Sunny Sunday

The Nerd Xi Luhan

“Mungkin ini semua merupakan sebuah karma bagiku.”

 


“Jihye-a. Kamu yakin untuk lanjut? kau sudah menonton 3 film malam ini. Sudah waktunya untuk tidur.” tanya Yura setelah ia menguap lebar. Jihye menengok ke arahnya sambil mengangguk. “Kau tidur saja dulu. Aku masih ingin menonton yang lainnya.” jawab Jihye pelan.

            Yura mendesah pelan lalu mengiyakan. “Arrasso.”

            Setelah selesai menonton film ke 4nya malam ini, Jihye menguap lebar. Bohong jika ia tidak mengantuk. Ia sesungguhnya mengantuk akan tetapi ia terlalu takut untuk  tidur. Mimpinya kemarin malam masih saja teringat di kepalanya.

            Kembali, ia memegang perut kirinya.

            “Apakah itu arti dari mimpi kemarin malam?  Apakah arti mimpi dari Luhan menusukku dengan pisau berarti Luhan akan membuatku merasakan semua sakit ini?”

            Jihye tidak merasakannya tapi kini sepasang matanya terasa basah. Dan cairan bening itu mulai mengalir, membentuk suatu sungai di pipinya.

            “Apa arti dari semua ini? Mengapa aku harus menangis untukmu?!”

--------------

            Setelah malam yang cukup panjang bagi Jihye, pagi akhirnya datang. Jihye dan Yura terbangun akan bunyi alarm milik Yura—yang bunyinya mungkin cukup untuk membangunkan tetangganya juga.

            Jihye mungkin bisa mentolerir bunyi alarm tsb dan tidur lagi akan tetapi ada bunyi lain yang mengganggunya. Suara dering ponselnya. Ia lalu mengangkatnya setelah bunyi panggilan mungkin yang ke-sepuluh kalinya.

            “Ya!! Sudah kubilang tidak lebih dari 3 kali,bukan? aish..” Jihye bangkit dari bednya sembari mengucek matanya yang bengkak.

            “Itu karena kau tak segera mengangkat telponmu.”

            “Tetap saja..Kau melanggar kesepakatan kita kemarin.”

            “Lapangan basket dekat taman kota. Jam 07.00 pagi.”

            Dan semuanya terputus begitu saja. Jihye memaki Taehyun mati-matian tapi apa guna, panggilan telah terputus. “aish, bocah ini.” geram Jihye sambil memandang ke arah ponselnya yang telah mati layarnya.

            “Aku akan mandi, bisa pinjam bajumu?” tanya Jihye pada Yura yang masih mengumpulkan nyawanya.

            “Ini masih terlalu pagi untuk mandi Jihye-a..Ini hari Minggu.” balas Yura setengah memejamkan mata.

            “Aku ingin menghilangkan bau air mata ini dengan bau keringat.” Jihye tersenyum ke arah Yura. Meskipun sedikit dipaksakan, Yura merasa senang Jihye sudah bisa tersenyum kembali.

            “J-jihye-a..A-aku.”

            “Kau tak perlu ikut,Yura-a. Aku tahu kau ada acara Minggu ini.” balas Jihye pada Yura yang kini melemparkan sebuah celana training selutut dan kaos pendek padanya.

            “Kau tahu?” Yura mengernyitkan dahinya.

            “Y-yeah, acara dengan keluargamu bukan?”

            Yura mengangguk mendengar pertanyaan Jihye. Meski sebenarnya bukan itu acara Yura hari ini. Hanya saja ia tidak bisa memberitahu Jihye mengenai acaranya tersebut. Yeah, karena ia ingin hanya kita berdua dan tidak melibatkan Jihye. batin Yura dalam hati.

            Jihye yang akhirnya menerima pakaian ganti dari Yura pun segera memasuki kamar mandi dan membersihkan diri.

--------------

            “Apa aku membuatmu menunggu?” tanya Jihye pada Taehyung setibanya ia di lapangan basket. Segera saja, ia meletakkan tasnya di pinggir lapangan basket dan juga melepaskan jaketnya.

            “Ani. Malah kau terlalu awal 5 menit.” jawab Taehyung sambil melihat ke arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. “Ini aneh. Remaja jaman sekarang sering ngaret dari jadwal bertemu..Whuoo bukankah itu pertanda bahwa kau antusias untuk bertemu denganku?!” seru Taehyung melanjutkan kalimatnya.

            Jihye mempercepat melepaskan jaketnya dan melemparnya di atas tas. Memandang ke arah Taehyung, ia memutar bola matanya. “Harapanmu!” Ia lalu melangkah cepat menuju ke Taehyung dan merebut bolanya. “Aku hanya ingin segera bermain basket saja.”

            Jihye lalu memperagakan lay up dan masuk.

            Lapangan basket masih sangat sepi saat itu. Karena jam masih menunjukkan pukul 06.55. Orang cenderung untuk jogging dan lapangan basket akan penuh pada pukul 09.00. Lagipula, kita sedang membicarakan Korea. Pukul 06.55 adalah waktu yang cukup pagi untuk mereka.

            Jihye dan Taehyung lalu bermain basket bersama. Kali ini Taehyung tidak mengalah dan semua permainan basket ini murni permainan karena mereka ingin bermain. Tidak ada taruhan atau semacamnya. Dan Jihye benar-benar menikmatinya. Memiliki lawan yang tangguh adalah suatu tantangan tersendiri baginya. Ia tidak pernah takut kalah. Jika semua tantangan itu membuat dirinya senang dan terpacu, ia tidak takut akan yang namanya kalah.

            “Sepertinya kau akan kalah lagi dariku.” seru Taehyung. Bola terdribel di tangannya.

            “Yah..Mungkin. Just enjoy the game!” Kini Jihye mempercepat aksinya dan merebut bola dari Taehyung.

            Di sela permainan mereka, Taehyung berusaha mengajak Jihye berbicara. “Hey, apa kau dan Luhan benar-benar...berkencan?”

            Jihye yang sedang akan menembakkan bolanya ke ring berhenti sejenak. “Well, kita akan segera putus.”

            Setelah mengucapkan itu, Jihye menembakkan bolanya ke ring dan gagal. Setiap kali fokusnya hilang, ia selalu gagal memasukkan bola ke ring. Dan kali ini, Luhan lah yang menyebabkan ia hilang fokus. Tentu saja, kemarin adalah hari terkutuk bagi hubungan mereka berdua.

            “Maksudmu? Kalian tampak sangat dekat..Bahkan kejadian di kantin sangat meyakinkanku kalian akan berlangsung lama.” Taehyung mengambil bola dan mendribelnya. Anehnya, Jihye tak berusaha merebut bola itu dari Taehyung atau apa, ia hanya berdiri di satu titik  dan menerawang ke depan.

            “Tampilan luar tidak mencerminkan dalamnya, I guess?” Kini, Jihye mengambil air minumnya dan duduk di pinggir lapangan. Moodnya untuk bermain basket yang tadinya membara kini surut dan ia hanya bisa merasakan air yang terus terteguk di kerongkongannya. Tak peduli air itu mengalir terlalu deras dan tumpah ke segala arah.

            Taehyung melihat ke arah Jihye penuh heran. “Ya! Minumlah dengan cara yang benar.” Tapi Jihye tetap meneguk air minumnya dengan cara tadi, mengalirkannya dari ketinggian yang mustahil. Maksudku, sangat tinggi dari mulutnya. Jauh dari kata feminim. Jihye yang seperti ini, jauh dari Jihye ketika berada di sekolah.

            Taehyung kini duduk di samping Jihye. Semakin lama, semakin ia mengerti bagaimana Jihye sekarang. Well, Taehyung kemarin melihat Jihye yang berlari sambil menangis dari kejauhan dan dengan alasan itu lah ia mengajak Jihye bermain basket untuk menghiburnya. Dan saat ini, ia mengerti keadaan Jihye sepenuhnya.

            Terlalu naif jika Taehyung sampai tidak tahu mengenai taruhan Jihye untuk mendapatkan Luhan dan saat ia mengingat hal itu, sebuah pemikiran datang ke kepalanya.

            “Apa mungkin...kalian hanya berpura-pura?” tanyanya. Jihye sempat tersedak sedikit. Jika dalam anime, mungkin air minumnya akan muncrat ke depan tetapi untung saja dalam kenyataan Jihye hanya tersedak sedikit dan bisa mengendalikan semuanya.

            Jihye mengembalikan air minumnya ke tas olahraganya. Ia sempat ragu tapi kini ia tak peduli lagi. Ia terlalu lelah dan entah mengapa ia percaya untuk mengakuinya pada Taehyung. “Aku percaya kau akan merahasiakannya dari siapapun.”

            Taehyung memandang ke arah Jihye sejenak. Ia cukup heran dengan yeoja yang berada di sampingnya tsb. Baru saja kemarin ia menganggap Jihye adalah yeoja yang tangguh,kuat tapi sekarang ia berpikir bahwa yeoja tetaplah yeoja. Jihye juga bisa bersikap sebagai yeoja yang lemah saat ini.

            Setelah menepuk lembut kepala milik Jihye, Taehyung tertawa.

            “Tentu saja. Mungkin sebagai permintaan maaf atas hari pertama?”

            Jihye mengedipkan matanya dan mengingat kembali bagaimana Taehyung melaporkan pada Seohyun Seonsangnim bahwa ia sedang tertidur.

            “Ya! Aku masih marah akan hal itu! Kau tahu, aku bermimpi sangat indah waktu itu..”

            “Jika kau tak memaafkanku maka...”

            “Ya!”

            Mereka berdua lalu berkejaran di lapangan basket yang tampaknya kurang luas bagi mereka untuk saling berkejaran.  

           

----------------

            Yura memandang ke sekeliling. Sudah hampir waktunya dan bayangan orang yang ia tunggu tak juga datang. Setelah tepat waktunya, ia dapat melihat bayangan seseorang dengan motor sportnya memarkirkan diri di depan cafe.

            “Maaf sepertinya aku membuatmu menunggu terlalu lama.” ujarnya setibanya di meja dimana Yura berada sembari melihat ke arah arloji besar di tangannya.

            Yura mengayunkan tangannya, menyanggah. “Aaah ani. Kau hanya terlambat 1 menit.”

            Sosok laki-laki yang ia temui pun tertawa. “Well...Jamku lebih 15 menit.”

            Yura pun ikut tertawa kecil. “aaah.”

            Setelah seorang pelayan datang, mereka lalu memesan makanan mereka masing-masing.

            “Aku..ingin membicarakan mengenai Jihye dan Luhan.” ujar sang namja pada akhirnya. Karena sejak tadi hanya sebuah kediam-an yang terbuat            .

            Yura menggenggam tangannya. Sebenarnya, ia juga ingin mengatakan sesuatu terlebih dulu pada namja tsb namun keberaniannya tak cukup. Sejak tadi ia mengumpulkan keberanian dan semua keberanian itu tak kunjung datang. Itu semua karena Yura takut, ucapannya akan melukai sang namja.

            “Luhan dan Jihye...Mereka tidak seharusnya bersama.” lanjut sang namja. Saat itu juga, Yura akhirnya memberanikan diri. Ia memutuskan untuk mengucapkannya dengan segala upaya yang ia punya, dengan semua serpihan keberanian yang sudah ia kumpulkan.

            “J-Jihye..ti-tidak me-menyukaimu.. J-jadi b-berhentilah mengejarnya!”

            Hening.

            Yura lalu membuka matanya dan melihat Jonghyun sedang tertawa kecil.

            “Kau tak perlu berdiri untuk mengatakannya. Duduklah.” Jonghyun berdiri lalu menekan bahu Yura agar Yura terduduk.

            “Aku sudah tahu betul Jihye tidak menyukaiku. Hanya saja...sesuatu membuatku untuk mendekatinya.”

---------------

            Jihye dan Taehyung masih saja melanjutkan permainan basket mereka. Tepat pada pukul 08.00, lapangan basket mulai penuh dan Jihye melihat segerombolan yang memandang mereka tidak enak.

            “Well..kita harus pergi.” ucap Jihye pada Taehyung yang sedang akan memasukkan bolanya ke ring. Taehyung akhirnya mengerti maksud Jihye dan berhenti bermain. Mereka lalu meraih tas dan jaket mereka dan melenggang pergi.

            “Karena kau menghentikanku di timing yang tepat, skor kita seri.”ucap Taehyung sambil berjalan mundur, menghadap ke arah Jihye.

            “Lalu?”

            “Lalu?! Tentu saja itu berarti kemampuanmu bermain basket hari ini luar biasa.” Taehyung membual, secara tak langsung mengatakan bahwa dirinya adalah pemain basket terhebat yang pernah ada.

            Terdengar Jihye mendecakkan lidahnya. Apalagi setelah mendengar Taehyung melanjutkan bualannya. “Karena kau tahu, biasanya aku selalu menang.. dengan selisih yang cukup banyak.” Tak lupa, setelah itu, ia memukul-mukulkan tangannya ke dada.

            “Aigoo..Ya! Itu karena kemarin aku mengalah padamu. Aigoo..” cibir Jihye pada bualan Taehyung.

            “Mengalah? Kamu tampak putus asa melawanku kemarin bukan mengalah.” Taehyung menjulurkan lidahnya dan saat itu juga Jihye berusaha menendang kaki milik Taehyung tapi gagal.

            Kembali, mereka berkejaran seperti anjing dan kucing.

            “Bagaimana jika kita sekarang bermain Bowling?” tanya Taehyung, menghentikan langkahnya. Jihye ikut berhenti dan menampakkan wajah berpikirnya sejenak lalu mengangguk. “Call!

--------------

            “Kamu sudah tahu bahwa Jihye tidak menyukaimu dan kau tetap mendekatinya?!” Ucap Yura diiringi dengan matanya yang melotot. “Bagaimana bisa kau tetap mendekatinya...” Lalu suaranya melirih. Ia tidak tahu bahwa selama ini Jonghyun tahu bahwa Jihye tidak menyukainya namun ia tetap nekad mendekatinya. Bagaimanapun juga, Yura merasa iba pada Jonghyun.

            “Karena aku harus mendekatinya..” balas Jonghyun. Tepat setelah ia berucap, pelayan datang membawakan menu makanan yang mereka pesan. Sementara Yura hanya bisa menatap kosong wajah Jonghyun. Seharusnya kau menyukaiku. Mengapa kau kekeuh mengejar seseorang yang tidak mencintaimu..

            Mereka berdua lalu menghabiskan makanan mereka dalam diam. Masing-masing dari mereka larut dalam pikiran mereka masing-masing. Sesaat, Yura berhenti memakan original beef steaknya dan mengulap bibirnya dengan sebuah tisu. Ia begitu ingin menanyakan sesuatu pada Jonghyun hingga ia harus menjeda aktivitas makannya terlebih dahulu.

            Jonghyun menyadari tingkah Yura dan memandangnya menunggu sesuatu yang akan Yura katakan.

            “Sesuatu yang kau maksud itu...apakah cinta?” tanya Yura pada akhirnya.

            Jonghyun mengedipkan matanya pelan karena terkejut akan pertanyaan Yura sebelum ia terkekeh kecil.

            “Mungkin.” jawabnya, dilanjutkan dengan menyantap makanannya.

            Kembali diam. Yura kemudian memutuskan untuk menghabiskan makanannya terlebih dahulu.

            Ia sudah yakin sejak dahulu bahwa Jonghyun menyukai Jihye dan tak ragu akan hal tsb. Keyakinannya itu membuatnya menyesal mengapa ia menanyakan pertanyaan yang tak perlu pada Jonghyun. Pertanyaan yang akan memberikan jawaban menyakitkan bagi Yura.

            Yura mendongak saat sebuah suara membangunkan lamunannya.

            “Masalah itu tidak penting sekarang.”  Setelah meletakkan sendok dan garpu ke piring, Jonghyun mengusap bibirnya dengan tisu yang tersedia di meja. “Yang penting sekarang adalah..Jihye tidak boleh berada di dekat Luhan.”

-------------

            “Aku mengerti sekarang... Kurasa kau telah menyukai Luhan.” ujar Taehyung sambil mengoper Jihye sebotol air mineral miliknya. Selama bermain bowling, Jihye tak henti-hentinya mengoceh mengenai hubungannya dengan Luhan dan kini, Jihye memutuskan untuk istirahat dari bermain bowling. Taehyung kini sepenuhnya mengerti bagaimana keadaan Jihye.

            Jihye berhenti meneguk air minumnya. Ia tidak terkejut Taehyung akan memberinya pertanyaan seperti itu karena semalaman ia juga telah memikirkannya. Mengapa ia bisa sekecewa itu Luhan menginginkan hubungan mereka untuk berakhir. Meski hanya hubungan pura-pura dan masih berlangsung dua hari. Ia sampai sekarang juga masih tidak mengerti mengapa Luhan bisa memutuskan seperti itu. Apakah ia begitu membenciku? Apakah aku begitu memuakkan baginya? Rentetan pertanyaan tak terjawab selalu bermunculan di kepalanya.

            “Kurasa.” jawab Jihye sebelum ia akhirnya menghela nafasnya. “Mungkin ini semua merupakan sebuah karma bagiku.”

            Taehyung lalu memberinya wajah tidak mengerti dan Jihye segera mengerti bahwa Taehyung adalah anak baru di sekolahnya. “Aaah matta. Kau anak baru.”

            Jihye kembali meneguk air minumnya dan setelahnya, kalimat kembali terucap. “Aku terkenal sebagai seorang player. Sudah banyak namja yang menjadi korbanku. Mungkin sekarang ini aku bisa merasakan bagaimana sakit hatinya menjadi mereka.”  Ia menundukkan kepalanya sambil

            “Well...Salahkan mereka yang memilihmu dan jatuh hati padamu.” balas Taehyung atas kalimat Jihye. Senyum terkembang di bibirnya ketika melihat Jihye tertawa atas pernyataan yang ia ungkapkan. “Itu salah mereka yang tak pandai memilih yeoja.” lanjut Taehyung. Kali ini Jihye berhenti tertawa dan tersenyum ke arah Taehyung. Sebuah senyum yang berarti ‘terimakasih-karena-telah-mencoba-menghiburku’

            Meski begitu, Jihye tetap menyadari bahwa itu semua salahnya. “Aku memang menyadari bahwa diriku cantik dan banyak orang menyukai penampilanku.” Pandangannya masih ke arah tanah. “Tapi aku tidak merasa secantik itu untuk mempermainkan mereka...Aku melakukan semua ini, karena aku memiliki sebuah alasan.”

            Jihye tidak tahu mengapa ia bisa begitu bebas mengoceh di depan Taehyung. Padahal di hari pertama bertemu, ia mengira Taehyung akan menjadi musuh besar dalam hidupnya namun sekarang ia malah membicarakan sesuatu tentang hidupnya begitu lancar di hadapan Taehyung. Mungkin karena saat ini Jihye benar-benar ingin melimpahkan semua emosinya dan saat ini, hanya ada Taehyung di hadapannya. Taehyung sendiri bagi Jihye adalah namja yang menyenangkan untuk dijadikan pendengar jadi ia tak peduli kemana ocehannya akan membawanya pergi.

            “alasan?”

            Jihye mengangkat kepalanya dan memandang ke arah Taehyung. “Aku tahu ini konyol tapi aku ingin menemukan cinta pertamaku.”

------------------

            “Yaa kau pasti benar-benar menyukai Jihye hingga kau menjelek-jelekkan Luhan seperti ini”

            “Yura-ya. Dengar. Aku sedang berusaha melindungi Jihye.”

            “Yaa kau tak perlu melakukannya...” Kini Yura mulai berdiri dan mengambil tas kecilnya. “Karena mereka hanya berpura-pura.” Ia lalu melenggang meninggalkan Jonghyun yang membeku. Tak lama, Yura pun terhenti dan mengambil sesuatu dari tasnya. Setelah mengambil lembaran won dari tasnya, ia kembali ke mejanya dan Jonghyun beberapa menit yang lalu.

            “Ini untuk tagihanku.” ujar Yura sambil menaruh uangnya di atas meja.

            Jonghyun mencekal pergelangan tangan milik Yura sehingga Yura berhenti melangkah dan menatap ke arahnya.

            Saling pandang. Jonghyun memandang ke arah wajah Yura yang penuh kebencian ke arahnya dan Jonghyun hanya bisa diam. Kalimat yang ingin ia ucapkan tak dapat terucapkan begitu saja.

            Yura lalu memberontak dan pergi sementara Jonghyun hanya bisa memandang punggun Jonghyun yang mulai menghilang.

----------------

            “Kali ini.. Bagaimana kalau kita bertaruh?” Jihye mulai berdiri dan melakukan peregangan.

            Taehyung terkekeh kecil lalu ikut berdiri.  “Apa kau baru saja menantangku?” Jihye mengangguk

            “Kau salah telah menantangku, Yoo Jihye.”

            Jihye terkekeh mendengar pernyataan Taehyung. “Buktikan itu.” ucap Jihye penuh percaya diri.

            “Kali ini skor kita 12. Eotte?” lanjut Jihye sambil memiringkan kepalanya ke arah Taehyung. Taehyung menaikkan salah satu sudut bibirnya, merasa tertantang.

            “Baiklah.” Taehyung menyetujui tantangan Jihye dan mengambil dua bola untuknya dan untuk Jihye.

            “Jika kau kalah, aku boleh menghubungimu lebih dari tiga kali sehari.” tawar Taehyung pada Jihye. Jihye mendecakkan lidahnya, heran atas permintaan Taehyung.

            “Baiklah. Jika kau kalah, lupakan semua yang telah kukatakan padamu hari ini. Eotte?”

-----------------

Meskipun saat ini raga Yura berada di dalam taksi namun pikirannya masih saja terpusat akan ucapan Jonghyun.

“Luhan terlalu berbahaya untuk Jihye... Seorang mantan gangster terlalu berbahaya untuk Jihye.”

Saat ini ia benar-benar tidak tahu harus percaya atau tidak akan ucapan Jonghyun. Namun selama ini, ia mengenal Jonghyun sebagai namja yang selalu berkata jujur. dan itu adalah salah satu hal yang membuatnya menyukainya. Meski Jonghyun kadang suka berbuat seenaknya, Jonghyun selalu berkata jujur dan tak pernah bermain-main dengan sesuatu bernama kebohongan.

“Tapi Jihye tampaknya terlanjur menyukai Luhan...” batin Yura pada dirinya sendiri.

----------------------

            Seorang namja memandang bayangannya ke arah cermin dan memegang dada bagian kirinya. Nafasnya bisa dibilang terengah-engah dan pikirannya benar-benar kacau.

            Setelah membasuh wajahnya menggunakan air yang mengalir pada wastafel, ia mengeluarkan ponsel dari celana denimnya.

            “Boss...Mereka hanya berpura-pura.” laya setelah ia berhasil mengatur emosinya. Ia juga segera menceritakan semua detail ceritanya pada seseorang yang ia panggil sebagai boss tsb.

            “Bwo?!”

            “Sekarang apa yang harus kita lakukan boss? Kurasa tak ada gunanya kita melakukan ini lagi.”

            “...”

            “Boss?”

            “Tetaplah pada jalurmu. Kita akan melakukan sebuah rencana dan peranmu sangat dibutuhkan di sini.”

            “Peranku?”
            “Kita masih belum tahu apakah Luhan benar-benar menyukainya atau tidak.”

            Sang namja akhirnya mengerti akan maksud seseorang yang ia panggil boss tsb. Tampak dari ‘aaah’ panjang yang ia keluarkan.

            “Maksud boss...aku harus menjadi pihak ketiga?”

-----------------------

Hyeee readers! Maap lama ga update. Aku juga gak tau apa kalian masih antusias baca ini hehe

Soalnya chapter kemarin nampaknya terlalu menye menye dan biasanya chapter menyemenye emang kurang menarik ^apa cuma perasaanku aja?

Di sini nggak ada Luhan. Chapter selanjutnya ada kok tenang aja. Tapi tetep aja, akhir-akhir ini Taehyung jadi fokus kita.

Namja matamata itu siapa ya?

Hehe makasih udah baca :)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Deapertiwi #1
Chapter 17: apa yo jaehyuk ayahnya jihye? dan aku kasian sama yura kenapa jonghyun gak pacari aja yura buat yura mengerti keadaan jonghyun.
sulistiana29 #2
Chapter 17: Entah kenapa baca nama 'Yoo Jaehyuk' jadi inget belalang Yoo. Apalah-_-
euungg...mereka megalami kebangkitan? Dan Yoo Jaehyuk itu ayahnya Jihye ya?
Ahh aku tunggu updatenya ya :-D
sulistiana29 #3
Chapter 16: Antara panik dann entahah...
Kenapa LuJi/kedengaran aneh mungkin/ harus di pisahin coba!
sulistiana29 #4
Chapter 15: Semuanya ammbigu...AAAAAAA
sulistiana29 #5
Chapter 14: Seperti ada ingatan yang kembali? Heol, ambigu banget! Kek Jihye pernah kecelakaan ajaa.
Tpi benarkah cinta pertamanya itu Luhan? Oke seru
sulistiana29 #6
Chapter 13: Han? Hello, Han? Can you hear me? Please aku takut Luhan kenapa-napa. Luhan kenapa? Eommaaa....
sulistiana29 #7
Chapter 12: Kan sudah kduga kalo Taehyun mata-mata. Hahaha -_-
Btw, entah kenapa aku ga panik lagi kalo liat kenyataan Jihye ga pinsan beneran *plakk ya itung-itung memperlihatkan kalo Jihye bukan manusia lemah ye kan? Eh Yura kemana aja? kok ga muncul? kemaren fokusnya ke Jonghyun dan Yura. Lahhh sekarang Jonghyun cuma muncul 1 kali dan Yura ga sama sekali? Ahh entahlah, itu kan hak Author *plakk /jahat nih reader/
sulistiana29 #8
Chapter 11: Jihye diculik eoh? apa cuma akal-akalan 'mereka' saja?
sulistiana29 #9
Chapter 10: namja mata-mata itu...jrengg jrenngg
Taehyung...yey...mungkin haha *gaje
sulistiana29 #10
Chapter 9: Well, 'mereka' yang di maksud kek mengacam hidup Luhan bgt yaa