Because It Was You

Description

Cinta ada karena terbiasa.. Junho dan Soeun tidak bisa mengelaknya...

 

g pandai bikin yag beginian...

Foreword

Tittle   : Because It Was You

Genre  : Romace & Drama

Rate    : T

Pair     : Lee Junho (2PM) >< Kim So Eun

Note    : FF ini terinspirasi dari dramanya Onnieku, Han Gain (Wicth Yoo Hee). Drama lama sih, tapi aku suka... :D Hope you all like it too.

 

 

Kim So Eun, dengan pakaiannya yang selalu formal, serius dan galak adalah seorang direktur di perusahaan periklanan. Walau pun dia baru berusia 24 tahun, namun pengalamannya tak usah di ragukan lagi. Akan tetapi, karena sikapnya yang dingin dan terkesan arogan, dia jadi sulit mendapatkan pendamping hidup. Bahkan para biro jodoh pun sampai bosan mencarikan seseorang untuk kencan dengannya.

            “Ayolah, bantu aku Lee Junho-ah,” pinta Jo Kwon memelas. Dia adalah salah satu pekerja di biro jodoh. “Aku bisa di pecat kalau tidak menemukan seseorang yang mau berkencan dengan si nenek lampir itu.”

            “Memangnya kenapa bisa begitu?” tanya Junho, prihatin juga melihat temannya nampak tersiksa.

            “Sikapnya itu loh...” keluh Jo Kwon. “Semua lelaki yang kencan dengannya pasti langsung taruma. Entah diapakan semua laki-laki itu...”

            Junho menganga.

            “Tidak!” putusnya tegas. “Lagi pula aku sudah punya Im Soo Hyang, buat apa aku mencari pacar lagi?!”

            “Hanya pura-pura, bodoh!” seru Jo Kwon kesal.

            “Tidak, terima kasih,” dan setelah itu Junho langsung lari keluar cafe.

            “Ck, asisten koki gila!” teriak Jo Kwon, membuat bebrapa pasang mata di cafe itu memperhatikannya. Jo Kwon yang di perhatikan seperti itu jadi salah tingkah, “Ah, mianhamnida.”

            Junho tersenyum iblis di luar cafe, saat dia akan melangkah, suara Jo Kwon terdengar nyaring.

            “LEE JUNHO-AH, SIAPA YANG AKAN MEMBAYAR MAKANAN INI???!”

 

***

 

“Kau kabur lagi ya?” Soo Hyang bertanya pada kekasihnya itu saat dia dan Junho sedang berada di taman.

            “Aku tak mau hanya jadi asisten,” kata Junho, melipat kedua tangannya di belakang kepala dan segera memejamkan matanya. “Aku ingin langsung jadi koki.”

            “Kau harus bersabar, Junho-ah,” nasehat gadis cantik itu. “Semuanya juga harus berawal dari nol dulu.”

            “Ah, sudahlah,” Junho berkata sebal, bangkit dari duduknya. “Kita pulang saja.”

            Soo Hyang hanya menghela nafas berat.

 

---

 

So Eun nampak kesal saat tadi dia bertemu direktur biro jodoh. Bagaimana bisa orang itu mengataiku seperti itu? Batin So Eun kesal. Dia langsung saja menancap gas, dan dia bertambah kesal saat ada sepasang kekasih yang nampak bergandengan tangan saat akan menyebrang. So Eun langsung menginjak gas sekencang mungkin.

            “Awas!” Junho segera menarik lengan Soo Hyang saat sebuah mobil meluncur ke arah mereka dengan cepat.

            “Apa-apaan mobil itu!” kesal Junho setelah mobil itu telah melewati mereka. “Kau tidak apa-apa?” tanyanya pada Soo Hyang yang nampak syok.

            “Aku tidak apa-apa,” gugup Soo Hyang, tubuhnya sedikit bergetar.

 

***

 

“Jadi kapan kau akan mengenalkan calon suamimu?” tanya Mr Kim pada putrinya, So Eun. Mereka kini berada di sebuah lestoran mewah, sengaja di pesan Mr Kim agar mereka bisa bicara sebebas mungkin. “Ayah sudah tua, perusahaan Ayah  butuh penerus.”

            “Aku masih muda, Ayah!” seru So Eun kesal, bagaimana mungin Ayahnya setiap hari menanyakan hal yang sama? Dia mendengus kesal.

            “Kalau begitu, tinggalkan perusahaanmu dan teruskan perusahaan Ayah,” putus Mr Kim tegas.

            “Aku tidak bisa,” ucap So Eun tak kalah tegas. “Ayah tahu sendiri betapa aku sangat mencintai pekerjaanku itu!”

            “Maka dari itu, cepatlah mencari pendamping hidup!” seru Mr Kim. “Ayah tunggu kabarmu dua minggu lagi.” Dan setelah itu, laki-laki tua itu beranjak pergi, meninggalkan So Eun yang terus mengumpat pelan.

 

---

 

“Jadi uang itu kau gunakan untuk kuliah perhotelan?” desis seorang Ibu tua. Seorang pemuda menatapnya takut.

            Junho mengangguk, “Iya, Bu,” jawabnya pelan.

            “Menjadi Dokter bukanlah cita-citaku, maka dari itu – “

            “LEE JUNHO-AH, KEMBALIKAN UANG ITU SEKARANG JUGA!” teriak Ny Lee murka.

            “Ta-tapi uangnya sudah aku gunakan setengahnya, Bu,” kata Junho takut-takut.

            “Ibu tidak mau tahu,” desis Ny Lee tajam. “KOSONGKAN TABUNGANMU SEKARANG JUGA!”

            Junho segera melesat dengan motornya, namun karena kurang berhati-hati dia menabrak sebuah mobil mercedes hitam hingga dia terjatuh kesamping.

            “Apa yang kau lakukan?!” seru So Eun saat keluar dari mobilnya yang kini nampak penyok di bagian pinggir mobil.

            Junho perlahan bangkit dan berjaln tertatih, mendekat ke arah So Eun.

            “Maafkan aku, Aggashi, aku benar-benar tidak sengaja,” ucap Junho, sedikit menunduk.

            “Sengaja atau tidak, kau tetap merusak mobilku!” seru So Eun marah. “Ganti 5 juta Won!”

            “Mwo!” Junho melotot tak percaya, meski tak berhasil karena matanya yang terlalu sipit. “5 juta Won? Mana saya punya uang sebanyak itu!”

            “Itu urusanmu!” sinis So Eun. Oke, selain jutek, galak, dan sinis, So Eun juga termasuk orang yang perhitungan. “Atau kalau tidak, aku akan laporkan kau ke kantor polisi.”

            “Mwo?” Junho benar-benar tak percaya. Apa gadis ini gila? Bisa-bisa dia di gantung oleh Ibunya karena masalah ini. Masalah uang kuliah saja masih belum kelar. Junho mengerang frustasi.

            “Tolonglah, Aggashi, jangan lakukan itu,” mohon Junho memelas.

 

***

 

Junho benar-benar sial, diusir Ibunya dan boleh kembali jika seudah mengembalikan sisa uangnya, di pecat di tempat kerja, dan kini dia harus menjadi pembantu di apartemen seorang gadis penyihir karena masalah tabrakan karena Junho tak bisa membayar ganti rugi.

            Junho meregangkan ototnya, menatap kesekeliling ruangan yang kini sudah mengkilap, dia pun segera berbaring di sofa, membiarkan matanya terpejam sejenak.

 

            Benarkah?

 

            Jam 10.35 PM, So Eun memasuki apartemennya. Dia nampak kaget karena lelaki yang menabrak mobilnya kemarin masih berada di tempatya.

            “Hey, bangun!” seru So Eun, meneloyor kepala Junho.

            “Ah, kau sudah pulang?” gumam Junho, lalu segera bangkit.

            “Cepat pulang,” perintah So Eun galak. Junho langsung lemas.

            “Biarkan aku tidur di sini malam ini saja,” pinta Junho, menempelkan kedua telapak tangannya di depan dada. “Ini sudah malam, aku tidak tahu harus tidur di mana.”

            “Kau kan punya rumah?” seru So Eun habis sabar. “Cepat pulang!”

            “Ibuku telah mengusirku,” rengek Junho. “Aku mohon So Eun-ssi.”

            So Eun menatap tajam Junho, namun kemudian dia pun berkata, “Baiklah. Jangan berbuat macam-macam.”

            “Terima kasih!”

 

***

 

“Aku dengar kau diusir Ibumu karena masalah uang kuliah?” kata Soo Hyang. Junho mengangguk.

            “Lalu sekarang kau tinggal di mana?” tanya gadis itu cemas.

            “Di rumah...” Junho nampak berpikir sebentar. “Di rumah Jo Kwon.”

            “Bukankah kontrakannya sangat kecil?” seru Soo Hyang. “Kalau kau mau, kau boleh tinggal di apartemenku.”

            “Tidak, Soo Hyang-ah,” tolak Junho. “Kau tahu Ibumu tidak terlalu menyukaiku.”

            “Tapi – “

            “Sudahlah, tidak apa-apa.”

 

***

 

So Eun nampak stres hari ini, tinggal satu minggu lagi dia harus memberikan keputusan pada Ayahnya. Tapi tak ada satu laki-laki pun yang dekat dengannya saat ini. Saat ini?

            So Eun melirik Junho yang tengah mengelap meja makan, dirinya nampak ragu, namun...

            “Junho-ssi, apa kau ingin hutangmu lunas?” tanya So Eun hati-hati.

            Junho refleks mendongak, “Tentu saja!”

            “Baiklah,” kata So Eun . “Tapi aku butuh bantuanmu.”

 

---

 

“Aku hanya akan berpura-pura menjadi pacarmu selama satu bulan, kan?” tanya Junho memastikan.

            So Eun mengangguk pasti.

            “Dan membantumu mencari pacar yang sesungguhnya?” tanya Junho lagi.

            “Ya.”

            “Baiklah,” putus Junho. “Sekarang kita hanya harus merubah penampilanmu saja.

            “Ben – “ So Eun melotot geram. “Apa maksudmu?”

            “Lihatlah penampilanmu!” seru Junho. “Kau selalu saja berpenampilan serius. Dan pakaian-pakaianmu itu sangat membosankan. Warnanya terlalu dominan, hitam-abu hitam-abu, pantas laki-laki tidak tertarik padamu.”

            “Jadi aku harus bagaimana?” kata So Eun sebal.

            “Tentu saja kau harus merubah semua itu,” kata Junho pasti. “Ayo, ini akan membutuhkan waktu yang sangat lama.”

            Junho membawa So Eun Ke salon, membuat rambut gadis itu jadi pendek sebahu, lalu mulai mendandaninya dengan warna make up yang cerah. Junho nampak puas, bahkan dia sempat terpesona.

            “Sunye Nuna, aku memang selalu bisa mengandalkanmu,” ucap Junho pada gadis yang telah me make over  So Eun.

            “Junho-ssi, aku merasa aneh dengan rambut pendek ini,” So Eun memegangi rambutnya, agak kagum juga karena dia telah berubah 360 derajat.

            Penampilan So Eun dulu sangatlah tidak menarik: rambut panjang yang selalu di ikat rapih, pakaian hitam dan jas  formal, sepatu high hitam, dan sebuah kacamata mins. Namun sekarang, rambutnya yang pendek dengan poni membuatnya nampak segar, make up yang cerah namun tidak terlalu tebal membuatnya semakin cantik. Bahkan pakaiannya pun lebih santai dengan warna-warna yang cantik. So Eun juga sudah tidak mengenakan kacamata lagi, dia memakai kontak lens berwarna coklat cerah – Junho yang memilihkan.

            “Tidak kok, kau nampak cantik sekarang.”

            “Eh?” So Eun agak kaget, namun kemudian mengulum senyum.

            “Wah, aku tidak pernah melihatmu tersenyum,” kata Junho. “Teruslah tersenyum, itu akan lebih baik.”

            Besoknya, junho pun langsung mengajari  So Eun bagaimana menjadi wanita yang nampak menarik, dia juga memberi tahu laki-laki yang baik itu seperti apa.

            “Pacar yang baik itu selalu ingin membuat kekasihnya senang,” jelas Junho. “Dan aku, selama satu bulan ini akan menunjukannya lewat sikapku, walau hanya sebagai pacar pura-pura.”

            So Eunhanya mengangguk nurut.

            “Nah, ayo kita ke taman bermain!” seru Junho, lalu menggenggam lengan So Eun mesra.

            “M-mwo?” So Eun bukan kaget karena tiba-tiba di ajak ke taman bermain, dia kaget karena Junho tiba-tiba menggenggam lengannya.

            Mereka kemudian bersenang-senang, dan selama di sana Junho tak pernah sekali pun melepaskan genggamannya, kecuali saat dia tengah bermain permainan menembak untuk mendapatkan boneka untuk So Eun.

            “Untukku?” tanya So Eun ragu.

            “Nde,” Junho mengangguk. “Ayo kita beri nama...”

            Setelah taman bermain, Junho membawa So Eu ke game center, pergi menikmati sungai Han, bahkan Junho memakaikan mantelnya pada So Eun yang kedinginan.

            “Gomawo.”

            “Aku yang seharusnya berkata seperti itu,” ucap Junho. “Kau membiarkanku menumpang di apartemenmu, lalu mau menganggap lunas tentang ganti rugi itu. Gomawo.”

 

***

 

Hari ini So Eun berniat mengenalkan Junho pada Ayahnya, awalnya dia takut Ayahnya tidak setuju. Namu pikirannya teernyata salah, Junho dan Ayahnya nampak cocok, apalagi hobi mereka ternyata sama, suka sekali memasak.

            “Omo! Kau bahkan rela tidak sekolah ke Kedokteran demi masuk kuliah perhotelan?” seru Mr Kim takjub.

            So Eun cengo, Ayahnya bisa OOC juga ternyata.

            “Ne, saya sangat suka memasak. Saya ingin sekali menjadi koki terkenal!” jelas Junho menggebu-gebu.

            Kali ini So Eun Sweetdrop. Bagaimana mungkin kecintaan mereka pada memasak melebihi perempuan?

            “Kalau begitu, jika kau sudah menikah dengan So Eun, kau akan langsung ku angat jadi koki di lestoranku, eottokhe?” tanya Mr Kim tersenyum.

            “Tentu saja mau!”

            So Eun langsung saja menyemburkan teh yang sedang di minumnya. Dirinya kemudian terbatuk pelan, menetralisir kekagetannya.

            “Omo, Chagiya, kau tidak apa-apa?” Junho menepuk-nepuk pundak So Eun. Gadis itu tersenyum kecut.

            “Apa maksudmu berkata seperti itu tadi?” tanya So Eun saat mereka tengah di perjalanan pulang.

            “Semua perkataaanku di lestoran tadi hanya ingin meyakinkah Ayahmu saja,” jelas Junho santai. “Kau jangan salah paham.”

            “Seharusnya aku yang berkata seperti itu,” ketus So Eun.

 

---

 

“Selidiki orang yang bernama Lee Junho itu. Gadis keras kepala seperti  So Eun tidak akan mudah mendapatkan seseorang dalam waktu dua minggu saja, apalagi mau berubah.”

            “Baik, Sajangnim,” ucap manager Park, kemudian membungkuk hormat dan pergi.

            “Dasar, anak nakal,” Mr Kim tersenyum saat tengah memikirkan So Eun.

 

***

 

‘Junho-ssi, bisa tidak kau hibur aku? Aku bosan.’

            Untuk pertama kalinya So Eun menjalani rapat yang sangat membosankan seperti ini. Bagaimana mungkin dia menjadi sangat jenuh, padahal dirinyalah yang mengadakan rapat hari ini.

            So Eun lalu mengirim pesan itu, kemudian kembali menatap layar di depannya dengan bosan.

            Beberapa menit kemudian nampak sebuah pesan MMS masuk.

            Video?

            So Eun langsung membuka Video tersebut, dan...

            ‘Kim So Eun, dengar  baik-baik: Aku mencintaimu! Jadilah pacar yang baik, Chagiya!’

            So Eun melongo, namun kemudian dia tersenyum saat melihat tingkah Junho di video tersebut. Junho nampak tersenyum lebar  sambil  membentuk bentuk hati dengan tangannya, di akhir katanya dia mengedipkan matanya yang sipit. Para karyawan yang melihat bosnya tersenyum tambah terbengong-bengong. Pertama mereka melihat So Eun dengan penampilan yang berbeda, dan sekarang mereka melihat gadis yang sering di juluki nenek lampir itu tersenyum setelah mendapat kiriman video dari seseorang. Cinta memang bisa merubah segalanya. Pikir mereka kompak.

            “Maaf, saya permisi keluar sebentar,” So Eun langsung menuju pintu keluar dan segera membalas pesan tersebut setelah yakin tidak ada siapa pun yang melihat.

            “Oke, kau juga harus menjadi pacar yang baik. Aku mencintaimu...” Junho tersenyum melihat video yang di kirim So Eun. Meski sedikit kaku, namun gadis itu nampak manis dengan senyuman kecil di bibirnya. Dia lalu kembali ke meja lestoran...

            “Kau lama sekali,” kata Soo Hyang.

            “Maaf, tadi toiletnya sedikit antri,” bohong Junho, lalu kembali duduk di kursinya.

            Soo Hyang mengernyit, Junho nampak berubah akhir-ahir ini.

 

***

 

Junho langsung mengajak So Eun ke bioskop. So Eun sebenarnya lelah karena baru saja pulang bekerja, namun dia membiarkan saja saat Junho menggenggam lengannya lembut.

            “Nah, sekarang kita akan menonton film romantis,” kata Junho.

            Dia tak pernah melepaskan genggamannya, jari-jarinya masih saling bertautan dengan jari gadis di sampingnya. Bahkan setiap menit Junho selalu membisikan kata-kata manis di telinga So Eun.

            So Eun sedikit bergidik. Geli juga rasanya saat hembusan nafas lelaki di sampingnya sampai ke tengkuknya. Saat menggeliatkan kepalanya ke arah samping, tak sengaja bibirnya menyentuh bibir Junho yang memang masih membisikan sesuatu.

            “Ah, mianhae,” seru So Eun panik, Junho tersenyum kecil melihatnya.

            “Tidak masalah,” kata Junho, berusaha menutupi rasa gugupnya. “Aku juga minta maaf.”

            Junho tidak tahu mengapa kedekatannya dengan So Eun membawa warna tersendiri pada kehidupannya. Ada getar aneh, berbeda jika dia bersama Soo Hyang. Apa karena dia dan Soo Hyang dulunya adalah sahabat dekat? Junho tak mau memikirkannya lagi. Perlahan, dia menutup seluruh tubuhnya dengan selimut.

 

***

 

“Jadi bagaimana?” tanya Mr Kim.

            “Lee Junho, dia adalah anak dari pemilik kedai kimbab di Cheonho il-dong, Distrik Gangdong. Dia juga mempunyai kakak laki-laki yang sekarang bekerja sebagai arsitek di Inggris,” terang manager Park.

            “Lalu bagaimana dengan cerita mengenai kuliahnya?”

            “Cerita yang tempo hari, benar  adanya,” kata manager Park. “Lee Junho di daftarkan oleh Ibunya di jurusan Kedokteran. Namun, selama tiga tahun ini ternyata Lee Junho berkuliah di Universitas jurusan perhotelan. Dia juga pernah bekerja sebagai asisten koki di lestoran  terkenal.

            “Oh ya?” Mr Kim nampak sedikit kagum.

            Manager Park meengaangguk, “ Tapi dia di pecat karena sering membolos. Lee Junho berkata bahwa dia kuliah untuk menjadi seorang koki terkenal, bukan pesuruh.”

            “Begitu?” Mr Kim tertawa. “ Lalu bagaimana caranya dia bisa mengenal So Eun?”

            “Lee Junho pernah menabrak mobil Nona Kim So Eun, dan sepertinya Nona Kim So Eun memanfaatkannya untuk pura-pura menjadi pacarnya di depan Sajangnim,” jelas manager  Park.

            Mr Kim kembali tertawa, “Ya, aku tahu itu.”

            “Dan ada satu lagi, Sajangnim,” kata manager Park. “Lee Junho sudah mempunyai pacar.”

            “Terus selidiki mereka,” perintah Mr Kim. Manager  Park mengangguk hormat.

 

***

 

“Junho-ah, kau berbeda akhir-akhir ini,” kata Soo Hyang saat menemani Junho di taman.

            Junho berhenti pada korannya, lalu menatap Soo Hyang bingung.

            “Berbeda apa?” tanya Junho.

            “Kau tinggal di mana sekarang? Mengapa kau tidak pernah ada waktu lagi untukku?”

            “Sudah ku bilang kan kalau aku tinggal dengan Jo Kwon,” terang Junho.

            “Jangan bohong,” ketus Soo Hyang. “Dia kembali ke Busan setelah mendengar Ibunya sakit dua minggu yang lalu.”

            “Ibunya sakit?” Junho nampak kaget, namun berubah menjadi gugup saat melihat tatapan mengerikan dari Soo Hyang.

            “Aku belikan es krim, oke?” Junho langsung beranjak pergi, meninggalkan koran dan handphone-nya di bangku taman.

            Soo Hyang meraih handphone Junho, hanya ingin tahu siapa saja yang dia hubungi akhir-akhir  ini. Namun dia nampak terkejut karena wallapaper di handphone kekasihnya bukanlah foto dirinya, namun foto Junho dengan wanita lain. Soo Hyang lalu segera membuka galeri foto, banyak foto-foto baru dengan wanita yang sama. Dan dia segera membuka kontak pesan...

            “Nenek Sihir Kim So Eun?” Soo Hyang  mengernyit. “Siapa dia?” dan tak sengaja dia melihat pesan video yang  kirim So Eun tempo hari. Soo Hyang sangat syok.

            “Soo Hyang?!” Junho segera merebut handphone-nya dari tangan kekasihnya itu, membiarkan dua es krim yang di bawanya jatuh ke tanah.

            “Ini tidak seperti yang kau pikirkan,” kata Junho cepat.

            “Siapa dia?” dan Junho segera menceritakan semuanya...

            “Jangan tinggal dengannya lagi. Tinggalah bersamaku,” kata Soo Hyang tegas.

            “Soo Hyang-ah...”

            “Kau pacarku. Jangan terlalu perhatian padanya, jangan tinggal bersamanya lagi,” lalu Soo Hyang menatap tajam Junho. “Meski kalian hanya dalam status palsu.”

 

***

 

“Jadi kau sudah punya pacar?” ucap So Eun. “Dan pacarmu melihat video yang aku kirim kemarin?”

            Junho mengangguk lemah.

            “Dan kau menceritakan semua tentang kita?”

            Sekali lagi, Junho mengangguk lemah.

            “Mianhae.”

            “Aku yang seharusnya berkata seperti itu,” kata So Eun. “Kalau aku tahu kau sudah punya pacar, aku tidak akan memintamu melakukan ini.”

            “Gwaenchana. Aku tetap akan membantumu.”

            Dan Junho segera membawa barang-barangnya keluar dari apartemen So Eun. Dengan senyum sedih dia beranjak pergi, Soo Hyang sudah menunggunya di mobil.

            “Antarkan aku ke rumahku saja,” kata Junho.

            “Kenapa kau tidak ingin tinggal bersamaku?” tanya Soo Hyang sedih. “Bahkan denga wanita yang baru kau kenal saja – “

            “Sudahlah!” potong Junho. “Aku hanya ingin pulang kerumahku. Hanya itu.”

            So Eun menutup pintu apartemennya, entah mengapa dia merasa sesuatu yang besar telah pergi. Padahal Junho hanyalah partnernya, bukan seseorang yang penting, bukan seseorang yang harus di sedihkan.

            So Eun menatap meja makan, biasanya Junho sedang menyiapkan makanan untuk makan malam. Tapi sekarang meja itu kosong. Dia mengambil salah satu sendok yang sering di gunakan Junho untuk makan, So Eun tersenyum sendiri jika mengingatnya.

            “Junho-ssi, mengapa aku merasa kehilanganmu?”

            Junho juga melakukan hal yang sama: memikirkan So Eun di kamarnya – entah bagaimana caranya, Soo Hyang berhasil membujuk Ibunya hingga dia bisa berada di  kamarnya malam ini.

            Junho menghirup aroma selimutnya, baunya berbeda dengan selimut milik So Eun. Walau pun hanya tidur di sofa, entah mengapa dia jadi sangat merindukan tempat itu, dan pemiliknya.

            “Aku harus berbuat sesuatu,” putus Junho. Dia tidak ingin waktu mereka yang hanya tinggal satu minggu ini terlewat begitu saja.

 

***

 

Ke esokan harinya So Eun menemukan satu tangkai lili putih di meja kerjanya. Sedikit ragu dia mengambil bunga itu dan menghirup aromanya, bunga itu nampak masih segar.

            “Tuan Jang,” panggil So Eun pada asistennya. “Kau tahu siapa yang menaruh bunga ini?”

            “Maaf Nona, saya tidak tahu,” kata asisten Jang.

            So Eun tersenyum kecil, “Kembalilah ketempatmu.”

            So Eun duduk di kursinya, masih menciumi bau bunga lili itu.

            “Apa ini dari Junho?” pikirnya, lalu senyumnya mengembang. “Ya, ini pasti dari dia.”

            Handphone So Eun bergetar. Dengan cepat dia mengambil handphone-nya dan mendapati satu pesan masuk.

            ‘Orang yang mencintaimu, akan selalu berusaha membuatmu tersenyum meski dengan hal-hal kecil seperti bunga. Aku mencintaimu...’

            So Eun tersenyum, hatinya berdesir lembut. Dia tahu ini salah, namun bahkan hatinya tak bisa di bohongi.

            “Aku juga mencintaimu.”

 

***

 

Junho tengah sibuk melakukan sesuatu yang tidak di ketahunya, itulah yang dirasakan Soo Hyang.

            “Sebenarnya apa yang kau lakukan?” tanyanya.

            “Aku hanya ingin mempersembahkan sesuatu yang special yang terakhir kali untuk So Eun,” ucap Junho jujur.

            “Junho-ah, bahkan kau tak pernah melakukan seperti ini padaku?” kata Soo Hyang lirih.

            “Ayolah, Soo Hyang-ah, aku hanya ingin membantunya,” kata Junho. “Lagipula ini akan segera berakhir.”

            Junho kemudian menemui Mr Kim dan menceritakan semuanya.

            “Tolong maafkan saya, saya benar-benar tak ada maksud apa-apa,” kata Junho, dia terus saja menunduk.

            “Aku tahu itu sejak awal,” kata Mr Kim.

            “Mwo?” refleks, Junho mengangkat kepalanya dan terkejut karena Mr Kim tersenyum hangat ke arahnya. “Aku berterima kasih karena kau, So Eun mau berubah. Sejak kematian Ibunya, anak itu jadi lebih pendiam dan tertutup. Namun berkat kau, putriku sudah jauh lebih baik. Terima kasih.”

            “Anda tidak marah?” tanya Junho takut-takut.

            Mr Kim Menggeleng, “Bagaimana aku bisa marah pada orang yang telah merubah putriku? Tapi aku sedikit kecewa, karena ternyata hubunganmu dengan So Eun hanya pura-pura.”

            “Mianhae,” Junho kembali menunduk. “Tapi tolong Tuan, jangan terlalu memaksa So Eun. Saya yakin, dia akan segera mandapatkan pendamping hidup sesuai dengan keinginan Anda.”

            “Ya,” Mr Kim mengangguk, meminum tehnya kembali.

 

***

 

Di malam terakhir, Junho membawa So Eun ke suatu tempat dengan motor  vespanya, dirinya kemudian berhenti di pinggir sungai Han dekat dengan jembatan Banpo, lalu meraih lengan So Eun dan membawanya ke dekat besi pembatas. Beberapa saat kemudian, tiba-tiba sebuah air mancur dengan warna pelangi meluncur  indah di jembatan Banpo tersebut. So Eun terkesima.

            “Seseorang yang mencintaimu, akan memberikan warna yang indah di hidupmu. Seperti warna pelangi itu.”

            So Eun terdiam, dia kemudian membiarkan Junho menarik lengannya lagi menaiki vespa.

            “Kita akan ke mana?” tanya So Eun saat di perjalanan.

            “Kita akan makan malam romantis,” terang Junho.

            Dan kemudian Junho membawanya kesebuah atap gedung tinggi. Di sana sudah tersedia meja makan dan lampu-lampu kecil serta balon-balon berwarna warni.

            “Ini akan menjadi makan malam yang dingin juga,” kata Junho sembari memasangkan syal miliknya ke leher So Eun.

            So Eun tersenyum, “Nde.”

            So Eun tak pernah berpikir  bahwa makan malam seperti ini akan membuatnya tersentuh. Setiap laki-laki yang kencan buta dengannya selama ini pasti selalu membawanya ketempat lestoran mewah. Namun sekarang, Junho membawanya ke atap gedung, dengan bintang-bintang dan lampu kota Seoul yang memberikan kesan tersendiri. Meski angin di sini cukup besar. So Eun tersenyum memikirkan itu.

            “Kenapa, apa tidak romantis?” tanya Junho.

            “Tidak. Ini adalah makan malam yang sangat menakjubkan untukku. Gomawo,” So Eun tersenyum

            Junho balas tersenyum, “Bagaimana makanannya? Enak tidak?”

            So Eun mengangguk

            Junho kemudian memberikan sebuah cake untuk makanan penutup.

            “Eh?” So Eun kaget saat merasakan benda asing di mulutnya sesaat setelah memasukan potongan kue tersebut. Lalu dia mengeluarkan benda tersebut.

            “Cincin?” tanyanya heran. Junho mengangguk.

            “Seorang yang mencintaimu akan segera menjadikanmu miliknya dan menjalin hubungan dengan ikatan yang lebih pasti: pernikahan.”

            Junho lalu meraih cincin tersebut, membersihkannya dengan tisu dan segera memasangkannya di jari manis So Eun.

            “Will you marry me?”

 

***

 

So Eun membuka jendela kamarnya pagi itu. Semuanya telah berbeda, entah mengapa sebulan ini mendatangkan kebiasaan untuk hidupnya, untuk kesehariannya.

            Biasanya jika dia keluar dari kamar, bau masakan sudah menyebar. Dia akan siap di kursi dan memperhatikan Junho yang sedang menyiapkan makanan. Namun sekarang, bahkan bayangannya pun tidak ada.

            So Eun bersiap diri. Hari ini dia akan mengaku pada Ayahnya. Semoga Ayahnya tidak marah. Batinnya berharap.

            “Jadi semua itu tidak benar?” tanya Mr Kim pura-pura tidak tahu.

            “Maaf Ayah. Aku hanya tidak suka Ayah memaksaku untuk cepat menikah,” kata So Eun pelan.

            “Ayah sudah tahu,” kata Mr Kim santai.

            “Mwo? Apa Junho yang memberitahu Ayah?” tanya So Eun kaget.

            “Bukan,” sahut Mr Kim datar. “Ayah menyuruh seseorang untuk memataimu. Tapi kemarin Junho juga menjelaskan semuanya dan meminta maaf seperti yang kau lakukaan saat ini.”

            “Aku benar-benar minta maaf, Ayah,” kata So Eun menyesal.

            “So Eun, apa kau menyukai Junho?” tanya Mr Kim tiba-tiba.

            “Itu...” So Eun menjadi gugup.

            Mr Kim tersenyum kecil melihat tingkah putrinya.

 

***

 

“Soo Hyang-ah, kita akhiri saja hubungan kita,” ucap Junho pelan.

            “Apa ini karena wanita itu?” desis Soo Hyang, matanya mulai berkaca-kaca.

            “Tidak!” kata Junho tegas. “Sudah ku bilang sejak dulu Soo Hyang-ah, aku tidak akan bisa mencintaimu.”

            “Tidak. Aku tidak ingin putus denganmu!” Soo Hyang segera berlari keluar kedai, menabrak Ny Lee yang baru saja keluar dari dapur.

            “Soo Hyang-ah!” panggil Ny Lee. “Junho-ah, ada apa ini?” tanyanya saat Soo Hyang tak kembali.

            “Aku putus dengannya, Bu,” kata Junho. Ny Lee terbelalak.

            “Apa maksudmu? Kau sudah hampir dua tahun pacaran dengannya!” seru Ny Lee marah.

            “Aku tidak pernah mencintainya, Bu, dia sahabatku,” jelas Junho. “Lagipula aku menyukai orang lain.”

            “Omong kosong dengan orang lain. Cepat kejar Soo Hyang,” titah Ny Lee.

            “Bu ~ “ Junho memelas.

            “Junho-ah!”

            “Ck!” Junho segera berlari keluar kedai. Ibunya selalu saja memaksakan kehendaknya.

 

---

 

So Eun memperhatikan cincin pemberian dari Junho. Sudah hampir satu minggu lebih tak ada kabar, dan dia sangat merindukan pemuda itu. Dia meraih handphone-nya, agak ragu juga untuk menghubungi Junho. Tapi...

 

---

 

“Tunggu di sini sebentar,” kata Junho pada Soo Hyang,. “Aku akan membeli minuman hangat dulu.”

            Soo Hyang mengangguk, kemudian duduk di kursi panjang dekat dengan sungai Han. Dia mengeratkan  jaket milik Junho yang terpasang di tubuhnya, terasa hangat.

            Suara handphone menganggu pendengarannya. Ternyata So Eun yang memanggil...

            “Ada apa lagi sih?” tanya Soo Hyang ketus.

            Di sebrang sana, So Eun menggigit bibir bawahnya.

            “Apa Juho ada?” tanyanya hati-hati.

            “Bukankah hutang Junho sudah lunas? Mau apa lagi kau menanyakan Junho?” bentak Soo Hyang. “Dengar ya, Kim So Eun-ssi, jangan pernah mengganggu Junho lagi karena kami akan segera menikah – “

            SET!

            Junho segera merebut handphone-nya di  tangan Soo Hyang, menatap layarnya yang menampilkan nama So Eun, kemudian sambungan terputus.

            “Apa yang kau lakukan?” seru Junho marah.

            “Aku hanya ingin menyadarkan wanita itu agar tidak menganggu hubungan kita lagi!” seru Soo Hyang tak mau kalah.

            “Dengar, Soo Hyang-ah, kita sudah berakhir. Aku datang ke sini hanya ingin mengatakan bahwa kita masih bisa bersahabat seperti dulu,” Junho lalu pergi meninggalkan Soo Hyang.

 

---

 

So Eun menggenggam handphone-nya erat. Entah mengapa, mendengar mereka akan menikah membuatnya sakit. Lalu dengan perlahan dia melepas cincin yang ada di jari manisnya kemudian membuangnya begitu saja.

            “Tidak, Kim So Eun, apa yang sebenarnya kau pikirkan? Lupakan dia. Lupakan dia, So Eun!” So Eun mengingatkan dirinya sendiri.

 

***

 

“Bu, sudah kubilang sejak dulu kalau aku tidak mungkin mencintai Soo Hyang!” teriak Junho kesal. “Dia sahabatku sejak kecil. Aku tidak mau membohongi perasaanku.”

            “Karena kalian sahabat maka dari itu kalian pasti bahagia,” Ny Lee bersikeras. “Soo Hyang sudah tahu sifatmu dari kecil. Dia pasti akan lebih peka dan pengertian.”

            “Jika dia mengerti, dia akan tahu jika aku benar-benar  ingin putus dengannya!” desis Junho tajam.

            “Junho-ah, dengar,” Ny Lee memegang pundak anaknya kencang. “Wanita yang terbaik untukmu hanya Soo Hyang, bukan yang lain atau pun wanita pengganggu – “

            “Dia bukan wanita pengganggu!” bentak Junho.

            “Rupanya dia telah merubah kamu menjadi anak pembangkang,” Ny Lee melepaskan pegangannya, menatap tajam Junho. “Wanita seperti itu tidak pantass untukmu.”

            “Ibu tidak tahu apa-apa,” bisik Junho sedih. “Dan dari dulu Ibu tak pernah mau mengerti aku. Ibu selalu saja memaksakan kehendak Ibu, berfikir semuanya untuk kebaikanku. Tapi tidak. Aku seperti ini karena Ibu, bukan karena siapa pun.”

            Junho segera melangkah keluar rumah, tak peduli Ibunya berteriak memanggilnya.

 

***

 

So Eun merapatkan mantelnya, menatap gedung yang dulu menjadi tempat makan malam romantisnya dengan Junho. Dia rindu dengan lelaki itu. Dia ingin bertemu Junho.

            “So Eun-ssi?”

            So Eun nampak kaget saat berbalik dan mendapati Junho sudah ada di depannya.

            “Junho-ssi!”

            “Kenapa ada di sini?” tanya Junho, berusaha sekuat tenaga untuk tidak memeluk wanita di depannya.

            “Itu-er..” So Eun nampak berpikir. “Aku hanya bosan malam ini, maka dari itu aku memutuskan untuk jalan-jalan.” Dan dia memaksakan untuk tersenyum. “Kau sendiri?”

            “Oh, aku juga,” ucap Junho kaku.

            “Junho-ssi, tentang pernikahan itu – “

            “Aku dan Soo Hyang sudah putus,” potong Junho. “Perkataannya waktu itu adalah bohong.”

            “Kenapa bisa putus?” tanya So Eun kaget.

            “Aku mencintai orang lain,” terang Junho.

            “O-oh,” gumam So Eun kecewa. Namun dirinya berubah kaget saat Junho tiba-tiba memeluknya.

            “Junho-ssi?”

            “Aku mencintaimu,” bisik Junho. “Aku mencintaimu, So Eun-ssi.”

            So Eun terpaku. Apa ini benar?”

            “Bukankah ini terlalu cepat?” kata So Eun pelan. “Aku...”

            Junho segera melepaskan pelukannya, “Ah, aku minta maaf,” katanya pelan. “Lupakan. Lupakan kata-kataku tadi.” dan kemudian beranjak pergi.

            So Eum masih diam di tempatnya, namun dengan cepat dia lari dan memeluk Junho dari belakang.

            “Aku juga mencintaimu, Junho-ssi. Jangan tinggalkan aku.”

            Junho tersenyum senang. Dia memegang tangan So Eun yang melingkar di perutnya, mengusapnya lembut.

            “Tidak akan. Aku benar-benar mencintaimu.”

 

END

Comments

You must be logged in to comment
washupkrease #1
This looks good but... Y U NO WRITE IN ENGLISH?!