini dong. Masa gara-gara Jisung oppa deket dengan the beagles, kamu jadi bete gini? Kekanakan tau ga.”

 

Nayoung malah mendengus mendengar perkataan Chungha, ia membuka selimutnya dan malah beranjak keluar dari kamar dengan langkah lebar.

 

“Aduh...” Chungha tidak ada pilihan lain selain mengikutinya.

 

Tanpa disangka, Nayoung malah turun tangga dengan cepat, membuat Chungha tergopoh-gopoh mengikuti langkah panjangnya. Matilah, batin Chungha merutuk saat ia melihat Nayoung membuka pintu kamar Jisung dengan kasar.

 

“Unnie!” Doyeon yang belum menyadari gelapnya aura Im Nayoung saat ini, menyapanya dengan senyum yang lebar.

 

“Duduk sini, Nayoung unnie.” Kata Kyulkyung sambil menepuk tempat di sebelahnya, “tadi Jisung oppa lagi cerita-”

 

“Kalian tau ga sekarang jam berapa?” Suara Nayoung yang tiba-tiba dingin membuat suasana di kamar Jisung menjadi sunyi senyap, semua menatapnya dengan takut, termasuk Jisung.

 

Suara Nayoung yang keras memancing perhatian para member, para penghuni kamar-kamar lantai satu pun mulai menampakkan batang hidungnya, walaupun tidak ada yang berani untuk menghentikan kemarahan Nayoung. Dasar, cowok-cowok ga berguna, Chungha merutuk dalam hati. Ia pun tidak berani untuk menghentikan Nayoung saat ini, salah-salah ia bisa kena batunya.

 

“Kita punya schedule yang padat besok, kalian tau kan?” Nayoung menambahkan dengan suara yang tertahan, “sebaiknya kalian tidur atau jangan mengganggu orang yang sedang tidur!”

 

“Ini kan baru jam delapan,” cicit Yoojung, berusaha membalas tapi terlalu takut menghadapi Nayoung.

 

Jisung, yang sedari tadi mengamati situasi, menyadari bahwa ia harus menengahi para gadis yang tampaknya sedang PMS ini.

 

“Sudah, sudah, yuk kita makan terus kita tidur? Supaya kita bisa bangun pagi besok.” Dia berkata dengan kalem.

 

Tapi tampaknya hal itu tidak memuaskan hati Nayoung, dia malah memicing dan mengalihkan target kemarahannya kepada Jisung.

 

“Oppa licik juga ya, sengaja pura-pura baik di depan IOI members untuk menjatuhkanku?”

 

“Unnie, stop it!” Somi menyela, “ini sebabnya aku lebih suka ngobrol sama Jisung oppa, unnie terlalu kaku!”

 

“Jeon Somi!”

 

“Sudah cukup!”

 

Sejeong yang tidak tahan melihat pertengkaran para anggotanya, dengan langkah lebar dan tegas, melewati ruang keluarga dalam sekejap dan menarik Nayoung keluar dari kamar Jisung.

 

“Kamu kenapa sih, Im Nayoung?!” ujarnya sambil menggoyangkan bahu Nayoung, seakan ia bisa menyadarkan Nayoung saat ini juga, “Jangan membuat keributan di dorm, semua orang bisa melihat.” katanya sambil menunjuk ke arah para penghuni rumah yang terbangun akibat keributan tadi.

 

Nayoung mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya dan didapatinya tatapan takut maupun bingung dari para IOI dan Wanna One members. Seakan tersadar, Nayoung langsung mendorong bahu Sejeong menjauh dan lari ke lantai atas menuju kamarnya.

 

Sejeong hanya mendesah pasrah, “Mina, hari ini kau tidur di kamarku saja. Aku dan Chungha harus bicara pada Nayoung unnie.”

 

Mina langsung mengangguk mantap sedangkan Chungha hanya bisa melotot.

 

“Aku juga?”

 

---

 

Iya, Chungha juga.

 

Saat ia dan Sejeong kembali ke kamar, Nayoung mengunci pintunya dari dalam. Beruntung manager unnie selalu meninggalkan satu set kunci lainnya setelah kejadian Seongwoo, Sungwoon dan Jaehwan yang terkunci di dalam kamar saat sedang main petak umpet (mereka syuting Wanna One Go saat itu, tapi memang mereka sering random seperti itu kok)

 

Nayoung sedang tiduran di ranjangnya dan dilihat dari bahunya yang bergetar, ia sedang menangis walaupun tanpa suara.

 

“Nayoung-ah.”

 

“Aku mempermalukan diriku sendiri kan?” balasnya sedih, sebagian suaranya teredam oleh bantal yang digunakannya.

 

Chungha baru akan menyanggah pernyataan tersebut ketika Sejeong membalasnya dengan tegas, “Iya.”

 

Chungha melotot mendengarnya, Sejeong memang kadang-kadang terlalu blak-blakan.

 

“Unnie.” Biasanya Sejeong dan Chungha tidak menggunakan panggilan unnie untuk Nayoung dikarenakan perbedaan umur mereka yang tipis, namun di saat panggilan tersebut digunakan, pasti ada yang ingin mereka bicarakan secara serius.

 

Nayoung akhirnya mengangkat wajahnya dari bantal, rambut super kusut oleh air mata dan muka yang masih disembunyikan, namun Chungha tau, Nayoung sudah lebih tenang dari sebelumnya.

 

“Unnie, aku tau kamu cemburu karena para members lebih dekat dengan Jisung oppa akhir-akhir ini kan?”

 

Bam! Chungha menoleh tidak percaya, sebegitu mudahnya kah Sejeong membaca Nayoung, sedangkan ia perlu waktu cukup lama untuk mengerti ketidaksukaan Nayoung pada Jisung.

 

Nayoung hanya diam tanpa membela diri, dan itu berarti apa yang dikatakan Sejeong benar.

 

“Unnie,” Sejeong bergerak duduk mendekati Nayoung, meraih tangannya dan menaruhnya dalam genggamannya, “Somi salah telah mengatakan hal yang menyakitkan itu kepadamu, tapi bukan berarti itu semua salahnya kan?”

 

“Aku tahu.” Balas Nayoung pasrah, “Aku yang kekanakan. Aku akan minta maaf kepada mereka.”

 

“Dan pada Jisung oppa juga?” desak Sejeong.

 

Chungha hanya bisa melirik kedua teman segrupnya itu dengan sangsi, kebencian Nayoung pada Jisung sudah di ubun-ubun, apa mungkin ia bisa minta maaf pada leader Wanna One tersebut?

 

“Akan kucoba.”

 

Balasan Nayoung membuat Sejeong tersenyum lebar meskipun tidak terdengar meyakinkan, Chungha sampai merasa harus mengecek telinganya saat ini.

 

“Ini baru Nayoung Unnie, leader kami!”

---

 

Kalau kalian mengira hal yang terburuk telah terjadi, kalian salah besar. Keesokan harinya sungguh amat buruk.

 

Somi dan para maknaes lain terkesan menjaga jarak dengan Nayoung, well Chungha bisa mengerti sih, ia pun takut melihat Nayoung marah kemarin, lebih baik memberikannya waktu untuk sendiri.

 

Hanya saja mereka bekerja dalam tim, dan suasana seperti itu sungguh tidak amat menyenangkan. Sejeong dan Chungha berusaha untuk membuat suasana lebih baik, namun tampaknya tidak berhasil.

 

“Kalian kenapa sih?” gerutu Park Jinyoung saat mereka sedang berada di ruang rekaman untuk recording lagu terbaru mereka. Karena hubungan antar member sedang buruk, rekaman pun tidak berjalan dengan baik.

 

“Kalian sedang ada masalah kan?” tambahnya lagi. Park Jinyoung sudah ahli dalam mendeteksi hal-hal semacam ini, dia adalah producer beberapa girl group ternama di South Korea, tentu saja ia dapat merasakan ketegangan di antara member IOI.

 

Para member hanya dapat menunduk kebawah, menghindari tatapan tajam JYP sambil bergumam minta maaf.

 

“Dengar, masalah apapun harus cepat diselesaikan. Apalagi kalian bekerja sama di dalam grup. Kalian akan merusak tim kalian sendiri kalau begini terus.”

 

JYP menghela nafas panjang, “Rekaman kita sampai disini dulu. Kalian bisa gunakan ruangan ini untuk menyelesaikan perdebatan kalian. Dan aku harap kita bisa rekaman lagi besok dalam keadaan yang lebih baik.”

 

Setelah itu JYP pergi dari ruangan tersebut, meninggalkan para IOI members dalam diam, termenung dengan pikirannya masing-masing.

 

Chungha dan Sejeong hanya saling melirik, melemparkan tanggung jawab untuk memecahkan keheningan yang super tidak nyaman ini.

 

Sejeong akhirnya mengalah, ia berdeham sesaat, “Seperti yang dikatakan JYP, sebaiknya kita menyelesaikan masalah yang kemarin.”

 

Semuanya melirik Sejeong dan Nayoung sebelum menundukkan kepala masing-masing. Nayoung dalam mode biasa saja terlihat menyeramkan, apalagi saat dia marah.

 

“Aku minta maaf.” Nayoung berkata pelan, namun cukup jelas untuk didengar semua orang dalam ruangan tersebut.


“Aku terlalu kekanakan atas tindakanku kemarin.” Dia menarik napas sejenak, “Aku hanya merasa bahwa kalian lebih menyukai Jisung-sshi ketimbang aku yang adalah leader kalian sendiri.”

 

“Dan aku tahu, aku memang kaku dan menyebalkan. Kalian pantas lebih memilih Jisung-sshi ketimbang aku.” Tambahnya lagi, bibirnya sudah bergetar menahan tangis, namun ia memilih untuk memasang poker face andalannya.

 

“Tidak kok, Unnie.” Somi mengejutkan semua orang dengan terisak terlebih dahulu sambil memeluk Nayoung secara erat, “Aku minta maaf atas kata-kata kasarku kemarin. Aku sayang Nayoung Unnie.”

 

“Aku juga, Unnie.” Kyulkyung menambahkan, satu persatu mulai memeluk Nayoung dengan erat, membentuk sebuah group hug.

 

“Unnie adalah leader kami yang terbaik, mana mungkin kami mau mengganti Nayoung Unnie?” kata Yoojung yang sudah menangis keras, ia memang sedikit cengeng ketimbang yang lain.

 

“Aku yang paling sayang Nayoung Unnie!” Doyeon menambahkan.

 

“Aku bilangin Seongwoo oppa ah.” balas Yeonjung jahil sambil mengerling ke arah Doyeon.

 

“Eh sialan!”

---

 

Nayoung bergerak gelisah di atas tempat tidurnya, Chungha dan Mina sudah tidur lebih dahulu dan ia harus berhati-hati untuk tidak membangunkan teman sekamarnya.

 

Satu masalah memang sudah terselesaikan, namun masih ada yang belum Nayoung bereskan. Soal Yoon Jisung, ia mendesah tertahan, tampaknya ia tidak akan bisa tidur sebelum bicara pada leader Wanna One tersebut.

 

Ia meraih teleponnya, menelusuri kontak di Kakaotalknya sebelum menyadari bahwa ia tidak memiliki kontak pria tersebut. Untunglah ada grup chat IOI-WANNAONE yang selalu ia matikan notifikasinya tersebut.

 

Tentu saja ia matikan, hampir setiap detik ada obrolan tidak penting di grup tersebut. Mulai dari requestan Daniel yang minta tolong dibelikan semprotan serangga karena di kamarnya ada kecoak hingga jeritan minta tolong Sungwoon yang seringkali terkunci di luar dorm akibat pulang terlalu malam. Belum lagi stiker-stiker absurd yang dikirim Somi dan Sejeong.

 

Ia menelusuri anggota di grup chat tersebut sebelum jarinya berhenti di sebuah nama.

 

Yoon Jisung.

 

Nayoung menarik nafas dalam sebelum menekan tombol add dengan cepat, ia terlalu takut keberaniannya hilang apabila ia berpikir lebih lama lagi, dan mulai mengetik pesannya.

 

Im Nayoung

Sudah tidur?

 

Balasan Jisung super cepat, Nayoung sampai terlonjak mendengar handphonenya bergetar,  menandakan ada pesan masuk.

 

Yoon Jisung

Belum. Ada apa?

 

Nayoung menggigit pelan bibir bawahnya, ia tidak bisa mundur lagi sekarang. Tapi sebelum ia sempat membalas, Jisung mengirimkan pesan lagi.

 

Yoon Jisung

Ada masalah? Ada yang bisa kubantu?

 

Nayoung tertegun melihat pesan tersebut. Setelah kemarin ia maki-maki, Yoon Jisung masih mau membantunya?

 

Im Nayoung

Aku perlu bicara.

 

Well, tampaknya ia terdengar sangat bossy melalui pesan tersebut. Sebelum ia sempat meralat, status pesannya sudah berubah menjadi read. Duh, Yoon Jisung cepat sekali sih, gerutunya dalam hati.

 

Yoon Jisung

Oke. Aku tunggu di ruang keluarga ya.

 

---

 

Nayoung keluar kamar sepelan yang ia bisa. Ia beruntung sekamar dengan Chungha dan Mina yang tidak akan bangun walaupun ada gempa bumi.

 

Ia mendapati Jisung, sudah lengkap dengan piyama, tengah menunggunya di ruang keluarga. Lelaki tersebut tengah menikmati segelas minuman hangat dan menonton TV sambil menunggu Nayoung turun.

 

“Nayoung-sshi.”

 

Nayoung hanya bisa tersenyum kikuk saat Jisung menyapanya dengan formal, meskipun umur Nayoung jauh dibawahnya. Baru saat itu ia menyadari, ia tidak pernah bicara dengan Jisung secara personal. Well, itu salahnya juga sih, Nayoung lebih memilih menghindar daripada harus bicara pada co-leader nya tersebut.

 

“Kau mau coklat panas? Sudah aku siapkan.” tambah Jisung sambil menunjuk sebuah gelas lain yang ada di atas meja kopi mereka.

 

Kalau itu Nayoung yang dulu, mungkin ia akan curiga kalau Jisung akan meracuninya. Tapi sekarang, yang ada hanyalah rasa tidak enak hati sudah berprasangka buruk pada lelaki tersebut.

 

“Terima kasih.” Ujarnya pelan.

 

“Sama-sama.” Jisung hanya tersenyum simpul melihat Nayoung bergerak untuk meraih gelas yang sudah ia siapkan dan duduk di sebelahnya.

 

“Enak.”

 

“Ibu Seongwoo yang membawanya, katanya oleh-oleh dari kakaknya yang sedang belajar di New York.”

 

Nayoung hanya bisa manggut-manggut mendengar penjelasan Jisung. Susu coklatnya memang enak, namun bukan itu sebabnya ia ingin bicara pada Jisung.

 

“Jisung-sshi,” Nayoung tidak dapat menatap Jisung saat ini, hanya menaruh pandangannya pada mug berisi susu coklat yang dipegangnya, “aku mau minta maaf.”

 

“Hm? Untuk apa?”

 

Jawaban Jisung membuat Nayoung menoleh bingung, “Karena kejadian kemarin? Karena aku berlaku tidak sopan dan kekanakan?”

 

Jisung hanya tersenyum mendengar jawaban Nayoung, membuat Nayoung semakin kikuk.

 

“Aku hanya cemburu, karena akhir-akhir ini members IOI lebih dekat denganmu daripada aku leader mereka sendiri.”

 

Nayoung merasa pipinya memanas. Well, bahkan alasannya terdengar kekanakan di telinganya sendiri, tapi begitulah adanya. Sudah sampai di tahap ini, ia tidak bisa berbohong lagi.

 

“Aku rasa ada alasan lain kenapa kau tidak suka denganku.” Kata Jisung pelan. “Gara-gara Jonghyunnie kan?”

 

Jantung Nayoung serasa mau copot saat itu juga.
 

---

 

Nayoung merasa harapannya supaya Kim Jonghyun masuk ke Top 11 makin lama makin tipis mendengar satu persatu nama personel Wanna One dibacakan dan pupus sudah setelah nama Ha Sungwoon dibacakan sebagai member kesebelas Wanna One.

 

Kang Daniel, Park Jihoon, Lee Daehwi, Kim Jaehwan, Ong Seongwoo, Park Woojin, Hwang Minhyun dan Ha Sungwoon sudah pasti dapat dipastikan akan debut. Tinggal tersisa 3 spot lagi untuk diperebutkan.

 

Lai Guanlin dan Bae Jinyoung, meskipun melejit dengan visual mereka, mereka dapat membuktikan perkembangan mereka sepanjang acara dan meraih banyak suara dari nation producers.

 

Dan Nayoung berharap satu posisi lagi tersisa untuk Jonghyun, sahabatnya juga teman satu companynya. Ia pernah menjadi seorang leader dan Nayoung tahu, Jonghyun akan sangat cocok menjadi leader Wanna One.

 

Betapa kagetnya Nayoung saat Jonghyun gagal masuk ke Wanna One dan Yoon Jisung dipilih menjadi leader Wanna One.

 

Mungkin karena itu ia mulai membenci Yoon Jisung.

 

---

 

Melihat Nayoung yang tidak dapat menyanggah perkataannya membuat Jisung tersenyum kecut. Ia pun tahu, bahwa gadis itu merasa bahwa ia merebut posisi yang seharusnya Jonghyun miliki di Wanna One.

 

“Aku tahu aku tidak sebaik Jonghyun dalam memimpin dan aku minta maaf kalau aku menyinggung perasaanmu kemarin. Itu bukan maksudku.” tambahnya lagi, “Lagipula, para IOI members hanya dekat padaku karena mereka ingin mengorek informasi tentang para member Wanna One dan mungkin mereka merasa nyaman bicara padaku karena aku juga memiliki adik perempuan.”

 

“Bukan maksudku untuk menggantikanmu menjadi leader untuk IOI. Mereka membutuhkanmu, Nayoung-sshi.”

 

Nayoung hanya dapat tertegun mendengarkan ucapan Jisung, everything hits the spot perfectly, dan sejujurnya, Nayoung merasa sangat malu dengan dirinya saat ini. Bahkan Jisung pun sampai tahu ia sempat tidak menyukainya gara-gara Jonghyun.

 

“Maafkan aku.” Ia hanya bisa bergumam pelan sambil menghindari pandangan mata Jisung.

 

Yang ia dapatkan hanyalah elusan di puncak kepalanya. Nayoung mendongak dan mendapati Jisung sedang tersenyum lebar sambil mengusap kepalanya dengan tangannya yang hangat.

 

It’s okay.” balasnya ramah, “Jadi, kita bisa baikan kan? Wanna One dan IOI kan brother and sister group, aku harap kita bisa bekerja sama.” tawar Jisung lagi.

 

Nayoung hanya menatapnya dengan pandangan tidak terbaca membuat Jisung menarik kembali tangannya. Apa ia berbuat salah lagi?

 

Nayoung mengulurkan tangannya, “Aku juga akan membutuhkan bantuan untuk menangani keduapuluh bocah itu.”

 

Jisung hanya dapat tertawa pelan sebelum membalas jabatan tangan Nayoung dengan mantap.

 

“Senang dapat bekerja sama denganmu, Nayoung-sshi.”

 

Nayoung pun, untuk pertama kalinya, membiarkan dirinya tertawa di depan Yoon Jisung, “Likewise, oppa.”

 

Jisung hanya dapat tertegun melihat tawa Nayoung dan panggilan oppa dari seorang Im Nayoung terdengar sangat amat manis di telinganya.

 

Beberapa menit selanjutnya dihabiskan dengan mereka menonton TV sambil bergelung dibawah selimut yang dibawa Jisung sebelum Nayoung menguap.

 

“Tidurlah, kau lelah.” kata Jisung yang langsung diiyakan Nayoung, matanya sudah sangat amat lelah saat ini.

 

“Kalau oppa?”

 

“Aku akan tidur sebentar lagi.” balasnya, Nayoung hanya mengangguk asal.

 

Jisung baru akan fokus lagi pada acara TV yang ditontonnya saat Nayoung memanggilnya pelan.

 

“Hm?”

 

“Aku hanya ingin kau tahu.” ujarnya ragu-ragu dan Nayoung tampak sangat cute kalau sedang malu-malu begini.

 

“Kau adalah leader terbaik untuk Wanna One, bukan Jonghyun ataupun yang lain. Tapi seorang Yoon Jisung.” katanya mantap, membuat Jisung sampai tidak bisa berkata-kata,

 

“Itu saja, bye!” Nayoung langsung buru-buru lari ke lantai dua, tidak peduli dengan keributan yang ditimbulkannya, meninggalkan Jisung yang masih bengong mendengar pujian yang tidak disangkanya itu.

 

Sebuah kepala muncul dari balik salah satu pintu, membuat Jisung hampir jantungan. Duh, ga Nayoung, ga Park Woojin, kenapa sih semua orang senang membuat dirinya kaget seperti itu.

 

“Apaan sih hyung, ribut amat?” gerutu Woojin kesal karena terbangun oleh keributan barusan.

 

“Gak ada apa-apa, tidur sana.”

 

“Kalo gak ada apa-apa kenapa hyung senyam senyum begitu? Hei, aku lagi ngomong! Jangan tinggalkan aku! Dasar!”

---

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet