Long Time No See

Long Time No See

Title : Long Time No See

Author : 94rapmon

Cast : Kim Namjoon, Jeon Jungkook

Pairing : NamKook

.

.

You have waited for a long time. I won’t be going anywhere now. Baby don’t worry” – Long Time No See, iKON

.

.

.

.

.

.

.

            Brown Café.  Secara otomatis, kedua kakiku berjalan membawaku ke tempat yang sudah menjadi langgananku selama sebulan ini. Bahkan mereka mengetahui menu yang biasanya ku pesan. Secangkir kopi hitam dan dua buah donat coklat. Sepertinya sudah saatnya.., batinku. Satu per satu kertas dan alat tulis mulai tertata rapi di ata meja. Partitur lagu, kertas-kertas lirik yang penuh coretan dan sebuah pensil biru muda yang selalu ada di saku jaketku.

            1 menit..

            5 menit..

            10 menit..

            "Argh!"

            Aku mengerang pelan seraya mengacak rambut pirangku. Apa yang harus ku tulis? Kenapa mendadak ideku hilang? Masih ada satu lagu lagi yang belum rampung dan harus selesai sebum akhir bulan. Tidak, tidak, tidak. Tidak mungkin seorang songwriter handal sepertiku kehilangan arah seperti ini…

Aku melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiriku setelah berhasil menyelesaikan satu bait. Jam 9 dan keadaan café terlihat aneh sekali. Bukannya semakin sepi, tapi malah orangnya lebih banyak dari pada malam-malam biasanya. Dahiku mengerut, apa yang terjadi?

            Karena penasaran, aku memutuskan untuk tetap berada di café dan menunggu—yang katanya menarik—itu datang. Tak lama, suara tepuk tangan yang membahana terdengar, seorang laki-laki berkulit putih bersih keluar dari sebuah pintu yang berada di sisi kiriku. Ia berpakaian cukup 'heboh' untuk dianggap sebagai pelanggan café biasa. Laki-laki itu naik ke atas panggung dan mengambil mic, menyapa semua orang yang memenuhi cafe ini.

           "Baru bilang selamat malam saja, tepuk tangannya sudah membahana.." Tanpa sadar aku mencibir. "Lirik-lirik ini lebih penting daripada dia!”

           Aku mencoba kembali mengumpulkan konsentrasiku yang sempat terbuyar karena memperhatikan—

           What? Aku tidak memperhatikan dia!

            Oke. Oke. Aku memperhatikan laki-laki itu sebentar. Ow, coba lihat, sekarang ia mulai bernyanyi. Lagunya cukup familiar di telingaku. Lagu ini sering diputar di televisi atau pun radio. Eyes, Nose, Lips dari Taeyang ‘Big Bang’.

             Pembawaannya yang serius dan penuh penghayatan menjadikan suasana café mengahangat dan sedikit pekikan ‘girang’ dari beberapa gadis remaja.

            “Liriknya bagus juga.”

 

-oOo-

 

            Lirik-lirik ini terlalu hambar, bisakah kau mengubahnya? Apa kau belum pernah jatuh cinta sebelumnya?

            “Hhh…” Helaan napas pertama di pagi ini. “Lirik yang sudah ku buat susah payah semalam suntuk hanya mendapat respon berupa dua kalimat pendek. Sepertinya aku memang harus melakukan sesuatu.”

            Bermodalkan rambut berantakan, kaus putih yang sudah terkena noda selai kacang dan celana training abu-abu, aku pergi ke sebuah mini market. Kopi, kopi, kopi, ramyun, ramyun, ramyun, permen karet, minuman isotonik. Tidak pernah berubah. Daftar belanjaan yang selalu sama kalau aku—terpaksa—harus lembur.

            “Permisi, akan lebih baik kalau kau tidak mengkonsumsi kopi dan mie instan terlalu banyak.”

            Aku memejamkan mataku sebentar. Sepertinya perempatan kecil berwarna merah sudah tampak di sudut dahiku. Lirikku ditolak dan kini ada yang berani-beraninya menyela gaya hidupku. Sungguh sial pagiku.

            “Memang apa urusannya kopi dan ramyunku dengan hidupmu?”

            Tanpa basa-basi, langsung saja ku balas perkatannya. Aku memang tak punya banyak waktu, tapi kalau ada yang mengajakku untuk ribut, jelas akan ku ladeni.

            “Kau adalah salah satu pelanggan setia di café tempatku bekerja. Hampir setiap malam kau memesan kopi.” Ucapnya. “Jelas itu bersangkutan dengan hidupku.”

            Apa yang dia maksud? Aku semakin tidak paham.

            Pelanggan setia?

            Setiap malam memesan kopi?

            Ini semua bersangkutan dengan hidupnya?

             “Brown Café? Kau salah satu pelayan disana?” tebakku asal.

             Ia menggelengkan kepalanya pelan. “Aku adalah penyanyi di sana. Cukup sering aku melihatmu.” Sahutnya. “Dengar-dengar, kau adalah seorang songwriter ya? Mungkin saja kita bisa bekerja bersama, hehe. Itu pun kalau kau mau.”

            Bekerja bersama? Hm, lumayan juga.

            “Okay, aku akan ke café malam ini. Ku tunggu kau jam tujuh!”

            Aku mengeluarkan senyum seribu watt andalanku—yang lagi-lagi dengan sedikit terpaksa karena tersenyum lebar itu membutuhkan banyak otot yang bergerak dan aku terlalu rajin untuk melakukannya di pagi hari seperti ini—. Semoga dia benar-benar bisa membantuku dalam menyelesaikan satu lagu yang menyebalkan itu. Apalagi, katanya ia adalah seorang penyanyi—

           “Wait, penyanyi café?”

 

-oOo-

 

            Kertas lirik yang lama. Check.

            Kertas ide-ide. Check.

            Melodi. Check.

            “Bisakah aku mendapatkan bantuanmu?” tanyaku pada laki-laki yang kini tengah menyesap jus stroberinya.

            Ia mengangguk mantap. “Tentu saja. Apa tema lagu yang kau pilih?”

            Aku berpikir sejenak, mengingat tema apa yang harus aku jadikan landasan dalam menulis lirik ini. “Ah, tema cinta. Bosku ingin aku menulis lagu cinta.” Jawabku.

            “Hm, tema cinta adalah tema yang paling basic tapi cukup sulit kalau kau tidak merasakan moodnya.” Katanya. “Apa kau pernah jatuh cinta?”

            Ck, pertanyaan itu lagi., batinku kesal.

            “Pernah.” Jawabku—sok—tenang. “Tapi sudah lama sekali. Bahkan kejadiannya sudah samar-samar dipikiranku.”

            “Kalau kau tidak keberatan, kau bisa menjelaskannya. Bagian-bagian yang kau ingat saja juga tidak apa-apa.”

            Aku menghembuskan napas pelan. “Baiklah. Berjanjilah untuk menjadikan cerita ini rahasia.”

            “Aku mengerti, tuan songwriter.” Sahutnya pelan sambil terkekeh.

            Laki-laki itu membetulkan posisi duduknya seolah siap untuk mendengarkan cerita ‘cinta’ku ini. Kisah yang membuatku kembali merindukannya.

            “Aku memiliki seorang sahabat laki-laki yang usianya lebih muda setahun atau dua tahun dariku. Kami bersama sejak kecil. Bermain, sekolah, bahkan kami tidur bersama. Oke, aku tahu itu memalukan, tapi aku cukup menikmatinya. Aku memang tidak terlalu mengingat detailnya, namun ada beberapa hal yang menjadi ciri khas dirinya. Ia manja dan manis sekali.”

           “Nada bicara yang tiba-tiba berubah kalau ia sedang bicara denganku. Sikapnya yang seperti anak kecil itu membuatku harus melindunginya setiap waktu. Walaupun ia menolak untuk diperlakukan begitu, tapi aku tetap melakukannya.”

            “Tapi ketika aku mulai masuk SMA, aku dan keluargaku pindah rumah ke Seoul. Orang tuaku memasukkanku ke sebuah sekolah seni terkenal disini. Kami berpisah sejak itu. Kalau aku bisa bertemu dengannya, aku akan menjelaskan semuanya!”

            Suasana café yang mendadak sepi membuat atmosfer di sekitar kami berdua menjadi amat canggung. Laki-laki itu terdiam. Tampak sedang berpikir.

            “Aku juga punya pengalaman yang mirip sekali dengan milikmu.”   Ujarnya dengan suara pelan. “Seorang sahabat yang selalu bersama sejak kecil—Ya, ya, aku mengingatnya!”

            Hm…

            “Kau mau menceritakannya, kan?” tanyaku dengan nada agak memaksa.

            Laki-laki yang mengenakan topi beanie berwarna biru itu mengangguk dan memulai kisah pengalamannya. Awalnya aku merasa ada yang aneh dengan ceritanya, seakan-akan menjadi pelengkap dari ceritaku.

            Dia punya sahabat yang karakternya seperti aku.

Dia juga menggunakan nada anak kecil pada sahabatnya itu.

            Dia ditinggalkan oleh sahabatnya itu.

            “Semuanya nampak seperti suatu kebetulan ya? Atau kita memang sepasang sahabat itu? Hahaha.”

            Aku tertawa sedikit keras. Lambat laun, tawaku mereda. Ekspresi lawan bicaraku berubah menjadi masam. Seolah-olah ia tidak menyukai hal yang aku katakan tadi.

            “Ini aku, Namjoon hyung!”

            Bibir yang mengerucut lucu, kedua tangan yang dilipat di depan dada dan nada merajuk yang tidak asing di telinga. Seperti aku tengah mengalami de javu.

            “M-maksudnya? Bagaimana kau tahu namaku?”

            Oke, ku rasa aku tampak bodoh.

            “Aku mencarimu kemana-mana! Aku sangat takut kalau kau menginggalkanku karena kau sudah tidak mau bermain denganku lagi. Aku selalu menangis dan ketakutan setiap hari! Aku—”

            “Wow, wow, calm down!” selaku cepat. “Jeon Jungkook?”

            Laki-laki ini hanya meringis, memasang wajah watados. “Jadi, kau sudah mengingatku?” Tiba-tiba kepalanya mengangguk senang ketika aku bilang iya.

            1 menit..

            5 menit..

            10 menit..

            “Apa hyung merindukanku?”

            Suaranya memecah keheningan yang tercipta di antara kami. Ia mempertanyakan sesuatu yang bahkan aku terlalu malu untuk menjawabnya. Aku menatap matanya dalam-dalam. Ia mengharapkan jawaban yang akan membuat dirinya puas, batinku dalam hati. Masih sama persis seperti dulu.

            “Ya, aku juga merindukanmu. Sangat merindukanmu, Jungkook.”

 

 

 Fin  —

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

WAIT.

Apa aku tadi bilang kalau ini adalah cerita cinta?

Apa aku tadi bilang kalau aku pernah jatuh cinta?

Hhh... Jeon Jungkook. Saranghaeyo.

 

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
spreadloveyeah
#1
♥️please be happy and remember you are loved!♥️
syupeomaen #2
Chapter 1: aaaaaa ga nyangka ada yg nulis namkook pake bahasa! ini manis banget sayang terlalu pendek huhu. nulis namkook lagi yaa