Gyu.. Saranghae

Gyu.. Saranghae..

Waktu berlalu bagai angin malam yang kini mengalun indah menerpa wajah tampan lelaki bernama Nam Woohyun yang kini tengah duduk manis di sebuah taman.

Taman yang berisikan kenangan2 indahnya dengan seseorang yang sangat dia cintai.. Seseorang yang sangat sangat dia rindukan.. 

Terbayang dalam benaknya lengkungan indah yang bertengger manis pada belahan bibir mungilnya. Kelopak mata yang terpejam kala satu kecupan sayang ia berikan tepat dikeningnya. 

Dia menginginkannya, amat menginginkannya.

Terbesit pula dalam benaknya senyum tulus yang terpaut ketika bibir ranum sang kekasih mengalunkan namanya, merengek hanya untuk mencuri perhatiannya.

Hanya pada Woohyun, tidak dengan yang lain!

'Hyunnie... Aku mencintaimu...' 

Membuat Woohyun, sang namja dengan segala beban yang dirasa, memejamkan mata kelamnya, Woohyun tak dapat lagi menahan sesak yang bergemuruh dalam dada. 

Kepingan moment bahagia yang sempat ia reguk bersama dengan sosok yang kini begitu dirindukannya. Memori cinta penuh suka cita, meski kenyataannya tersimpan duri dalam kesempurnaannya. 

*** Seoul, akhir September

Dering handphone menggema membangunkan paksa seseorang yang sedang berada dialam mimpi. Lengan panjangnya terulur meraih benda pengganggu itu.

"Hyunniee!"

Lengkingan teramat nyaring kembali mengejutkannya. Namja tampan itu seketika menjauhkan handphonenya, menyelematakan telinga dari ketulian.

"Woohyunniee~"

Rengekan manja yang amat ia kenal mengalun manis disebrang sana. Menghela nafas, Woohyun mulai bersuara.

"Ada apa Gyu?"

"Kau ada dimana?"

"Aku ada di... Ehn, ada perlu apa? Kau membutuhkan bantuanku hmm?"

"Janji kita kemarin lusa, kau melupakannya lagi?"

Tersedak salivanya sendiri, Woohyun terburu bangun dari ranjang yang tengah menopang tubuh gagahnya. Kilatan adegan mengantarkan ia pada janji pasti yang telah diucapkannya.

"Ah! Aku-"

"Sudah kuduga, kau pasti melupakannya"

"Gyuie..."

"Aku mengerti kesibukanmu"

"Apa kau masih berada disana sekarang?"

"Umm..."

"Tunggu aku ne? aku akan segera datang"

Menutup sambungan teleponu begitu saja, menyambar kemeja yang berada di sekitar ranjang, namja tampan itu kembali dikejutkan dengan belenggu lengan yang memeluk tubuhnya.

"Haruskah kau pergi, Hyun?"

Sisi wajah yang bersandar nyaman pada punggung lebar itu membuat gerak Woohyun terhenti seketika.

"Sunggyu sedang menungguku. Janjiku untuk menemaninya kubatalkan kemarin hanya untuk menghabiskan waktu denganmu"

Menghela nafas, sosok yang enggan melepas pelukannya pada tubuh tegap itu mulai mengendurkan rengkuhannya.

"Aku mengerti..."

***

Dibawah maple merah disebuah taman, namja cantik dengan surai kecoklatan itu terduduk seorang diri. Memejamkan kelopak mata, menyamankan diri dengan udara musim gugur yang datang sejak awal bulan ini.

Namja cantik itu, Kim Sunggyu, menggerakkan lengannya teramat pelan. Meremas dada, merasakan getar yang tersimpan didalamnya.

Seulas senyum lembut Sunggyu ketika telinga itu menangkap bayangan sosok yang amat dia cintai perlahan menghampirinya.

"Gyu..."

Satu kata manis terucap, berbarengan dengan tekanan lembut yang jatuh tepat di kening sang namja cantik.

Pelan, kelopak mata segaris Sunggyu terbuka, memandang sosok yang tengah ditunggunya.

"Kau datang?"

Mengerjab imut, Sunggyu berhambur pada bidangnya dada sang kekasih. Memekik senang tanpa adanya beban.

Selalu seperti ini, Woohyun sungguh hafal dengan sifat namja cantik dalam pelukannya ini. Tak menunggu lama bagi Sunggyu hingga pelukan balasan pun turut ia rasa.

"Bukankah aku sudah berjanji padamu hmm?"

Terkikik geli, Sunggyu sungguh menggilai namja tampan satu ini.

"Kau memang yang terbaik, aku mencintaimu Woohyunnie..."

Satu kalimat yang begitu sering Sunggyu ucap, tak sadar pada perubahan wajah pada sosok yang tengah mengusap punggungnya.

Jauh dalam dirinya, Woohyun merasa begitu hina dengan dirinya sendiri. Apa yang tersembunyi rapi hingga hari ini tak juga Sunggyu sadari. Tentang hati yang terbagi, tentang cinta yang yang tak hanya tertuju padanya.

Kepolosan Sunggyu, Woohyun gunakan untuk mengkhianati cinta suci yang sampai detik ini hanya menjadi miliknya. Woohyun tak menyadari, jerat cinta satu sosok lainnya sungguh membutakan mata. Menutup kenyataan yang menjadi realita bahwa ia telah mengikat benang merah dengan sosok pilihannya.

"Kita jadi jalan-jalan sekarang kan?"

"Ne, kemanapun kau pergi aku akan mengantarmu Gyu..."

Melangkah bersamaan, saling menautkan tangan, membelit jemari yang mengeratkan tautan hati. Mengukir kenangan indah bersama. Menyisakan satu bangku kosong diantara tawa penuh dusta.

***

Seiring musim berganti, goresan luka itu kian nyata

Satu, dua, tiga kali mencoba mengerti meski jeritan hati itu memaksanya untuk bertanya. Namun memilih untuk berjalan seolah tak terjadi apa-apa. 

"Tidak tersambung -lagi-?"

Mengukir senyum getir, Sunggyu mengangguk tanpa menatap sang penanya, menyibukkan diri dengan handphone yang terus ia pandangi.

"Sung-"

"Mungkin dia sedang sibuk, bukankah mahasiswa memang seperti itu? kau juga pernah mengalami saat-saat semacam itu bukan?" memotong kalimat begitu saja, Sunggyu seolah tak mau meracuni isi kepalanya dengan kata yang ia yakin akan membebani jiwa.

Namja cantik itu sungguh terlihat memaksakan diri. Menutup mata pada tatapan penuh kasih yang tertuju padanya.

"Iya... mungkin dia memang sedang sibuk"

Tak mau memperpanjang masalah, Dongwoo, tetangga yang merangkap sebagai sosok sahabat bagi Sunggyu menutup percakapan menyesakkan itu sampai disana. Memilih untuk membungkam bibirnya, tak ingin melihat sosok yang telah ia anggap sebagai saudara meratapi rumitnya liku cinta.

***

'Hyunnie, dua hari ini ponselmu tidak aktif. Apa kau sakit? Atau kau sedang sibuk dengan tugas kuliah? Kuharap jawaban kedua yang benar. Aku tidak mau melihatmu sakit. Hubungi aku jika memang kau membutuhkanku, katakan padaku jika kau sedang tidak enak badan. Jaga dirimu baik-baik, udara semakin dingin sekarang. Kurasa winter akan segera datang. Aku mencintaimu, Hyunnie ^^'

"Ini tengah malam Hyun, apa kau tidak bisa tidur?"

Memeluk pinggang si penerima pesan singkat itu, sosok cantik dalam buntalan selimut tebal itu kian merapatkan tubuhnya pada sosok tampan disampingnya.

"Hyun.. ada apa?"

"Sunggyu mencoba menghubungiku sejak dua hari yang lalu, dia mengirimiku pesan singkat setiap satu jam sekali"

Bergumam lesu, Woohyun memandang sayu gadget mahal dalam genggamannya. Terbayang seberapa cemas sang kekasih diluar sana. Keegoisan membuat ia melupakan kenyataan bahwa ada satu cinta yang harusnya ia jaga terlupakan begitu saja. Memilih untuk menggelung diri dalam pesona syetan memabukkan yang membentang sejauh langkah yang ia lakukan.

"Aku mencintaimu Hyun..."

"Aku mencintai kalian berdua"

"Kalau begitu berhenti bicara tentangnya saat kau sedang bersamaku!"

Menahan nafas yang mendadak sesak, Woohyun sadar akan tatapan mata penuh dengki yang terbaca disorot mata indah itu.

"Aku mengerti, maafkan aku... Myungsoo..."

Menarik tengkuk namja manis bernama Myungsoo itu, menyapu bibir tipis itu tanpa kata. Mengalihkan sakit yang Myungsoo rasa. Kembali bergumul pada nistanya cinta.

***

[new massage]

'Gyuie, maaf aku baru bisa membalas pesanmu. Ponselku rusak, aku juga disibukkan dengan tugas kampus. Bagaimana keadaanmu? Gunakan baju tebal, jaga tubuhmu tetap hangat. aku mencintaimu'

Hanya dengan pesan singkat semacam itu dadanya menghangat. Beban yang Sunggyu rasa menghilang begitu saja.

"Sudah selesai dengan tugasmu?"

Tepukan lembut yang mendarat tepat dikepala membuat namja polos itu sontak menoleh, mengembangkan senyum lima jari sembari menunjukkan pesan singkat yang baru saja ia resapi.

"Dia baru saja menghubungiku" ujarnya singkat penuh semangat.

Mengulas senyum tipis, Dongwoo menyodorkan mug berisi coklat panas pada namja cantik dihadapannya.

"Hangatkan dulu badanmu"

"Gomawo Dongwoo-ah"

Mengulas senyum, usapan lembut pada surai halusnya kembali Sunggyu rasa.

"Seharusnya kau belajar yang benar dulu, jadi tak perlu terpisah dari kekasihmu hanya karena perbedaan universitas seperti ini kan?"

"Huumm... aku tak sepintar kalian yang bisa dengan mudahnya memasuki Seoul University hanya dengan menjentikkan jari"

Terekeh geli, Dongwoo tak memiliki maksud sedikitpun menertawakan kadar otak yang Sunggyu miliki. Hanya saja, melihatnya mendesah kesal dengan mimik wajah semacam itu membuat namja tampan satu itu tak tahan untuk tidak kembali menjulurkan lengannya.

"Berhenti mengacak rambutku Dongwoo-ah!"

"Hahahahahaa..."

[Seoul, awal Desember]

"Jadi kau sibuk?"

"Ne..."

"Baiklah, aku mengerti. Lanjutkan saja tugas yang sedang kau kerjakan. Aku mencintaimu Hyunnie..."

"Aku tahu..."

Menghela nafas berat, Sunggyu menyimpan kembali handphone dalam kantung celana yang dikenakannya. Menatap cakrawala dengan gores awan yang indah di depan mata, namja cantik itu tak menyadari pandangan sang tetangga yang tengah menatapnya dari seberang balkon kamar nya itu.

"Sunggyu-ah!"

Satu panggilan lantang mampu mebuatnya Sunggyu mengerjabkan bola mata kala lengan kekar Dongwoo melambai pada sosoknya.

"Apa yang sedang kau lakukan disana hah? Kau bisa masuk angin"

Menggeleng samar, namja cantik itu turut memekik nyaring. "Kau sibuk tidak? Mau menemaniku keluar?"

***

Mengeratkan mantel tebal yang melekat ditubuhnya, Dongwoo terkekeh ketika mendengar celoteh tak jelas yang Sunggyu katakan, membuatnya merasa berjalan dengan bocah tiga tahunan yang lebih pantas berada dalam gendongan.

"Aku jadi merasa bersalah pada Woohyun"

Satu point yang keluar dari bibir Sunggyu merebut perhatian Dongwoo.

"Kenapa?" tanyanya.

"Lagi-lagi aku mengganggunya dengan permintaan konyolku" menghela nafas ringan, namja cantik itu mulai memainkan jemari. 

"Aku meminta untuk bertemu, rasanya sudah begitu lama kami tak bertatap muka. Disini seperti ada yang hilang, hampa sekali" Sunggyu bergumam dalam kesendirian, tanpa sadar ada sosok lain disama.

"Aku merindukannya, sangat merindukannya..."

Menatap sendu paras cantik itu, lengan Dongwoo bergerak maju. Menepuk kepala sang namja manis itu, hingga bola mata sipit itu balas menatapnya.

"A-ahh! Sebenarnya aku ingin menanyakan satu hal penting padanya. Aku bingung mau memberinya apa di hari natal nanti. Bukankah lebih mudah menanyakan apa maunya? Tapi kami malah tidak bisa bertemu, hanya itu saja sih... hehehe..."

Dongwoo tahu, tawa riang & senyuman itu palsu. Namun ia tak mampu melakukan sesuatu, takut melukai hati namja cantik itu.

"Kau sudah menjadi anak baik akhir-akhir ini. Aku akan mentraktirmu nanti"

"Jinjja?"

Bunyi lonceng menggema. Dengan tatapan penuh keingin tahuan namja cantik itu melongokkan kepala, menyapu sudut cafe yang hendak disinggahinya.

"Masuk saja, jangan mematung diambang pintu seperti ini"

Mengukir senyum polos, Sunggyu tak keberatan kala jemari hangat Dongwoo menggenggam pergelangan lengannya. Menarik lembut namja cantik itu mengikuti kemana ia pergi.

"Hyunnie..."

"Kita duduk disana Sunggyu-ya, kau tidak lihat sudut itu sudah penuh humm?"

"Woohyunnie..."

Menghentikan langkah kaki, Dongwoo tampak dikejutkan dengan gumam perkataan namja cantik disampingnya. Mengikuti arah pandang kosong Sunggyu dan menajamkan sorot matanya ketika mendapati kedua sosok yang cukup dikenalnya.

Melepas genggaman tangan, jari-jari panjang Dongwoo kini mengait erat pada jemari kaku namja cantik itu.

"Kita duduk dengan mereka saja ya?"

Pertanyaan yang lebih cocok disebut sebagai pernyataan menarik paksa jiwa Sunggyu kembali pada kenyataan.

"Ayo, sapa kekasihmu itu"

"A-ahm... ne..."

Melangkah menghampiri meja yang hendak dituju, Dongwoo sengaja mengeratkan belitan jemari keduanya.

"Woohyunie" sela Sunggyu menginterupsi percakapan sang subjek panggilan.

Namja tampan itu menoleh, terkejut dengan kemunculan sang kekasih yang tak diharapkan kedatangannya.

"Gyuie..."

"Ada Myungsoo-ssi juga..." mengulas senyum lembut, sekilas menundukkan kepala sebagai tanda penghormatannya pada sosok yang dikenalnya.

Tentu Sunggyyu mengenal namja itu, dia teman baik Woohyun sejak kecil, tak hanya sekali ini saja mereka bertatap muka.

"A-Annyeong Sunggyu ssi..."

"Kami tadi mengerjakan tugas bersama" ujar Woohyun tiba-tiba. Melirik pada Myungsoo yang mengangguk setelahnya.

"Uum..." merespon kalimat itu hanya dengan anggukan kepala, Sunggyu menyadari tatapan tajam sang kekasih yang tengah memandang tautan jemarinya.

"Aku meminta Dongwoo menemaniku jalan-jalan tadi, hehehe... iyakan Dongwoo-ah?"

"Hnn..." menanggapinya hanya dengan deheman singkat, pemuda tampan itu menghela nafas diam-diam kala jemari Sunggyu terlepas perlahan.

"Kemarilah Chagiya, duduk dekat denganku"

Memandang lengan kekar yang terulur padanya, Sunggyu menarik sudut bibirnya sembari menerima uluran tangan itu.

***

Suasana natal mulai datang yang tergambar indah di kelamnya malam kota Seoul hari ini.

Sunggyu sangat menyukai suasana natal yang begitu menyenangkan sehingga tidak mempedulikan dinginnya malam, Sunggyu tetap memilih keluar untuk menemukan satu barang yang akan ia berikan pada kekasih tercintanya.

Mengusap kedua telapak tangannya yang membiru, bibir mungil itu berulang kali mencoba menghangatkan jemari. Berjalan seorang diri ditengah keramaian kota. Bola matanya bergerak aktif, melemparkan tatap mata pada jajaran pertokoan yang menggila.

Kini senyum terlukis di bibir mungil, sesekali melirik kantung tas yang tengah ia bawa. Namja cantik itu berhasil menemukan kado yang ia harap dapat menyenangkan hati kekasih tercintanya.

Menengadah, menatap pekatnya langit malam, melawan butiran salju Sunggyu lakukan dengan senang hati karena ia sangat menyukai indahnya langit malam.

Tak lama, namja cantik itu dikejutkan dengan senggolan bahu sang pengguna jalan lainnya.

Kantung tas yang ia bawa terhempas begitu saja. Memekik tertahan, dan langsung membungkuk cepat, menyambar kantung tas itu mengoyak isinya hati-hati, namun batinnya menghela nafas lega ketika hadiah yang hendak ia berikan pada sosok tercinta tak terbelah dua. Tergorespun tidak. Tetap terlihat indah dan mempesona.

Namun ketika hendak melangkahkan kaki, fokus mata itu justru jatuh pada satu titik tertentu. Mengerjab heran, senyum hangatnya perlahan memudar.

Berdiri mematung didepan kaca toko yang teramat terang. Sunggyu sungguh tak percaya pada apa yang tengah terjadi didepan mata. Sosok yang amat ia kenal, sosok yang mengisi seluruh hatinya.

Tak mungkin salah dalam mengenali, Sunggyu tak sanggup melontarkan kata, menelan pekik kecewa. Merasakan lembabnya sekat kaca, jemari itu seakan menyentuh nyatanya sang perusak cerita cinta.

Dan saat ia mengetahui kenyataan pahit ini, satu pertanyaan yang terbesit kian menyayat nadi. Seberapa lama ia dikhianati?

'Woohyunnie...'

Menggumamkan nama tanpa suara yang timbul bersamanya. Sunggyu tak kuasa melihat canda tawa yang Woohyun bagi dengan sosok lainnya. Tak seharusnya lengan kekar Woohyun memeluk pinggang sosok selain dirinya, tak seharusnya Woohyun membiarkan jemari busuk serangga pengganggu semacam itu menggelayut padanya, dan tak seharusnya mereka berbagi kecupan ditengah keramaian.

Kini Sunggyu paham, sentuhan hangat yang berbeda, tatapan lelah yang kerap tertuju padanya, dan ingkarnya janji yang tak tertepati. Kesemuanya menjadi jelas sampai pada titik ini. Sunggyu hanya tak pernah mengira, sosok semanis Myungsoo akan menguburnya dalam duka cinta.

Janji yang amat Sunggyu nanti, tak akan pernah terjadi. Mimpi maya tentang hidup bahagia dengan embel-embel selamanya luruh begitu saja.

Seakan dunia berhenti berputar. Mata yang membelalak lebar, bibir yang terbuka tak percaya. Sunggyu tahu kepanikan namja tampan satu itu kala pandangan mereka tak sengaja saling bertemu.

Membuat satu sosok cantik lainnya turut memandang kearah Sunggyu. Myungsoo, tak percaya pengkhianatannya akan terkuak detik itu juga. Manik matanya mulai berkaca-kaca, bergelut dengan ketakutan yang kini ia rasakan. Terlebih cara pandang Sunggyu yang begitu berbeda dari biasanya.

Dalam satu sisi Woohyun tak mungkin menyangkal moment yang telah terjadi. Tak mampu berbuat banyak, lengan kekar yang sedari tadi merengkuh pinggang Myungsoo kini terkulai. Woohyun tak tahu harus berbuat apa. Hanya mematung sama seperti saat pertama kali pandangan keduanya saling bertemu.

Hanya sekat kaca, hanya satu penghalang tembus pandang yang memisahkan keduanya dalam sisi yang berbeda. Woohyun merutuki kepengecutan diri. Membiarkan namja sepolos Sunggyu tampak begitu menyedihkan dalam kesendirian.

Sunggyu sendiri tak tahan berlama-lama beradu tatapan dengannya. Dadanya begitu sesak hanya dengan melihat sosok yang begitu dipercaya telah mengkhianatinya. Segalanya terasa hampa. 

Bendungan butiran air mata penuh luka telah bersatu dengan butiran salju dari angkasa. Meski tak bersuara, kepiluannya terasa begitu menyayat jiwa. Tak terpikirkan sebelumnya, bibir tipis itu mampu mengukir senyum getir dengan makna yang begitu kentara.

Woohyun tak percaya Sunggyu sanggup melakukannya. Namja tampan itu kian dibekukan hanya dengan lengkungan bibir sang kekasih yang tampak begitu tulus, penuh kepasrahan, dan lampiran maaf yang tak tersampaikan. Memandang dirinya dan Myungsoo bergantian, menundukkan kepala ringan, meski sudah tergores jelas dihati.

Luka yang ada tak membuat Sunggyu kehilangan moralnya, bukannya memekik tak terima, menghantam rahang sempurna itu dengan pukulannya, Sunggyu justru menempatkan diri dengan ketulusan hati.

Dunia maya yang tercipta untuk ketiganya hancur tatkala pejalan kaki kembali membuat Sunggyu melepas genggaman pada barang bawaan. Membuat kantung miliknya terhempas ditepi jalan. Menahan nafas, namja cantik itu melebarkan kelopak mata tatkala bola bening sekepal tangan yang mati-matian ia jaga menggelinding. Tanpa memperdulikan apapun Sunggyu melangkah pasti menunju bola tersebut.

Menyadari kemana lari namja cantik itu, dari dalam toko yang penuh dengan kado Woohyun memekik nyaring. Membawa kedua kakinya berlari menembus lautan manusia yang tak dikenalnya. Meninggalkan begitu saja Myungsoo yang tak dapat berbuat apa-apa. Terbesit pemikiran menakutkan yang melintas dalam benak keduanya.

Ketika butir salju mengotori surai gelap itu, satu lengkingan yang teramat menyedihkan merajai malam.

"GYUIIEE...!"

Satu detik, hanya satu detik sang pereguk kematian memberi kesempatan Woohyun menerima balas tatap sang namja berurai air mata. Satu detik setelahnya, tubuh Sunggyu terhantam satu dari jejaran kendaraan yang berlalu lalang dijalanan.

Namja cantik itu, Kim Sunggyu, menutup mata ketika tubuhnya terhempas memberikan rasa sakit yang ia yakini dapat mengakhiri hidupnya. Mungkin ini terlampau cepat, ia masih begitu muda, namun melihat apa yang ia yakini selama ini hanyalah semu semata, jauh dalam hati ia sendiri merelakan ajal menjemputnya.

Pekik ketakutan sang pengguna jalan menciptakan bising tersendiri.

Menghembuskan nafas untuk yang terakhir kali, jemari yang menggenggam bola kristal indah itu terkulai tak berdaya. Lepas dari jeratnya, beningnya sang bola kaca kini membentur ujung sepatu sosok tampan yang membeku tak jauh dari raga itu.

Menghampiri dengan langkah berat, mata penuh pesona Woohyun tak lagi berpijar. Menjatuhkan diri pada aspal jalanan, tubuh tegap pemuda itu bergetar tatkala jemari panjangnya terulur perlahan, menyingkirkan tebah salju yang mengotori paras ayu namja cantik itu.

"Ambulance! Tolong panggilkan ambulance!" memandang nyalang puluhan sosok yang mengitari keduanya, Woohyun meminta dengan memekik keras.

Beberapa orang segera sibuk dengan ponselnya, turut membantu meski itu tak kan mengubah jalan cerita yang tergaris dengan sempurna. Takdir, tentang kehidupan, dan kematian.

"Gyu... maafkan aku" gumam Woohyun lirih. Merengkuh raga tak bernyawa itu dalam dekapnya.

"Jangan! Jangan memaafkanku! Kau boleh membenciku, kau boleh memukulku, kau boleh membunuhku, tapi aku mohon... buka matamu... buka matamu dan katakan apa maumu. Gyu... Gyu... aku mohon... aku mohon... buka matamu... buka... BUKA MATAMU SEKARANG JUGA!"

Genangan merah menyala dengan background tumpukan salju basah yang tengah dipijaknya, kelopak mata yang terpejam dengan damainya, dan tubuh pucat bersimbah darah yang tak merespon meski guncangan kuat disertai sendunya pilu tengah mencoba membangunkannya, cukup membuat nalar sekumpulan manusia itu paham pada apa yang terjadi didepan mata.

Tapi tidak bagi Woohyun, namja tampan itu berulang kali meneriakkan lantun nama sosok yang terkulai dalam dekapnya. Mengguncang raga sang penjemput ajal yang telah tergaris untuknya.

Diantara sendu pilu itu, Myungsoo berdiri dengan tatapan tak percaya. Turut terisak dengan derai penyesalan yang tak dapat ia utarakan. Segalanya terjadi begitu cepat. Bak flash sebuah kamera yang tertuju pada ketiganya. Kini meski namja cantik itu menyesali apa yang telah terjadi, sosok ceria Sunggyu yang telah ia khianati tak kan lagi mewarnai hari. Pemuda polos itu akan menjadi kenangan menyakitkan baginya, karena Myungsoo akan selalu teringat pengkhianatan yang telah ia lakukan. Dan ia tak kan pernah termaafkan untuk selamanya.

Butiran air mata yang bersatu dengan  butiran salju kini mengalir dengan derasnya di wajah lelah Woohyun yang tengah duduk menatap langit malam yang bersalju.

'Kau tahu kenapa Sunggyu memberimu bola kristal itu?'

Hening... bukannya menjawab, Woohyun justru semakin terisak.

'Woohyun itu seperti salju. Meskipun tak selamanya dia ada tiap waktu bersamaku, tapi kehadirannya sangat berarti bagiku. Layaknya salju yang hanya ada di musim dingin, yang tak menunjukkan eksistensinya dimusim lain. Ada kalanya dia terasa begitu dingin, tapi saat aku menyentuhnya, kebekuan itu akan mencair dengan sendirinya. Dia sangat mempesona, seperti salju ini. Iyakan Dongwoo-ah?'

Membuka kelopak mata, Dongwoo menatap tajam namja tampan disebelahnya.

'Snow globe itu kado natal untukmu, dia bilang ingin memberimu sesuatu yang mencerminkan dirimu baginya. Hanya itu yang perlu kau tahu. Aku tak akan menyalahkanmu, meskipun sesungguhnya aku begitu ingin membunuhmu. Jangan kira karena aku diam, aku tak tahu apa yang kerap kau dan Myungsoo lakukan. Sekarang kalian berdua bebas melakukan apa yang kalian mau, berbahagialah dengan kenyataan itu'

Baitan kata itu masih memenuhi isi kepala Woohyun. Semakin menambah rasa penyesalan yang tak akan berujung. Andai saja waktu dapat diputar kembali Woohyun berjanji tak akan pernah mempermainkan dan menyi2akan cinta tulus yang ada di depan mata, berjanji tak kan pernah mereguk manisnya madu yang menyimpan racun mematikan bagi hidupnya.

Menghantam kepalan tangan itu tepat pada dada bidangnya, Woohyun mencoba mengurangi sesak yang memenuhi rongga dada. Namja tampan itu tak kuasa untuk tidak menangis tiap kali mengingat kenangan menyesakkan yang ia torehkan.

Satu tahun... satu tahun Woohyun hidup dalam kungkungan rasa bersalah teramat dalam. Dan kini saat tubuh itu tak lagi menginginkan apa yang ada didunia, bolehkah ia melakukannya?

Mengembangkan senyuman ditengah kegelapan malam, tempat yang ingin Woohyun datangi sudah didepan mata. Begitu sunyi dan sepi. Hanya remang lampu satu-satunya penerangan ditempat itu. 

"Gyu... Gyuie..."

Mengulas senyum lega. Menjatuhkan kedua lututnya begitu saja, namja tampan itu mengusap nisan yang berdiri kokoh dihadapannya, memperlakukan benda mati itu bak pahatan raga Sunggyu yang begitu dirindunya. Melengkungkan seulas senyum lega yang terbaur dengan duka, Woohyun mulai membuka bibir tebalnya.

"Gyu... apa kabarmu hmm?" hening sesaat, hanya sapuan angin malam yang menimpali racauan sang namja yang dirundung kegilaan.

"Kau baik-baik saja kan disana? Kau tega sekali meninggalkanku sendirian seperti ini" masih mengusap nisan bisu itu, Woohyun kian terisak kala kenangan menyenangkan lebih dari satu tahun silam berkelebat dihadapannya.

Cinta tanpa tipu daya.

"Kupikir Dia akan mengambilku sama seperti apa yang dilakukannya padamu" terkekeh miris.

Merengkuh batu nisan itu dalam dekapan, tangis yang tak tertahan menorehkan keputus-asaan dimalam yang kian mencekam.

"Aku sudah terlalu lama menunggu, aku tak kuat lagi... Gyu..." 

Woohyun tak sanggup lagi berkata-kata.. Tersedu... Membiarkan bulir air mata itu teresap butiran salju di wajah pucatnya.

Dibalik pekik tangis kesakitan penuh penyesalan tak ia suarakan, hanya satu tujuan yang Woohyun, Ia ingin melihatnya lagi.

"Bolehkan aku menjemputmu sekarang Gyu? Masih adakah tempat dihatimu untuk pria hina sepertiku? Apakah aku mendapat maaf darimu? Sudikah kau memberiku kesempatan kedua di keabadian sana?"

Mendengungkan gumaman dengan jawaban kosong.

Tak memperdulikan apa-apa. Dengan akal sehat yang sudah diambang batas, Woohyun mengais kantung celana, mengangkat tinggi benda berkilauan yang kini diganggamnya. Seolah menunjukkan pada angkasa, bahwa ia siap menebus dosa.

Sekali lagi bibir bekunya menyunggingkan senyuman, senyum sayu dengan gores bahagia yang setahun ini hilang dari hidupnya.

"Gyu... Aku datang..."

"Gyu... Saranghae..."

Tak ada lagi deretan kata penuh duka. Tak ada lagi isak tangis penuh luka. Malam yang penuh keheningan tampak begitu muram dengan alunan angin dingin. Menyaksikan kucuran darah yang mengalirkan kepedihan.

Kedipan lampu pemakaman seakan mengantarkan jiwa itu pada keabadian.

END

Akhirnya beres juga disela2 persiapan pesta perpisahan teman..

Dan maapkeun buat typo bertebaran dimana2..

Trus gomawo buat yang sudah sempetin baca..

Ditunggu comment ya..

Note : ide ceritanya dari teman yang bernama Sena, gomawo chinguya..

Love Trieriz

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
parkdaeun
#1
Sedih banget thorrr. Aaaaa. Author punya akun wattpad ya? Aku familiar sama cerita White lotus hehehehe.
ain112 #2
Chapter 1: Nusuk banget thor ceritanya... ku jadi ikut sedih... kasian banget... lebih sedih kstika kit membuat kesalahan tanpa ada pembalasan sehingga hanya ada kepedihan
prince_straw #3
Chapter 1: sedih banget T.T nangis bacanyaaaa~