SECOND STORY

PASTEL : The Story About EXO

The friend label is a label that I got to hate
The feelings I’ve hidden still remain as a painful secret memory
The photos that can’t define our relationship is a heartbreaking story
I’m sorry, summer, now goodbye, yeah (Goodbye Summer – F(x))

 

Dikejauhan aku melihatmu seperti itu. Dalam batas yang tenang dan tersenyum bahagia. Aku merindukanmu tapi aku terlalu takut untuk menggantikan label yang kita punya. Apakahk kau akan mengerti? Ataukah tetap meninggalkanku pergi?

 

===========================================================================================

Cast :

Kim Minseok (Xiumin)

tumblr_ndc9scbtSC1sunkpio1_500.jpg

 

Park Sooyoung (Joy)

tumblr_inline_n9se8k4AoL1qdi585.jpg

Choi Junhong (Zelo)

tumblr_mp38g3pnrc1qg5wdlo1_500.png

 

===========================================================================================

 

Aku tersenyum sambil menatap wajahmu yang begitu berseri. “Lalu kemudian dihari kami mengikuti ujian masuk universitas itu dia akhirnya mengatakan kalau dia menyukaiku. Tahu tidak, oppa. Aku sudah menunggu dirinya mengatakan itu sejak lama.” Kau menoleh padaku. Senyummu tak berhenti menghilang.

Aku mengangguk, “Tentu aku ingat. Bagaimana tidak, kau selalu menceritakannya setiap hari.” Kau tertawa mendengar jawabanku, lalu kau menyandarkan kepalamu di bahuku. Tanganku kelu. Ingin rasanya aku mengusap puncak kepalamu seperti dahulu. Seperti biasanya.

“Kau mengingatnya oppa? Bagaimana aku mendadak jatuh cinta kepadanya dihari pertama masuk SMA. Dia yang dengan tubuh jangkungnya menyita perhatianku sejak hari pertama itu. Diupacara pembukaan dia naik ke atas panggung mendapatkan penghargaan karena siswa berprestasi. Seluruh sekolah membanggakannya. Choi Junhong. Bahkan namanya tampak indah.”

Kau memejamkan matamu sambil terus membaringkan kepalamu di bahuku. Senyummu tak berehnti hilang. Aku tersenyum sambil terus menjaga degub jantungku.

“Lalu oppa, hari dimana aku tahu ternyata kami akan satu kelas itu adalah hari membahagiakan untukku. Untunglah, aku bisa mengejarnya disemester kedua tahun pertama. Sehingga wali kelas memutuskan untuk memindahkanku ke kelasnya. Aku menjadi lebih dekat dengannya. Dan oppa, aku duduk disampingnya.”

Kau bangun kemudian mengguncang-guncangkan lenganku beberapa kali. Menujukkan betapa bersemangatnya kau menceritakan cerita yang sudah tak terhitung berapa kali aku mendengarnya sejak hari itu. Hari dimana kau pindah ke sebelahnya.

“Omo!!! Aku tak bisa melupakan hari dimana dia menyapaku untuk pertama kalinya. Normalnya selama pelajaran dikelas dia hanya tidur dan tak ada satupun guru yang memarahinya. Karena meski samba; tidurpun dia bisa membuktikan dia mengikuti semua pelajaran yang diberikan oleh guru-guru. Dia benar-benar jenisu sekali. Aku ingat hari itu aku panik saat tak menemukan buku teksku. Mr.Lee sudah mengetuk-ketukkan penggaris kayu ditangannya, bersiap untuk mengukumku.

Tapi kemudian, Choi Junhong meletakkan buku teksnya dimejaku, sambil berkata, ‘Sooyoung-ah, mian. Tadi aku meminjamnya. Aku lupa membawa.’ Setelah berkata begitu, Mr.Lee langsung menghukum Junhong. Dan dia mengerling padaku sambil berbisik kecil, ‘Diam saja.’ Begitu katanya. Lalu sejak itu kami menjadi saling kenal.”

Kau kembali merebahkan kepalamu ke bahuku. Aku dapat merasakan pipimu menghangat karena bahagia dan juga malu. Lucu sekali, kau masih saja malu menceritakan semua ini padaku. Padahal seperti yang aku bilang, aku sudah mendengarnya entah berapa kali aku tak ingat.

“Apa dia mengajakmu berbicara lebih dulu setelah dihukum?” tanyaku akhirnya. Pertanyaan yang biasanya aku tanyakan. Kau bangun dan menyentuh kedua pipiku dengan kedua tangan mungilmu. Senyummu merekah semakin lebar dan wajahmu memerah karena malu.

“Kau tak ingat? Aku pernah menceritakannya oppa. Setelah dia kembali dari hukumannya, dia kembali ke mejanya sambil kemudian dia mengulurkan tangannya padaku. Dia berkata, ‘Tanganku sakit karena mengangkat diudara selama dua jam.’ Itu katanya, lalu dengan ragu-ragu aku menawarkan untuk memijatnya. Dan dia berkata, ‘harusnya memang begitu. Aku Junhong.’ Aku terpana saat itu, bagaimana mungkin itu bisa terjadi. semua serba cepat sekali.

‘Aku Park Sooyoung.’ Ujarku padanya. Tapi dia tersenyum. ‘Aku tahu.’ Dia menjawab kemudian tersenyum padaku. Rasanya hatiku ingin meledak saja saat mendengarnya. Dia tahu namaku sejak awal oppa. Dia mengetahuinya.” Kau memutuskan melompat-lompat akhirnya. Menujukkan betapa bahagianya dirimu, seseorang yang kau sukai mengetahui namamu. Mengetahui keberadaanmu.

Aku tertawa kemudian menarikmu agar kembali duduk disampingku. “Tapi aku masih tak mengerti kenapa selama hampir tiga tahun kalian hanya berteman saja.” Uajrku. Kau terdiam sesaat. Wajahmu tampak serius berpikir. Lalu kau menoleh kepadaku. Senyummu terulas.

“Aku juga tak mengerti oppa. Hanya saja menyenangkan rasanya semua mengalir apa adanya. Semenjak hari itu aku perlahan mengenal sifat aslinya. Mengenal kepribadiannya. Mengenal perangainya. Mengenal kebiasaannya. Mengenal makanan yang disukainya. Mengenal apapun tentang dia. Semua itu perlu banyak waktu. Dan selama itu, kami nyaman menjadi sepasang teman.” Kau tersenyum memberi jeda pada paru-parumu untuk mengirup udara musim semi yang sejuk.

“Ada hari-hari kami hanya duduk dibangku taman sekolah berdua saja. Dia akan berbaring dipangkuanku sambil menutup kedua matanya sementara aku membaca ulang catatan selama kelas. Ada pula hari dimana dia membantuku menyelesaikan piket. Ada pula hari-hari dimana dia mengajakku berkeliling berburu kaos kaki diseluruh pusat perbelanjaan hanya untuk melengkapi koleksinya. Tapi adapula hari dia mendatangi rumahku dengan membawa kue buatan ibunya. Semuanya berlalu dengan tenang dan menyenangkan. Tak label selain persahabatan. Dan aku terlalu pengecut untuk mengatakan padanya kalau aku menyukainya.”

Aku menatap figure sampingmu yang terus menatap bunga magnolia yang bermekaran dihalaman rumahmu. Harusnya kau tahu, aku juga sepengecut itu untuk tidak mengatakan kalau aku menyukai seseorang seperti…

“Dan kemudian tak terasa waktu semakin berjalan menjauh. Kami sama-sama dikelas senior dan sama-sama akhirnya focus dengan kelulusan kami. Keinginan kami sama, menjadi seorang dokter. Jika dia ingin menjadi dokter jantung, aku ingin menjadi dokter anak. Kami menghabiskan waktu bersama untuk bertukar pikiran dan materi pelajaran. Sampai akhirnya seorang teman sekelasku mengatakan kalau dia menyukaiku. Kau ingat tidak oppa?”

Aku mengangguk. Aku tentu ingat hari itu. “Ya. Aku ingat. Kau menangis saat itu, mengatakan kau bingung harus berkata apa untuk menjawab pertanyaannya.”

Kau mengangguk. “Ya. Benar. Aku bingung harus menjawab apa atas pernyataan cinta dari teman sekelasku. Dia menanyakan apakah hubunganku dengan Junhong. Saat itu Junhong hanya berdiri beku diambang pintu. Sama sekali tak mengeluarkan suara. Aku hanya mengatakan bahwa kami berdua hanya berteman. Lalu teman sekelasku berkata, ‘jika kalian tidak memiliki hubungan apapun maka tak salah bukan kalau aku memintamu menjadi pacarku?’ aku terdiam. Kemudian Junhong menghampiriku dan menarikku sambil meraih tasku. Tanpa berkata apapun.

Dia mengantarkanku kerumah dalam diam. Dua setengah tahun aku hampir setiap hari melihatnya. Tapi hari itu aku seperti tak mengenalinya. Dia begitu dingin dan seperti marah. Aku tak tahu apa yang terjadi. aku ingin bertanya padanya tapi takut. Sampai akhirnya ketika didepan rumahku dia berkata, ‘Jangan menerima pernyataan cinta siapapun sampai aku menyetujuinya, oke? Kau istirahatlah. Besok kita ujian masuk universitas. Jangan stress.’ Lalu dia berbalik pergi. Dan hari itu aku menangis kerumahmu sebelum kerpegianmu ke Tokyo kan oppa.”

Aku mengangguk. Kau meraih kedua tanganku. “Lalu selesai mengikuti ujian universitas. Mana aku bisa mengira, dia menyatakan cintanya disini. Tepat dibawah pohon ini. Dia mengatakan menyukaiku sejak pertama melihatku dihari pertama kami masuk sekolah. Hari dimana dia naik podium untuk memberikan sambutan sebagai perwakilan siswa baru, dia mengatakan jatuh cinta padaku. Lalu dia mencari tahu tentangku dan kemudian membujuk wali kelasku dan wali kelasnya agar dia dipindahkan kekelasku atau sebaliknya.

Dan seperti yang sudah terjadi. akulah yang dipindahkan dikelasnya. Nilaiku yang bagus buah hasil kerja kerasku satu semester itu. Lalu kami menjadi akrab karena buku teks miliknya dan berakhir dengan aku memijat kedua lengannya. Sampai hari-hari kami yang kami lalui bersama.

Dia mengatakan kalau dia selalu mencari tahu kapan waktu yang tepat untuk mengatakan cintanya padaku. Tapi menurutnya selau tak tepat. Dan dia menunggu dan menunggu. Sampai akhirnya kesabarannya habis saat teman sekelas kami datang menyatakan cinta padaku. Katanya dia merasa marah saat itu dan berharap menolaknya.

Junhong merasa lega saat aku tak mengatakan apapun dan karena itulah dia membawaku pulang. Dan sekali lagi dia menunggu hari ujian selesai. Hari ujian itu adalah harinya. Hari kami berdua. Dia menyatakan cintanya dengan indah dan lembut. Aku terharu, tak sabar rasanya menunggumu kembali oppa. Dan karena itulah saat semalam kau meneleponku dan mengatakan kau pulang ke Seoul, aku sangat bahagia untuk mengatakan bahwa aku memilikinya kini. Aku sangat beruntung oppa.”

Kau mengakhiri semua ceritamu dengan bersemangat. Aku kembali tersenyum, lalu dengan berani aku membelai puncak kepalamu seperti yang dulu, yang biasa, aku lakukan. Kau tersenyum balik padaku. Binar matamu terus saja menatapku. “Kau beruntung telah mendapatkan cinta pertamamu. Semoga kalian bahagia.” Ujarku. Kau mengangguk.

“Sooyoung!” suara laki-laki menginterupsi kita berdua. Baik kau dan aku sama-sama menoleh kearah sumber suara. Seorang laki-laki sangat jangkung berambut hitam mengenakan coat warna hitam dipadu jeans biru. Laki-laki itu tersenyum dan melambaikan sebelah tangannya yang tak dimasukkan dalam coat.

“Junhong!” kau berdiri dari dudukmu dengan semangat, lalu kau setengah berlari menyongsongnya. Lalu tanganmu melingkar di lengannya dan dia tersenyum lebar padamu. Lalu kau mengatakan sesuatu yang tak aku dengar dan membawanya ke hadapanku.

“Junhong, kenalkan ini kakak sepupuku, namanya Minseok. Minseok oppa, kenalkan ini Choi Junhong, kekasihku.” Kau bersemangat mengenalkan kami berdua. Junhong membungkuk menghormatiku. Dia sangat sopan. Aku tersenyum dan menerima uluran tangannya. “Tolong jaga Sooyoung dengan baik. Mungkin dia akan sangat menyebalkan nantinya, tapi kumohon teruslah bertahan disisinya.” Ujarku.

“Baik hyung.” Junhong mengangguk. Aku menepuk bahunya, lalu memeluk singkat padamu. “Kau jaga diri. Aku pergi dulu.” Kau tersenyum dan melambaikan tanganmu, sementara tanganmu yang lain menggenggam tangan Junhong. Kau beruntung mendapatkan cinta pertamamu. Dan aku, selamanya akan terpaku terhadapmu, cinta pertamaku.

(END)

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet