End of a Day

SEVENTEEN Fanfiction

 

Hari yang melelahkan.

Kurasakan nyeri di kedua pundakku. Begitupun dengan leherku, meskipun ratusan kali aku mengangkat kepalaku, rasa sakitnya tak akan hilang. Aku butuh istirahat. Mataku mulai terasa berat, aku sangat merindukan sandaran bantal empuk dan balutan selimut.

Lama kelamaan semua ini terasa menyiksa.

Aku tahu seberapa penting pendidikan untuk kami, terutama aku, siswa yg tidak cerdas dan kurang unggul di beberapa mata pelajaran. Tapi rasanya terlalu berlebihan jika hal ini justru malah membuat kami kelelahan dan kesehatan memburuk. Atau mungkin ini hanya perasaanku saja. Pendidikan yang terlalu menekan para siswa, atau aku saja yang tak bisa menyesuaikan diri. Aku tak tahu.

 

A Fanfiction by :  jiminem

 

Tanpa disadari semua bangku sudah terisi penuh. Tidak seperti biasanya. Kemarin saja rasanya hanya ada beberapa orang di sini. Oh iya, aku lupa. Hari ini aku pulang bersamaan dengan berakhirnya jam kerja, pantas saja banyak orang-orang dengan pakaian rapi lalu lalang selama tadi aku menunggu kereta ini.

Sial, aku lapar sekali..

Rasanya kereta ini berjalan semakin lambat. Aku ingin segera sampai ke rumah.

Aku berhenti memperhatikan jemariku dan mulai mengangkat kepala. Aku tak mau terlihat seperti murid aneh. Aku harus bersosialisasi dengan lingkungan. Seandainya tadi pagi kubawa jaket yg tergeletak di kursi, aku tidak akan kedinginan seperti ini. Yaampun, rasanya seperti mau mati.

 

Tiba-tiba mataku tertuju pada seorang anak laki-laki yg berdiri di barisan bangku sebrang sana. Kulihat seragam yang ia kenakan. Rasanya bisa bernapas lega saat melihat ada seorang pelajar lain di dalam kereta ini haha. Saat aku melihat wajahnya, ia sedang tersenyum samar dengan kedua matanya yg tertuju padaku. Begitu menyadari aku juga sedang menatapnya, ia mulai memalingkan wajah. Begitupun denganku. Aku kembali memperhatikan jemariku. Beralih memperhatikan sepatu di kedua kakiku, terus mencari berbagai objek lain yg bisa kuperhatikan. Tapi pada akhirnya mataku kembali tertuju pada murid laki-laki itu. Saat menemukannya sedang memperhatikanku lagi, jantungku mulai berdebar kencang.

Sial, orang ini memperhatikanku sedari tadi!

Aku berusaha tetap tenang. Kutundukkan kepalaku walaupun aku masih bisa merasaknnya menatapku. Bagaimanapun, aku tak akan membiarkannya mengenalku, atau aku akan berada dalam bahaya.

Dengan tangan yg bergetar aku berlaga merapikan rambutku dan diam diam membuatnya menutupi wajahku.

Apa yg bisa kulakukan sekarang? Apakah dia masih memperhatikanku?

Kuberanikan diri untuk mengangkat kepala, perlahan menatapnya dari sudut mataku. Kali ini ia benar-benar tersenyum padaku. Dan senyumannya semakin lama semakin terlihat menakutkan. Kuperhatikan kedua tangannya yang perlahan bergerak menuju saku seragamnya. Tak lama, sebuah benda kotak hitam tipis sudah berada dalam genggamannya. Sebuah ponsel!

Sial, apa yang akan ia lakukan!?

Tanpa ragu aku terus memperhatikannya, seperti ia memperhatikanku. Perhatiannya tiba-tiba teralih pada ponsel di tangannya. Mungkin ia mendapat sebuah pesan. Aku kembali memalingkan wajahku. Berusaha tetap tenang dan berpikir positif. Tapi pikiranku berubah saat aku mendengar tawa keluar dari mulutnya. Aku kembali menatapnya. Ia tertawa samar saat melihat layar ponselnya. Kupikir ada sesuatu yg lucu, tapi aku salah besar. Ia tersenyum lebar saat menatapku, lalu ia kembali menatap layar ponselnya dan suara tawa samar kembali terdengar.

Sial, apa yg ia lakukan? Aku sangat ketakutan!

Entah mengapa ide ini muncul di kepalaku. Tanganku mulai meraih nametag yg terpasang di seragamku, dengan secepat yg kubisa aku melepasnya. Aku mulai menggenggamnya dengan erat. Masih berusaha untuk tetap tenang. Aku kembali menatap murid laki-laki itu, dan aku bisa melihat senyumannya menyeramkannya mulai menghilang. Ia menggantinya dengan tatapan kosong tapi terlihat penuh rencana. Kemudian ia terlihat bingung saat menyadari nametag ku sudah tak terpasang. Setidaknya dengan usaha yg telah kulakukan ia tidak akan mengenal namaku

 

Tanpa disadari kereta telah berhenti melaju. Orang orang mulai  bangkit dari bangku mereka dan berjalan ke luar. Tanpa ragu aku mulai bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. Melupakan semua rasa lelah, lapar dan dingin yang menghalang.

Aku harus keluar dari tempat ini sekarang juga..

Kulangkahkan kakiku dengan cepat, berusaha untuk tidak berlari agar murid itu tidak curiga. Tapi rasanya kudengar suara langkah kaki tepat di balik tubuhku. Aku harap orang ini bukan murid gila yg sedari tadi memperhatikanku. Tiba-tiba sebuah tangan mendarat di pundakku. Dan aku nyaris melompat ketakutan.

 

“y/n?”

dengan tenang aku berbalik. Aku nyaris terjatuh saat melihat orang yang menepuk pundakku adalah murid gila itu. Dengan suara yg bergetar, aku bertanya

“bagaimana kau bisa tau namaku?”

Ia tersenyum dengan senang saat mendengar pertanyaanku.

“ternyata benar, aku pikir kau bukan y/n”

ia mengucapkannya seraya melihat ke layar ponselnya. Aku sangat kebingungan. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

“siapa kau”

aku sangat gugup sampai pertanyaanku terdengar sangat datar.

“oh? Kau tidak ingat aku?”

aku rasa pertanyaanku terdengar lebih baik. Karena pertanyaannya terdengar seperti mengucapkan halo dalam logat China. Perlahan aku menggelengkan kepala. Dengan sigap ia memperlihatkan sebuah foto di layar ponselnya padaku. Aku memperhatikannya dengan seksama. Itu sebuah foto kumpulan anak-anak.

“ini kau, dan ini aku. Ingat?”

ia menunjukan telunjuknya pada seorang anak kecil perempuan yg sedang menangis, lalu berganti kepada anak kecil laki-laki dengan noda coklat yg menutupi pipi dan bibirnya.

Aku hanya terdiam. lalu aku membaca nametag yg terpasang di seragamnya.

“Wen Junhui? Wen Junhui! Yaampun ,Jun?”

Aku mulai bernapas lega saat menyadari bahwa murid ini adalah temanku saat sekolah dasar dulu. Aku menatapnya dari kepala sampai kaki. Bagaimana bisa ia tumbuh begitu cepat!?

“kau terlihat sangat berbeda! Aku nyaris tak mengenalmu!”

Ia tersenyum lebar saat aku mengucapkannya. Kami mulai tertawa bersama.

“rumah mu masih sama seperti yang dulu kan?”

aku mengangguk. Jun melihat jam di pergelangan tangannya.

“Kita harus cepat, sebelum bus terakhir pergi!”

“Ah kau benar”

Kami mulai berlari meninggalkan kereta, tapi aku menghentikan langkahku saat menyadari sesuatu.

“Jun, kita naik bus yang berbeda”

“Sudah terlalu larut, kau anak perempuan. Aku harus menemanimu sampai ke rumah”

 

 

tamat

 

*maaf karena udah menunda chapter 'Sarang (Love)'

semoga bisa update soon

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
jiminem
#1
Chapter 4: Kalo Chapter 4 bikin binun :
Cewenya itu dinner sama cowo lain, bukan wonwoo. Jadi (hantu :')) wonwoo cuma nontonin /?
Andin0797
#2
Chapter 4: Wonwoo?? Aku kira hoshi. Plotnya bgus >< jd ceritanya y/n pcrn ama wonwoo tp wonwoo meninggal gtu? Nah terus pov yg awal pov siapa kalau pov akhir yg wonu?
Andin0797
#3
Chapter 2: Ohmy seungcheolllllll. Ini sweet bgtttt. Ga nyangka anna ga bsa ngeliat. Great fanfic! I'm squeal for this ohmy ohmy >~<
sebuentin
#4
Chapter 3: so far ini keren banget author-nim. menunggu update selanjutnya~