drei.

What Are We?
Please Subscribe to read the full chapter

“Makan, Tar.” ujar Bintang yang kedengarannya lebih seperti memerintah membuat Attara yang masih celingukan tersentak kaget. Dipandangnya lelaki di depannya itu yang sedang mencuil-cuil daging ayam di tangannya menjadi potongan kecil-kecil. Karena gadis di hadapannya masih belum menyentuh piring plastik berwarna oranye depan matanya, Bintang mendorong piring itu menggunakan jari kelingkingnya agar posisinya lebih dekat ke Attara.

Attara pun semakin menatap Bintang dengan tatapannya bingungnya yang semenjak dari kampus sampai ke restoran—well, Attara sendiri tidak bisa menyebutnya sebagai restoran—tidak pernah meninggalkan wajahnya sekalipun. Ini adalah tempat makan lesehan yang tidak jauh dari kampusnya, membuat Attara merasa lega dan tidak percaya.

Dikiranya Bintang akan mengajaknya makan malam di tempat yang biasa lelaki itu kunjungi bersama teman-temannya. Setelah mengetahui bahwa mereka ternyata makan di tempat ini, Attara merasa beban di dalam pikirannya sedikit terangkat.

“I-iya, kak…” sahut Attara gugup, dibukanya daun pisang hijau yang membungkus bongkahan nasi putih di piringnya, jari-jari kecilnya mulai memijit-mijit sisi nasi yang terbentuk kotak itu agar menjadi lembek kembali. Tetapi tiba-tiba gadis itu menarik tangannya lagi, wajahnya seketika panik.

Bintang yang kala itu sedang mengunyah makanannya menatap gadis yang duduk di hadapannya bingung, lalu mendesah sedikit jengkel, “Kenapa lagi?” tanyanya gusar.

Attara mengangkat wajahnya dan di tangan kirinya sudah ada hand-sanitizer.

Bintang pun sekonyong-konyong berdecak.

“Cuma gara-gara itu?” Attara mengangguk polos.

“Maaf, kak,” kata Attara sambil nyengir tidak bersalah.

Kalau saja Bintang tidak kenal dengan gadis ini, mungkin ia sudah mengumpat saat ini. Tetapi begitu melihat cengiran Attara, Bintang melunak. Dan lagi-lagi, diusirnya perasaan itu jauh-jauh, lelaki itu berusaha agar tetap menunjukkan wajah datarnya di depan gadis itu. “Yaudah, makan lagi.” Bintang pun kembali memfokuskan perhatiannya ke piring yang isinya sudah setengah habis itu.

Dilihatnya lelaki di seberangnya mulai fokus dengan hidangannya lagi, Attara tidak bisa menahan senyumnya. Kebingungan yang memenuhi pikirannya sedari tadi perlahan-lahan mulai memudar, Attara tidak boleh melewatkan momen ini. Momen dimana Bintang—tidak secara harfiah—mengajaknya makan malam bersama (walaupun sedikit mengancam, sih.), momen dimana Bintang makan dengan lahap; tetapi tidak berantakan seperti cowok kebanyakan, dan momen dimana keduanya sibuk dengan pikirannya masing-masing seperti saat ini; diam tanpa suara, fokus dengan hidangannya masing-masing.

Attara menyuapkan nasi yang berada di genggaman jari-jarinya yang kecil, perlahan tapi pasti gadis itu juga mulai menikmati makanannya.

Sementara itu Bintang memerhatikan gerak-gerik Attara yang mulai menyantap makanannya dengan lahap lewat sudut matanya, senyumnya pun mau tak mau merekah, tetapi ia menyembunyikannya dengan menutupi bagian bawah wajahnya senatural mungkin agar Attara tidak melihatnya. Keduanya pun larut dalam senyuman mereka sendiri.

Malam semakin larut dan pengunjung yang datang semakin ramai, Attara dan Bintang yang sudah selesai makan memutuskan untuk tidak langsung pulang. Mereka perlahan-lahan mulai membuka diri masing-masing kepada lawan bicaranya, menertawakan pengunjung lain yang menurut mereka ada-ada saja kelakuannya atau menertawakan pengunjung yang memakai baju dengan motif atau model yang aneh. Pada saat itu Attara baru tahu dengan sifat asli Bintang yang periang—walaupun beberapa kali lelaki itu terlihat jutek dengan tampang sassy-nya. Pada malam itu, Bintang lah yang paling banyak tertawa.

Attara beberapa kali terhenti saat berbicara karena Bintang selalu menatapnya dengan sangat intens, seakan-akan ia tertarik dengan topik tersebut. Beberapa kali juga, mereka saling terdiam dan hanya menatap satu sama lain sampai salah satu dari mereka mengalihkan pandangannya.

Untuk kali ini, Bintang lah yang mengalihkan pandangannya.

“Pulang, yuk, Tar?”

------------------------------------------------

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet