Truthful

Beautiful Lies

Minseok terbangun lebih pagi dari biasanya. Beberapa hari ini dia merasa gelisah, entah apa yang membuatnya tiba-tiba teringat dengan Luhan. Dengan pelan diusapnya sebuah foto yang sejak tadi ada dalam genggaman tangannya, memandang dengan mata yang sedikit berair.

“Kenapa aku tidak bisa berhenti mencintaimu? Kenapa aku harus terjebak dengan kenangan kita di masa lalu?”, Minseok berujar dengan lirih.

Sekeras apapun Minseok mencoba melupakan Luhan, maka cintanya justru akan semakin kuat. Setidaknya Luhan pernah menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, membawanya pada dunia baru yang penuh dengan kebahagiaan, pun selama Luhan bersamanya tak pernah sedikitpun ia menyakiti Minseok, apalagi mengkhianati cintanya. Jadi tak ada alasan baginya untuk membenci pemuda itu, bahkan setelah kepergiannya yang tanpa kabar, meninggalkannya dalam ketidakpastian dan pengharapan tak berujung.

Tapi Minseok sadar, siapa yang kini bersamanya, bukankah sebentar lagi dia akan menikah.  Tidak seharusnya ia terus memikirkan masa lalunya seperti ini, dia juga perlu menjaga perasaan calon suaminya kan? Akhirnya ia meletakkan kembali foto itu di antara lembaran buku diary’nya, menyimpannya di laci terbawah di samping tempat tidur.

.

.

Kyungsoo baru saja mendudukan dirinya di ruangan saat telepon di mejanya berdering. “Iya halo..”,

“Maaf Sekretaris Soo, ada seseorang yang ingin bertemu dengan Nona Kim”, suara dari seberang telepon yang sepertinya resepsionis kantor.

“Hmm.. hari ini Minseok tidak datang ke kantor, katakan padanya agar datang kembali besok atau tinggalkan pesan jika memang penting..”, diapitnya telepon di antara bahu dan telinganya sementara tangannya sibuk mengeluarkan berkas dari dalam tasnya.

“Aku sudah mengatakan begitu, tapi orang ini memaksa. Dia bilang dia tidak punya banyak waktu…”. Kyungsoo bisa mendengar ada orang lain yang bicara di sana tapi tidak jelas. “Ah, orang mengaku sebagai teman dari Xiao Luhan”, seketika mata Kyungsoo membulat, gerakannya terhenti. Satu-satunya nama Luhan yang dia kenal adalah teman sekelasnya ketika SMA dulu, orang yang dekat dengan Minseok kemudian tiba-tiba menghilang.

“Tunggu..!, suruh orang itu menunggu di sana. Aku segera turun..!!”, tanpa membuang banyak waktu dia pun melesat meninggalkan ruangan.

.

“Permisi, apa anda yang bernama Lao Gao?”, ucap Kyungsoo setelah mendapat sedikit informasi dari resepsionis, laki-laki yang tengah memainkan ponsel di tangannya mendongak, segera berdiri untuk mengulurkan tangan pada Kyungsoo.

“Benar, namaku Lao Gao. Salam kenal”,

“Do Kyungsoo..”, menjabat tangan Lao Gao. “Silakan duduk. Aku sekretaris Kim Minseok, tapi sayang sekali dia tidak bisa hadir ke kantor. Nona Kim sedang sibuk mengurusi rencana pernikahannya. Ada yang bisa ku bantu?”, tatapannya menyelidik pada pria itu.

“Begitu ya…, sebenarnya aku perlu bertemu langsung dengannya”.

“Apakah itu penting?”,

“Aku tidak tahu ini penting atau tidak bagi Nona Minseok, tapi aku perlu meluruskan sesuatu…”. Lao Gao tampaknya ragu untuk meneruskan kalimat selanjutnya, matanya bergerak-gerak tak tenang yang dengan mudah terbaca oleh Kyungsoo.

“tentang Luhan…?”, pria itu mengangguk mengiyakan. “Oh si brengsek itu..”, ucap Kyungsoo datar, melipat kedua tangannya di depan dada. “Bagaimana kabarnya? Pasti sangat baik”.

“Hey.. jangan asal bicara,  Kau tidak mengenal siapa Luhan”.

“Aku mengenal Luhan sejak hari pertama dia masuk ke kelasku, setahuku dia orang yang sudah membuat sahabatku jatuh cinta kemudian seenaknya saja pergi, mencampakkan sahabatku begitu saja tanpa perasaan bersalah”.

“Tidak kau salah..!, Luhan sangat mencintai gadis itu.. Percayalah..! Ada banyak kesalahpahaman di sini, biarkan aku membantu Luhan menjelaskan semuanya”.

“Ckk.. bahkan dia menyuruh orang untuk membersihkan namanya..”,

“Nona, ku mohon jangan salah paham..!”, rasanya Lao Gao mau meledak untuk meyakinkan Kyungsoo tentang Luhan. “Orang itu bahkan yang menyuruhku merahasiakan hal ini, aku tidak tahu dari mana mengatakannya tapi ku mohon, kau harus membantuku bertemu dengan Kim Minseok, besok pagi kami kembali ke Beijing pukul 08.00 pagi. Aku sudah mencoba mengulur waktu tapi tidak bisa…”.

Kyungsoo sedikit tergugah dengan kata-kata Lao Gao, Minseok pasti juga menginginkan penjelasan atas kepergian Luhan selama ini. Gadis itu terlalu lama hidup dengan ketidakpastian hubungannya dengan Luhan, bukankan di antara mereka tidak pernah terucap kata berpisah… mungkin dengan ini bisa sedikit membantu Minseok melupakan atau memaafkan Luhan sebelum dia memulai kehidupan barunya dengan tenang. Kyungsoo menghela nafas, nampak berpikir sejenak. “Baiklah, aku akan membantumu tapi setelah kau menceritakan padaku..!”.

“Mana bisa begitu..!”, protes Lao Gao, tapi demi melihat Kyungsoo menggedikkan bahu tak peduli membuatnya tak punya pilihan. “Baiklah.. kau menang Nona..”.

.

.

Hawa uap panas menyebar saat Luhan keluar dari kamar mandi, tampak dirinya yang bertelanjang dada dengan handuk putih tersampir di bahunya, sesekali digunakannya untuk mengusak rambut hitamnya yang basah. Beberapa tetes air mengalir menuruni lekuk tubuhnya yang atletis, membuat efek bercahaya saat ia berjalan di bawah lampu besar di tengah kamarnya.

Tak lama, Luhan selesai berpakaian, kaos hitam polos dan jeans menjadi pilihannya. Malas rasanya jika harus membongkar kembali koper yang sudah dengan susah payah ditatanya tadi malam, ini hari terakhirnya di Seoul dan yang diinginkannya saat ini adalah beristirahat. Sebelum kembali pada rutinitasnya yang melelahkan di Beijing.

Luhan mengarahkan remote pada layar besar di hadapannya, yang segera menampilkan gambar hidup aneka warna dengan suara musik sebagai latar belakangnya. Dia tidak benar-benar ingin menikmati acara di televisi, karena yang dilakukannya selanjutnya justru membuka pintu kaca yang bisa dengan mudah digesernya. Ada sepasang kursi dan meja kecil di baliknya, dengan tiga tangkai tulip segar berdiri dalam vas dengan indahnya .

Tring..Tring…

Didengarnya ponsel miliknya berdering, mengurungkan niatnya untuk melangkah keluar. Dia memutar badannya menuju ranjang king size dimana ponsel hitamnya tergeletak. Sedikit bingung karena Lao Gao menelepon, biasanya pria berjambang itu akan langsung masuk ke kamarnya dengan tidak sopan untuk membangunkannya, mengajaknya makan, atau berkeliling Seoul.

Satu gerakan halus pada jarinya menghubungkannya dengan si penelepon, “Hallo, ada ap-?”, kata-katanya terhenti saat mendengar sebuah suara halus di ujung sana.

“Luhan…”. Darahnya berdesir, bagaimana Luhan tidak mengenali suara itu, suara yang bertahun-tahun begitu dirindukan hanya untuk memanggil namanya.

“Min..seok..?”, tiba-tiba lidahnya terasa kaku. Tapi bagaimana bisa Minseok bersama Lao Gao? Apa gadis itu ada di sini? Atau Lao Gao sedang mempermainkannya dengan menyuruh seseorang menirukan suara Minseok? tidak mungkin kan Lao Gao menemui Minseok dan menceritakan semuanya. Bukankah dia sudah berjanji padanya.

.

Satu jam yang lalu

Kyungsoo menendang kaki Lao Gao yang ada di sebelahnya, pria ini begitu menyebalkan dengan tidak mengatakan apapun semenjak Minseok datang dan duduk di hadapan mereka. Padahal dirinya sudah susah payah mengajak gadis itu ke kafe di dekat kantor mereka, bahkan membolos di jam kantor, astaga mangkir dari jam kerja bukan kebiasaan Kyungsoo. Ya, meski atasannya ada di hadapannya sekarang.

“Aa-um..itu.. hari ini cerah ya”, ucap Lao Gao mengaduk-aduk kopi latte’nya, Minseok sedikit bingung mendengar kalimat aneh itu, mengalihkan pandangannya pada Kyungsoo yang tiba-tiba memijit pelipisnya, lalu kembali pada Lao Gao.

“Tapi di luar sedikit mendung, ku rasa”, ujarnya sambil menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga. “Em.. maaf, tapi tadi Kyungsoo bilang anda ingin mengatakan sesuatu padaku, boleh aku tahu apa itu?”.

“Ini semua tentang Luhan…”, Kyungsoo membuka suara dengan cepat sebelum Lao Gao sempat membuka mulutnya, memudarkan senyum yang tadinya terukir di wajah Minseok.

“Luhan? Apa maksudnya ini?”, air wajahnya berubah tegang seketika. Kali ini Kyungsoo diam, dia menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab untuk menjelaskan pada Lao Gao. Susah payah pria itu menelan ludahnya sebelum memulai ceritanya.

“Sejujurnya aku baru mengenal Luhan selama tiga tahun terakhir, saat it-…”,

“Sebentar,.!! apa ini? Kyungsoo, jelaskan padaku..!”, suara Minseok terdengar marah,

“Kau harus dengarkan pria ini selesai bicara..”,

“Tidak, aku tidak ingin mendengar apapun tentang Luhan…! Aku harus pergi, masih banyak yang harus aku kerjakan..”.

“Tunggu..!!”, Kyungsoo menahan lengan Minseok yang akan beranjak dari duduknya. “Tolong dengarkan penjelasan orang ini dulu, beberapa menit saja…, ku mohon. Aku janji setelah ini aku tidak akan menyebut nama Luhan selamanya jika kau tak ingin, tapi untuk kali ini dengarkan dia, sebentar saja..”.

Minseok kembali duduk di tempatnya, Kyungsoo menghembuskan nafas lega kemudian menoleh pada Lao Gao, sebagai isyarat untuk melanjutkan kembali ceritanya.

“Percayalah padaku, Luhan sangat mencintaimu…”, Minseok ingin mempercayai kata-kata itu tapi logikanya menolak untuk kembali kecewa. “Dia menyimpan fotomu di samping tempat tidurnya, dia mengatakan jika kamu adalah cinta pertamanya. Tentu saja aku tidak percaya saat itu. Sampai seminggu yang lalu dia mengajakku ke Seoul, dia bilang ingin melihatmu karena dia sangat merindukanmu. Kau tahu Minseok, kami bahkan mendatangi tempat-tempat yang biasa kalian datangi dulu, bioskop, coffee shop, toko buku, bahkan sekolah kalian dulu. Tapi dia sempat kecewa karena taman kecil di belakang sekolah sudah berubah menjadi gedung baru dan pohon besar itu sudah ditebang”. Minseok bisa merasakan matanya sedikit memanas, tak menyangka Luhan akan datang ke berbagai tempat penuh kenangan mereka dulu.

“Ku pikir dia lupa dengan sekolah kami? Sampai dia tidak pernah kembali”, tawanya sinis, egonya sedikit meninggi jika mengingat saat itu.

“Kamu tidak tahu?”, Mata Minseok sedikit menyipit, mencari-cari arti dari pertanyaan Lao Gao yang sama sekali tidak terdengar seperti pertanyaan, seperti tersimpan sesuatu yang besar di baliknya. “Luhan dan keluarganya terlibat kecelakaan beruntun, dalam perjalanan menuju airport untuk kembali ke Seoul beberapa tahun lalu. Mobil yang mereka tumpangi terbalik dan menabrak pembatas jalan dengan sangat keras. Dari sekian banyak kecelakaan mobil merekalah yang paling parah mengalami kecelakaan karena yang pertama terserempet truk. Bantuan medis yang datang tidak berhasil menyelamatkan kedua orang tua Luhan, mereka dinyatakan meninggal di tempat  sedangkan Luhan sendiri kabarnya terlempar sejauh 10 meter dari tempat kejadian”. Kyungsoo menggenggam erat tangan Minseok yang tidak bisa menyembunyikan keterkejutaannya.

“Sungguh aku tidak tahu.. Bagaimana bisa, tak ada yang memberitahuku… Kyungsoo, apa kau tahu ini? Huh? Kau tidak memberitahuku?”, air matanya mulai menetes.

Kyungsoo menggeleng, “Tidak, Minseok.. aku juga selama ini tidak tahu..”, mencoba menenangkan.

“Luhan tidak bisa memberi tahu siapapun, kecuali polisi yang menghubungi neneknya yang saat itu juga baru keluar dari rumah sakit. Luhan mengalami koma selama 2 bulan, beberapa tulang rusuknya patah dan serpihannya ada yang masuk ke dalam paru-paru, juga kaki kanannya yang patah dan nyaris diamputasi”.

Minseok tidak sanggup lagi mendengarkan, tangisnya sudah tak terbendung. Kyungsoo sudah berpindah ke sebelahnya untuk memeluknya. “Aku merasa buruk Soo, sangat buruk…”, isaknya. Bahkan dia tidak sanggup membayangkan betapa perih perasaan Luhan saat bangun dari komanya mendapati kenyataan bahwa kedua orang tuanya telah meninggal. Ditambah kondisi kakinya yang nyaris diamputasi, apa dia masih bisa bermain basket dan sepak bola setelahnya, apa dia masih bisa bersepeda seperti biasa? Bagaimana Luhan menyelesaikan sekolahnya? Bagaimana bisa Luhan melalui semua itu seorang diri? mulai terbersit dalam pikirannya bahwa alasan Luhan tidak pernah menghubunginya karena pemuda itu membencinya.

“Ssshh.. sudahlah”, tangannya mengusap lembut bahu Minseok. “Ini semua di luar kendali kita. Jangan terlalu menyalahkan dirimu..”.

“Benar kata Nona Soo, tidak ada yang perlu dipersalahkan. Semua sudah menjadi takdir Tuhan. Lagipula Luhan juga sudah mulai melupakan tragedy itu, mengikhlaskan adalah obat terbaik untuk kesedihan bukan?”. Minseok mengusap air mata di pipinya dengan kedua tangannya, membenarkan ucapan Lao Gao.

.

.

Ting..ttoong..!!

Kyungsoo setengah berlari membukakan pintu depan rumahnya, belum sepenuhnya pintu terbuka tamunya langsung masuk ke dalam rumah.

“Baek, bisa sopan sedikit jika bertamu?”,

Baekhyun memutar badannya ke arah Kyungsoo, “Kita perlu bicara?”, tanpa mengindahkan ucapan Kyungsoo.

“Apa?”,

“Ayolah, kau mengerti apa yang aku maksud. Bagaimana mungkin kau membiarkan mereka bertemu berdua nanti malam. Itu gila..”. Kyungsoo langsung mengerti arah pembicaraan Baekhyun.

“Apa Minseok yang mengatakannya padamu?”, mendudukkan dirinya di sofa dengan nyaman, diikuti Baekhyun yang duduk di hadapannya.

“Tentu saja, dia meneleponku sambil menangis. Sekarang dia bahkan tidak tahu apa yang akan dilakukannya, dan kau menyarankan mereka bertemu hanya berdua?! Keterlaluan..!”.

“Mereka perlu menyelesaikan masalah mereka berdua Baek..!, tanpa campur tangan kita semua”, Kyungsoo beranjak menuju dapur sementara Baekhyun tetap mengekor di belakangnya. “Kita tidak tahu apa yang mereka rasakan, bagaimana penderitaan mereka selama ini. Apa  kita tidak terlalu kejam jika tidak memberi kesempatan pada mereka berdua? Kau tahu kan Minseok selalu mencintai Luhan, dan aku yakin Minseok juga sudah bercerita tentang apa yang menimpa Luhan dan keluarganya..”.

“Ya.. aku tahu itu, aku juga ikut prihatin dengan apa yang terjadi. Tapi ini sungguh tidak adil bagi Won Geun”, Baekhyun mengamati Kyungsoo yang sedang memanaskan air. “Justru karena aku tahu Minseok masih mencintai Luhan aku menentang pertemuan mereka. Kyung., Minseok akan menikah beberapa minggu lagi, bagaimana jika dia mengubah perasaannya dengan kembali pada Luhan misalnya? Apa kau tidak memikirkan perasaan Won Geun? Dia sangat mencintai Minseok bahkan sebelum Luhan hadir dalam kehidupan Minseok”.

“Lalu kau tidak memikirkan perasaan Minseok?”.

“Ku pikir dia mulai belajar mencintai calon suaminya”.

“Kau yakin, Baek? karena yang aku lihat selama ini apa yang Minseok lakukan bukan cinta tapi balas budi. Cinta yang sebenarnya itu tanpa syarat bukan karena ingin membalas kebaikan seseorang. Justru akan sangat menyakitkan bagi Won Geun jika pada akhirnya dia tahu Minseok tidak sepenuhnya bahagia hidup dengannya”.

“Tapi…”

Ngiingg…!!

Suara air mendidih menghentikan perdebatan mereka, Kyungsoo dengan hati-hati menuangkan air panas pada dua cangkir biru yang telah terisi kantong teh, satu didorongkan pada Baekhyun dan satunya untuk dirinya sendiri. Suasana mendadak hening, hanya ada bunyi denting sendok yang beradu dengan dinding cangkir saat mereka mengaduk teh masing-masing. Baekhyun juga sepertinya tidak ingin meneruskan perdebatan.

Kyungsoo yang pertama mengangkat sendok, memperhatikan pusaran kecil yang dia ciptakan di tengah cangkir perlahan memudar dan airnya menjadi tenang kembali. Kemudian dia tersenyum, “Baek, tidakkah kau menyadari pengorbanan Luhan untuk Minseok sangat indah? Tanpa menjadi egois untuk dirinya sendiri, dia datang ke Seoul hanya untuk melihat Minseok dari kejauhan. Setelah dia kehilangan keluarganya yang berharga, dia masih rela kehilangan gadis yang dicintainya untuk menikah dan berbahagia dengan orang lain”. Kyungsoo mengesip teh hangatnya, keningnya mengerut saat tiba-tiba dilihatnya Baekhyun menunduk, “Baek, kau menangis?”.

“Ah tidak..!!, ini karena mataku sensitif dengan debu. A-aku mau ke kamar kecil dulu”, memalingkan wajahnya segera dan meninggalkan Kyungsoo yang menggelengkan kepalanya dengan senyum tertahan.

.

Author's Note.

Uhm...Jadi giitu ternyata... kalau ada yang penasaran kenapa Luhan gak ngabarin Minseok setelah sadar dari koma, mungkin terjawabnya di chapter selanjutnya pas mereka ketemuan... Kira-kira mereka CLBK ga ya? atau bener kata Baekhyun, Minseok mulai cinta ma Won Geun? aduh ini cerita makin ruwet aja...

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Navydark
#1
Chapter 10: Yeaaay. Xiuhaaaaan. Menang saingan dari won geun buat minseok, skarang buat ziyu luhan saingan sama heechul. Kekekeke
Navydark
#2
Chapter 9: Aaaaaa, kan jadi ikutan galau deh. Minseok buat siapaaa?
yoeunseo #3
Chapter 8: pas awal chapter gokil lucu, kok tambah kesini angst gitu....
TT_TT
Navydark
#4
Chapter 8: Sedihnyaaaaaa, sedih buat semua. Clbk aja deh, hehe. Xiuhan jayaaa
Navydark
#5
Chapter 7: Noooo, minseok ahh...... Kan luhan kelamaan nih minseok keburu mau nikah deeeh
Navydark
#6
Chapter 6: Dasar kyu cemburunya agak kelewatan dan keterlauan tapi lawak banget gini.
Its okay thor, yg penting endingnya maknyoss buat xiuhan. Hoho