Chapter 1

THE OLD MAN AND THE YOUNG GIRL

TITLE : THE OLD MAN AND THE YOUNG GIRL

PAIRING : Kris & Kai

AUTHOR : KanG and FAMILee

GENRE : GS, romance etc~

.

.

.

.

.

PLAK!

Ujung koridor gedung kampus utama sudah dari tadi dipenuhi mahasiswa-mahasiswa yang dengan rela berdesakan demi mencari tahu asal suara.

Kim Kai, primadona fakultas ekonomi, segera menerobos kerumunan sebelum lebih banyak lagi yang menonton aksi gilanya. Suara yang tidak lain berasal dari telapak tangan lentiknya sudah dua minggu ini berhasil menyita perhatian seluruh penghuni kampus.

"Minggir! Aku mau lewat!"

Wajahnya menampakkan arogansi yang seolah-olah tidak akan pernah luntur dengan diapit kedua sahabat karib yang tentu saja punya aura yang tidak main-main.

y.

They are the Goddes.

Krystal Jung si wajah datar, putri seorang komisaris besar yang hobi menghabiskan uang untuk gaun-gaun mahal yang hanya akan ia gunakan sekali seumur hidupnya. Hara Goo gadis bermulut tajam, 5% saham perusahaan raksasa keluarganya adalah atas namanya bahkan ketika ia masih berupa janin di perut ibunya.

Mereka begitu percaya diri, melangkah layaknya penguasa wilayah terutama Kai yang ingin segera menjauh dan tak mau mendengar suara-suara apapun lagi.

Oh jangan lupakan seorang pria yang tadi mereka tinggalkan di tengah kerumunan mahasiswa. Pria malang yang bahkan tak mampu melawan pada tingkah kurang ajar seorang Kai, mahasiswi bimbingannya. Ia meletakkan satu tangannya pada pipinya yang sempat memerah. Satu lagi tamparan telak dari Kai dan hari ini adalah penolakan yang ketiga.

.

.

.

.

.

Kris membawa kakinya memasuki pelataran cafe yang sedikit ramai sore ini. Ia bukanlah tipe pria dengan sejuta sinar di sekelilingnya jadi kedatangannya di cafe itu tidak berhasil mengundang tatapan pengunjung lain.

Matanya tajam menelusuri tiap orang yang mungkin saja adalah seseorang yang sedang ia cari. "Selamat sore pak dosen." Gotcha! Orang itu muncul dengan sendirinya. Tak perlu repot-repot mencari kalau begitu, pikir Kris.

"Hai Dobi.." Kris membalas senyuman sejuta watt dari pria itu dan dihadiahi pukulan pada lengan panjang Kris.

"Apa yang kubilang tentang jangan memanggilku dengan sebutan itu?! Sama sekali tidak lucu Tuan Wu!"

Kris mengambil spot tepat di tepi jendela setelah Chanyeol, pria Dobi itu, membawanya mencari bangku yang masih kosong di dalam cafe.

"Aku tidak bilang lucu kok.." Kris mengangkat kedua bahunya tanda tak mengerti. Sebenarnya hanya untuk menggoda pria berkepala empat bermarga Park itu. Chanyeol memang kawan yang menyenangkan. Ia bisa membuatmu tertawa dalam sekejap bahkan saat kau baru melihat wajahnya yang agak ehmm..idiot? Seperti itulah.

"Baiklah, apa masalahmu kali ini? Jangan bilang kita akan membahas hal yang sama seperti dua pekan terakhir?"

Chanyeol mengambil catatan kecil yang ia simpan di bagian dalam mantelnya sementara pena hitam mahal khas pengusaha terapit indah di sela-sela jarinya. Sebenarnya apa sih pekerjaan Park sialan ini? Atau dia seorang psikolog yang kebetulan lulusan sekolah bisnis? Kris sekarang merasa begitu aneh dengan sosok Chanyeol yang sering kali berubah-ubah. Minggu lalu ia mengaku pernah bercita-cita menjadi arsitek dan sempat mengenyam pendidikan teknik selama 2 tahun meskipun di mata Kris hal itu sama sekali tidak terlihat.

Kembali ke tujuan awal Kris mengundang pria di hadapannya untuk bertemu.

"Kau selalu tahu apa yang aku pikirkan Chan."

Kris menghela nafas pendek, nafas yang terkesan lelah di pendengaran Chanyeol.

"Aku selalu di sini, kau tahu.." ucap Chanyeol tak lupa senyum gigi rapinya yang khas. Kris merasa lebih terhibur sejak pria ini resmi ia kontrak sebagai psikolog pribadinya dua minggu lalu.

"Dia menolakku lagi dan.."

Kris bukan pria cengeng yang akan menumpahkan tangisnya begitu membahas kekacauan yang terjadi di hidupnya. Ia pria dewasa dengan watak cukup tegar, pantang menyerah dan ia hidup bukan untuk dikasihani. Prinsip hidupnya terdengar rumit dan keras kepala namun 40 tahun lebih mengecap asam garam dunia membuatnya tak mudah merasa lemah.

Tapi,

"Kai itu gadis yang keras kepala hehehe..."

"Kau terlihat sangat mengerikan." Komentar Chanyeol.

"Benarkah? Apa sekentara itu kalau gadis muda sepertinya bahkan tidak secuil pun menghargai rasa penasaranku yang mati-matian kupendam hingga harapan itu sendiri hancur karena ini sudah yang ketiga kalinya Kai menolakku?! Dia menolakku Chanyeol! Bisa kau bayangkan bagaimana nada bicaranya saat ia memakiku dan menampar wajahku di hadapan seluruh penghuni kampus?!"

Kris mulai hilang kontrol karena sesaat lalu bunyi gebrakan meja melayang ke seluruh penjuru cafe. Sekarang atensi pengunjung 100% mengarah pada mejanya, lebih tepat pada Kris sendiri yang tengah berdiri menumpukan kedua telapak tangannya pada permukaan meja kayu cafe sambil menatap garang ke arah Chanyeol.

Chanyeol berdehem pelan dan berhasil menyadarkan Kris dari tingkahnya.

"Tenang Kris, tenang.."

Pria itu membenarkan posisi duduknya kemudian memijat pelan pelipisnya. Ia merasa pusing luar biasa.

"Kau tahu Chanyeol, ini pertama kalinya aku mengejar-ngejar seorang perempuan. Di masa lalu mungkin aku selalu berharap menjadi seorang pria yang dikejar-kejar wanita. Tapi entah kenapa takdir mungkin sudah terlanjur membenciku dan yang terjadi sekarang adalah kebalikannya."

Mereka terduduk dengan posisi saling hadap namun Kris sepenuhnya tidak berada di sana. Pikirannya melayang mencari keberadaan gadis pujaannya sementara Chanyeol setia dalam diamnya. Sudah dua minggu ia mengamati pola yang Kris refleksikan ketika menyangkut seorang gadis bernama Kim Kai, putri seorang konglomerat. Dari hasil pembicaraan mereka beberapa kali Chanyeol dengan mudah menyimpulkan bahwa Kris adalah pria yang cukup kolot dan tertutup, pertama kalinya jatuh cinta pada gadis kaya bernama Kai yang saat ini membuatnya begitu frustasi.

"Takdir tidak sepenuhnya jahat Kris. Tidak ada yang membencimu sekalipun itu takdir yang tak sesuai ekspektasi. Keinginan bisa berubah tapi perasaan seperti ini akan membuatmu jatuh semakin dalam. Kendalikan keinginanmu terhadap perasaanmu maka kau bisa menciptakan takdir itu."

Tidakkah ini jelas bahwa Park Chanyeol sejatinya seorang lulusan ilmu psikologi dan Kris mulai tidak percaya dengan pernyataan tentang sekolah ternik dan misteri di balik bolpoin mahalnya.

"Itu dia maksudku Chan. Aku mencintainya, sangat dalam dan aku merasa sudah mulai gila dengan hal ini. Bagaimana caranya aku bisa mengendalikan keinginanku untuk memilikinya? Semuanya terasa konyol!"

"Konyol?"

"Yah..konyol. Aku mencintainya tapi dia tidak membalas perasaanku. Aku mengejar-ngejarnya tapi dia malah semakin menjauh. Terakhir kali menamparku, Kai berkata tidak ingin melihat wajahku sekalipun itu hanya dalam mimpinya. Kisah cintaku bahkan tak sebagus lawakan di stasiun TV yang hampir bangkrut."

Chanyeol terkekeh mendengar kalimat terakhir dari ucapan Kris yang cukup panjang. Jika saja ia masih belum beristri maka ia yakin akan mengasihani Kris saat ini juga. Tapi maaf saja, bulan depan adalah perayaan ulang tahun pernikahannya yang ke-tujuh. Intinya, Chanyeol tak punya alasan kuat untuk mengasihani pria macam Kris. Ia sangat yakin HOW PITY adalah salah satu kata-kata terlarang dalam kamus hidup Kris.

"Ya kau benar, di kepalaku saja masih segar Kai pernah mengataimu tidak tahu malu, dasar tua bangka dan beberapa makian kecil lainnya. Aku pikir jika kau memperbaiki beberapa hal yang Kai tidak harapkan ada padamu, mungkin ia akan sedikit berbaik hati lain waktu."

Cerdas!

Kali ini Chanyeol memberikan solusi yang masih bisa diterima oleh nalarnya dari pada sekedar mengendalikan perasaannya, bukankah hal itu justru penting dalam membina sebuah hubungan.

Kris mendongakkan kepalanya menatap sebentar pada Chanyeol sebelum kembali menunduk dan berpikir.

"Apa kau yakin?" Kris masih agak ragu dengan masukan yang diberikan Chanyeol.

"Ck! Dengar Kris, sekarang ini bukan hanya pria saja yang menilai wanita dari penampilan meskipun aku yakin kau tidak terlalu suka dengan cap gadis sombong yang melekat pada Kai. Wanita juga perlu bangga dengan memiliki pria yang menjadi seleranya. Jadi..."

Kris memasang telinga baik-baik ingin mendengar kelanjutan dari kalimat Chanyeol. Sepertinya pria itu sedang serius dan bisa saja ide cemerlang keluar dari otaknya. Kris menanti dengan sabar demi mendengar...

"Selamat berjuang, selamat berusaha membuat Kai-mu tertarik. Aku akan cukup sibuk minggu ini jadi sepertinya kita tidak bisa bertemu hingga minggu depan. Ingat untuk tidak terlalu larut dalam perasaanmu. Aku sedikit takut tidak bisa menerima gaji terakhir pertemuan kita hehehe..."

Chanyeol melambai dan bergumam sampai jumpa seraya meraih gagang pintu cafe dan kemudian menghilang di baliknya.

"Sial!" Kris mengumpat menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya yang besar.

Kris merasa dirinya begitu malang kali ini.

.

.

.

.

.

Kai sudah mencapai banyak prestasi cemerlang dalam hidupnya. Itulah alasan kuat ayahnya begitu menyayangi anak tunggal keluarga Kim tersebut. Sejak kecil gadis itu sudah diajarkan tentang jungkir balik dunia bisnis dan ia memutuskan untuk mengikuti jejak ayahnya dengan mengambil program studi managemen bisnis di kampusnya.

Ia menjalani kehidupan kampus dengan penuh semangat bersama kedua sahabat kecilnya, Krystal dan Hara. Mereka akan terlihat sangat sempurna bila berjalan berdampingan. Tidak ada mata yang bisa berpaling dari sekedar mencuri pandang saat ketiga gadis itu berjalan melewati koridor-koridor kampus. Dan mereka mendapat julukan yang setara dengan kesempurnaan mereka. The Goddes.

Salah satu dari sekian banyak pasang mata itu adalah milik Kris, dosen ekonomi perbankan yang bahkan tak pernah Kai ikuti kelasnya. Jelas saja, mereka berada di jurusan yang berbeda.

Kris menjadi pria kesekian kalinya yang masuk dalam daftar blacklist seorang Kai. Tepatnya berada pada urutan teratas orang yang ia benci dalam hidupnya. Ayolah..Kai tidak sedetik pun berpikir untuk mengorbankan harga dirinya pada seorang tua bangka seperti Kris. Harga dirinya bahkan lebih tinggi dari langit ketujuh.

Tiga minggu terakhir adalah bagian paling menyebalkan dalam tahun kedua puluhnya.

Kris, pria berkepala empat yang menyamai tampilan para nerd di perpustakaan senior high school-nya dulu. Apa pantas seorang Goddes sepertinya menjalani kehidupan cinta yang menurutnya fase terpenting dalam kehidupan bersama seorang nerd? Hell NO!

Masker wajahnya saja sudah retak-retak begitu memikirkan si dosen gila yang memintanya jadi kekasihnya itu.

Dosen tua gila!

"Yak! Kai!" teriakan seseorang membuat alis kiri Kai terangkat. Saat ini ia tidak ingin diganggu sebenarnya. Waktunya sudah begitu sempurna untuk merawat diri, quality time untuk gadis-gadis luar biasa sepertinya.

"Apa yang terjadi?! Kenapa maskermu bisa retak seperti ini? Ya Tuhan, apa yang sudah Kris bodoh itu lakukan padamu!"

Hara adalah gadis korban drama percintaan yang biasanya ditonton ibu-ibu. Mudah termakan adegan romantis dan kata-kata muluk tentang perpisahan atau apapun itu. Kai tidak peduli. Sampai kedua sahabatnya sudah berada di sebelah kursi malasnya pun ia masih setia menutup mata.

"Kai! Ya..! Kau sedang tidur? Krys apa dia tidur?" gadis itu menatap Krystal yang tidak berkomentar apapun padanya. Hara sedikit sensitif dengan ketidakpekaan si Jung ini. Masalahnya adalah watak mereka yang terlalu bertolak belakang, Hara dengan mulut cerewetnya dan Krystal yang lebih memilih bungkam. Karena tak mendapat respon apapun, Hara memilih ikut berbaring pada kursi lain di sebelah Kai.

"Kau terlihat sangat frustasi Kim..."

Itu adalah kalimat pembuka yang sangat tajam dari seorang sahabat yang sedang berkunjung ke rumahmu. Krystal Jung tidak akan mengatakan sesuatu yang tanpa bukti, Kai sangat yakin akan hal itu. Sahabatnya ini memiliki firasat yang sangat kuat terhadap hal-hal yang menimpa mereka. Salah satu kesukaan Kai bahwa Krystal adalah seseorang yang selalu memulai prediksinya tanpa mengabaikan antiklimaks. Kalian tahu, beberapa nasihat yang untungnya sangat bermanfaat.

"Aku tahu Jung. Bagaimana menurutmu?"

Kai bangkit dari berbaringnya dan meminta Krystal duduk di sebelahnya. Gadis berwajah jutek itu mendekat pada kursi panjang Kai dan melakukan permintaan sahabatnya.

"Bagaimana apanya?" Krystal menjawab pertanyaan Kai dengan pertanyaan yang nyaris sama.

Oh tidak!

Si Jung penuntut kembali kambuh. Kai tidak sedang dalam mode ingin bercerita panjang lebar. Ia hanya memutar bola matanya malas dan melemparkan tatapan memohon pada Krystal. "Come on Krys. You know what I mean.."

"Nope..tidak saat ini nona manis. Aku ingin tahu apa yang kau rasakan dan apa yang kau pikirkan. Harusnya kau sudah mengerti 'curhatan' mu akan kubawa kemana."

Sudahlah, toh Kai tidak pernah bisa melawan Krystal kalau soal sesi bertukar pikiran. Krystal itu gadis yang agak otoriter, ia menuntut tapi juga memberikan bonus di akhir cerita.

"Oke oke. Aku yakin kau tidak ingin aku mengulang lagi nama Kris untuk mengingatkanmu pada penolakan ketigaku." Ujar Kai memulai dengan wajah jengkel begitu menyebut nama Kris dalam kalimatnya.

"Kau baru saja menyebut namanya Kai.."

Benarkah? Aku tidak sengaja kalau begitu...

"Krys, apa dia tidak punya cermin di rumahnya? Atau minimal pantat panci yang bisa memantulkan bayangannya?"

"Maksudmu Kris itu pria miskin yang tampangnya pas-pasan?"

Kai mengangguk mengiyakan persepsi Krystal. Ia merasa Kris itu hanya seorang pria yang sedang tersesat mencari pendamping hidup yang –harusnya- setara dengan dirinya. Dengan segala kehormatan menyandang marga Kim, gadis glamour seperti Kai berani bersumpah untuk tidak akan pernah mencium lantai berdebu. Tidak akan pernah menodongkan wajahnya pada sarang laba-laba.

"Mungkin saja kau benar. Siapa tahu dimasa kecilnya Kris punya trauma dengan cermin yang membuatnya sampai sekarang takut berhadapan dengan benda itu."

"Ya! Aku tidak ingin kau melucu untuk saat ini Krys. Aku sedang serius dan kau paling peka dengan itu. Jadi bisa kita kembali pada topik utama?"

Krystal memberikan senyum manisnya pada Kai. Sebenarnya ia hanya ingin berusaha memberikan selingan untuk cerita Kai yang terkesan menegangkan. Menegangkan otak Kai dan nanti wajahnya bisa berkerut. Tidak baik untuk kecantikan mereka apalagi kalau Kai sudah bertingkah seperti anak kecil yang ingin diselesaikan masalahnya pada saat itu juga. Krystal tidak akan bisa kabur lalu ia dipaksa berpikir terlalu dalam dan berakhir dengan kantung hitam di bawah matanya. Buruk!

"Hei Kai, aku tidak bermaksud untuk membela siapa pun di sini. Aku netral asal kau tahu, tidak di pihakmu tidak juga di pihak Kris. Aku tidak akan mencampuri urusan kejar-kejaran Kris atau kau yang selalu menghindar darinya. Tapi menurutku kau perlu mencari tahu motif di balik keinginan Kris yang terlalu besar terhadapmu. Oke..oke aku tidak akan memaksamu..."

Kai sudah bersiap melemparkan tatapan tajamnya pada Krystal kalau bukan karena gadis itu yang terlalu pintar beretorika.

"Sekali lagi Kai, menurutku dia sudah tergila-gila padamu-"

"Itu wajar Krys. Siapa yang tidak akan tahan dengan pesona seorang Kim Kai.."

"Bukan begitu Kai.. memang betul pesonamu tak bisa menahan air liur pria manapun untuk tidak mengalir keluar dari mulut mereka. Tapi sadar atau tidak selama ini kau hanya membangunkan macan lapar dalam jiwa mereka."

"Macan lapar?"

Gadis itu hanya menggaruk kepalanya tanda tidak mengerti. Krystal terlalu lama bertele-tele.

"Kai..aku tidak suka mengatakan ini terlebih kau sudah kuanggap sebagai saudara sedarahku sendiri. Mulai sekarang aku sarankan untuk tidak terlalu mengekspose tubuhmu. Aku tidak suka pria-pria lapar di luar sana hanya bermaksud menatapmu dengan nafsu bukan karena kau patut untuk dipuji. Kau mengerti?"

Krystal betul-betul mengupas habis sisi lainnya kali ini. Matanya yang tajam tidak bisa diragukan Kai. Bagaimana bisa selama ini Krystal begitu memperhatikan sekelilingnya sementara orang yang bersangkutan sama sekali tidak peka. Kai pastikan untuk memberikan hadiah yang paling indah di acara ulang tahun Krystal bulan depan. Rasanya tidak ada orang yang lebih perhatian padanya selain Krystal, tidak juga ayah dan ibunya.

Kai menghembuskan nafas dan mengatur aliran udara ke dalam paru-parunya dengan meniru salah satu sikap yoga yang ia pelajari dari ibunya. Ia memeluk Krystal setelah dirasanya lega. "Aku mencintaimu Krys.."

"Kai.."

"Hmm...aku mengerti, aku hanya bisa menduduki posisi kedua di hatimu setelah pria sinting itu! Kenapa tidak kita labrak saja sih dia!"

"Kai aku pikir kita sudah sepakat untuk tidak membahasnya lagi. Dia...tidak seperti yang kau kira selama ini." Sudah Kai kira, Krystal akan terlihat sangat dramatis kalau menyangkut 'pria itu'. Pria yang berani-beraninya menolak cinta seorang Krystal, sahabat berharga Kai. Dari pada memikirkan masalahnya sendiri Kai lebih memilih mengurusi kisah percintaan Krystal yang sayangnya harus kandas di tengah jalan karena pria tidak tahu diri –menurut Kai- itu tidak perlu berpikir dua detik untuk mengatakan 'tidak' pada sahabatnya. Oh..ini menyakitkan.

"Baiklah...tapi kalau sampai pria tua itu menyakitimu sekali lagi, awas saja!"

Hahaha..

Krystal tertawa melihat tingkah Kai yang satu ini. Mereka terkenal dengan sikap yang anggun dan berkelas namun tak satu pun yang memungkiri bahwa masih ada jiwa remaja labil yang melekat pada mereka, terutama Kai. Seperti ini saja sudah cukup bagi Krystal. Mereka bahagia dengan persahabatan yang terjalin sudah sejak kecil, Krystal sangat mengenal kedua teman akrab yang sudah ia anggap sebagai saudaranya begitupun sebaliknya bagi Kai maupun Hara.

Tubuh berbalut kaos biru di sebelah kursi Kai tengah menggeliat tak nyaman. Hara perlahan bangkit dan ia baru sadar...

"Maaf Kai, aku ketiduran lagi. Apa yang kalian bicarakan?" Hara mengusak kelopak matanya yang setengah terpejam, ketika retina matanya sepenuhnya bisa menangkap cahaya ia disuguhi tatapan jengkel dari Kai dan wajah tanpa ekspresi Krystal Jung.

"Apa?"

"Kau menyebalkan tahu!" itu ucapan Kai.

Krystal hanya berdecak melihat Kai mulai mengejar Hara yang tergopoh-gopoh mengelilingi kolam renang.

.

.

.

.

.

Hari ini tidak ada yang spesial. Tidak ada yang menarik bagi Kai selain memikirkan rencana jalan-jalannya bersama Krystal dan Hara sepulang kuliah nanti.

Meskipun semalam sudah bergolak dengan batin dan pikirannya, Kai memutuskan mengenakan pakaian yang sedikit lebih santai dibanding busana kuliahnya selama ini. Tidak ada salahnya mengikuti nasihat Krystal, toh tidak ada ruginya bagi Kai.

Kai masih berdiam diri di salah satu bangku kuliah kelas terakhirnya. Krystal dan Hara tampaknya agak sulit berkompromi dengan beberapa mata kuliah yang dibawakan profesor tua. Membuat Kai mesti menunggu hingga dua jam lebih. Satu kata tepat yang menggambarkan suasana di sekelilingnya, bosan!

"Jangan bercanda, pokoknya besok kita harus bertemu. Aku tidak akan pernah memohon padamu Park Chanyeol. Tapi kali ini demi seluruh harga diri seorang pria yang ada padaku, please~"

Seseorang yang sepertinya tengah bercakap-cakap lewat telpon terdengar mendekat. Kai memasang baik-baik telinganya dan oh!

Seseorang betul-betul memasuki ruangan yang hanya ada Kai di dalamnya. Seorang pria tinggi mengenakan kemeja biru dengan celana kain dan sepatu pantofel hitamnya tengah mengapit sebuah ponsel di telinga kirinya. Sepertinya pria itu tidak sadar bahwa Kai dari tadi memperhatikannya.

Pria itu memunggungi Kai dan merapikan beberapa kertas di atas meja dosen sebelum berbalik hendak keluar dari ruangan itu.

Kai...

DEG

Mata mereka bertemu. Kai tak bisa berkutik dengan timing yang ia rasa sangat tidak tepat. Bagaimana mungkin ia harus berada di satu ruang yang sama dengan Kris, tanpa manusia lain dan baru saja matanya menangkap pandangan aneh dari Kris.

"A-a...Kai selamat sore."

Kris memberanikan diri menyapa Kai meskipun pada awalnya ia pun tidak tahu harus berbuat apa. Mereka berdua terlihat sangat canggung satu sama lain. Sampai beberapa detik kemudian Kai tidak juga berbalik menyapa padanya, Kris memutuskan untuk meninggalkan ruangan itu setelah mengambil kertas-kertas di atas meja.

"Tunggu!"

Oh tidak, Kris tidak dapat berkutik lagi. Kakinya berhenti melangkah namun enggan berbalik untuk kembali melihat Kai. Ia hanya berhenti dan menunggu apa yang akan dikatakan Kai selanjutnya.

Suara langkah kaki terdengar sangat jelas di telinga pria itu. Agak terburu-buru. Tentu saja itu langkah kaki Kai.

"Eumm.."

Gumaman kecil Kai membuatnya tak tahan lagi untuk tidak berbalik. Kris menatap wajah gadis itu. Ah~ rasanya akan meleleh melihat betapa menawannya seorang Kai tepat di depan matamu. "Tadi aku mendengarmu menyebut nama Park Chan-"

"Park Chanyeol?" Kris memotong perkataan Kai sebelum gadis itu menyebut nama psikolog pribadinya dengan sempurna.

"Iya benar. Park Chanyeol. Apa kau mengenalnya?"

Kali ini Kris tak tahu harus berkata apa. Kai terlihat sangat berbeda saat menyebut nama Chanyeol tadi. Bagaimana Kai bisa mengenal Chanyeol? Ada urusan apa gadis itu dengan orang aneh seperti Chanyeol? Dan masih banyak lagi pertanyaan berputar mengelilingi otaknya. Kris mulai menaruh curiga pada Kai. Lewat tatapannya ia berharap Kai akan mengerti dan mengatakan dengan jelas apa maksudnya menanyakan soal ia mengenal Chanyeol atau tidak?

Hei! Bukankah itu wajar Kai menanyakan soal Chanyeol? Siapa tahu kan Chanyeol itu saudara sepupu Kai yang sudah lama tak bertemu atau pria aneh itu juga bekerja sebagai psikolog pribadi keluarga Kim. Segala kemungkinan bisa terjadi dan Kris harus menanggapi itu dengan pikiran yang lebih positif. Ya~ positif...

"Chanyeol, dia bekerja untukku." Jawab Kris, tidak jelas dan sangat ambigu.

Kai dalam hati sudah tersulut emosi. Bagaimana mungkin pria ini menjawab dengan begitu tidak peduli. Ia menginginkan setidaknya Kris bisa memberikan informasi yang sedikit jelas tentang pria bermarga Park itu.

"Bisakah kau menjawab pertanyaanku dengan lebih jelas? Aku kira setiap lulusan S2 sepertimu harusnya bisa menafsirkan pertanyaan dengan lebih mudah dan tentu saja menjawabnya dengan jelas hingga setiap orang bisa mengerti setelah tahu kenyataan dari pertanyaan itu!"

Mata gadis itu melotot memandang masuk ke dalam obsidian Kris. Meskipun begitu Kai akhirnya tidak tahan untuk menarik tatapannya dan mulai mencari objek lain seperti betapa jenjangnya kaki Kris. Oh ujung kepalanya berada jauh di atas kepala Kai. Wajahnya pun hanya mampu mencapai bagian dada pria itu.

Ya! Apa yang baru saja kupikirkan?!

Kai menggelengkan kepala dan memalingkan wajahnya dari tubuh Kris. Ia merasa panas menjalar sampai ke wajahnya. Mungkin saja wajahnya sudah semerah tomat saat ini. Memalukan.

"Dan bolehkah aku menyarankan kepada nona muda yang terhormat ini bahwa tata krama dalam berbicara sangat dipertimbangkan?"

Entah kenapa Kris merasa begitu risih dengan salah satu sifat Kai. Gadis di hadapannya kadang tidak bisa diabaikan namun arogansi yang mungkin sudah mendarah daging membuat harga dirinya sangat minim di mata Kris. Caranya bertutur kata bahkan tidak seimbang dengan status tinggi keluarganya. Ada yang salah pada gadis ini.

Kai tampak kesal karena jujur saja apa yang dikatakan Kris sangat menusuk sampai ke hatinya. Jelas saja Kris tak bisa dianggap remeh. Meskipun beberapa kali Kai sudah mempermalukannya tapi pria ini tidak pernah memperlakukannya berbeda.

"Aku tidak ingin berbasa basi denganmu. Jawab saja yang jelas apa kau mengenal pria bernama Park Chanyeol?" dengan tidak sabar Kai sekali lagi melontarkan pertanyaannya.

"Kau harusnya berpikir sebelum bertanya apakah aku kenal dengan Park Chanyeol atau tidak. Aneh bukan kalau aku bisa berbicara lewat ponsel dengan orang yang sama sekali tidak kukenal, bukankah sudah jelas jawabannya nona Kim?"

Kris tersenyum penuh arti. Dan Kai semakin jengkel dengan keadaan seperti ini. Ternyata Kris mampu membuatnya tidak sanggup untuk berkutik. Oke Mr. Wu aku tidak akan basa basi lagi..

"Baiklah, kau menang kali ini. Anggap saja sebagai ganti rugi tiga kali tanganku sudah menyambar pipimu. Tapi aku tidak akan membiarkan diriku sendiri mati penasaran jadi bisa kau jawab saja apa yang akan kutanyakan?" Kris betul-betul tidak habis pikir kali ini. Pria itu semakin tidak mengerti dengan jalan pikiran Kai. Ganti rugi? Maaf saja Kai, tapi aku tidak akan menyerah begitu saja.

"Perlu kuajari bagaimana caranya minta tolong?"

Kris mengikuti gestur Kai yang sedari tadi melipat tangan di depan dada. Seakan-akan mereka terjebak dalam situasi untuk saling mengintimidasi. Pandangan keduanya saling menusuk dan tak satu pun yang ingin mengalah. "Harga diriku tidak akan mengijinkannya pada orang sepertimu."

"Kalau begitu kau tidak akan mendapatkan apa yang kau inginkan."

Kris mengusaikan lipatan tangannya dan berbalik ke arah pintu ruangan sebelum sebuah tangan menggagalkan usaha itu.

"Tolonglah..." lirih, sangat lirih di pendengaran Kris meskipun masih bisa ia dengar jelas bahwa seorang Kai mengatakan kata 'tolong' untuk tahu tentang...

Chanyeol?

Kenapa harus Chanyeol?

Apa yang membuat gadis ini sangat ingin tahu tentang Chanyeol?

Gadis itu menunduk dan tangannya masih setia menggantung pada lengan atas Kris.

"Apa maumu?"

Kai mengangkat kepalanya dan seketika senyumnya merekah. Sepertinya Kris sudah terjebak dengan pesona keluguannya. "Aku ingin kau memberitahuku semua yang kau tahu tentang Park Chanyeol."

"Semuanya?"

"Tentu saja. Semuanya~"

Kris tertegun. Baru kali ini ia melihat sisi lain dari seorang Kim Kai. Gadis itu berkata sambil memperagakan dengan tangannya membentuk lingkaran besar. Dan Kris tidak tahan untuk tidak tertawa. Ternyata Kai masih punya sisi kekanakan rupanya.

"Heh...aku hanya akan memberitahu satu hal padamu jadi jangan terlalu banyak berharap."

Kai mengangguk seantusias mungkin. Ia tidak sabar untuk mengetahui seperti apa sosok seorang Park Chanyeol yang sebenarnya.

Lain halnya dengan Kris yang sedikit kecewa dengan tingkah Kai. Ia pikir mungkin memberitahu yang sebenarnya pada Kai akan membuat gadis itu berhenti bertanya lebih jauh mengenai Chanyeol. Ya, Kris menangkap gelagat Kai yang terlihat begitu mengagumi Chanyeol dari cara gadis itu menanyakannya. Tentu saja Kris merasa cemburu. Gadis yang ditaksirnya malah menaksir pria lain yang secara kebetulan adalah pria yang sudah ia anggap teman dekat. Tidak tahan dengan semua itu, Kris memutuskan untuk membuka satu dari sekian banyak kartu As Chanyeol yang dipegangnya.

"Jadi?" Kai bertanya sekali lagi karena ia lihat Kris tampak berpikir terlalu lama. Itu membuatnya jadi tidak sabaran.

"Dengar Kai..."

.

.

.

.

.

"Park Chanyeol sudah menikah!" ucap Kris penuh penekanan.

"WHAT?!"

Pekikan Kai memenuhi seluruh ruangan.

.

.

.

.

.

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet