arc.
autumn, rain, chance☂EPILOGUE
// ARC - AUTUMN, RAIN, CHANCE.
HONG JISOO ; KIM JIHO ; JEON WONWOO
SEVENTEEN ; OHMYGIRL ; SEVENTEEN
SEVENTEEN ; OHMYGIRL ; SEVENTEEN
highschool!au
Kurva simetris terkembang di wajahnya, begitu menatap sosok pemuda yang bersangkutan tengah menunggunya. Gadis Kim ini melambaikan tangannya, "Hey!" Nada cerianya itu seolah membuat yang bersangkutan sadar, dengan segera pemuda Hong itu mengangkat wajahnya—menatap sosok Jiho yang berjalan ke arahnya dengan senyum penuh kebahagiaan. "Gwiyo," bisiknya sementara memandang gadisnya itu.
Ya, Kim Jiho—sejujurnya masih tidak bisa disebut gadisnya.
Jisoo saja belum yakin apakah dirinya akan mendapatkan jawaban yang diinginkannya itu.
***
Hari ini, November, musim gugur—Hong Jisoo, memberanikan diri untuk menyatakan perasaannya malam itu kepada Kim Jiho. Setelah mengantarkannya kembali pulang, dan masih berdiri untuk berbincang dengannya beberapa menit di depan rumah gadis Kim itu. Ia menemukannya lucu, setelah sekian lama mengantarkannya pulang—menunggunya menghilang di balik pintu kediaman keluarga Kim itu namun sekarang ia masih berdiri disana dengan canggung.
Canggung, atau... tepatnya kaku?
"Jiho-ya," panggil pemuda itu. Ia mundur menjauhi pintu pagar rumah sang gadis. "Nan neol Johahaeyo," —diucapkannya dengan lantang, tak peduli sekalipun akan ada yang mendengar di balik pintu kediaman keluarga Kim. Jantungnya seolah ingin melompat keluar begitu sukses mengucapkannya. Ia mungkin sudah gila, dengan menerapkan ajaran Seungcheol dibandingkan ajaran Jeonghan yang sebenarnya lebih terdengar romantis.
(Jeonghan menyuruhnya berbisik pada gadis itu, tapi Jisoo—ia tidak bisa melakukannya ketika detak jantungnya seperti ini.)
Dan gadis itu, sebelum menutup pintu rumahnya dengan wajah memerah mengucapkan satu hal yang mengubah hidup Hong Jisoo mulai dari detik itu.
"Nado."
Debaran hati Jiho saat itu... ia tak mampu menahannya lagi.
***
Jiho punya alasan, mengapa pada akhirnya ia menetapkan pilihannya pada Jisoo. Sebab sejak awal kali pertama pertemuan mereka, ia sudah menyukai pemuda Hong itu sekalipun pada akhirnya Jiho jadi dibuat kacau oleh perasaannya sendiri semenjak kemunculan Wonwoo. Kali pertama bertemu dengan Jisoo sangat berkesan untuknya, masih membekas hingga sekarang dan menjadi memori yang tidak ingin ia hapuskan.
Kali itu hari hujan, dan seperti biasa Jiho melupakan payungnya itu lagi. Ia berakhir harus berlari ditengah hujan yang mengguyur hingga sampai ke perhentian bus terdekat. Ponselnya mati, ia tak bisa menghubungi Hyejin eonnie—atau Hayoung atau Yoobin. Begitu sampai di halte bus, ia segera menghela napas lega—sekalipun pakaiannya sudah basah, dan rambutnya panjangnya terlihat super menggelikan. Pemuda itu disampingnya, dengan payung dilipat di tangan sambil menatap prihatin padanya.
Tau apa yang terjadi selanjutnya?
Jisoo meminjamkan sapu tangannya pada Jiho, padahal mereka belum kenal kali itu. Bukankah ia terlalu baik untuk ukuran remaja Korea yang kebanyakan tak acuh hari-hari ini. Jiho sendiri heran, mereka tidak saling mengenal namun pemuda itu justru mau berepot-repot membantunya.
Dan tau apa lagi yang membuat Jiho jatuh cinta padanya?
Senyum Jisoo.
Yang membuatnya seolah melihat kembang api mendadak—ini menggelikan, ia tau.
Tapi Jiho hanya ingin menjelaskan apa yang terjadi sesungguhnya. Dan lambat laun, ketika ia mengenal pemuda itu sebagai sahabat dekat dari tetangganya sendiri otomatis kegembiraan itu langsung meluap dari dalam hatinya. Kesempatan yang ia miliki, ia harus menggunakannya. Atau... berada di dekat pemuda itu saja, sudah cukup?
Awalnya, ia berpikir seperti itu. Awalnya.
***
"Kudengar, kau dan senior Hong..."
Ia pun mengigit bibir, mendengar pertanyaan dari pemuda Jeon itu padanya seolah membuat hatinya sendiri teriris. Wonwoo sendiri tak mengerti apa yang ia pikirkan hingga berani dan dengan lancangnya bertanya seenak itu kepada Jiho. Mereka tak pernah dekat, memang. Hanya sebatas teman sekelas dan teman yang sering menghabiskan waktu bersama ketika berada di kendaraan umum seperti ini. Wonwoo sendiri tak tega, melihat gadis itu dihimpit dari kanan kiri di tengah keramaian bus.
"Hmmm."
"Chukkahae," ucapnya dengan nada santai. Abaikan hatinya yang seolah teriris begitu mengucapkan kata itu. Ia sendiri harus menyadari akan kesalahannya—yang terus dan sering kali mengabaikan kesempatan-kesempatan yang terbuka lebar untuknya. Dibandingkan dengan Jisoo, apalah dirinya ini. "Wonwoo-ya," panggil anak gadis itu. Pemuda Jeon ini lantas menundukkan kepalanya, mengamati gadis itu lamat-lamat. Penyesalan ini, kapan akan berakhir, ya? Pertanyaan itu terulang terus dalam benaknya.
"Maafkan aku," —karena melukai perasaanmu.
Wonwoo justru tertawa, tawa pertama yang terdengar oleh Jiho setelah sekian lama mengenal pemuda Jeon itu. Puncak kepalanya ditepuk. "Untuk apa minta maaf, bodoh?" Alisnya bertaut. "Kau bilang aku apa?" "Bodoh," Ulang Wonwoo dengan senyum asimetris di wajahnya. Gadis itu merengut kesal, ekspresi inilah yang belakangan ini justru membuat hidup Wonwoo berantakan—tapi ia menyukainya. Sungguh. "Tetap teman, kan?" celetuknya. Jiho melirik sinis pada pemuda itu, sementara Wonwoo sekali lagi tertawa.
"Kalau senior Jisoo membuatmu menangis, aku takkan ragu lagi untuk mendekatimu."
Dan kepalan tangan Jiho akhirnya mendarat pada lengan pemuda itu.
"Jangan bicara yang macam-macam!"
***
:'D semoga suka!
Comments