With You

I Need You

“Setidaknya berbicaralah padaku, luapkan semua amarahmu di depanku. Jangan seperti ini~!”

Wajah Hayi mulai memerah. Dan suaranya mulai serak. “Kau membuatku takut Hanbin~ aku..” Hayi tak bisa melanjutkan  kalimatnya lagi. Semua terasa terhenti di tenggorokan. Dan isak tangisnya terus saja terdengar.

“Dasar, cengeng~!” Kata Hanbin  yang ternyata sudah berada di depannya. “Hei kau terlihat jelek jika menangis.” Lanjutnya.

Tapi Hayi terus saja menangis. Melihat sang wanita seperti ini, Hanbin menghela nafas panjang.“Maafkan aku..aku tak bermaksud melakukan ini”

Hayi membuka tanggannya dari wajahnya ia menunduk malu. Hanbin tersenyum melihat wajah sang wanita yang merah setelah ia menangis. “Oke baiklah aku tak marah lagi, sekarang lupakan masalah itu” Hanbin berkata dengan tersenyum.

.................................................................……………

2 Hari berlalu.

Pagi yang cerah. Seperti hari biasanya rutinitas untuk berangkat ke sekolah bagi seorang pelajar terus  berjalan.  Hanbin berdiri di depan pintu kelas, memandang seorang perempuan yang duduk di bangku pojok belakang kanan. Ia baru saja datang. Dan sepertinya sang perempuan yang dilihatnya tak menyadari bahwa Hanbin sedang melihatnya dengan teliti.

Tak ada salam pagi, atau ledekan kenapa ia berangkat siang. Sang perempuan terlalu sibuk tersenyum dan bermain dengan imajinasi di fikirannya. Dengan jari – jari lentiknya, perempuan itu meraba dengan lembut bibirnya sendiri. Sebentar tersenyum sendiri dan sebentar menutup mulutnya dengan satu tangannya. Gila,ya seperti orang yag sedang jatuh cinta.

“Sial!” kata Hanbin pelan sambil mengepalkan dengan erat tangannya. Walaupun sang wanita tersenyum manis, dan Hanbin tak bisa berbohong kalau senyuman perempuan yang sedang dilihatnya sekarang ini bisa memikat hati setiap laki – laki yang dilihatnya. Tapi bukan masalah itu, alasan yang membuat perempuan itu tersenyumlah yang membuat Hanbin tak suka.

Dengan mencoba biasa, Hanbin berjalan mendekati perempuan itu. “Hayi-yaa~” panggilnya kepada perempuan itu setiap paginya.

Hayi pun mengarahkan pandangannya kearahnya “Hanbin~”

“Sejak kapan kau datang?” tanya Hayi dengan heran.

“Kau tak lihat aku berangkat lima menit lebih pagi kali ini?”

“Yah itu sama saja! Apa bedanya. Hanya 5 menit saja~” kata Hayi dengan mengkerutkan alisnya lalu tertawa.

Hanbin benar – benar mencoba untuk tak bertaya atau membahas tentang apa yang sedang difikirkan Hayi tadi, yang membuatnya tersenyum seperti itu. Dia mencoba menjauh dari topik pembicaraan itu. Ia tak ingin kupingnya panas mendengar apapun yang akan diucapkan Hayi. Ia juga tak ingin tersenyum dan berakting bahwa semua baik – baik saja jika Hayi menceritakan padanya tentang laki – laki brengsek tersebut.

Dan benar saja setelah itu, dia menghilang. Dia terlalu sibuk dengan pacarnya. Dan sedangkan aku? Haruskah aku marah dan mendiamkannya lagi. Lagi pula siapa aku ? Hanya temannya saja. Aku tak berwenang untuk mengatur hidupnya, dengan siapa dia akan jatuh cinta, atau siapa yang harus jadi kekasihnya.

………………………………………………………………………………………………….….

Semua terasa sempurna. Jiwon adalah pacar yang baik. Dia selalu menelfonku dan kami akan mengobrol panjang lebar di telfon sampai larut malam. Ia juga mengantarkanku pulang. Setiap jam istirahat dia selalu mengajakku ke kantin bersama. Indah! Adalah ungkapan yang ada di benakku.

Sampai akhirnya aku sadar seseorang telah menjauh. Seseorang yang dulu sangat  dekat denganku. Hanbin! Akhir – akhir ini aku jarang berbicara dengannya. Bukan sama sekali tidak pernah bicara. Tapi kami yang biasanya pulang bersama, pergi ke toko buku bersama, semua tempat yang biasanya diisi oleh Hanbin kini telah digantikan oleh Jiwon.

Aku tak mencoba untuk menjauh darinya. Aku malah berfikir jika dia sekarang terlalu dekat dengan Jiyeon. Aku tahu jika mereka satu kelompok dalam tugas fotografi yang ditugaskan oleh guru kami. Tapi melihat mereka yang selalu bersama bahkan saat di luar sekolah, tak hanya aku, banyak yang mengira mereka adalah sepasang kekasih. Hanbin yang mempunyai sifat supel dan easy going memang tak terlihat ada yang berubah darinya tapi Jiyeon yang selalu membuntuti Hanbin, cara memandang Hanbin dan cara bagaimana dia bersikap di depannya, sangat mudah ditebak Jiyeon menyukai Hanbin! Kenapa harus Jiyeon.

“Hanbin~” sapaku saat kami tak sengaja berpapasan di koridor sekolah saat pulang sekolah. Jiwon ada di sampingku. Dan karena Hanbin adalah sahabatku, aku berencana untuk mengenalkan pacarku ini kepadanya.

Hanbin berhenti berjalan saat melihat aku dan Jiwon berjalan ke arahnya. Dari raut wajahnya aku tahu dia agak sedikit bingung. Tapi sesuai dengan sifatnya, setelah itu dia tersenyum padaku “Hai~” katanya.

“Aku belum mengenalkannya padamu. Hanbin.. ini Jiwon. Dan Jiwon ini Hanbin, sahabat baikku.” Kataku dengan senyum. Ku lihat wajah Hanbin yang memasang ekspresi datar setelahnya.

“Perkenalkan, aku Jiwon. Pacar Hayi.” Kata Jiwon sambil satu tangan kirinya melingkar di pundaku dan tangan kanannya diulurkannya kepada Hanbin. Kutatap mata Hanbin saat Jiwon memperkenalkan dirinya. Aku sangat berharap…ada wajah yang tidak suka yang akan ditampilkannya. Tapi… dia bertindak normal. Tak ada yang aneh dari sikapnya.

Mereka saling bersalaman. “Hanbin.. Kim Hanbin. Ku harap kau menjaga dengan baik sahabatku ini.” Katanya dengan bercanda. Aku memandang Hanbin tak percaya. Ini pertama kalinya dia berkata seperti itu dan entah kenapa membuatku senang.

“Tentu! Ku harap kalian memang benar – benar hanya bersahabat dan tidak lebih.” Kata Jiwon dengan curiga tapi tentu saja aku tahu dia hanya bercanda. Dengan begitu mereka pun melepaskan jabatan tangan.

“Yah, kau ini. Sudah ku bilangkan. Hanbin adalah sahabat baikku.” Kataku.

“Aku tahu, aku tahu.” Kata Jiwon. Kami bertiga pun tertawa bersama.

Aku senang melihatnya tersenyum seperti ini. Sesuatu yang sudah lama ku rindukan. Suaranya, wajahnya, caranya berbicara. Ini sangat aneh. Bagaimana bisa aku berfikir seperti ini saat pacarku tepat berada di sampingku.

“Hanbin~!!” tiba – tiba terdengar suara seseorang datang. Aku dan Jiwon menoleh ke belakang untuk mendapati seorang wanita berjalan ke arah kami.

“Jiyeon?” kata Hanbin dengan nada heran. Aku menyipitkan mata ke arah Jiyeon. Dan mengikuti arah geraknya sampai ia berdiri di samping Hanbin. “Kau bilang kita akan ke perpustakaan setelah pulang sekolah” kata  Jiyeon dengan cemberut. Aku menghela nafas panjang atas akting imutnya itu.

“Ah benar, aku lupa.” Ku lihat Hanbin mengusap belakang kepalanya, sesuatu yang dia sering lakukan saat dia merasa tida enak hati kepada orang lain. Kebiasaan yang ku hafal sangat. “Kalau begitu ayo kita kesana sekarang” kata Hanbin kepada Jiyeon.

Aku terdiam mendengar percakapan mereka. Aku bahkan tak ingin lagi melihat ke arah mereka.

“Sampai jumpa” Kata Hanbin kepada ku dan Jiwon. Aku tak menjawab. Dan Jiwon yang membalasnya,setelah itu mereka berdua pun pergi.

Aku menengok ke belakang mengamati Jiyeon dan Hanbin yang berjalan ke arah perpustakaan bersama. Mereka saling bercakap – cakap dan sesekali Hanbin menengok ke arah Jiyeon dengan tersenyum.

“Ada apa?” Suara Jiwon mengingatkanku bahwa dia sampai sekarang masih disini bersamaku.

“Ani.. “kataku dengan tersenyum. “Ayo pulang~”

Dan yang aku benci seperti 2 hari berturut turut ini. Aku terpaku pada Hanbin yang sedang duduk berhadapan satu meja dengan Jiyoen di kantin sekolah saat jam istirahat. Hanbin tertawa atas apa yang dikatakan oleh Jiyeon. Apapun itu entah kenapa aku tidak suka melihatnya. Biasanya aku yang disana. Berada satu meja dengan Hanbin dan makan siang bersama. Urrghhh ada apa denganku!? Tidak, pasti aku saat ini sangat rindu dengan Hanbin. Bukankah dia sahabat baikku.

………………………………………………………………………………………………….

Minggu pagi yang cerah. Hayi baru saja pulang dari supermarket untuk membeli keperluan rumah. Karena letaknya tidak jauh, dia memutuskan untuk berjalan kaki. Ia membawa satu tentengan belanjaan yang cukup berat. Membuatnya untuk menaruh tas belanjaan itu di bawah sambil menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. Ia mengangkat wajahnya, melihat ke arah lampu itu dan akhirnya beberapa detik kemudian sinar hijau pun terlihat. Hayi pun menunduk dan mengambil tas belanjaannya. “Urrgghh beratnya~” katanya dengan pelan sambil bersusah payah mengangkat tas itu. Lampu hijau sudah 5 detik yang lalu terlihat, tanpa melihat ke kanan – kiri dulu dan yakin ini sudah tepat untuknya menyeberangi jalan Jiyeon melangkahkan kakinya.

Baru 3 langkah saja, Hayi merasakan pergelangan tangan kirinya di tarik seseorang dari belakang membuatnya untuk terdorong ke kembali ke pinggir jalan dan berhadapan badan dengan orang tersebut. Selang beberapa detik suara klakson mobil terdengar keras. Hayi menutup matanya dengan erat dan menjatuhkan tas belanjaannya itu, membuat sebagian barang yang ada di dalamnya jatuh ke tanah.

“Hei!!!! Hati – hati kalau menyeberang jalan!!! Apa kau tidak punya mata!!” teriak seorang laki – laki dengan suara marah.  Hayi  masih dalam keadaan syoknya dan tak berani untuk melihat ke arah laki – laki yang marah itu.

......................................................................…………………………

“Kau~ tidak apa -apa?”

Aku mengangkat wajahku untuk melihat sebuah wajah yang sangat ku kenal itu. Matanya melihatku dengan tatapan khawatir. Aku megekerutkan alisku. Kenapa dia lagi? Kenapa Hanbin lagi yang menolongku?

“Ne~” kataku pelan.

Hanbin lalu turun untuk berjongkok dan mengambil semua barang – barangku yang tergeletak di tanah dan menaruhnya ke dalam tas. Setelah selesai dia berdiri dan memandangku sejenak. Aku hanya terdiam. “Ku kira lampunya sudah merah?” kataku.

“Kau salah..” katanya sambil melihat lampu lalu lintas. Aku menoleh untuk memastikan dan benar saja. Sinar hijau masih terlihat.

“Ini..” Hanbin memberikan sebuah botol air meniral kepadaku. Aku tak bertanya dari mana ia mendapatkannya. Walaupun ini sedikit aneh karena dari tadi dia tak meninggalkanku sedetikpun. Kami sekarang berada disebuah taman dan duduk di salah satu bangku di bawah pohon yang berdaun rindang.  Aku benar – benar masih kaget. Jika Hanbin tak menarikku dengan cepat aku pasti sudah mati. Dan tentu saja aku tak lupa untuk berterimakasih padanya setelah itu. Dia sudah menolongku tadi. Ah tidak, dia sudah dua kali menolongku.

Suara musik tiba – tiba berbunyi. Ku lihat Hanbin yang mengambil Handphone nya dari saku celananya. Ia membuka handphone nya, membaca pesan itu dengan cukup lama lalu mengetikan beberapa huruf disana. Dan setelah itu memasukan kembali handphone itu ke dalam saku celananya.

“Siapa?” kataku memandang wajahnya.

“Jiyeon” kata Hanbin jujur.

Aku mengalihkan pandanganku dari wajahnya dan memilih untuk melihat lurus kedepan. Entahlah, sesak sekali, dadaku tiba – tiba teras sesak sekali. Dan ini membuatku merasa tak nyaman.

“Benarkah? Kau akan pergi bersamanya?”

Hanbin hanya diam tak menjawab.

“Pergilah. Aku sudah tidak apa – apa.” Kataku dengan tersenyum tanpa melihat ke arah Hanbin.

“Ani.. Akan ku antar kau pulang ke rumah dulu”

“Tapi.. Jiyeon sudah menunggumu.”

“Tidak apa – apa. Dia bisa mengerti jika ku jelaskan.”

“Tapi..”

“Sudahlah, jangan  bilang tidak lagi. Kenapa kau tidak mau mendengarkanku? Sudah kukatakan kan kalau aku akan kesana setelah mengantamu pulang dulu.” Katanya cepat dan dengan sedikit nada marah kepadaku.

Dia mengangkat tas belanjaanku dan mulai berjalan dulu. Aku memandangnya dengan aneh dan mulai mengikutinya dari belakang. Karena kejadian Hanbin yang seidkit berteriak padaku itu. Aku jadi kikuk tak tahu apa yang harus ku katakan atau ku bicarakan saat perjalanan pulang.

Kami akhirnya sampai di depan gerbang  rumahku. Hanbin memberikan tas belanjaanku kepadaku. Dia masih berdiri di depanku. Dan aku masih berdiri didepannya. Ia menggaruk belakang kepalanya dengan satu tangannya. Dan aku tahu jika dia akan mengatkan sesuatu padaku.

Setelah beberapa meni berjalan, akhirnya kami sampai di depan rumahku. Hanbin mengembalikan barang barang yng dia bawa kepadaku. Ku lihat dia sedikit menunduk dan menggigit bibirnya. Aku masih berdiri di depannya. Aku tahu dia akan mengucapkan sesuatu padaku.

“Hayi~” Mata kami bertemu saat akhirnya ia memutuskan untuk mengangkat wajahnya dan memandangku

“Ku harap kau tak marah padaku. Aku tak bermaksud mengbentakmu. Aku sangat khawatir padamu.”

Aku terenyum atas kalimatnya.

“Gwencana.. aku seharusnya sangat berterimakasih padamu karena sudah menolongku. Sekali  lagi terimakasih”

Hanbin memandangku dan ikut tersenyum. Dan  hal yang dilakukan Hanbin setelah itu  membuatku untuk membulatkan mataku.

Ia mencubit kedua pipiku dengan tangannya. “Hati – hati untuk yang lain kali.” Katanya. Ia lalu berlari menjauh sambil tertawa.

“Yah~Kim Hanbin!! Awas kau ya~!” kataku berteriak kepadanya sambil memegang pipi kiriku yang masih terasa sakit.

.......................................................................................................................................………

Seekor burung merpati terbang di langit malam yang hitam tak berbintang. Mendung sepertinya terasa di kota ini, terhirup dari udara dan angin yang terhembus, semua orang bisa merasakannya. Apalagi di sertai keadaan tadi siang yang sangat amatlah panas. Bukankah hujan terjadi jika air laut menguap ke udara?

Tapi lain halnya dengan polisi – polisi yang berjaga di sebuah gedung tua ini. Mereka terlalu sibuk sampai tak memikirkan hari ini akan turun hujan atau tidak. Yang ada di dalam fikiran mereka adalah bagaimana mereka bisa mengamankan sebuah berlian biru yang di berada di sebuah ruangan paling atas gedung ini.

Tentu saja berlian ini bukan sembarang berlian. Harganya bisa mencapata berjuta – juta won. Berlian ini sangat indah, jika sebuah sinar menyorotnya berlian itu akan memantulkan sinar biru yang amat cantik.

Satu helikopter terbang di atas museum ini, membuatnya tak hanya di darat saja yang ramai. Dan seperti biasa segerombolan fans perempuan berdiri dan menunggu seseorang untuk muncul di hadapan mereka. Para polisi sudah beberapa kali untuk menasehati mereka untuk tidak datang karena situasi ini bisa membahayakan mereka.Tapi sepertinya tak ada gunanya. Ketampanan idola mereka membuat para perempuan itu tak mau mendengar ucapan polisi.

Di sisi lain,5 menit perjalanan dari museum ini terdapat segerombolan laki  laki sedang berpesta di sebuah cafe.

“Apa kau gila dia menyuruhku untuk membaca novel? Kau tahukan aku sangat benci membaca buku.”

“Ah Hyung~ Ku kira dia mencoba untuk membuatmu pintar dengn membaca buku. Sepertinya dia tau kalau kau ini bodoh.”

Mereka semua tertawa saat mendengar kalimat dari si maknae.

“Kau tidak tahu rasanya. Jika saja kalian yang menjadi aku” kata laki – laki itu mempertahnkan argumennya.

“Jiwon, lalu kapan kau akan memutuskannya?” tanya Yunhyeong dengan penasaran.

“Entahlah, lagi pula aku juga mulai bosan dengannya. Oke aku akui mungkin untuk awal dia lumayan, tapi selebihnya dia terlalu banyak omel. Seperti orang tua!”

“Hayi sepert itu?”

“Ku kira dia perempuan penurut.”

Jiwon akan membuka mulutnya untuk membantah kalimat temannya itu saat pintu cafe terbuka dan terlihat seorang wanita cantik disana. Wanita itu mengedarkan matanya ke penjuru cafe seperti mencari seseorang. Dan ketika matanya sudah tertuju pada Jiwon ia pun tersenyum manis. Senyuman yang menggoda.

Jiwon tersenyum bangga kepada teman – temannya saat mereka melihat wanita yang berjalan ke arah mereka itu dengan bertanya – tanya. Wanita itu memakai rok pink yang sangat pendek sehingga memungkin untuk kakinya yang kecil dan panjang itu terekspos dengan jelas.

“Bukankah dia lebih baik dari Hayi” kata Jiwon.

......................................................................................................................................................................................................................................……

 

“Semuanya harap tenang. Dan mundur ke belakang. Area ini sangat berbahaya bagi kalian. Sekali lagi mohon tenang.”

Suara pengeras suara yang di gunakan terdengar samar – samar saat aku melewati sebuah gedung besar tua yang sekarang sedang di kepung dengan banyak orang. Ku turunkan kaca mobil taxi yang sedang ku tumpangi ini dan melihat ke arah kerumunan disana. Tampak beberapa mobil polisi terpakir dan di udara juga ada sebuah helikopter.

Ini pertama kalinya aku melihat kejadian ini secara langsung. Yang biasanya aku melihat di tv, itupun jika Hana memaksaku. Dan sekarang aku bahkan bisa melihat sendiri kehebohan para fans wanita itu. Aku menganga melihatnya, teman – teman Hana berada disana semua. Haha konyol sekali!

Tapi tiba – tiba aku ingat, dengan semua pengamanan ini. Yang menurutku super ketat. Bagaimana K bisa masuk ke sana? Apa dia mempunyai sebuah kekuatan ajaib untuk menghilangkan badannya? Atau agar tubuhnya tidak bisa dilihat orang? Dan kenapa K melakukan ini? Apa dia seorang yang tidak punya apa  apa sehingga dia harus mencuri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Aku jadi ingin tahu K seperti apa.

….

Setelah hinggap di sebuah ventilasi udara yang rusak di museum itu, dengan mudah burung merpati itu terbang ke pojok ruangan yang sepi dan terbang turun ke bawah meja.

Beberapa saat merpati itu berubah menjadi seorang laki – laki yang berpakaian polisi. Yakin akan keadaan sekitar aman – aman saja, polisi jadi – jadian itu lalu berdiri dan mulai berjalan biasa melewati sebuah lorong.

Setiap lorong akan di jaga oleh 2 polisi lain. Dan dengan sedikit terkejut oleh tindakannya sendiri dengan mudahnya polisi merpati itu bisa melewati 2 penjaga lorong dengan mengatakan “aku ditugaskan oleh kepala untuk mengecek di ruang inti.” Tanpa ada yang terluka tanpa harus berkelahi.

Polisi merpati itu tersenyum puas saat ia melihat sebuah pintu yang di inginkannya untuk masuk kedalam ruangan dimana berlian itu disimpan. Dan seperti biasa 2 penjaga polisi di tempatkan tepat di depan pintu itu.

Polisi merpati berjalan dengan penuh keyakinan ke arah 2 orang penjaga itu. Dan seperti yang dilakukannya kepada penjaga yang lain,ia mengucapkan kalimatnya dengan hati – hati. Tapi sepertinya tidak mempan untuk 2 penjaga akhir ini.

“Kepala tidak menyuruh seseorang untuk mengecek kedalam ruangan ini, kecuali dia sendiri yang akan kesini.” Kata seorang dari mereka.

“Siapa kau?” kata penjaga itu.

Polisi merpati itu terdiam melihat 2 orang penjaga menodongkan pistol mereka ke kepalanya.

“Hei ada apa dengan kalian? Kalian tidak percaya dengan perkataanku.” Kata polisi merpati itu sambil mengangkat ke dua tangannya.

“Siapa kau? Aku bahkan tak ingat ada polisi di wilayah kami yang berwajah sepertimu?”

Polisi merpati itu tersenyum. Ia menutup matanya. “Kau ingin tahu siapa aku?”

Para penjaga masih menodongkan pistol mereka di kepalanya.

“Aku adalah…” kata polisi merpati itu sambil membuka matanya.

Seketika saat itu juga 2 penjaga itu langsung jatuh tergeletak seperti tak sadarkan diri setelah melihat mata polisi gadungan tadi.

“Ouch..maaf, itu rahasia.” Kata polisi merpati tadi sambil membuka topi polisinya. Ia menendang nendang pelan ke dua  penjaga tadi untuk meyakinkan dirinya jika dua penjaga tadi sudah tidak sadar. Dia hanya membuatnya tak sadar untuk beberapa saat dan bukan selamanya.

Setelah itu ia berjalan mendekat ke arah pintu dan memutar kenobnya.

“Ah tentu saja dikunci.” Katanya berbicara senidiri, setelah sekali mencoba membuka pintu didepannya. Dan dengan sentuhan kecil dan sebuah cahaya yang bersinar di tangannya,untuk kedua kalinya akhirnya saat ia memutar kenob pintu itu pun terbuka dengan mudah.

....................................................................................................................................................................................................................................……

“Kau dimana Hana? Aku sudah sampai di depan cafe yang kau sebutkan”

“Ah Benarkah? Kalau begitu naiklah ke lantai dua.. “

“Di lantai dua dimana.. sebutkan lebih detail-

Aku berhenti berbicara dengan Hana di telefon saat mataku melihat seorang yang sangat ku kenal. Dia tidak sendiri, ada seorang wanita disampingnya! Laki – laki itu melingkarkan tangan kanannya di pinggang wanita yang berada sampignya itu dengan mesra. Tak terasa mataku mulai buram melihat kejadian itu. Dan aku tahu aku akan menangis setelah ini. Jiwon! Bagaimana bisa kau!

Mereka berdua diam untuk mengobrol saat seorang dari teman mereka berbisik pada Jiwon. Jiwon menoleh ke arahku dengan muka yang sangat kaget. Dan sang wanita melihatku dengan aneh karena berpandangan dengan Jiwon.

“Oppa~siapa dia?” kata wanita itu melihat ke arah Jiwon sambil memegang lengannya.

Jiwon masih melihatku dan aku masih terdiam di sana.

“Aku tidak tahu siapa dia.” Katanya santai lalu mengalihkan pandangannya kepada wanita di sampingnya.

.......................................................................................................................................................................…………………………………

Aku berlari sekencang mungkin keluar, sejauh mungkin dari bayangan itu, sejauah mungkin dari alasan kenapa aku mulai meneteskan air mata seperti ini.

Aku menyukainya, aku menyayanginya jika tidak kenapa aku bertindak seperti ini. Aku menyanyangi hingga saat aku melihatnya dengan wanita itu hatiku terasa hancur berkeping – keping.  Aku tidak suka. Aku tidak suka. Aku benci!

Apa ada yang salah denganku. Kenapa dia seperti itu???

………………

Hujan deras mulai turun membasahi kota, sedang sang  wanita malang ini masih terus melangkah pergi entah mau kemana. Ia tidak ingin pulang ke rumah . Ia tak ingin orangtuanya melihatnya seperti ini. Ia pun tak bisa bisa berjanji akan diam dan tidak menangis. Ia berfikir lebih baik seperti ini menangis sekencang – kecangnya tanpa ada yang mendengarnya karena suara hujan terlalu keras dan orang – orang yang tadi berlalu lalang di trotoar jalan ini lebih memilih minggir untuk menepi dan berteduh. Hanya beberapa pejalan kaki yang lewat dengan membawa payung sesekali mereka melirik dengan tatapan kasihan kepada Hayi.

Tapi percuma saja tak ada yang bisa difikirkan Hayi sekarang. Hatinya sudah terlalu sakit untuk merasakan keadaan sekitar. Dan pikirannya masih berputar di scene tadi. Tak ada rasa malu jika orang – orang melihatnya menangis di bawah hujan seperti ini. Lagi pula tak ada yang tau ini air mata atau hanya hujan yang membasahi pipinya, pikirnya selalu.

Sampai akhirnya ia menabrak seorang pejalan kaki yang sedang terburu – buru  berlari. Hayi yang tak punya energi lagi langsung terjatuh di tanah dengan dorongan dari orang itu. Pejalan kaki itu pun berhenti sejenak dan jongkok di depan Hayi untuk bermaksud menolongnya.

“Apa kau tidak apa- apa?” katanya sambil memegang lengan Hayi.

“Jangan sentuh aku!!!” kata Hayi sambil mengibaskan tangan orang itu dari lengannya. Dan lagi, Hayi pun menangis.

“Ada apa denganmu? Aku hanya mencoba membantu” kata  orang itu dengan marah lalu berlari pergi karena mendapati dirinya sudah basah kuyup sendiri.

Hayi akan berdiri saat merasakan seluruh tangan dan kakinya mulai membeku kedinginan. Kepalanya mulai pusing karena sejujurnya ia tak tahan dengan air hujan. Pandangannya mulai rabun. Dan ia mulai membenci dengan keadaannya seperti ini. Ia tahu jika ia seperti ini terus tubuhnya tak akan bisa tahan lagi.

Ia hampir saja putus asa. Dan merasa tak ada harapan lagi untuk bisa bangkit dan melangkahkan kakinya. Tubuhnya sudah mulai melemas. Ia hanya bisa menangis dan terus menangis.

“Dasar cengeng~” tiba – tiba terdengar suara seorang laki – laki. Hayi kaget dengan kedatangan tiba – tiba orang itu. Ia mengangkat kepalanya untuk bertemu wajah dengan seorang laki – laki yang memandangnya dengan mata yang sayu. Sebuah payung berada di tangan laki – laki itu, melindungi tubuhnya dari air hujan.

Wajah itu, suara khawatir itu sudah terlalu sering Hayi mendengarnya. Laki – laki yang sedang berdiri di depannya sekarang sudah terlalu sering untuk membantunya. Disaat semua orang sibuk dengan urusannya masing – masing.Ia disini untuknya. Yah~ Hanbin. Sahabat baiknya. Orang terbaiknya.

Hayi hanya diam mendengar kalimat itu. Ia merasakan tubuhnya menggigil karena angin yang berhembus membuatnya tidak bisa bicara.

Hanbin melihat Hayi dengan kasihan. Apalagi melihat wajah Hayi yang sangat pucat. Ia menunduk dan berjongkok tepat di depan perempuan itu.

“Ayo kita berteduh.. kau akan sakit jika terus berada di sini.” Kata laki – laki itu dengan suara yang cukup untuk bisa didengar Hayi melihat hujan yang masih turun deras dan suara ban mobil yang bergesekan di jalan raya di sebelah kanan mereka.

Hayi menatap mata Hanbin. Dia sangat suka Hanbin seperti ini. Mata Hanbin yang menampakan rasa khawatir kepadanya adalah salah satu kenapa rasa sukanya tak mau hilang. Seperti sebuah kalimat  bahwa Hayi akan baik – baik saja setelah ini jika bersama Hanbin. Mata yang membuat hati Hayi tenang jika melihatnya. Dengan segala rasa hati yang berkecamuk, Hayi menjatuhkan tubuhnya di pelukan Hanbin. Sang laki laki yang melihat Hayi yang tiba – tiba memeluknya seperti itu sedkit tersentak kaget dan mematung untuk beberapa saat. Tapi semakin lama tubuh Hayi yang basah kuyup itu terasa dan sesekali  Hanbin merasakan bahwa sang wanita menggigil kedinginan, ia balik memeluknya. Melingkarkan satu tangannya yang tak memegang payung itu di punggung Hayi. Menenangkannya diantara suara isak tangis yang masih bisa di dengar Hanbin samar – samar saat ini.

“Aku~ menyukaimu Hanbin……” kata Hayi.

 

 

 

END

................................................................................................................................................................................

-MayJune-

 

 

cek ff ku yang lain 'Satu Permintaan (One Wish)' (Hayi x Hanbin)

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
fafajung #1
Chapter 2: Ceritanya gantung huhuhu, tapi keren
choaheo #2
Chapter 2: Endingnya gantuuunnggg padahal ceritanya bagus :"D