One

Give Me Your Love

*

 

“Maaf, aku datang terlambat. Tadi aku terjebak macet di jalan.” ucap Junmyeon seraya duduk di hadapan gadis berparas cantik yang sejak tadi menunggunya di dalam sebuah coffee shop ternama yang terletak di kawasan Hongdae.

 

Gwaenchana..” gadis itu tersenyum tipis lalu menyesap hot cappuccino pesanannya “Kau mau minum apa, Junmyeon-ah? Bagaimana dengan espresso kesukaanmu? Biar aku yang memesankannya untukmu.”

 

Junmyeon tidak menghiraukan pertanyaan gadis dihadapannya, ia malah menggenggam tangan gadis yang merupakan kekasihnya itu, seolah menyalurkan rasa rindunya. “Bogoshipta (Aku merindukanmu). Sudah seminggu kita tidak bertemu karena pekerjaanku di Jeju. Bagaimana pekerjaanmu? Apa kabar atasanmu itu?”

 

“Aku juga merindukanmu. Pekerjaanku baik-baik saja.” jawab gadis itu singkat lalu ia melepaskan tangannya yang ada di genggaman Junmyeon perlahan “Kris juga baik.”

 

“Lalu apa yang ingin kau katakan padaku?” tanya Junmyeon, matanya menatap wajah kekasihnya dengan penuh rasa penasaran.

 

“Aku…….” gadis itu terdiam sejenak, ragu dengan apa yang akan dikatakannya “Aku hamil.” sambungnya yang membuat Junmyeon tercengang.

 

“Ha-hamil? Bagaimana bisa? Kita kan tidak pernah melakukan apapun.” Junmyeon merasa sangat bingung, ia tidak habis pikir dengan kekasihnya. Bagaimana bisa kekasihnya hamil sementara mereka belum pernah berbuat sampai sejauh itu.

 

 “Aku mengandung darah daging Kris Wu.” ujar gadis itu yang berhasil membuat Junmyeon membisu untuk beberapa saat.

 

Mianhae jeongmal mianhae.. Aku memang bukan perempuan yang pantas untukmu. Maafkan aku.” gadis yang bernama Hyejin itu mulai terisak.

 

“Sejak kapan kau berhubungan dengannya, Hyejin-ah?” tanya Junmyeon dengan suara bergetar. Junmyeon merasakan perih dihatinya saat mengetahui kenyataan bahwa kekasih yang sangat dicintainya malah berselingkuh. “Apa kau tidak mencintaiku? Kenapa kau melakukan ini padaku? Wae Hyejin-ah?!

 

“Sejak setahun yang lalu, ketika kau sibuk dengan pekerjaan barumu dan mengabaikanku. Kris datang dan memberikan perhatian yang harusnya kau berikan padaku. Aku mencintaimu tapi maaf aku bukan wanita yang baik dan aku tidak pantas untukmu. Jeongmal mianhae.” Hyejin menunduk karena merasa malu dan menyesali perbuatannya.

 

“Apa salahku padamu, Hyejin-ah?! Kenapa kau melakukan ini padaku?!” Junmyeon mengguncangkan bahu Hyejin. “Aku sangat mencintaimu, kau tahu itu! Kenapa kau malah berselingkuh dengan Kris?!”

 

Hyejin menatap Junmyeon nanar “Mianhae.. Kau tidak bersalah, Junmyeon-ah. Aku yang bersalah, aku yang tidak setia denganmu. Aku wanita yang bodoh, sangat bodoh. Aku telah menyia-nyiakan cintamu. Maafkan aku.”

 

Junmyeon melepaskan tangannya dari bahu Hyejin “Apa Kris tahu soal kehamilanmu ini?”

 

Hyejin mengangguk “Dia mau bertanggung jawab asal aku memutuskan hubungan kita. Minggu depan Kris akan kembali ke Cina dan aku akan ikut bersamanya.” Hyejin pun beranjak dari kursinya “Aku pergi dulu, Kris menungguku diluar. Selamat tinggal Junmyeon-ah. Kuharap kau menemukan perempuan yang jauh lebih baik dariku.”

 

“Kenapa kau tega melakukan ini padaku, Hyejin-ah?” gumam Junmyeon, ia hanya bisa memandangi Hyejin yang berjalan keluar dari coffee shop. Tanpa ia sadari air mata mulai menggenangi kedua pelupuk matanya “Aku mencintaimu.”

 

 Sore itu hujan pun turun dengan deras seperti ikut merasakan kepedihan yang Junmyeon rasakan. Hyejin tega mengkhianati hubungan mereka yang dimulai sejak dua tahun yang lalu. Junmyeon bangkit dari kursinya dengan enggan. Ia melangkah menuju tempat dimana mobilnya terparkir. Junmyeon masuk ke dalam mobilnya dan segera melajukan mobilnya menuju bar di daerah Apgujeong. Hanya satu yang ada di pikiran Junmyeon sekarang, ia ingin minum alkohol sampai mabuk dan melupakan kejadian tadi sekaligus melupakan rasa cintanya untuk Hyejin.

 

Junmyeon tiba di bar yang berada di kawasan Apgujeong sekitar pukul tujuh malam. Pria bertubuh sedang itu langsung masuk dan memesan segelas beer. Junmyeon sudah berniat untuk mabuk, ia tidak peduli bila sampai di apartemennya nanti akan dimarahi oleh kedua adiknya. Ia ingin menghilangkan rasa perih yang menusuk hatinya sekarang.

 

Han jan tto juseyo! (Tolong berikan saya satu gelas lagi!)” seru Junmyeon pada bartender di depannya. Bartender di depannya pun langsung menyajikan beer pesanan Junmyeon. Ini sudah gelas keenam yang Junmyeon minum. Penampilan Junmyeon sudah sangat kusut. Kemeja putihnya sudah awut-awutan dan dasinya entah berada dimana. Tubuhnya sempoyongan dan matanya berkunang-kunang.

 

“Park Hyejin! Kau kejam! Wanita macam apa kau ini?! Kau tega mengkhianati aku. Kau tidak punya perasaan! Padahal aku jauh lebih baik dari Kris itu!” pria berusia 26 tahun itu mulai meracau setelah menenggak gelas keenamnya. “One more!” serunya lagi.

 

Jwesonghamnida, tapi ini sudah gelas keenam yang kau minum. Kau bisa merasakan pusing yang luar biasa saat bangun esok hari jika kau minum terlalu banyak.” ujar bartender itu memperingati Junmyeon.

 

“Aku tidak peduli! Kekasihku saja tidak peduli denganku dan tega mencampakkanku, untuk apa kau peduli denganku?! I want one glass again!” seru Junmyeon lagi, bersikukuh dengan keinginannya.

 

Bartender itu cuma menggelengkan kepalanya dan memberikan Junmyeon segelas beer lagi “Ini yang terakhir untukmu.”

 

Junmyeon tersenyum senang dan langsung menenggak gelas ketujuhnya “Aaah.., I love you, Park Hyejin.” racau Junmyeon. Kepalanya terasa semakin pusing dan berkunang-kunang, akhirnya ia jatuh tertidur di atas meja bartender.

 

*

 

Heera baru saja hendak melangkah keluar dari gedung kantornya. Namun dering ponselnya membuat ia mengurungkan niatnya dan memilih duduk di lobby kantornya untuk mengangkat telpon. Tertera nama Junmyeon, atasannya, di layar ponselnya. “Yoboseyo?

 

Yoboseyo?” sahut suara di seberang line telpon yang Heera yakin bukanlah suara dari Junmyeon, Heera sudah hafal bagaimana suara Junmyeon “Apa kau mengenal pemilik dari ponsel ini?”

 

Ne, aku mengenalnya. Kau siapa? Apa sesuatu terjadi dengan Junmyeon?” Heera merasa khawatir, takut sesuatuyang buruk  terjadi dengan Junmyeon.

 

“Aku bartender di Jazz Bar. Sekarang pemilik ponsel ini berada di Jazz Bar dalam keadaan mabuk. Ia datang sendiri dan kurasa tidak mungkin ia bisa pulang sendiri. Apa kau bisa menjemputnya? Aku menghubungimu karena nomormu berada di speed dial angka satu ponsel ini.” jelas bartender itu panjang lebar.

 

Guraeyo, aku akan menjemputnya sekarang. Kamsahamnida.” Klik! Heera menutup telponnya dan memasukkan ponsel ke dalam tote bag miliknya. Heera pun segera keluar dari kantor dan pergi ke Jazz Bar untuk menjemput Junmyeon, atasannya sekaligus pria yang ia cintai.

 

Heera mengenal Junmyeon sejak 5 tahun yang lalu. Saat itu Heera baru saja lulus SMA, meneruskan pendidikannya di Yonsei University dan bertemu Junmyeon sebagai seniornya di kampus. Junmyeon berusia dua tahun lebih tua darinya tapi mereka cocok untuk berteman sampai akhirnya setahun yang lalu Junmyeon merekrut Heera sebagai sekretaris pribadinya.

 

Heera sudah menyukai Junmyeon sejak mereka bertemu di Yonsei University namun Heera tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya pada Junmyeon sampai Junmyeon lulus. Apalagi saat itu Junmyeon adalah mahasiswa senior yang amat populer, Heera yang hanya mahasiswa biasa merasa tidak pantas untuk bersanding dengan Junmyeon. Hingga akhirnya mereka kembali bertemu lagi, Heera merasa sudah cukup puas meskipun hanya dengan status ‘sahabat’.

 

Taksi yang ditumpangi Heera berhenti tepat di depan gedung Jazz Bar. Heera turun dan langsung masuk ke dalam bar setelah membayar ongkos taksi. Heera mengedarkan pandangannya ke sekeliling bar yang cukup ramai untuk mencari Junmyeon. Matanya pun menangkap sosok Junmyeon yang tertidur dalam posisi duduk di atas meja bartender.

 

Junmyeon-ah! Irreona! Ya! Kim Junmyeon! Irreona!” Heera menepuk-nepuk pipi Junmyeon, berharap Junmyeon sadar namun Junmyeon malah kembali meracau.

 

“Maaf, apa kau mengenal pria ini?” tanya seorang bartender yang baru saja selesai membuat minuman pesanan pelanggannya.

 

Ne, apa kau yang menelponku tadi dengan ponselnya?” tanya Heera memastikan.

 

Bartender itu mengangguk “Pria ini mabuk berat karena sudah menghabiskan tujuh gelas beer.”

 

“Apa kau tahu jam berapa ia datang?”

 

“Sekitar jam tujuh malam, tak lama setelah bar ini buka.”

 

“Hyejin-ah, aku mencintaimu. Kajima.. Jangan tinggalkan aku! Hyejin-ah!” racau Junmyeon lagi. Heera bisa melihat bulir-bulir air mata yang mengalir di pipi Junmyeon. Mendengar racauan Junmyeon tadi, Heera mengerti bahwa Junmyeon sedang ada masalah dengan kekasihnya.

 

Heera menghapus air mata Junmyeon dengan kedua ibu jarinya dan menatap Junmyeon iba. “Saat kau sadar nanti, kau harus menceritakan semuanya padaku.” Heera pun memapah Junmyeon dengan susah payah menuju parkiran bar untuk mengambil mobil Junmyeon dan mengantarkannya pulang.

 

Heera mendudukkan Junmyeon di jok samping pengemudi lalu memasangkannya safety belt. Ia memandangi Junmyeon sejenak dan mengelus pipi Junmyeon. “Kalau kau tahu perasaanku padamu, apa kau akan menjauhiku atau kau membalas perasaanku? Tapi sepertinya itu tidak mungkin. Aku tahu, kau sangat mencintai Hyejin. Betapa beruntungnya Hyejin, dicintai oleh pria sepertimu, Junmyeon.” Heera menghela napas lalu berniat  menutup pintu namun Junmyeon menahan tangannya.

 

“Hyejin-ah, ini sangat sakit.” Junmyeon menunjuk ke bagian dadanya, bermaksud menunjuk hatinya  “Saranghae Hyejin-ah. Kajima. Aku membutuhkanmu.” Junmyeon merengkuh wajah Heera dan mendekatkan wajahnya ke wajah Heera.

 

Ya! Kim Junmyeon! Apa yang mau kau lakukan?!” Heera berusaha menghindar dan menjauhkan wajah Junmyeon darinya. Junmyeon pun kembali tertidur. Heera berani bertaruh kalau sekarang wajahnya semerah kepiting yang baru direbus. Jantungnya berdebar tak karuan saat wajahnya dan wajah Junmyeon dalam jarak yang begitu dekat. Ia segera menutup pintu mobil dan duduk di jok pengemudi untuk mengemudikan mobil milik Junmyeon.

 

*

 

“Aku pulang.” ujar Jongin saat masuk ke dalam apartemen yang ia tempati bersama kakak laki-laki dan adik perempuannya. Orangtua Jongin sudah berpisah sejak 4 tahun yang lalu dan sudah memiliki keluarga baru masing-masing. Jongin dan adik perempuannya, Jooyeon, memilih untuk tinggal bersama Junmyeon, kakak mereka yang sudah bekerja dan memiliki apartemen sendiri.

 

“Kau belum tidur Jooyeon-ah?” tanya Jongin saat melihat adik yang lebih muda 2 tahun darinya yang masih terbangun sedangkan jam dinding sudah menunjukkan hampir tengah malam. Jongin sendiri baru pulang setelah mengerjakan tugas kuliahnya di Perpustakaan.

 

Jooyeon mematikan televisi yang sejak tadi menyala “Kau dan Junmyeon oppa belum pulang, bagaimana aku bisa tidur?”

 

Jongin meletakkan gelas yang telah ia pakai di meja pantry “Junmyeon hyung belum pulang? Kupikir ia sudah tidur di kamarnya. Kau sudah coba hubungi ponselnya?”

 

“Sudah. Berkali-kali aku menghubungi ponselnya tapi tidak diangkat sama sekali. Bagaimana ini? Aku takut sesuatu yang buruk terjadi pada Junmyeon oppa.” Jooyeon mulai merasa khawatir dengan keadaan kakak sulungnya.

 

Tingtong! Terdengar suara bel berbunyi “Nuguseyo?” tanya Jongin melalui intercom.

 

“Aku Heera, aku datang mengantarkan Junmyeon.” terdengar suara wanita yang cukup familiar di telinga Jongin dan Jooyeon. Jongin pun bergegas  membukakan pintu. Saat pintu terbuka, tampaklah Heera sedang memapah Junmyeon yang terlihat mabuk.

 

“Junmyeon hyung?!” Jongin terkejut melihat Junmyeon dalam keadaan mabuk. Ia pun segera membantu Heera membawa Junmyeon menuju kamarnya sementara Jooyeon mengikuti dari belakang. Mereka membaringkan Junmyeon di tempat tidurnya. Jooyeon pun langsung mengurus Junmyeon sementara Jongin dan Heera berbicara berdua di luar kamar Junmyeon.

 

“Apa yang terjadi dengan Junmyeon hyung, noona?” tanya Jongin penasaran “Tidak biasanya Junmyeon hyung pulang dalam keadaan mabuk seperti itu.”

 

Heera mengangkat bahu “Aku juga tidak tahu kenapa hyungmu seperti itu. Tadi sore ia pulang lebih awal, sepertinya mau menemui Hyejin. Tapi tadi seorang bartender di Jazz Bar menelponku dan memintaku menjemput Junmyeon. Junmyeon sempat meracau memanggil nama Hyejin. Sepertinya hubungan mereka sedang ada masalah.” jawab Heera.

 

Jongin mengangguk-angguk setelah mendengar jawaban Heera. “Terima kasih noona, karena kau sudah mengantarkan Junmyeon hyung. Maaf kalau Junmyeon hyung selalu merepotkanmu, noona.”

 

Gwaenchana. Bagaimana pun juga Junmyeon adalah sahabatku. Gurae, aku pulang dulu ya.” Heera pamit.

 

“Mau kuantarkan, noona?” tawar Jongin.

 

“Tidak usah, aku sudah memesan taksi kok. Malam, Jongin-ah.” Heera keluar dari apartemen Junmyeon.

 

Josimhaeyo, noona. (Hati-hati, noona.)” balas Jongin lalu menutup pintu apartemennya.

 

“Junmyeon oppa sudah kugantikan bajunya dan sekarang ia sudah tidur pulas.” Jooyeon keluar dari kamar Junmyeon dan menutup pintunya pelan. “Tadi ia menyebut-nyebut nama Hyejin eonni, apa Junmyeon oppa sedang ada masalah dengan Hyejin eonni ya?”

 

“Entahlah.” Jongin mengangkat bahunya lalu merebahkan tubuhnya di sofa “Sepertinya begitu, kita tunggu saja sampai Junmyeon hyung mau bercerita.”

 

“Sebenarnya…” Jooyeon mengambil tempat duduk di samping Jongin “Sebenarnya seminggu yang lalu aku sempat melihat Hyejin eonni dan seorang pria lain.” sambungnya.

 

Jongin menoleh “Mwo?! Kau bertemu Hyejin noona dimana? Apa kau tahu siapa pria yang bersamanya?”

 

“Saat itu aku sedang pergi ke Hongdae dengan temanku dan aku melihat Hyejin eonni baru saja keluar dari toko pakaian dengan pria yang tidak kukenal. Mereka terlihat mesra sekali. Sebenarnya aku ingin memberitahukan hal ini ke Junmyeon oppa, tapi aku takut kalau aku hanya salah paham. Lagipula aku tidak ingin terlalu ikut campur dengan hubungan mereka berdua.” jelas Jooyeon panjang lebar.

 

“Apa pria itu yang membuat Junmyeon hyung bertengkar dengan Hyejin noona sehingga Junmyeon hyung jadi seperti itu ya?” gumam Jongin.

 

“Cinta itu memang rumit ya.” Jooyeon menghela napas “Oppa, aku tidur duluan ya. Kau juga jangan tidur terlalu larut. Jalja.” kata Jooyeon seraya berjalan masuk ke dalam kamarnya.

 

Ne, jalja, Jooyeon-ah.” balas Jongin yang masih duduk di sofa ruang tengah.

 

*

 

“Pagi.” sapa Jooyeon yang sedang menyiapkan sarapan pagi di pantry ketika melihat Junmyeon keluar dari kamarnya. Sepiring roti isi dan semangkup sup telah tersedia di meja makan. “Oppa, makanlah sup yang sudah kusiapkan ini untuk menetralkan pengaruh alkoholnya.”

 

Junmyeon menarik kursi untuk duduk dan mulai memakan sup yang tersedia di meja makan. “Mian.” gumam Junmyeon.

 

“Untuk apa?” Jooyeon duduk di hadapan Junmyeon sembari melahap roti isi buatannya.

 

Junmyeon menggaruk tengkuknya “Untuk semalam. Semalam aku mabuk dan pasti merepotkanmu dan Jongin. Maaf, aku janji tidak akan seperti itu lagi.”

 

Jooyeon menghentikan makannya lalu menatap Junmyeon “Janji? Oppa tahu kan peraturan disini kalau tidak boleh pulang dalam keadaan mabuk. Oppa sendiri yang membuat peraturan itu tapi oppa sendiri yang melanggarnya.” gerutu Jooyeon.

 

“Janji.” cengir Junmyeon “Oh iya, dimana Jongin? Dia belum bangun?”

 

“Sudah berangkat ke kampusnya, katanya ada kelas pagi.”

 

“Oh, lalu semalam siapa yang mengantarku pulang?”

 

“Heera eonni.” jawab Jooyeon setelah menghabiskan susunya.

 

“Heera? Kenapa dia bisa mengantarku pulang? Seingatku, aku pergi ke bar itu sendirian.”

 

Molla. Tanya saja dengan Heera eonni.” Jooyeon pun beranjak dari kursinya sambil merapikan seragam sekolahnya yang sedikit kusut “Aku pergi dulu, oppa.”

 

“Hati-hati.” balas Junmyeon yang masih menghabiskan sarapannya. Setelah mencuci piring dan gelas bekas sarapannya, Junmyeon masuk ke kamar mandi dan bersiap-siap pergi ke kantornya. Satu jam kemudian, ia sudah sampai di gedung kantornya dan bergegas menuju ruangannya. Terlihat Heera sedang duduk di mejanya sambil mengetik laporan. “Pagi.” sapa Junmyeon.

 

Heera mengalihkan pandangannya dari layar computer “Pagi. Sudah merasa baikan?”

 

Junmyeon mengangguk “Sedikit, setidaknya lebih baik daripada kemarin. Gomawo Heera-ya, aku pasti sangat merepotkanmu semalam.”

 

Gwaenchana. Apa yang terjadi? Kau dan Hyejin bertengkar?” tanya Heera penasaran.

 

Junmyeon menaikan kedua alisnya “Lebih buruk dari itu.”

 

“Ceritakan padaku, aku sahabatmu kan?” pinta Heera.

 

Ne, nanti kita makan siang diluar dan aku akan cerita semuanya. Sampai nanti.” Junmyeon pun masuk ke dalam ruangannya.

 

Empat jam telah berlalu, waktu makan siang pun tiba. Junmyeon keluar dari ruangannya untuk menghampiri Heera di mejanya. Terlihat Heera sedang berbincang-bincang dengan Lu Han, Marketing Manager di perusahaan tempatnya bekerja.

 

“Ehem.” Junmyeon berdeham. Ia memang tidak terlalu menyukai Lu Han, meskipun Lu Han adalah teman sekantornya. Setiap jam makan siang, Lu Han selalu datang ke depan ruangannya untuk menemui Heera dan Junmyeon merasa terganggu dengan kedatangan Lu Han meskipun Junmyeon tidak tahu apa alasannya merasa sebal setiap melihat Heera bersama dengan Lu Han.

 

Lu Han dan Heera menghentikan pembicaraannya saat melihat kedatangan Junmyeon. Lu Han tersenyum dan menyapa Junmyeon “Annyeonghaseyo, Kim Junmyeon-ssi.

 

Ne, annyeonghaseyo.” balas Junmyeon sekenanya “Heera-ya, ayo kita makan siang. Aku sudah lapar. Kau cepat turun, aku menunggumu di mobil.” tukas Junmyeon sebelum ia masuk ke dalam lift.

 

“Apa yang terjadi?” tanya Lu Han yang heran dengan tingkah laku Junmyeon. “Sepertinya mood Kim Junmyeon sedang tidak baik.”

 

Heera mengangkat bahunya “Mungkin ia sedang ada masalah.” Heera menyampirkan tote bagnya di bahu “Mian Lu Han-ah, aku harus pergi karena aku sudah janji untuk makan siang dengan Junmyeon.”

 

“Lalu kapan kau akan makan siang denganku, Heera-ya?” Lu Han mengerucutkan bibirnya.

 

“Kau lucu sekali dengan pose seperti itu.” Heera tertawa ringan “Masih ada hari esok, lagipula kita masih dalam perusahaan yang sama kan? Aku duluan ya, annyeong!” Heera melambaikan tangan sebelum pintu lift tertutup.

 

Arasso.” Lu Han menghela napas lalu balas melambai pada Heera “Josimhae Heera-ya!

 

*

 

“Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?” tanya Heera saat Junmyeon selesai menceritakan tentang pengkhianatan yang dilakukan Hyejin. Saat ini Heera dan Junmyeon sedang makan siang bersama di restoran yang berada di kawasan Hongdae.

 

“Entahlah.” jawab Junmyeon lesu “Aku masih tidak percaya bahwa Hyejin tega menduakanku padahal aku sangat mencintainya.”

 

Heera menghela napas ketika mendengar Junmyeon yang masih sangat mencintai Hyejin. Padahal Heera berpikir, ini bisa menjadi awal yang bagus untuk mulai menunjukkan perasaannya pada Junmyeon, namun semua usahanya akan sia-sia jika Junmyeon masih mencintai mantan kekasihnya. “Mungkin ini sudah saatnya kau melihat wanita lain, Junmyeon-ah.” gumam Heera.

 

Junmyeon mengaduk-aduk minumannya. “Seandainya jatuh cinta dengan orang lain itu semudah membalikkan telapak tangan, aku sudah melakukannya, Heera-ya. Masalahnya, aku masih sangat mencintai Hyejin.”

 

“Sudah, lupakanlah Hyejin. Masih ada wanita lain yang lebih pantas mendapatkan cintamu. Masih ada wanita lain yang sangat tulus mencintaimu.” Heera menepuk bahu Junmyeon, mencoba menyemangati “Kau masih punya aku, Kim Junmyeon. Aku sahabatmu dan aku akan setia menemanimu. Mengerti?”

 

Junmyeon tersenyum tipis. “Arasso. Gomapta Heera-ya. Kau memang benar-benar sahabatku.”

 

“Kau memang hanya akan menganggapku sahabatmu kan? Aku tidak pernah lebih dari sahabat kan? Seandainya kau tahu bahwa aku sangat mencintaimu. Kim Junmyeon, saranghae.” batin Heera sambil menatap Junmyeon yang sedang meminum minumannya.

 

“Hei! Kau kenapa melihatku seperti itu?” tanya Junmyeon yang sadar kalau Heera sedang menatapnya.

 

Heera segera menggeleng. “Tidak. Percaya diri sekali, Kim Junmyeon.” Heera melempar gumpalan tissue yang ada di depannya ke arah Junmyeon.

 

Ya! Kau ini..” Junmyeon balas melempar tissue ke arah Heera dan mereka berdua pun tertawa bersama setelah menyadari meja makan mereka dipenuhi oleh gumpalan-gumpalan tissue.

 

“Junmyeon-ah.” sebuah suara wanita yang amat familiar di telinga mereka berdua, telah berhasil menghentikan tawa mereka. Junmyeon mendongak dan terkejut saat melihat Hyejin menghampirinya. Darah Junmyeon terasa berdesir saat ia melihat kehadiran Hyejin.

 

“Hyejin-ah?” Junmyeon merasa senang melihat gadis yang amat ia rindukan sekarang berada di hadapannya.

 

“Aku ingin berbicara berdua denganmu, bisa?” pinta Hyejin penuh harap.

 

Junmyeon menoleh ke arah Heera meminta persetujuan. Sejujurnya ia sangat ingin langsung mengatakan ‘bisa’ namun mengingat Heera sedang bersamanya, rasanya tidak etis jika Junmyeon tidak meminta persetujuan Heera.

 

Heera menghela napas lalu beranjak dari kursinya “Maaf, aku masih ada urusan. Junmyeon-ah, terima kasih atas traktirannya. Aku duluan.” pamit Heera yang langsung melangkahkan kakinya keluar dari restoran.

 

Heera melangkah gontai menuju halte bus yang tak jauh dari restoran tempatnya makan siang bersama Junmyeon “Argh, Kim Junmyeon pabbo! Baru saja kubilang untuk melupakan Hyejin, tapi sekarang ia terlihat sangat senang saat Hyejin menemuinya. Dasar bodoh!” gerutu Heera kesal.

 

Tiba-tiba terdengar suara petir menggelegar disusul dengan hujan yang turun dengan deras. Heera segera berlari menuju halte untuk berteduh. Saat itu halte dalam keadaan sepi, hanya Heera yang berteduh disana. Heera berniat kembali ke kantornya dengan menggunakan taksi namun sampai sekarang tidak ada satu taksi pun yang melintas. “Aigoo, kalau begini aku bisa terlambat kembali ke kantor. Bagaimana ini?”

 

Tin tin! Sebuah mobil berjenis city car berhenti tepat di depan Heera dan membunyikan klakson. Tak lama sang pengemudi membuka kaca mobilnya “Heera-ya, cepat masuk! Kita ke kembali ke kantor bersama.”

 

“Lu Han?” Heera terkejut melihat Lu Han yang berada di dalam mobil itu.

 

To Be Continued

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet