Tusukan

All I Care About [INA Trans]

 (6/10)

 

--------------------

 

"Sehun-ah, lihat!"

 

"Oh laut...wow," Sehun menyahut, bahkan tidak berusaha menyembunyikan kurangnya antusiasmenya saat ini. Luhan, bagaimanapun, tidak memperhatikan nada bicara Sehun itu, ia terus menatap kagum pemandangan indah yang di lewati saat van mereka melesat melalui pinggiran Seoul, membawanya ke tujuan.

 

Itu Jumat, dan anggota klub musik sedang berada dalam perjalanan menuju base camp untuk acara PK mereka. Sebuah pondok yang terletak di daerah pedesaan dekat pegunungan sudah disewa untuk ahir pekan ini, perjalanannya sekitar 2 jam dari universitas, dan karena mereka kelompok besar, mereka harus menyewa lima van, tapi untungnya, uang mereka cukup untuk menutupi semua biaya.

 

Perjalanan dimulai dengan baik, semua orang bersemangat untuk perjalanan—terutama Luhan. Anak laki-laki yang lebih tua, duduk di kursi belakang van di sebelah Sehun, dekat jendela, terus menunjuk berbagai hal—

 

"Ooohh! Kita ada di jembatan! Ini sangat tinggi!"

"Lihat! Pasar ikan!"

"Wow! Lihatlah bangunan itu!"

"Lotte World! Sehun-ah! Kita harus pergi ke sana nanti!"

"Sehun-ah!"

"Sehun, lihat!"

 

Pada awalnya itu lucu, melihat Luhan yang terlalu bersemangat menunjuk apapun yang dia lihat diluar, tapi kemudian setelah sejam atau lebih, semua orang dalam van menjadi lelah juga melihatnya. Sehun mengasumsikan bahwa satu-satunya alasan yang lain tidak menyuruh Luhan diam adalah karena mereka tidak ingin menyakiti perasaannya, dan mereka mungkin berpikir bahwa Sehun akan menyembur mereka jika menyuruh pacarnya untuk diam. Biasanya, ini benar, tetapi pada saat ini, Sehun diam-diam berdoa seseorang memiliki keberanian menyuruh Luhan berhenti menunjuk setiap hal yang dia lihat.

 

Kalau aku mendengar "Sehun-ah, lihat!" lagi, aku bersumpah aku akan—

 

"Sehun-ah! Lihat!" Luhan menunjuk ke arah kawanan domba yang beristirahat malas di rumput ketika van berlalu melalui daerah pedesaan yang berisi beberapa hewan peternakan. "Mereka begitu putih dan berbulu!" Anak laki-laki yang lebih tua tersenyum, wajahnya menempel pada jendela, dengan mata terpaku pada makhluk berbulu itu.

 

Sehun dalam hati mengutuk pacarnya untuk tampak begitu menggemaskan—menjadikan mustahil baginya untuk melakukan apapun selain merespon dengan singkat "Mhm."

 

"Kita sampai!" Anggota yang mengemudi mengumumkan ketika memasuki daerah dengan lapisan pondok di kedua sisi. Ada celah yang cukup luas diantara masing-masing pondok, sehingga memungkinkan untuk mendapat privasi lebih. Dilihat dari van yang diparkir di depan beberapa pondok-pondok di depan, sepertinya kelompok lain juga telah memutuskan untuk berkumpul akhir minggu ini. Ini akan menarik.

 

Berkendara melewati bangunan, Sehun melihat jejak mendaki (Bersamaan dengan Luhan yang berseru gembira, "Oooo! Kita bisa pergi hiking!")

 

Mereka akhirnya berhenti di depan pondok terakhir, Luhan otomatis melompat keluar mobil dan berlari ke arah depan pintu, bahkan tidak repot-repot untuk mengambil ranselnya dari bagasi. Saat-saat seperti ini, Sehun bertanya-tanya bagaimana Luhan mengira masih bisa bertanggung jawab pada dua ransel.

 

Dengan dua ransel Luhan tersampir di bahunya, Sehun mengulurkan tangan untuk mengambil ranselnya sendiri ketika salah satu anggota timnya datang dari belakang dan bertanya, "Sehun, siap untuk bersenang-senang?"

 

Sehun mengejek. "Ya, tentu."

 

"Ayo, ini akan hebat." Anak laki-laki lain itu menyeringai sebelum bergerak mengambil pendingin merah, melihat botol di dalamnya, mata Sehun melebar.

 

"Itu alkohol yang banyak."

 

"Yeah! Apa itu PK tanpa alkohol?"

 

"Orang mabuk."

 

Anak lain itu tertawa, menggelengkan kepalanya sebelum mengangkut pendingin keluar. "Itu tidak seru."

 

Terus terang, Sehun tidak memiliki masalah dengan anggota lain yang minum, ia jauh lebih peduli tentang kemungkinan Luhan mabuk juga. Sehun membuat catatan mental untuk menjaga Luhan jauh dari isi pendingin karena ia lebih suka tidak memiliki Bambinya menjadi sensitif dengan orang lain.

 

"Whoaaa! Ini sangat besar!" Hongki berseru, wajahnya tampak benar-benar terpesona pada interior.

 

Sehun melangkah ke dalam dan whoa. Pondok itu mengesankan. Terlihat banyak kamar dari ruangan utama, dapurnya juga luas dan dilengkapi dengan alat memasak. Ruang tamu memiliki TV layar datar besar dan sistem karaoke yang sudah diatur. Semua dalam semua, ini adalah tempat yang ideal untuk perjalanan PK mereka.

 

"Oke, semuanya berkumpul." Ketua memanggil mereka. Dan setelah semua orang telah berkumpul di ruang utama (dan Luhan secara ajaib muncul kembali disebelah Sehun), dia berdehem.

 

"Oke karena ada empat kamar—2 di lantai atas dan 2 di bawah—kita akan membagi kamar menurut gender. Perempuan di lantai atas dan laki-laki bawah. Dari sana kalian bisa mengatur dimana kamar yang akan kalian tempati. Bongkar bawaan yang pertama dan setelah itu kita bisa mulai memasak makan malam bersama sebagai sebuah kelompok. Jangan lupa guys, ini adalah perjalanan untuk memperkuat obligasi kita sebagai klub—mengenal satu sama lain lebih baik, meningkatkan persatuan kita."

 

"Dan untuk menikmati hidup kita!" Hongki menyela, mendapatkan sorakan dari yang lain dan ketua yang memutar mata.

 

"Yah....oke ingat untuk hati-hati. Jangan melewati batas atau perjalanan seperti ini tidak akan terjadi lagi di masa depan. Oke?"

 

"Oke!" Para anggota semua berteriak kembali.

 

Setelah orang-orang sudah mengeluarkan semua makanan dan persediaan dari mobil dan anak perempuan sudah mengorganisir semua hal, mereka mulai memilih kamar. Masing-masing kamar kosong, hanya terdapat banyak selimut dan bantal yang ditumpuk di lemari. Mereka semua akan tidur di lantai, tapi tidak ada yang terganggu oleh itu.

 

Sehun dan Luhan memasuki ruangan di sebelah kiri, yang semuanya berisi anggota Tim A, Sehun membongkar bawaannya. Mereka semua memandang Luhan, bertanya-tanya kenapa ia bergabung di ruangan mereka—jelas melupakan fakta bahwa Sehun dan Luhan berkencan yang berarti mereka akan berada di ruangan yang sama. Duh.

 

"Hei kawan-kawan!" Luhan melambai pada mereka, tersenyum seperti anak yang bertemu teman baru di hari pertama masuk TK.

 

"Erm hei." Salah satu dari anak laki-laki lain menjawab. Sehun hendak mengatakan sesuatu saat Hongki tiba-tiba muncul.

 

"Hei Luhan, apa yang kamu lakukan di sini? Kamu masuk di kamar kita—kamar Tim B." Dia menyeringai melihat Luhan dan Sehun dengan mata kanan mereka berkedut.

 

"O-oh. Kita dibagi menurut tim?" Luhan bertanya.

 

Hongki mengangkat bahu. "Yah, tidak juga sih, tapi lebih baik begitu,"

 

"Tidak ada yang salah dengan dia tinggal di ruangan ini." Sehun berkata datar, mengabaikan bagaimana anggota tim yang bertukar pandang satu sama lain. Dia menjatuhkan ranselnya dan ransel Luhan di lantai, berharap untuk memperjelas bahwa mereka akan tetap disini—Luhan tetap disini.

 

"Kamu yakin? Kelihatannya disini penuh." Hongki menjawab, membuat Luhan melihat ruangan. Sebuah kerutan muncul ketika ia menyadari bahwa Hongki benar.

 

Sebuah kerutan identik muncul pada wajah Sehun saat Luhan menyampirkan ransel di bahunya dan perlahan-lahan melangkah kembali.

 

"Kita akan menyesuaikan. Satu orang lagi tidak masalah," kata Sehun, berjalan menuju Luhan, siap untuk menariknya kembali ke kamar.

 

"Nanti ini jadi sempit." Salah satu anggota timnya bergumam, membuat Sehun mengutuknya dalam hati—bahkan meski dia benar.

 

"Dia benar, Sehun-ah. Aku rasa aku akan pergi ke ruangan lain kalau begitu..." Luhan bergumam, sedikit cemberut.

 

"Hore! Ayo, Luhan." Hongki bertepuk tangan sebelum masuk ke ruangan lainnya.

 

"Apa kamu akan baik-baik saja?" Sehun bertanya, suaranya nyaris di atas bisikan, saat ia berjalan bersama pacarnya ke kamar lain, yang berada 30 langkah dari kamar Sehun. Dia menghitung....terus masalah?

 

Luhan tersenyum kecil sebelum mengangguk. "Aku akan baik-baik saja."

 

Tapi Sehun tidak terlalu yakin dia akan baik-baik saja.

 

"Heii Luhan hyung!!" Anak-anak lain menyambutnya saat ia memasuki ruangan. Sehun melihat sekeliling dan memastikan itu cukup, kamar ini dipenuhi anggota Tim B. Dia mengejek. Sangat meningkatkan persatuan kelompok.

 

"Cepat dan bongkar bawaanmu Luhan." Hongki menuntut, tegas menghindari tatapan tajam Sehun.

 

"Oke." Luhan berbalik pada Sehun. "Sehun-ah, kamu harus kembali ke kamarmu dan membongkar bawaanmu juga."

 

"Aku tidak punya banyak hal untuk dibongkar."

 

"Sehun-ahh."

 

"Baiklah. Baik." Sehun berbalik pergi dengan Luhan tepat di belakangnya, melihat dia keluar. Dia akan berjalan ke lorong ketika tiba-tiba sebuah pikiran terlintas.

 

"Pastikan kamu mendapat tempat di pinggir, yang paling dekat dengan dinding."

 

Luhan menatapnya, bingung. "Kenapa?"

 

Karena memikirkanmu tidur diantara dua orang lain sangat menggangguku.

 

"Karena itu adalah tempat terbaik—paling nyaman."

 

"Oh benarkan? Oke. Aku akan dipinggir!" Luhan tersenyum. "Sekarang pergi."

 

"Ya." Sehun berjalan kembali ke kamarnya dengan bahu turun karena ini bukan aturan tidur yang ia inginkan. Sial.

 

Seluruh kelompok berkumpul dibawah untuk makan malam. Beberapa anggota berada di dapur, menyiapkan makanan, sementara yang lain berada di halaman belakang (memutuskan untuk makan di luar), menyiapkan meja. Sehun salah satu dari mereka yang bertugas memotong sayuran, sementara Luhan...oke, dia tidak tahu persis apa tugas Luhan karena anak yang lebih tua terus mondar mandir—membantu di sana-sini. Sehun melihat Luhan bertanya pada salah satu anak perempuan apa yang mereka punya untuk pencuci mulut. Dia harus menahan diri dari tertawa terbahak-bahak ketika mendengar itu. Selama makan malam, Luhan duduk di samping Sehun, lembut memberikan Sehun tambahan daging dan semua sayurannya. Sehun hendak bertanya kenapa dia tidak makan banyak ketika semangkuk besar es krim keluar, dan Luhan segera terjun untuk itu. Sehun tertawa ketika Luhan hampir menjatuhkan gelas seseorang karenanya. Ck ck, Bambi.

 

Setelah makan malam adalah saat menyenangkan dimulai.

 

Beberapa anggota memutuskan untuk menyanyi karaoke, beberapa pergi ke lantai atas untuk menonton film, dan yang lain memainkan permainan yang melibatkan minum setiap kali kalah. Sayangnya, Luhan bagian dari kelompok yang memainkan permainan. Sehun memilih untuk tidak berpartisipasi, tapi dia duduk di belakang untuk menonton mereka.

 

"Apa yang kita mainkan?" Luhan bertanya, wajahnya berseri-seri dengan kegembiraan. Dia benar-benar perlu keluar lagi, pikir Sehun.

 

"Kita bermain Khung Khung Dda," jawab Hongki. "Kamu pernah dengar itu?"

 

Mata Luhan berbinar. "Tentu saja!"

 

"Keren. Nah sekarang ini aturannya—Kalau kalian tidak menyebutkan sebuah kata, kalian minum." Hongki menunjuk pada gelas ukuran medium yang berada di depan mereka, di sebelah botol Soju. "Kalau kalian menghabiskan lebih dari 3 detik untuk berpikir, kalian minum, dan kalau kalian mengatakan kata yang sudah digunakan, kalian minum juga. Mengerti?"

 

"YA!" teriak mereka semua.

 

Pada awalnya itu sangat menghibur untuk ditonton karena Luhan akan tertawa dan menampar pahanya setiap kali seseorang kalah, ekspresi wajahnya juga sangat lucu membuat Sehun betah menatap lurus wajahnya. Sehun nyaris berpikir Luhan baik di permainan ini ketika ia menyadari bahwa Luhan bahkan tidak bisa menghindar, saat yang lain kalah sebelum sampai padanya.

 

Ketika akhirnya sampai ke giliran Luhan, Sehun menahan napas.

 

"Khung Khung Dda. Khung Khung Dda. Uhhhh..Uhhh." Luhan melihat sekeliling gugup, jelas tidak mampu untuk memikirkan sebuah kata yang dimulai dengan suku kata terakhir digunakan.

 

"HaHaHaHa! Kamu kalah Luhan!" Yang lain berteriak serempak, geli akhirnya giliran anak berambut madu untuk minum.

 

"Oh, ayolah! Itu benar-benar kata yang susah!" Luhan protes, tapi yang lain menggeleng kepala mereka.

 

"Aturan tetap aturan."

 

"Baiklah!" Luhan hendak meraih gelas saat tangan Sehun menghentikannya.

 

"Aku akan minum untuk Luhan Hyung." Sehun berkata, cepat menenggak minuman sebelum Luhan bisa mendebat.

 

"OOOOOOOOOO!!!" yang lain berseru sementara Luhan menatapnya dengan mata lebar.

 

"Uh Sehun." Luhan memulai.

 

"Tidak apa-apa."

 

"Tapi—"

 

"Kamu dilarang minum ingat?" Sehun menyeringai.

 

Rona merah menjalar di pipi Luhan. "Aku tahu, tapi—"

 

"Aku bisa mengatasinya. Cukup jangan kalah terus." Sehun memberi Luhan senyum meyakinkan.

 

Anak yang lebih tua tersenyum kembali, bersyukur jelas di matanya. "Oke! Aku tidak akan!"

 

Lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Sehun terpaksa menenggak minum berulang-ulang karena rupanya Luhan payah dalam Khung Khung Dda. Dia pacar yang memiliki waktu yang sulit memikirkan sebuah kata, dan bahkan ketika ia menemukannya, ia tidak bisa mengucapkannya dengan benar.

 

Dan setiap kali Sehun menenggak minumnya, Luhan akan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

 

"Maaf Sehun-ah! Maaf!"

 

"Berhenti minta maaf dan menang!"

 

"Oke!"

 

Setelah 5 kali minum, Sehun sudah merasa wajahnya terbakar. Alis Luhan berkerut. Khawatir tentang Sehun, ia meletakkan tangan di bahu Sehun, bertanya apa dia baik-baik saja. Sehun menjawab dia baik-baik saja.

 

Ketika Luhan kalah 7 kali berturut-turut, Sehun mengusap wajahnya frustrasi. Dammit.

 

"Yah! Berhenti kalah!"

 

"Aku-aku tidak bisa menghentikannya!"

 

"Apa kamu bahkan mengerti bagaimana mainnya?!"

 

"Tidak. Tidak juga sih."

 

"Lalu kenapa kamu masih main!? Cukup berhenti!"

 

Luhan berkedip cepat. "Oh. Aku bisa ya?"

 

Sehun melongo. "Lu!"

 

Ketika mereka meninggalkan ruangan, pemain lain banyak yang kecewa, Luhan meraih tangan Sehun dan membawanya ke luar untuk duduk di salah satu bangku.

 

"Maaf, Sehun-ah. Aku terjebak, lupa kalau aku punya pilihan untuk berhenti bermain. Aku idiot, bukan?"

 

"Yang imut." Sehun menggoda, mencubit pipi Luhan.

 

"Aish!" Luhan meraih tangannya dan menjalin jari-jari mereka, senyum cantik muncul di wajahnya. Sehun tersenyum bodoh padanya karena Luhan begitu cantik. Si cantiknya yang idiot.

 

Tangan Luhan melepas tangan Sehun dan menangkup wajahnya. "Sehun-ah, wajahmu merah semua! Kamu mabuk! Aku akan mengambil sesuatu untuk menolongmu. Tunggu disini."

 

Sehun akan meraih lengan pacarnya untuk menghentikannya, tapi tiba-tiba denging di telinganya mengisyaratkan bahwa mungkin lebih baik untuk ia menunggu disini sampai Luhan kembali.

 

"Hei, kamu baik-baik saja?" Sebuah suara bertanya beberapa menit kemudian.

 

Sehun melihat ke arah suara hanya untuk menemukan seseorang yang pasti akan membuat Luhan tinggal dan segera kembali padanya.

 

"Ya. Hanya sedikit minum..."

 

Orang itu berjalan dan duduk di sampingnya. "Aku punya sesuatu untukmu." Dia menyerahkan cangkir berisi cairan panas warna emas.

 

"Apa ini?"

 

"Teh jahe—untuk membantu perutmu."

 

"Oh. Terima kasih." Dia meneguk minuman. Lidahnya sedikit terbakar oleh panasnya cairan itu, tapi setelah itu efeknya menyenangkan.

 

"Sama-sama. Aku tahu akan banyak yang mabuk, jadi aku membawa teh jahe."

 

"Kamu sangat bijaksana." Sehun bergumam diantara cegukan.

 

Dia tertawa. "Yah, karena aku seorang pemimpin, membuatku bertanggung jawab untuk kalian semua."

 

"Itu pasti jadi beban."

 

"Tidak juga." Sehun berpaling melihatnya, melihat ia tersenyum.

 

Dia kembali menatap cangkir di tangannya, bertanya-tanya kenapa Luhan tidak juga kembali.

 

******

 

Aku harus mendapat teh jahe untuknya.

 

Luhan berlari ke dapur mengobrak-abrik laci dan lemari mencari sesuatu. Dia membaca disuatu tempat kalau teh jahe seharusnya bisa membantu meredakan mual ketika seseorang mabuk. Dan meskipun Sehun mengaku baik-baik saja, Luhan tahu bahwa cepat atau lambat ia akan merasa agak mual. Mencegah selalu lebih baik.

 

Oh tidak! Tidak ada!

 

Luhan melihat sekeliling sekali lagi sebelum bahunya terkulai, mendesah pasrah.

 

Ini kesalahanku dia harus minum semua itu, sekarang aku tidak bisa bahkan memberinya teh jahe.

 

Luhan mengembungkan pipinya, berpikir tentang bagaimana dia akan—

 

Aku tahu! Aku akan pergi membelinya.

 

Cepat-cepat bergegas ke kamar mengambil dompet dan memasukkan dalam tas, Luhan berkata pada anggota yang masih bermain Khung Khung Dda bahwa ia akan ke toko lokal dan akan segera kembali.

 

Untungnya, Toko ini tidak jauh jadi ia hanya harus berjalan selama sekitar 10 menit. Ketika ia masuk, ia bergegas ke bagian minuman dan meraih kotak teh jahe. Dia melihat jenis lain teh dan merenungkan tentang apakah dia harus membelinya juga. Bagaimana kalau Sehun tidak suka teh jahe?? Dia menggaruk kepalanya sebelum akhirnya memutuskan—aku akan beli semuanya.

 

Dia meraih satu dari setiap jenis dan menempatkan mereka di meja sebelah kasir. Hmmm aku harus membelikannya madu juga. (Ini juga harusnya bisa menolong orang mabuk.)

 

Ketika wanita kasir menjumlahkan totalnya, Luhan menelan ludah. Dia tidak memiliki cukup uang.

 

"Noona, aku hanya punya segini." Dia menunjukkan padanya jumlah uang yang ia punya. "Tapi aku benar-benar harus membeli semua ini." Dia mengerutkan dahi dan menunjukan cemberut menggemaskan.

 

"Ahh kamu sangat imut!" Wanita itu memekik. "Tidak apa-apa. Aku akan membiarkanmu membawa semua minuman ini."

 

Luhan berseri-seri. "Terima kasih, noona!"

 

Dia berlari keluar toko dengan dua kantung di tangan, bahagia bisa mendapat teh untuk setengah harga. Aegyo bekerja setiap waktu.

 

Kembali ke pondok, Luhan cepat merebus air panas dan membuatkan Sehun secangkir teh jahe. Hati-hati berjalan ke belakang pintu, Luhan mulai meniup ke dalam cangkir, untuk menenangkan diri. Dia membuka pintu dengan satu tangan.

 

"Sehun, aku membawakanmu—"

 

Dia berhenti.

 

Dia berhenti karena tidak berharap melihat ini...

 

Dia berhenti karena dadanya mengetat dan telinganya berdenging juga tangannya agak gemetar.

 

Luhan berhenti karena disana Sehun duduk dengan ketua, minum secangkir apa yang Luhan asumsikan adalah teh jahe.

 

Luhan menggigit bibir dan berkedip cepat karena ada sesuatu yang terasa menusuk matanya.

 

Dia menatap cangkir yang ia pegang, mengerutkan kening.

 

Aku kira dia tidak akan membutuhkan ini lagi...

 

Dia kembali melihat Sehun, yang tidak menyadari keberadaannya.

 

Mengepalkan cangkir, Luhan berbalik dan menutup pintu.

 

Luhan tidak lagi merasakan sensasi berduri di matanya—Namun, tusukan tajam di jantungnya masih tetap hidup.

 

-------

 

BERSAMBUNG......

 

"Oh, aku bisa ya??" kata Luhan dengan tampang 100% bebas dosanya.

 

Pfffttt 

 

Spoiler chapter depan (Cihuyy, salasatu bab favorit YN):

"Sehun-ah," 

"Sehun-ah."

"Mhm?" 

"Ini aku."

"Lu?" 

 

"Mereka tidak mungkin melihat kita. Ini terlalu gelap."

"Yah, mereka bisa mendengar kita."

"Saat mereka mendengkur? Tidak mungkin."

 Masih di malam yang sama. Waktunya untuk tidur. Bisakah HunHan tidur terpisah, meskipun dikamar yang jaraknya cuma 30 langkah?? (Itu kejauhaaann π_π) dan bagaimana dengan masalah ketua klub tanpa nama ganjen yang mepet terus ke Sehun itu? (YN ngebayangin dia Yoon Hae Ra yang di drama playful kiss)

 

 See you next chap ∩__∩ (lusa atau minggu depan)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Happyeolyoo #1
Chapter 2: Wuahaaaa apa apaan baekyeon yg selalu konyol itu hah. KIrain ada penyusup beneran tapi nyatanya duo pansangan idiot hmm nggak papa deh, kalo nggak ada baekyeol pasti sepi pfft. luhan over prptektif banget ya. Apa apaan. Masak sehun pengen kerja dia rada ga suka hmm
Happyeolyoo #2
Chapter 1: Pfft .. sehun harusnya benar benar bahagia ya, punya pacar si pangeran luhan yg unpredictable. Luhan imut sih, tapi sehun kok lemes/? banget haha luhan yg wajahnya kayak barnie nggak mungkin dong kencan sama cewek wkwk sehun, sehun. Hidupnya dia galau mulu deh gara gara si bambie.
KikyKikuk #3
Chapter 15: Anyyeooongg~
Hai thor, makasih ya udah diksh link'y
Dan ternyata feeling aku bener, ff ini KERENNN BGT!!!
>.<
Sumpah seru bgt, aseli deh..
Bikin gue diabetes gila-gilaan..
Btw, knpa prequelnya gak di trans? pasti gak klh seru dr yg ini
Ahh apapun itu, makasih bnyak krna udah ngtrans ff semanis gula kapas si barbie ini :*
anisalu
#4
Chapter 14: Sumpah ya ini baekyoel bikin ngakakk. Kram perut jadinyaa.
parkHyunIn #5
Maaf baru komen dichap ini /bow/
Tapi beneran aku jatuh cinta pk ini onong kucrutlah sm ff trans kamu yang ini. Aku tunggu klanjutannya. Terimakasih banyak cz udh nerjemahin ni ff yang kece gk ketulungan. Ah disini mg lulu itu! Enaknya digigit, sambil dilumat/nah loh/ #digiling sbihun

Aaaaaaaa..... plis apdet asap ya authornim, aku nunggu bgt...
Ini ff yaang bener aku suka dari awal chap loh! Nah jadi, semangat buat apdetnya yaaaaaa

/kasih flying kiss kesehun dan tertiup angin jd keluhan/ #abaikan
Meriska_navita
#6
Chapter 15: Ampun deh mreka romantis bgt.. aaahhh jd pen pnya pacar kaya sehun. Jutek tp bsa cintanya pol-polan euyyy..
Lu7deer #7
Chapter 15: Aku baru tau ada yng translt ni ff...ya ampunnnn sumpahhhhhh bener2 bikin diabtesssssssssss parahhh nih Hunhan di sini....... Bener2 ngk bisa berkata deh kalo baca moment2 mereka di sini......hahaha

Dan selalu ngakak juga kalo sudah baca kelakuan2 absurd chanbaek....wkwkwkwk

Aaaa....author makasih....makasih banget udah mau translte nih ff..... Next partnya sangat di tunggu.... :)
Meriska_navita
#8
Chapter 14: Wahahaha suka bgt ama baekyeol deh. Semacam guardian angelnya hunhan gitu ahahaha..
inskyme #9
Chapter 13: "Sentuh dia dan kau
mati." aku suka banget sama bagian sehun yg ini. hacep bnget>< gila ya sehun posesifnya gemesgemesin bikin kaki jadi jelly///
Meriska_navita
#10
Chapter 13: Ahahah kasian lho kalo liat hongki.. takut bgt masa ama sehun ahahahah