A Troublemaker

God who Falls in Love

"Kau?!" teriak dua siswa bersamaan kala sosok siswa baru memasuki kelas. Sosok siswa tinggi yang tak asing bagi keduanya. 

Park Chanyeol.

Chanyeol terus melambaikan tangan pada dua siswa yang menatapnya tak percaya. Mata mereka tampak membelalak lebar—seolah baru saja melihat hantu.

Ya, sesungguhnya, lambaian tangan itu memang ditujukan pada dua siswa saja—Kris dan Baekhyun. Namun, jelas siswa lain melihatnya sebagai lambaian ramah untuk seluruh kelas. Mereka sibuk membalas Chanyeol dengan antusias, bahkan teriakan histeris terdengar di setiap sudut.

Dan, saat Chanyeol memamerkan senyum lebar nan cerianya, sorak-sorai semakin tak terkendali. Para siswa di kelas itu benar-benar terpukau dan terkesima pada ketampanan Chanyeol. Sementara, Kris dan Baekhyun memilih mengalihkan perhatian dengan batin mendongkol.

Teriakan histeris dan aksi heboh penghuni kelas mungkin akan semakin menggila, jika Mr. Kim tak menghentikannya. Dengan keras, dipukulkannya penggaris kayu pada meja guru. Suaranya begitu keras dan menggema—memenuhi ruang kelas.

Buk—Buk—Buk—

"Ya! Berhenti! Diam! Diam! Hei, diam kalian semua! Kalau kalian masih berisik, sekarang juga, kalian akan mendapatkan 100 soal dari saya! Diam sekarang juga!" ancam Mr. Kim. Mukanya memerah menahan emosi. Ia tak suka kondisi kelas yang tak bisa ia kendalikan.

Sstt—

Begitu senjata Mr. Kim keluar, tak ada lagi suara terdengar. Mendadak saja hening. Tak ada yang membuka mulut, bernapas pun tak berani. Kesunyian benar-benar menyergap. Jika ada suara benda jatuh pun, akan terdengar sangat jelas.

Ya, ancaman 100 soal matematika Mr. Kim memang sangat ampuh mengendalikan para siswa. Tak ada seorang pun yang mau mengerjakan soal sebanyak itu. Belum lagi, tingkat kesukaran soal Mr. Kim dikenal sangat tinggi. Jadi, apa pun akan mereka lakukan daripada mendapat hukuman dari Mr. Kim. Mereka jelas tunduk pada guru matematika killer itu.

Mata Mr. Kim menangkap ekspresi berbeda dari dua siswa yang tadi membelalakkan mata. Dikerutkan keningnya lalu bertanya, "Kris Wu! Byun Baekhyun! Apa kalian mengenal siswa baru ini?"

Dengan cepat, Kris dan Baekhyun menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Mr. Kim. Kontan, gelengan kepala dua siswanya membuat pria 50 tahun itu memicingkan mata. Tak percaya ia dengan jawaban Kris dan Baekhyun. Bagaimana pun juga, jawaban mereka sekarang jelas sangat berlawanan dengan ekspresi yang ia tangkap tadi. Mm—aneh sekali.

Mr. Kim beralih pada Chanyeol. "Kau—Siswa baru! Apa kau mengenal Kris Wu atau Byun Baekhyun?" Guru pemarah dan suka memberi hukuman itu memberikan tatapan tajam menyelidik.

Chanyeol membalas tatapan Mr. Kim dengan santainya. Kepalanya terangguk berulang-ulang bak burung pelatuk yang tengah mematukkan paruhnya pada pepohonan. "Tentu saja!" jawab Chanyeol ceria. Senyumannya semakin terkembang.

Jawaban gila dari Chanyeol sontak membuat Kris dan Baekhyun mengeluarkan death-glare-nya. Perhatian seluruh kelas pun langsung beralih pada ketiga orang itu bergantian. Mr. Kim yang merasa dibohongi menatap Kris dan Baekhyun tajam—seolah siap menyantap mereka hidup-hidup.

Mr. Kim baru saja akan memberikan vonis bersalah pada dua siswa yang kini mulai berkeringat dingin karena ketahuan berbohong, saat Chanyeol melanjutkan perkataannya. "Tentu saja saya harus mengenal mereka. Bukankah mereka akan jadi teman sekelas saya?"

Chanyeol mengerlingkan mata kirinya pada Kris dan Baekhyun. Dua siswa itu menggigit bibir meskipun sejujurnya merasa lega. Rasanya, nyawa mereka bak berkurang 10 tahun saja. Sialan sekali Chanyeol.

Mendengar itu, Mr. Kim mendengus pelan. Padahal ia nyaris saja mendapatkan korban. Sungguh, ia begitu obsesif mendapatkan korban—paling tidak, sehari ia harus mendapatkan satu korban untuk dihukumnya. Namun, sekarang, ia sepertinya gagal. Seratus soal yang sudah disiapkannya hari ini—ah, tak akan ada seorang pun yang mencicipinya. Sial.

"Ah, terserahlah! Sudah, perkenalkan dirimu!" suruh Mr. Kim malas. Mendadak, mood-nya berubah buruk.

Chanyeol mengangguk. "Baiklah, Mr. Kim. Annyeonghaseyo, Park Chanyeol imnida. Panggil aku Chanyeol. Aku pindahan dari SM High School. Bangapseumnida." Dibungkukkan badan tingginya sedikit pada calon teman sekelasnya.

Bisik-bisik terdengar memenuhi kelas. Setiap siswa dipenuhi rasa penasaran tingkat tinggi. Ingin sekali mereka mengenal dan mengetahui segala sesuatu tentang siswa baru nan tampan itu. Pertanyaan sudah tersusun rapi di kepala.

Para siswa baru saja akan mengangkat tangan untuk melontarkan pertanyaan, saat Mr. Kim mendadak berseru dengan lantang. "Ini bukan interview! Ini kelas matematika saya! Hentikan apa pun yang terbersit di kepala kalian! Saya tahu apa yang ingin kalian lakukan dengan siswa baru ini! Jika kalian masih berniat melanjutkannya, kalian akan mendapat hadiah dari saya. Oh—atau kalian menginginkannya? Dengan senang hati, saya akan memberikan banyak hadiah." Seringai maut menghiasi wajah Mr. Kim. Harapan mendadak saja datang kembali.

Seketika, keheningan kembali menyergap. Tak ada respon. Tak ada suara. Semua kepala tertunduk bak mengheningkan cipta. Suara detik jam terdengar jelas. Penghuni kelas berusaha keras menahan diri untuk melakukan apa yang mereka pikirkan. Keinginan untuk mengenal Chanyeol lebih dekat harus ditunda—setidaknya, sampai kelas Mr. Kim selesai. Tak ingin mereka mendapatkan hadiah dari guru tercinta mereka itu. Tidak, terima kasih.

Mr. Kim terkekeh—meremehkan siswa yang begitu tunduk dan takut pada hukumannya. "Ah, sayang sekali, tak ada yang mau hadiah dari saya. Cih, kalian ini pengecut! Ah, sudahlah! Baiklah, Park Chanyeol, duduklah di sebelah Do Kyungsoo. Itu siswa pendek bermata bulat di meja baris empat!" perintah Mr. Kim.

"Mr. Kim, saya tidak pendek!" teriak Kyungsoo memecah keheningan. Well, ia tak terima dikatakan pendek! Ia tidak pendek!

Jawaban Kyungsoo kontan membuat pandangan seluruh siswa beralih padanya. Tercengang sudah mereka mendengar jawaban siswa bermata bulat itu. Berani benar ia menyanggah perkataan Mr. Kim! Kyungsoo pasti sudah tak waras!

Di antara dominasi pandangan tak percaya penghuni kelas, sepasang mata elang memicing. Seringai melebar. Ia akhirnya mendapat korban.

Kyungsoo, kena kau sekarang!

"Do Kyungsoo, kali ini kau beruntung sekali! Temui saya sehabis istirahat! Siapkan dirimu untuk menerima hadiah dari saya! Ah, kau sungguh beruntung, Nak! Sangat beruntung!" Mr. Kim tertawa terbahak. Puas rasanya mendapatkan mangsa. Semua siswa terdiam mendengar tawa mengerikan itu.

Kyungsoo baru menyadari kesalahannya, sesaat setelah ia melontarkan kata-kata yang paling tak diharapkan untuk keluar dari mulutnya. Namun, mau menarik perkataannya itu pun sudah terlambat. Ia sudah terperangkap dalam jerat Mr. Kim. Tak bisa lagi, ia lolos sekarang. Ah, hari itu akan jadi hari sibuk nan panjang bagi Kyungsoo. Waktunya akan habis untuk mengerjakan hadiah dari Mr. Kim. Dihelanya napas panjang sebelum menjawab 'ya' dengan lirih. Kepalanya terangguk lemah.

Bahagia mendapatkan korban, setidaknya satu, Mr. Kim mulai bersemangat mengajar lagi. Mood-nya berubah membaik. "Baiklah, Park Chanyeol. Kau duduk di samping Do Kyungsoo." Suara Mr. Kim terdengar sangat bahagia.

Chanyeol tak beranjak dari tempat ia berdiri. Respon yang diberikannya hanyalah gelengan kepala. Pandangan tak percaya pun kembali mendominasi kelas.

What the—

Apa-apaan siswa baru itu? Berani betul ia membantah Mr. Kim? Ah, belum tahu ia dengan guru matematikan killer itu! Chanyeol sekarang jelas dalam masalah. Ia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya! Ah, mati kau, Chanyeol! Apa yang dipikirkannya? Semua pikiran itu memenuhi benak setiap penghuni kelas.

"Maaf, Mr. Kim. Saya tidak mau. Saya tidak akan duduk dengan Do Kyungsoo," jawab Chanyeol santai. Tak ada suara khawatir atau takut terdengar. Raut muka Chanyeol pun tetap cerah. Seolah, vonis pada Kyungsoo yang tadi disaksikannya tak berefek apa pun padanya.

Tanggapan Chanyeol tak pernah diduga oleh Mr. Kim. Berani benar ada bocah yang melawannya—apalagi setelah ia memberikan 'hadiah'. Apalagi ini—Anak baru ini—Sang guru hanya bisa melotot. Berani benar anak ingusan ini membantah dirinya. Ia harus diberi pelajaran! Tak boleh ada yang membantahnya! Korban hari ini akan bertambah satu! Itu tak buruk juga.

"Park Chan—" Seruan Mr. Kim terpotong.

"Mr. Kim, saya ingin duduk dengan siswa yang Anda panggil Kris Wu tadi. Bolehkah saya melakukannya?" Chanyeol kembali tersenyum. Diperlihatkan deretan gigi putih nan rapi pada Mr. Kim yang menatap dirinya tak percaya. Di pikiran Mr. Kim, Chanyeol pasti benar-benar tak waras. Tak bisa membaca keadaan.

"Mr. Kim, saya menolak!" seru Kris. Tak mau lagi, ia berhubungan dengan pemuda aneh penuh perhatian yang membuatnya ingin muntah. Bunga lilac ungu? First love? Kris bergidik ngeri mengingat kejadian beberapa hari lalu. Sungguh, tak sudi ia dekat dengan Chanyeol. Tak akan pernah!

"Ayolah, Mr. Kim. Saya membutuhkan bantuan ekstra untuk mengenal dan beradaptasi di sekolah ini. Bukankah Kris salah satu siswa terpandai di sini? Saya harap dia bisa membantu saya. Apa Anda setuju?" Chanyeol tak mau mundur. Jika ia menginginkan sesuatu, maka ia akan mendapatkannya.

'Cih, dari mana ia tahu hal semacam itu, sementara aku bahkan baru saja mengenalnya. Dia pasti benar-benar seorang stalker,' gerutu Kris dalam hati.

Hell no, tak akan Kris biarkan stalker itu mengganggunya lebih jauh! "Mr. Kim! Saya tidak mau duduk dengan siswa baru itu!" seru Kris, semakin lantang.

Perdebatan Kris dan Chanyeol secara tak langsung itu membuat semua pandangan terfokus pada mereka. Mengapa mereka berdua tampak begitu akrab? Kejadian beberapa hari lalu—Apa kedua manusia ini memang punya hubungan khusus? Berbagai prasangka pun muncul di benak para penghuni kelas. Menarik sekali.

"Mr. Kim, saya hanya ingin duduk dengan Kris Wu!" pinta Chanyeol pada guru matematika nan galak itu. Pandangan memelas pun ia layangkan, membuat Mr. Kim bergidik ngeri. Horor sekali. Pertengkaran dua manusia ini tak akan berakhir jika ia tak memutuskan sesuatu!

"Sudah! Sudah! Hentikan ini! Kalian membuat saya kesal dan pusing! Park Chanyeol! Berhenti menunjukkan wajah menjijikkan itu di depan saya! Kau membuat saya ingin muntah!" Jijik benar Mr. Kim dengan ekspresi memelas Chanyeol. Ia sungguh berharap Chanyeol berhenti memasang tampang seperti itu. Namun, Chanyeol malah semakin gencar menunjukkan raut muka sedih—meminta belas kasihan pada Mr. Kim.

Mr. Kim memilih memijit pelipis kepala. Ia benar-benar pusing menghadapi murid baru ini. Chanyeol pasti calon siswa yang akan sangat merepotkan. Apa yang harus ia lakukan? Membiarkan bocah ini duduk dengan Kris, murid jenius di kelasnya? Bagaimana jika ia malah membawa pengaruh buruk? Aish—bocah ini merepotkan!

Mendadak, Chanyeol menjentikkan jari lalu menatap Mr. Kim penuh makna. "Ah, bagaimana kalau saya mengerjakan seratus soal dari Anda asal saya bisa duduk bersama Kris?" tawar Chanyeol. Senyum lebarnya mengembang.

Jawaban spontan yang keluar dengan begitu mudah dari mulut Chanyeol sontak membuat seluruh manusia di kelas—tak terkecuali Mr. Kim—melotot tak percaya. Chanyeol benar-benar sudah tak waras!

Beberapa saat terjebak dalam keterkejutan, Mr. Kim akhirnya mendapatkan kesadarannya. Gagasan Chanyeol, ah, ia menyukainya. Tawaran itu tak buruk juga. Si anak baru ini berani menantang, rupanya.

Baiklah, Mr. Kim berencana memberi pelajaran pada Chanyeol. Akan diberikannya hukuman lebih berat jika ia tak bisa mengerjakan soal darinya. Kegagalan Chanyeol akan bisa ia jadikan sebagai alasan untuk terus memberi pelajaran pada bocah ingusan yang kurang ajar itu. Tak buruk juga.

"Mm—baiklah! Kau boleh duduk dengan Kris. Tapi, kau harus mengerjakan 100 soal dari saya dan mengumpulkannya besok. Jika kau gagal mendapatkan poin 80, ah itu terlalu tinggi, 70 sajalah, maka kau akan mendapatkan hadiah yang lebih 'indah'. Bagaimana?"

Aura gelap menguar dari Mr. Kim—membuat seluruh siswa merinding. Mr. Kim tampak begitu menakutkan. Belum pernah mereka melihat sang guru seperti itu.

Chanyeol tak terpengaruh dengan aura gelap itu. "Baik, 100 soal. Besok. Ah, Anda tak perlu khawatir. Saya jamin saya akan mendapat poin penuh. Percayalah," jawab Chanyeol santai. Dilemparkannya sebuah kerlingan pada Mr. Kim.

Pria berusia 50 tahun itu rasa-rasanya ingin mematahkan tulang Chanyeol. Sungguh, tinggi sekali rasa percaya dirinya! Jika gagal pasti Chanyeol akan menyesal! "Sudah! Cepatlah menyingkir dari sini! Segeralah duduk di samping Kris! Kau benar-benar membuat saya kesal!" teriak Mr. Kim penuh kejengkelan. Mukanya memerah menahan emosi.

Chanyeol kembali memamerkan deretan gigi putih nan rapi. Lalu, dengan tiba-tiba, dipeluknya Mr. Kim, sebagai ucapan terima kasih.

Tindakan itu kontan membuat mulut seluruh siswa menganga. Bocah baru itu memang sangat 'ajaib'. Berapa kali Chanyeol melakukan hal yang luar biasa berani itu? Astaga!

"Ya! Lepaskan saya, Park Chanyeol!" seru Mr. Kim jijik. Sungguh, ada apa dengan bocah baru ini?

Chanyeol pun melepaskan pelukan. Dengan langkah riang, ia berjalan ke arah Kris. Wajahnya begitu ceria kala ia mendudukan diri di kursi samping si jenius sekolah.

Pemuda bersurai pirang itu merengut. Dipandang jengkel teman semeja barunya itu. Ia lalu mengangkat tangan, ingin melayangkan protes. "Mr. Kim—"

Mr. Kim tahu apa niat Kris. Tidak. Ia tak akan membiarkan Kris melakukan itu. Masalah hanya akan semakin panjang saja. "Kris Wu! Jika kau tak ingin membuat saya semakin jengkel, jangan katakan apa pun! Apalagi sampai meminta pindah tempat duduk!" sembur Mr. Kim. Ia benar-benar lelah. Menghadapi Park Chanyeol menghabiskan tenaga saja.

Protesnya belum sempat ia layangkan, namun ia sudah ditolak. Kris mendengus kesal. Umpatan memenuhi benak. Aish, mengapa ia harus duduk si aneh ini?

Oh God, Kris benar-benar harus mempersiapkan diri. Siap-siap gila. Oh damn it.

Pelajaran matematika hari itu benar-benar tak menyenangkan. Mr. Kim benar-benar jengkel jadi ia melampiaskan amarah pada seluruh kelas. Setiap kali ada kesempatan, ia akan mencari-cari kesalahan, memarahi dan menghukum para siswa. Para korban jelas tak berani melawan. Belum pernah Mr. Kim tampak seperti ini. Mau tak mau, mereka hanya bisa tunduk dan terdiam. Tak ingin mereka berlama-lama atau memperparah 'neraka' buatan sang guru.

Dalam hati, para siswa hanya bisa menggerutu dan mengumpat. Semua ini terjadi gara-gara siswa baru itu! Tampang boleh saja tampan. Tapi, di hari pertamanya saja, ulahnya begitu berani dan menyebabkan siswa lain menanggung akibatnya. Lalu, bagaimana hari-hari selanjutnya? Hidup mereka tak akan pernah aman lagi. Dasar sial.

~ . ~

~ . ~

Kris berusaha keras memusatkan perhatian pada penjelasan Mr. Kim. Berusaha keras ia mengabaikan Chanyeol yang terus memamerkan senyum konyolnya. Apalagi, bocah itu terus-terusan mencoba mengajaknya bicara.

"Kris—" bisik Chanyeol.

"—" Kris diam. Pura-pura mencatat.

"Sstt—Kris—"

"—" Kris mencoba fokus menatap Mr. Kim yang tengah menjelaskan tentang trigonometri di depan kelas.

"Hei, Kris— Kau mendengarku?" Chanyeol masih bersikeras dengan usahanya berbincang dengan Kris.

"—" Kris memutar-mutar pulpen. Masih mencoba memperhatikan sang guru.

"Kris, kau sudah tahu arti bunga pemberianku, kan?" tanya Chanyeol pelan. Matanya memandang penuh harap Kris tak mengabaikannya.

Pertanyaan terakhir benar-benar memicu amarah Kris. Habis sudah kesabarannya!

Dengan segera, Kris berdiri dan memukul meja dengan tangannya keras. "Ya! Sialan kau! Berhenti menggangguku! Dasar berisik!" teriak Kris lantang. Matanya memerah, seolah laser siap memancar dari sana. Siap memotong apa pun terutama siapa pun yang mengganggunya.

Chanyeol hanya terdiam, memandang Kris. Matanya berkedip-kedip tanpa henti. Sedikit kaget dengan reaksi Kris, rupanya.

Suasana kelas mendadak sangat hening begitu Kris berteriak.

Tak ada suara. Tak ada respon. Hanya pandangan tak percaya lagi dari seluruh penghuni kelas. Mereka sungguh tak menyangka Kris bisa berbuat segila itu. Apalagi, itu kelas Mr. Kim. Kris benar-benar berada dalam masalah besar. Mereka bisa memastikan itu. Seratus persen.

Dan, tepat sekali. Mr. Kim melotot. Tangannya berkacak pinggang. "Kris Wu! Park Chanyeol! Keluar dari kelas saya! Bawa alat tulis kalian! Kalian saya hukum! Kerjakan 50 soal dari saya dan kumpulkan sepulang sekolah! Ambil soal ini dan segera keluar! Cepat!" teriak guru matematika galak itu.

Kris terlambat menyadari kesalahannya. Oh man, mati kau sekarang! Kris menggigit bibir sambil memukul kepalanya. Bodoh sekali ia. Aish.

Tidak. Kris tak ingin dihukum! Ini semua salah Chanyeol. Bukan salahnya. Kris tak akan membiarkan dirinya dihukum! Tidak! "Tapi, Mr. Kim— Bukan saya—" jelas Kris.

"Saya tak mau mendengar kata tapi lagi! KELUAR SEKARANG JUGA!" Mr. Kim benar-benar tak bisa dibantah lagi.

Kris hanya menghela napas panjang. God, apa salahnya sehingga pagi-pagi begini ia sudah mengalami kesialan? Apa Tuhan begitu membencinya?

Sambil melirik tajam Chanyeol yang hanya cengar-cengir, Kris menyambar peralatan tulisnya dan segera mengambil soal dari Mr. Kim. Kepalanya tertunduk sedikit sebelum keluar kelas. Terlalu emosi dirinya, sampai-sampai tak sadar siswa dengan senyuman khasnya sedang mengikuti Kris sambil berjingkrak-jingkrak.

~ . ~


~ . ~

Seperti biasa, Kris memacu langkah dengan cepat menuju atap. Emosi tingkat tinggi menyeruak, memenuhi benak. Ia harus melampiaskan semua amarahnya sebelum bisa menyelesaikan tugas dari Mr. Kim dengan tenang.

Sialan, Park Chanyeol! Ia sama buruknya dengan Tao! Pembawa sial!

Kris melemparkan alat tulis ke meja tak terpakai di atap asal. Begitu frustasi, diacak rambut pirangnya. Lalu, tangannya terkepal kuat-kuat. Buku-buku jemarinya memutih. Mulut terkatup rapat, gigi bergemeretak.

Ekor mata tajamnya menangkap sebuah obyek tak asing. Kaleng bekas yang sudah penyok. Kaleng yang mendarat dengan tak elitnya di atas kepalanya beberapa hari lalu. Dengan sekuat tenaga, ditendangnya kaleng itu ke arah pintu penghubung atap dan tangga dalam sekolah.

Pintu terbuka dan—

Set—

Sosok yang masuk melewati pintu, dengan sigapnya menangkap kaleng terbang itu dengan satu tangan. Senyuman lebar terbentuk, menghiasi raut muka cerianya. Kaleng di tangan kemudian ia lemparkan ke sebuah tong sampah di dekat pintu.

"Hai, Kris! Kita bertemu lagi! Tendanganmu lumayan! Apa kau suka bermain bola?" sapa Chanyeol sembari menutup pintu atap. Diletakkan alat tulisnya di sebuah meja tak jauh dari meja tempat alat tulis Kris dilemparkan tadi.

Dengan cepat, Kris menghampiri Chanyeol. Kerah pemuda yang sedikit pendek darinya itu ia tarik kuat-kuat, penuh emosi. Ingin sekali ia mencekik manusia di depannya. "Kau! Kau itu sebenarnya siapa? Dan, apa maumu sebenarnya? Mengapa kau terus mengikutiku? Benar-benar sialan. Kau pembawa sial, kau tahu? Kau membuatku bermasalah dengan Mr. Kim! Kau membuat rekor prestasiku ternoda! Menyebalkan sekali kau ini! Sialan! Kau keparat!"

Kris berniat melayangkan pukulan sekuat tenaga ke arah Chanyeol. Mencoba melampiaskan semua emosi karena masalah yang disebabkan pemuda di depannya itu. Namun, melihat senyuman lebar tetap menghiasi wajah Chanyeol, seolah sama sekali tak takut padanya, Kris mengurungkan niatnya. Ada perasaan tak tega. Entah apa sebabnya, ia sendiri tak tahu. Aneh.

"Hei, Kris. Aku kan masih baru. Aku masih belum mengenal sekolah ini, apalagi ruangan-ruangannya. Jadi, aku mengikutimu. Apa aku salah?" jawab Chanyeol polos. Matanya memancarkan kepolosan seperti anak-anak.

Mendengar jawaban itu, Kris menurunkan kepalan tangan yang tadi tertahan di udara. Helaan napas keluar sebelum ia melepaskan cengkeraman kuatnya dari kerah baju Chanyeol.

"Aish, kau memang menyebalkan!" kata Kris sambil melangkah ke meja dengan barang miliknya. Ia berniat tak mau memperpanjang masalah. Mengabaikan Chanyeol saat ini adalah yang terbaik. Dengan begitu, ia tak perlu berurusan lagi dengan makhluk yang mengusiknya belakangan ini.

Chanyeol menatap punggung Kris lalu tersenyum kecil. Dirapikan kerah bajunya yang sedikit berantakan. Ia mengikuti pemuda yang menarik hatinya itu sembari membawa perlengkapan tulisnya.

Kris menyeret sebuah kursi dan duduk. Baru saja akan memulai mengerjakan tugas dari Mr. Kim, ia mendapati sosok Chanyeol yang mendekatinya. "Ya! Stop! Berhenti di situ! Jangan kemari! Jangan berani kau lebih dekat dari itu! Tetap di sana!" seru Kris. Kening pemuda tampan itu berkerut. Sungguh, apa yang dipikirkan Chanyeol. Tak sadarkah bahwa ia benar-benar mengganggu?

Chanyeol menghentikan langkah. Mulutnya mengerucut. "Hei, aku hanya ingin mengerjakan soal ini bersama. Berdua kan lebih baik daripada sendirian," kata Chanyeol memelas.

"Lebih baik sendiri daripada berdua denganmu! Kerjakan sendiri! Aku tak suka berbagi!" Kris memilih mengabaikan Chanyeol. Disiapkannya peralatan tulis, soal, lembar jawab dan buku untuk menghitung.

Tak semudah itu bagi Chanyeol untuk menyerah. Nekat, ia melangkah mendekati Kris. "Dengar, Kris. Mengerjakan bersama akan lebih cepat selesai. Kau tak ingin tugas ini segera selesai sehingga kau nanti bisa bersantai?"

Kris meletakkan pulpennya. Surai yang menutupi kening ia tiup malas. Kemudian, ia membelalakkan mata pada Chanyeol yang bergerak semakin dekat dengannya. "Dengarkan aku baik-baik! Tetap di situ! Kerjakan soalmu sendiri! Dan, jauhi aku! Dan, TUTUP MULUTMU ITU ATAU AKU AKAN MENYUMPALNYA DENGAN SEPATUKU, SIALAN! ARGH!" Begitu frustasi, Kris menghadapi Chanyeol. Ia sudah meledak sekarang. Oh, keparat! Dosa apa yang sudah ia lakukan sehingga Tuhan menghukumnya dengan mengirimkan makhluk seperti Chanyeol?

Chanyeol menyerah. Diambilnya sebuah kursi dan diseretnya menuju sebuah meja yang agak jauh dari posisi Kris. Bibirnya mengerucut. Kecewa karena tindakan kasar Kris. Tapi, ia tidak akan menyerah untuk mendekati Kris nanti. Menyerah tak pernah ada dalam kamus Chanyeol.

~ . ~

~ . ~

Suasana hening. Hanya ada suara angin bertiup, menggesek dedaunan yang menjulang tinggi. Daun-daun berterbangan sampai ke atap.

Dua makhluk bertubuh tinggi masih diam satu sama lain. Masing-masing fokus mengerjakan soal dari Mr. Kim.

'Soal apa ini?' pikir Kris. 'Mr. Kim benar-benar membuat soal dengan kesulitan tingkat tinggi kali ini. Cih. Menyebalkan sekali! Bagaimana aku menyelesaikan soal ini sebelum pulang sekolah?' Kris memijit-mijit pelipisnya.

Dipandangnya Chanyeol sekejap. Pemuda itu tampak sedang mencuri pandang padanya. Dan, itu terjadi sejak tadi. Aish, memuakkan sekali! Kris bersungut-sungut. Ia benar-benar ingin muntah karena tingkah Chanyeol.

Ya, memang benar. Walaupun terlihat sibuk mengerjakan soal dari Mr. Kim, Chanyeol memang sesekali mencuri pandang ke arah Kris. Dan, jika pemuda bersurai pirang itu menangkap basah dirinya, ia akan memamerkan senyum lebarnya.

Kris sungguh jengah. Tak tahan lagi ia diperlakukan secara tak terhormat seperti ini. Ingin rasanya ia merontokkan rangkaian gigi rapi sehingga Chanyeol tak bisa tersenyum lebar lagi. Dibayangkan betapa lucunya Chanyeol tersenyum tanpa gigi. Ompong. Pasti sangat lucu. Kris tersenyum kecil membayangkannya. Tapi, dengan cepat, ia menyadari bahwa itu salah.

'Astaga, apa yang kupikirkan? Aku pasti sudah gila!' Kris menampar-nampar kecil pipinya. Kembali dipusatkan perhatiannya pada soal.

Empat puluh lima soal sudah ia kerjakan. Lima soal yang tersisa itu sangat susah. Tak bisa ia mengerjakannya. Kris berusaha keras mencoba memasukkan rumus yang ia ingat. Tapi, tak ada yang berhasil. Well, apa mungkin ia lupa rumusnya? Ah, entahlah. Ia tak tahu. Tak ada gambaran sama sekali bagaimana mengerjakan lima soal itu. Sedang untuk soal lain, Kris cukup yakin akan kebenaran jawabannya.

Beberapa saat berkutat dengan lima soal itu membuat Kris begitu frustasi. Diacaknya rambutnya sehingga sedikit berantakan. Ia benar-benar tak bisa menemukan cara mengerjakan lima soal itu. Apalagi, jawabannya. Apa Mr. Kim salah membuat soal?

Kris mungkin akan terus mengacak rambutnya yang sudah menyerupai sarang burung, kalau ia tak mendengar Chanyeol membaca soal.

"Diketahui nol kurang dari sama dengan a kurang dari sama dengan phi per dua. Dan, nol kurang dari sama dengan b kurang dari sama dengan phi per dua. Jika sin a dikurangi sin b sama dengan tiga per lima dan cos a ditambah cos b sama dengan empat per lima, maka sin dalam kurung a ditambah b sama dengan…. Mm…" Chanyeol terlihat berpikir sejenak—menempelkan pulpen pada pelipisnya.

Kris mendengarkan tanpa rasa antusias kala Chanyeol membaca soal. Keningnya berkerut. Itu soal nomor tujuh.

Kris membuka lembar soal miliknya—mencoba mencari pertanyaan yang dibaca Chanyeol. Benar sekali. Itu soal nomor tujuh. Itu salah satu soal yang belum ia kerjakan. Susah sekali.

Namun, sebuah seringai tampak menghiasi bibir Kris. Ia ingin tahu berapa soal yang sudah berhasil dikerjakan Chanyeol. Pemuda aneh itu pasti hanya sekedar membaca soal secara acak karena tak bisa mengerjakannya. Mungkin ia sengaja membaca keras-keras, berharap Kris membantunya. Jangan mimpi! Kris tak akan pernah mau membantu Chanyeol!

"Aha! Jadi begitu rupanya!" teriak Chanyeol. Rasa senang terdengar jelas di suaranya. Chanyeol terlihat begitu cepat mencorat-coret bukunya.

Kris membelalakkan mata. Hei, tak mungkin kan si aneh itu berhasil menemukan cara apalagi jawabannya? Ah, itu tidak mungkin! Itu pasti hanya pura-pura! Kris menepis kemungkinan bahwa Chanyeol sudah berhasil.

Namun, kembali Chanyeol bersuara. "Jadi, kuadrat dari sin a dikurangi sin b sama dengan sin kuadrat a dkurangi dua sin a sin b ditambah sin kuadrat b. Oke." Chanyeol mulai berbicara sendiri sambil terus asyik mengerjakan.

"Kemudian, kuadrat dari cos a ditambah cos b sama dengan cos kuadrat a ditambah dua cos a cos b ditambah cos kuadrat b. Ah, rupanya seperti itu. Ini tinggal dimasukkan saja. Jadi begini… Oke. Begini, begini…. Bla… Bla… Bla…" Chanyeol terus menggumam.

Kris berusaha keras menangkap apa yang dikatakan Chanyeol. Penasaran saja sebenarnya.

Perlahan, dicernanya apa yang keluar dari mulut Chanyeol. Apa benar seperti itu? Atau Chanyeol hanya melantur saja? Kris mengerutkan kening. Dicobanya menuliskan apa yang ia ingat dari perkataan Chanyeol.

Begini dan begini.

Kris sibuk mencoret-coret bukunya. Mendadak wajahnya sumringah. Gambaran mulai muncul. Ternyata memakai cara itu! Kris tersenyum kecil karena berhasil mendapatkan cara yang sesuai.

Ia masih akan fokus mengerjakan soal itu, kalau saja ia tak mendengar Chanyeol berteriak. "Yosh! Jadi, jawabannya E, setengah akar tiga! Oke! I got it!"

Sempurna sudah mata Kris terbelalak. Apa? Apa ia tak salah dengar? Bagaimana mungkin Chanyeol sudah menemukan jawabannya? Itu tak mungkin! Itu pasti bohong!

Dengan rasa jengkel karena rasa tak percaya dan merasa kalah oleh Chanyeol, Kris pun berseru. "Ya! Bisakah kau diam? Berisik sekali kau ini! Aku jadi tak bisa berkonsentrasi! Dasar sialan! Kau bodoh!" Kris menyemburkan emosi. Tak terima sudah ia kalah oleh Chanyeol. Ia kembali sibuk mengerjakan soalnya dan mengecek bahwa jawabannya ternyata sesuai dengan apa yang dikatakan Chanyeol. Oh, sial.

Chanyeol melirik ke arah Kris yang sedang sibuk berkutat dengan pekerjaannya. Seulas senyum menghiasi bibirnya. Ya, ia memang sengaja membacakan pertanyaan, cara pengerjaan dan jawaban miliknya keras-keras—supaya Kris mendengarnya.

Well, bagi dirinya yang sudah berkali-kali menjadi siswa, mahasiswa bahkan dosen, soal semacam itu tak ada apa-apanya. Ribuan tahun sudah ia hidup di dunia. Berbagai profesi, ilmu, dan segala yang perlu ia ketahui, bukanlah sebuah masalah besar. Semua sudah ia ketahui, terutama dengan bantuan kekuatan sempurnanya. Nah, itu salah satu alasan dengan percaya diri Chanyeol menantang Mr. Kim untuk mengerjakan 100 soal dan meraih poin penuh. Ia yakin bisa melakukannya. Tanpa kesalahan sedikit pun. Ia sangat serius dengan perkataannya dan itu bukanlah sebuah bualan.

Sejak tadi, Chanyeol mengamati Kris. Ia tahu Kris mengalami kesulitan dalam mengerjakan beberapa soal. Karena itulah, Chanyeol sengaja mendiktekan jawaban, supaya Kris bisa mempunyai gambaran untuk mengerjakannya sendiri.

Ia yakin bahwa Kris menganggapnya sebagai anak bodoh yang tak bisa mengerjakan soal-soal Mr. Kim. Jadi, sangat tak mungkin Kris akan bertanya pada Chanyeol, kan? Apalagi selama ini, ia sering dianggap sebagai pengganggu. Terakhir, harga diri seorang Kris begitu besar, mustahil sudah pemuda bersurai pirang itu akan meminta bantuannya.

Chanyeol terkekeh pelan karena akhirnya, Kris berhasil mendapatkan jawaban yang dicarinya, meskipun rasa kesal karena kalah darinya pasti memenuhi pemuda bersurai pirang itu. "Hei, aku ini si bodoh yang jenius, Kris. Lihat, aku sudah menyelesaikan semua pekerjaanku." Chanyeol sengaja melambai-lambaikan lembar jawabannya dengan ceria.

Mata Kris memicing sempurna. Mencemooh. "Jangan bercanda! Kau pasti hanya asal mengerjakannya!" seru Kris tak percaya. Mana mau ia percaya dengan Chanyeol? Konyol sekali.

Chanyeol menatap dan membolak-balik lembar jawabannya. "Hei, Kris. Aku sungguh sudah selesai. Dan, aku benar-benar mengerjakannya dengan serius. Bahkan, cara pengerjaanku sangat detail dan lengkap. Eh, atau kau ingin membuktikannya sendiri kalau aku sudah selesai? Kau mau mengecek jawabanku? Oh, ya. Bagaimana denganmu? Sudah selesai?" Chanyeol bangkit berdiri, berniat mendekati Kris.

Dengan cepat, si jenius sekolah menyembunyikan lembar jawabnya dan dengan garang berteriak. "Ya! Tak sudi aku melihat jawabanmu! Dan, untuk apa aku melihatnya? Kurang kerjaan! Lalu, jika aku belum selesai, kau mau apa? Mengejekku? Ini semua gara-gara kau! Kau terlalu berisik! Bahkan hanya dengan kehadiranmu, aku tak bisa berkonsentrasi! Sialan! Dan, ya! Jangan mendekat! Aku memperingatkanmu! Jangan mendekatiku!"

Chanyeol menunjukkan raut muka kecewa. "Benarkah? Sayang sekali. Kau yakin tak mau melihatnya? Ya sudah." Sang Dewa kembali meletakkan lembar jawabannya ke meja yang ia pakai. Ditindihnya lembar itu dengan buku dan peralatan tulisnya sehingga tak akan terbang tertiup angin. Sengaja ia tinggalkan dalam kondisi seperti itu. Ia punya rencana.

Chanyeol mengelus perutnya lalu menatap lekat Kris yang masih sibuk menyelesaikan empat soal lagi. "Kris—"

"—" Kris menahan diri untuk tidak mengindahkan Chanyeol.

"Kris—" Lagi-lagi, Chanyeol memanggil nama si tampan.

"—" Kris menghela napas perlahan. 'Tahan Kris, tahan. Jangan terpancing." kata Kris pada dirinya sendiri.

"Hei, Kris—"

"—" Konsentrasi Kris mulai buyar.

"Kris!" seru Chanyeol lantang.

"APA?!" teriak Kris penuh emosi.

Chanyeol sedikit terlonjak karena kaget. Apalagi, sebuah pulpen melayang ke arahnya. Untung saja ia bisa menghindar. "Wowowo— Santai, Kris! Aku cuma ingin bertanya, di mana kantinnya? Aku lapar." Chanyeol kembali mengelus perutnya.

"Ya, bocah! Berhenti memanggil namaku atau mengusikku untuk menanyakan hal tak penting seperti itu! Kau ini sungguh menyebalkan, kau tahu?" Kris berusaha keras menahan emosi yang sudah meluap-luap itu.

"Kau mengabaikanku sejak tadi, jadi aku terus memanggilmu. Dan, aku bertanya baik-baik, jadi jawablah dengan baik-baik juga." Chanyeol mengusap tengkuk. Suaranya menjadi lebih lirih seperti orang sedih. Begitu pun raut mukanya menunjukkan hal yang sama.

Kris menghela napas panjang. Ditiup-tiup surai pirangnya—berusaha meredakan emosi yang tadi meledak-ledak. "Lantai 1, dekat lapangan. Turuni tangga. Setelah sampai lantai satu belok kanan, lewati 4 ruangan kelas. Kau temukan kantin. Sekarang enyah dari hadapanku!" jelas Kris dingin. Ia kembali mencoba berkonsentrasi pada lembar soal dan jawabannya.

"Oke, mengerti! Thank you!" Senyuman Chanyeol merekah saat mendengar jawaban Kris. Sang Dewa pun beranjak pergi, namun langkahnya terhenti. Teringat sesuatu, rupanya.
"Kris—"

"APA LAGI?!" seru Kris garang. Tangannya mulai terkepal.

"Butuh sesuatu? Atau kau mau menitip sesuatu?"

"ENYAH DARI HADAPANKU SEKARANG JUGA, PARK CHANYEOL!" teriak Kris. Emosinya sudah benar-benar meledak, rupanya. Lihatlah asap yang keluar dari kedua telinganya.

Chanyeol yang mendapati jawaban dari Kris itu memilih berlari sembari terkekeh meninggalkan atap. Rencananya pasti akan berhasil.

~ . ~


~ . ~

"ARGH! SIAL! MENYEBALKAN!" teriak Kris sekencang mungkin. Suaranya menggema, namun ia tak peduli. Emosi penuh rasa marah, jengkel dan kesal harus ia lampiaskan sebelum ia bertindak lebih anarkis.

Apa-apaan hari ini? Ayolah, hari ini sangat buruk dan menyebalkan. Bagaimana tidak? Ia harus duduk dengan si aneh Park Chanyeol, dihukum karena pemuda itu juga, dan terakhir ia dibuat kesal setengah mati pula. Sungguh, ingin rasanya melompat dari gedung dan mati supaya tak diganggu lagi oleh makhluk bernama Park Chanyeol. Dan, soal yang harus ia kerjakan ini—Ia belum menyelesaikannya! Argh! Frustasi! Frustasi! Frustasi, sialan!

Namun, Kris sadar ia tak boleh termakan emosi lebih jauh. Si jenius kembali mencoba menenangkan diri, meredakan emosi. Dialihkan konsentrasinya ke beberapa soal yang harus ia selesaikan. Semakin cepat selesai, semakin cepat bebannya hilang. Dan, semakin cepat pula ia menjauhi Chanyeol. Lagipula, ia masih harus mengikuti pelajaran lain, kan? Ia jelas tak mungkin menghabiskan waktu seharian untuk mengerjakan soal dari Mr. Kim dan membolos pelajaran lain.

Masalahnya, berulangkali ia mencoba, Kris tak menemukan apa-apa. Sia-sia. Tak ada gambaran sama sekali. Sungguh, apa ia lupa rumus? Atau memang soal seperti ini belum pernah ia hadapi? Astaga! Mr. Kim! Soal apa ini?

Kris memutuskan beristirahat sejenak. Tak baik memaksakan diri. Toh, mau memaksakan diri juga percuma. Diletakkan pulpennya sebelum beranjak berdiri. Kris berjalan mendekati tembok pembatas atap. Tangannya ia masukkan dalam saku celana, kepala mendongak, mata terpejam. Kris menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya. Ah, terasa segar. Ia merasa jauh lebih baik.

Kris membalikkan tubuh sehingga punggungnya bersandar pada tembok pembatas. Matanya terbuka dan memandang ke depan, ke arah pintu penghubung atap. Lalu, pandangannya tanpa sengaja mendarat pada meja Chanyeol. Di sana, peralatan tulis Chanyeol masih di sana, termasuk lembar soal, lembar jawab dan buku coret-coretannya.

Tautan alis terbentuk. Kris memainkan bibirnya. Mm—Ia sungguh penasaran dengan jawaban Chanyeol. Bagaimana mungkin ia sudah selesai? Apa seperti dugaannya kalau Chanyeol hanya asal jawab saja? Atau, pemuda itu benar-benar menyelesaikannya dengan detail seperti yang dikatakannya? Tapi, ah, tidak mungkin.

Kris berusaha menepis pikiran konyol itu. Tak ada gunanya ia melakukannya. Harga dirinya terlalu tinggi untuk sekedar melihat jawaban si aneh itu. Tapi— rasa penasaran Kris semakin tak tertahankan. Ia sungguh penasaran! Ingin sekali ia melihatnya sedikit saja, kemudian mendapati jawaban Chanyeol salah semua karena hanya asal seperti perkiraannya. Dengan begitu, ia bisa menjadikan hal itu sebagai senjata, untuk mengejek atau menertawakan Chanyeol. Well, setidaknya ia akan punya alat untuk membalas pemuda dengan senyum lebar itu.

Ah, tidak apa-apa. Cuma mengintip saja.

Kris mengedarkan pandangan—mencoba memastikan tak seorang pun di atap yang melihat tindakannya, terutama Chanyeol. Setelah memastikan aman, dengan cepat, Kris melangkah mendekati meja siswa yang sebangku dengannya itu, menarik lembar jawaban Chanyeol dan mengamatinya.

Kening Kris mengernyit. Semua soal memiliki jawaban sama persis dengannya. Hanya saja, ada beberapa soal yang dikerjakan dengan cara berbeda, namun tetap menghasilkan jawaban sama.

Kris menelengkan kepala penasaran. Cara yang dipakai Chanyeol sedikit asing baginya. Ia belum menemukan cara seperti itu di buku-buku SMA yang pernah dibacanya. Kris yakin cara itu seperti yang digunakan anak berinteligensi tinggi atau mereka yang sudah berada di tingkat perguruan tinggi. Itu sungguh cara yang tak lazim digunakan anak SMA.

Meskipun terlihat asing, Kris berusaha mengamati dan memahaminya. Dengan cepat, ia mendapatkan gambaran, terutama untuk soal-soal yang tergolong ia kerjakan dengan susah payah.

Kris menelusuri jawaban Chanyeol untuk beberapa soal yang tak bisa ia jawab. Dengan scanning, ia mencoba memahami cara teman barunya itu mengerjakan. Kris menganggukkan kepala—berusaha mendapatkan gambaran secara umum. Langkah-langkah utama pun ia pahami sungguh. Ah, cara Chanyeol itu—sungguh masuk akal. Dan, jawabannya pun terasa benar. Mengapa ia tak mencoba memakai cara itu? Tapi, aneh. Bagaimana mungkin Chanyeol bisa mengerjakannya secepat dan semudah ini? Apa ia mengikuti les dengan guru yang luar biasa pintar? Atau apa?

Pemuda bersurai pirang itu masih sibuk mencoba memahami jawaban Chanyeol pada nomor yang belum ia jawab, saat nyanyian bersuara baritone terdengar mendekat. Langkah kaki pun terdengar jelas—pasti akan orang yang muncul di balik pintu atap. Dan, Kris yakin seratus persen bahwa itu Chanyeol.

Tak mau ketahuan, Kris segera meletakkan lembar jawab Chanyeol lalu menindihnya dengan buku dan alat tulis seperti sebelumnya. Ya, menurutnya posisinya sudah mirip sebelumnya. Dengan segera, ia berlari kembali ke tempat ia duduk. Sedikit terengah dan kakinya sempat terantuk. Sial sekali dirinya. Ia meringis sakit, namun segera memasang tampang datarnya. Ia tak mau Chanyeol sampai tahu apa yang ia lakukan.

Tepat waktu.

Chanyeol muncul dengan satu kantong plastik besar. Terlihat begitu penuh, meskipun Kris tak tahu apa isinya. Makanan mungkin?

Jantung Kris berdebar kencang dan ia berusaha keras menyembunyikannya. Hei, itu bukan debaran jantung karena menyukai Chanyeol, namun karena ia nyaris tertangkap basah bak pencuri. Well, ia cukup berhasil dan tak perlu terlalu khawatir, karena Chanyeol sama sekali tak menggubris keberadaannya. Bahkan, menyapanya pun tidak. Pemuda itu memilih duduk di kursinya sambil mengeluarkan sebungkus roti dan jus apel kemasan dari kantong plastik. Dengan segera, Chanyeol segera menikmati makanannya.

Kris menghela napas lega. Tak perlu lagi ia khawatir pada teman sebangkunya itu.

Kembali Kris memusatkan perhatian pada empat soal yang belum selesai ia kerjakan. Well, setelah melihat lembar jawaban Chanyeol tadi, Kris mendapatkan titik terang. Sebuah gambaran umum. Meskipun tak sempurna mengamatinya, ia cukup yakin mampu menyelesaikan soal-soal itu.

Kris bukanlah seorang peniru yang suka copas jawaban orang. Ia hanya memahami langkah-langkahnya saja. Dan, dengan sedikit kepandaian yang dimilikinya, ia mengkombinasikan dengan gambaran umum yang ia dapatkan dari cara pengerjaan Chanyeol.

Setelah ia bergelut selama beberapa menit, ia akhirnya bisa menyelesaikan keempat soal tadi. Jawabannya pun sama persis dengan yang didapat Chanyeol, meskipun caranya sedikit berbeda.

Lega telah menyelesaikan tugasnya, Kris menggerak-gerakkan tangan yang terasa pegal. Diputar-putarkannya pula leher kakunya. Sesekali, pemuda berwajah tampan itu menggeliatkan tubuh—melepaskan ketegangan yang menyergapnya selama beberapa jam ini.

Kening Kris berkerut karena selama ia mengerjakan tak ada gangguan sama sekali. Tak ada suara berisik yang ia perkirakan akan mengusiknya. Chanyeol sama sekali tak bersuara. Ya, sejak datang di atap setelah dari kantin, pemuda aneh itu sama sekali tak berbicara apa-apa, bahkan mengeluarkan suara pun tidak. Mm—ada apa dengannya? Dan—eh, di mana Chanyeol sekarang?

Mata tajam Kris tak mendapati sosok Chanyeol di mejanya. Pandangan Kris mengedar, akhirnya, terlihat sosok pemuda yang dicarinya sedang berdiri di dekat tembok pembatas atap.

Mata berbinar Chanyeol tampak memandang lurus ke depan. Begitu serius, entah apa yang ia pikirkan. Kris menelengkan kepala, sedikit penasaran. Baru kali ini, Kris melihat Chanyeol bisa tampak seserius itu. Dengan sikapnya, Chanyeol tampak begitu—ah, bagaimana mengatakannya? Berkarisma, mungkin?

Oh, Kris Wu, hentikan! Jangan teruskan pikiran tentang Chanyeol lebih jauh. Lupakan saja. Ia hanyalah pembawa sial. Kebetulan Chanyeol sedang tak memperhatikanmu, ini saat yang paling baik untuk pergi. Menjauh dari masalah yang lebih besar.

Kris tengah memberesi peralatan tulisnya, saat Chanyeol mendadak berbalik. "Hei, Kris—"

Astaga, Kris baru saja berniat kabur, mengapa bocah itu harus memanggil namanya, sih?

Si tampan bersurai pirang memutar bola matanya malas. Haruskah ia menanggapi Chanyeol? Atau haruskah ia abaikan?

"Apa?" Akhirnya, Kris menjawab Chanyeol, meskipun dengan nada datar dan dingin.

"Kau tahu? Aku penasaran terhadap sesuatu. Dari tadi aku terus memikirkannya, tapi tak menemukan jawabannya," jelas Chanyeol sembari melangkahkan kaki ke meja yang tadi ia tempati.

Alis tebal Kris tertaut. Penasaran pula dirinya akan apa yang dipikirkan Chanyeol. Sungguh, masalah apa yang membuat Chanyeol bisa seserius itu? Apa masalah keluarga?

"Penasaran apa?" Kris tampak memperlihatkan sedikit perhatian. Sebenarnya hanya rasa ingin tahu—ingin memuaskan rasa penasaran saja. Ya, meskipun ia tak menunjukkan secara jelas dengan ekspresi datar dan malasnya itu.

Telunjuk Chanyeol mengarah pada permukaan meja yang tadi ditempatinya. Ah, lebih tepatnya, tempat lembar jawab dan peralatan tulis berada. "Lembar jawabanku. Ada yang aneh dengan lembar jawabanku itu. Kau tahu? Seingatku, pulpenku ini tadi kuletakkan dengan ujung mengarah ke bawah, tapi, sekarang berbalik arah. Belum lagi, sudut lembar jawabanku yang jadi lebih serong. Mm—sekitar 5 derajat ke kanan. Apa itu tak aneh?"

Kris nyaris tersedak ludahnya sendiri. Matanya melotot siap keluar mendengar perkataan Chanyeol.

Astaga, jadi si aneh ini menjadi seserius itu gara-gara masalah itu? Oh Tuhan, katakanlah, Chanyeol itu tak punya otak waras. Aish, kurang kerjaan. Mengapa pula harus memikirkan hal sepele seperti itu? Konyol sekali. Dasar sinting.

Namun, perkataan Chanyeol itu membuat jantung Kris berdebar lagi, lebih kencang. Terbersit satu pikiran, apa Chanyeol menyadari bahwa Kris tadi memegang lembar jawabannya? Kau benar-benar bodoh, Kris! Mengapa bisa seceroboh itu? Kris terus merutuk diri. Ketar-ketir rasanya. Panik menyergap jiwa. Namun, beruntung wajah sedingin esnya menyembunyikan kekhawatiran yang nyaris membuatnya ingin pingsan.

"Kau menuduhku sudah melihat jawabanmu?" Kris menaikkan alis—berusaha mengontrol diri, menyembunyikan rasa takut jika ketahuan.

Chanyeol hanya menggeleng pelan. "Hey, that's not true, Kris. Why should I accuse you? Don't be too sensitive. I'm just curious." Sang Dewa mengusap tengkuknya pelan. Wajahnya masih tampak sangat penasaran.

"Sikapmu itu—aku merasa kau memikirkan itu! Kau pasti berpikir aku sudah nekat memegang dan mencontoh jawabanmu! Hei, aku tak melakukannya!" seru Kris kesal. Berpura-pura dalam kondisi seperti ini sangat melelahkan. Kris ingin sekali pergi dari atap secepatnya.

Chanyeol kali ini memamerkan senyuman kecil. "Hei, mengapa kau jadi tersinggung? Aku sama sekali tak menuduhmu! Lagipula, aku tak peduli kau melihat jawabanku atau tidak. Aku sendiri tadi memang mempersilakanmu untuk melakukannya, kan? Jadi, bukan masalah. Aku cuma penasaran saja dengan berubahnya posisi alat tulisku. Mm—apa mereka berjalan sendiri, ya? Ah, tapi itu tidak mungkin, kan, ya?" jawabnya santai. Chanyeol terkekeh. Leluconnya garing sekali.

Kris memutar mata malas. Oh, sialan. Mengapa ia malah terbawa emosi? Dengan sikap berlebihannya itu, bisa-bisa Chanyeol malah akan curiga. Kris memijit pelipisnya pelan sembari memutar otak—mencoba mencari alasan paling cocok supaya Chanyeol tak lagi penasaran dengan hal sepele tadi. Dan—

AHA!

Kris menyisir rambut pirang berantakannya lalu memandang Chanyeol serius. "Jika kau mau tahu, aku bisa menjawab rasa penasaranmu itu."

Mata Chanyeol pun berbinar. Antusias siap mendengar penjelasan Kris. "Oh, benarkah? Apa yang terjadi?"

"Ya, sebenarnya akulah yang mengubah posisi lembar jawabanmu. Hei, jangan salah sangka dulu! Aku hanya memungutnya karena benda itu nyaris terbang terbawa angin. Aku berhasil menyelamatkan lembar jawabanmu itu sebelum terbang jauh. Tapi, dengarkan aku baik-baik. Aku tak melihat jawabanmu, okay! Camkan itu! AKU TAK MELIHAT APALAGI MENCONTEK JAWABANMU!" Kris menekankan penjelasannya.

Chanyeol hanya mengganggukkan kepala sambil mengeluarkan suara 'oooo—'.

Kris kembali melanjutkan. "Kau ini sebenarnya bodoh atau apa, sih? Kau harusnya membawa lembar jawabanmu itu ke mana pun kau pergi. Bukan malah, meninggalkannya di atap hanya dengan menindihnya dengan peralatan tulismu. Kau itu benar-benar bodoh. Di ruang terbuka seperti itu? Ceroboh sekali! Ah, apa kau sengaja melakukannya, sehingga kalau lembar jawabanmu terbang terbawa angin, kau bisa menyalahkanku?" Kening Kris berkerut. Tuduhan ia layangkan dengan bersungut-sungut. Wajah pemuda itu tampak benar-benar serius.

'Kau hebat sekali, Kris. Aktingmu menakjubkan!' puji Kris pada dirinya sendiri. Ia merasa aktingnya benar-benar memukau. Puas sekali bisa berbohong seperti itu. Alasan yang ia kemukakan pun masuk akal.

Wajah Chanyeol berubah sumringah. "Benarkah? Wow, terima kasih, Kris! Kau menyelamatkanku! Aku berutang padamu! Ah, aku memang ceroboh." Chanyeol memberikan senyuman terbaiknya sembari memukul kepalanya sendiri, seolah mengaku bahwa ia memang bersalah.

Menanggapi itu, Kris melengos. Masih terpukau rupanya dengan aktingnya sendiri. Begitu sempurna sehingga Chanyeol pun termakan pada kebohongan yang dibuatnya. Terkikik geli ia dalam hati. Astaga, bangga sekali Kris.

Setelah memuji Kris, sang Dewa memilih memalingkan wajah—berusaha menahan gelak tawa yang sebenarnya ingin tersembur.

What the—

Hei, apa yang ia lakukan itu hanyalah pura-pura. Chanyeol tahu apa yang terjadi. Karena, ya, itu sudah ia duga. Rencananya berhasil! Sukses! Tapi, tetap saja Chanyeol tak bisa menahan tawa melihat reaksi dan akting Kris.

'Ayolah, Kris. Aku jelas bisa melihat apa yang kau lakukan di mana pun aku berada. Astaga, Kris. Sebegitu tinggikah harga dirimu itu? Dasar manusia. Dan, apa pula itu? Kau sampai berakting demi menutupi kebohonganmu. Astaga, kau lucu sekali.' Chanyeol tertawa geli dalam hati.

Namun, mendapat respon percaya yang begitu mudahnya dari Chanyeol justru membuat Kris curiga dan tidak nyaman. Apa itu hanya main-main? Apa Chanyeol tahu sebenarnya yang terjadi lalu berpura-pura tak tahu? Apa ia berniat menggoda dirinya?

"Ya! Kau tak percaya padaku?" Dipicingkan matanya—mencoba memastikan bahwa Chanyeol benar-benar termakan aktingnya.

"Apa? Apa aku mengatakan sesuatu? Aku hanya bilang terima kasih. Mengapa aku harus tak percaya padamu?" tanggap Chanyeol polos. Padahal, dalam hati, tawanya semakin terbahak.

Kris berpura-pura mendengus. Dalam hati, ia merasa benar-benar senang. Aktingnya benar-benar telah mengelabui Chanyeol. Tak mungkin pemuda itu menyadari kebohongannya. Dan, tak ada gunanya berpikir bahwa Chanyeol tahu ia hanya berakting. Chanyeol itu terlalu bodoh untuk menyadari apa yang terjadi.

Keheningan menyergap. Kris masih sibuk memuji dirinya sendiri. Chanyeol sendiri asyik melihat isi kantong plastik dari kantin.

Sang Dewa mengambil sebuah kaleng cola dan sebungkus roti dari dalam plastik putih itu. Dengan cepat, dilemparkannya dua benda tadi ke arah Kris. "Kris!" serunya.

Kris menoleh ke sosok yang memanggilnya dan mendapati dua benda terbang ke arahnya. Dengan sigap, Kris menangkapnya. Tertangkap sempurna.

Kris mengerutkan kening, mengamati cola dan roti di tangan. "Apa ini?"

Chanyeol tengah menghabiskan jus apel kemasannya dan menatap Kris bingung. "Bukankah kau bisa melihatnya dengan jelas? Itu cola dan roti," tanggapnya polos. Kini tangannya sibuk membuka sebungkus keripik kentang yang cukup besar.

Kris meletakkan makanan dan minuman pemberian Chanyeol di atas meja lalu mendengus. "Aku juga tahu itu. Maksudku, untuk apa kau memberikannya padaku? Aku tak memintanya, kan?"

Chanyeol membersihkan tangan dari sisa keripik dengan menepukkannya. "Untuk apa? Hei, haruskah kau selalu bertanya tentang tujuanku memberikan sesuatu padamu? Dengar, Kris. Aku hanya ingin berbagi. Lagipula, anggap saja itu tanda terima kasih karena kau telah menyelamatkan lembar jawabanku. Mm—kau tak mau? Kalau tak mau, akan kuambil lagi."

Chanyeol baru beranjak berdiri untuk mendekati Kris, saat pemuda bersurai pirang itu membuka mulut lagi. "Jadi, kau tak ikhlas memberikannya padaku? Cih!" Kris mendecih pelan. Tapi, tangannya bergerak membuka kaleng cola pemberian Chanyeol. "Baiklah, karena kau memaksa, aku menerimanya. Tapi, kau harus tahu, ini tak sepadan dengan apa yang kulakukan tadi. Kau tak tahu seberapa berharganya bantu—"

Burst—

Kaleng cola terbuka. Cairan berwarna kecoklatan menyembur tinggi dan langsung membasahi wajah Kris. Pemuda itu sangat terkejut dengan apa yang terjadi. Astaga—Mengapa? Apa yang terjadi?

Oh, oh.

Bisa dibayangkan reaksi minuman bersoda jika terkena guncangan sedikit, kan? Well, hasilnya seperti yang dialami Kris. Aduh, benar-benar malang sekali nasibmu, Kris.

Chanyeol pun hanya bisa terbelalak. Ia kaget setengah mati mendapati kejadian itu.

Astaga, ia bodoh! Ia sungguh lupa dengan efek minuman soda jika terkena guncangan. Ya, sejak dari kantin, ia sengaja berlari supaya bisa sampai di atap dengan cepat. Well, itu jelas menyebabkancola mendapatkan guncangan yang cukup besar. Dan, bodohnya lagi, ia melemparkan kaleng cola ke arah Kris. Dasar bodoh! Bodoh! Sekarang apa yang harus ia lakukan? Kris pasti marah besar!

Chanyeol menggigit bibir bawahnya. Perlahan, diambil lembar jawab, soal, dan peralatan tulisnya. Dengan cepat, ia menyambar kantong plastik berisi makanan dan minumannya dan segera angkat kaki dari tempatnya berada. Lebih cepat ia pergi dari sana, akan lebih baik. Ia perlu menyelamatkan diri!

"PARK CHANYEOL! BERHENTI! AKAN KUBUNUH KAU!" teriak Kris penuh emosi ketika mendapati Chanyeol mulai mengendap-endap mencoba kabur. Tangannya sibuk mengusap wajah tampannya yang kini berbau cola.

Chanyeol tak mengabaikan perintah berisi ancaman Kris. Ia tetap saja harus menyelamatkan diri! "Maaf Kris! Aku benar-benar tak sengaja! Aku pergi dulu, ya!" seru sang Dewa sambil terus berlari. Barang-barang yang dibawanya terlihat bergelantungan. Ia pun dengan cepat menghilang di balik pintu.

Mendapati pelaku kabur tanpa bertanggungjawab, Kris hanya bisa mendengus marah. Percuma sekarang mengejar bocah aneh menyebalkan itu. Ditariknya napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan berat hati.

Kris melangkah gontai menuju keran air di sudut atap. Dengan segera, dibersihkan mukanya dengan air dari sisa-sisa cola. Setelah merasa bersih, ia mengambil sapu tangan dari kantong celana guna mengeringkan muka tampannya. Kala membersihkan diri, si jenius XOXO High School itu tak sekalipun berhenti mengumpat dan merutuk diri sendiri karena mau menerima dan percaya pada Chanyeol. Sumpah serapah pun keluar dengan sempurna dari mulutnya.

Kris berjalan kembali ke mejanya sembari mengusap wajahnya yang masih sekarang terasa lembap. Begitu sampai— Oh 

Mata Kris terbelalak sempurna. Tak percaya ia dengan apa yang dilihatnya. Oh, sial. Sial. SIAL!

Cairan cola tadi –yang sempat menyembur wajahnya- tampak membasahi kertas—lembar jawabannya. Lembar jawaban yang susah payah ia tulis selama beberapa jam. Cairan itu membuat semua basah, berwarna kecoklatan dan berbau cola. Astaga! Haruskah ia menuliskan ulang semua? 50 soal? Dari awal? Oh, keparat!

"PARK CHANYEOL!" Teriakan Kris bergema keras di seluruh sekolah. Begitu mengerikan seolah suara iblis sedang menyerukan korban yang ingin ditariknya ke neraka.

Oh oh—Chanyeol! Selamatkan dirimu!

~ . ~

To Be Continued


Well, just enjoy the story.

Panjang? Itu ciri khas ceritaku. Semua tak ada yang mual. Jika berkenan silakan vote dan tinggalkan jejak. Main ke wordpressku juga boleh. :)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
chachamariditha
Chapter 6, 7, and 8 for you who miss this story. Lol. *jika ada*

Comments

You must be logged in to comment
Sky_Wings
#1
Plot ceritanya bagus!
can_tbeempty #2
Chapter 5: Lanjutin dooong
stressedouttt #3
really interesting..
LovelyMeyMey #4
Chapter 5: udah deh kris lupain tao kan udah ada chanyeol
AWPark #5
Oonie fighting ciayou ganbate.. keep writing. Cerita oonie DAEBAK!! ^-^
krisyeolcola
#6
Chapter 5: ouuuhh, poor kris TT
chanyeol: sini-sini aku temani XD
mr.kim... makasih dah buat kris sedikit (SEDIKIT) menyukai keberadaan chanyeol kkkkk
thanks for update, want more~
Syanamyun99 #7
nice story! lanjut ya min
krisyeolcola
#8
Chapter 4: udah lihat di wordpressnya untuk chapt ini hehehe
n aku terkekeh di bagian ini "Mr. Kim, saya tidak pendek!" XD
AWPark #9
Chapter 3: Next min... Greget nih..
krisyeolcola
#10
Chapter 1: hadduu, another taoris -_-
bhs formal terasa kaku, apa krn aku yg jrg bc fiksi dlm bahasa y? XD
foreword nya ngingetin aku sm salah satu krisyeol angst dsni dan ceritanya bgs bgt, cm bedanya ini ada humornya hmm
update soon :)