[Seunghoon] Antipodes
WINNER ONESHOTSSeunghoon menuruni tangga rumahnya masih kelihatan mengantuk, mata sipitnya merem melek sambil dikucek-kucek ketika ia berjalan terhuyung melangkahkan kaki menuju ruangan dimana televisi berada. Dengan suara gedebuk pelan, ia membanting tubuhnya ke atas sofa dengan posisi merebah, tangannya ia julurkan untuk menggapai remote yang berada diatas meja.
“Toh, ya mandi dulu dek.” Mamanya datang menghampiri dari arah dapur dengan sepiring roti isi juga segelas susu putih di atas nampan. Seunghoon merengut sambil memindah-mindahkan channel televisi.
“Nanti aja Ma, kan lagian sekarang libur.”
Kali ini mamanya yang merengut.
Seunghoon memang bukan anak kecil lagi, dia udah akil baligh dan udah duduk di bangku kuliah semester enam. Udah gede banget kan dia? Tapi bagaimanapun Seunghoon masih suka minum susu putih dan nonton Spongebob Squarepants, masih suka dibangunin mamanya tiap pagi kalo ada jam kuliah, masih suka ngambek dan ngerengek. Intinya, Seunghoon itu masih kekanakan. Mungkin efek dari sejak kecil kemauannya selalu diturutin, maklum Seunghoon anak tunggal.
Mamanya duduk di sofa lain sambil menghela nafas dalam-dalam. Beliau menaruh piring dan gelas di atas meja ke dekat Seunghoon. Setelah itu beliau mengambil sesuatu yang kelihatan seperti amplop dari nampan, menjulurkannya tepat ke depan wajah Seunghoon.
Seunghoon agak kaget, ia menatap mamanya dengan kening menyernyit. Ibunya itu hanya menyentak dagu supaya Seunghoon segera mengambil benda yang ia julurkan itu. Sambil mengerang dan memutar bola mata, Seunghoon memang mengambilnya, tapi langsung menaruhnya lagi ke atas meja bersama roti isi dan susunya.
Mamanya lagi-lagi menghela nafas dalam, beliau mengambil amplop itu dan menjejalkannya ke tangan Seunghoon setelah merenggut remote televisi dari tangan anaknya tersebut.
“Apaan sih Ma?” Seunghoon sekarang kelihatan sangat kesal.
“Baca dulu!” kata mamanya tegas sembari mematikan televisi.
Sunghoon tentunya kelihatan amat terganggu dengan perangai ibunya itu, dengan wajah menunjukan kejengkelan yang tersirat jelas, ia membuka amplop tersebut, menarik isinya, melemparkan amplopnya keatas meja, kemudian membaca isinya dalam diam.
Ternyata undangan nikahan.
Seunghoon kelihatan khusyuk membaca, tapi mamanya memerhatikan air muka anaknya berubah pasti ketika membaca nama wanita yang dikenalnya. Ekspresi Seunghoon mengeras, namun hal tersebut tak berlangsung lama, ia kembali menampilkan wajah terganggu kemudian mengambil remote televisi dan melanjutkan tontonannya lagi.
Mamanya Cuma bisa geleng-geleng kepala.
.
Seunghoon memang selalu di cap kekanakan dimata orang-orang yang mengenalnya. Tapi Seunghoon tak pernah protes tentang title tersebut karena menurutnya, ia memang seperti itu dan tak ada hal yang harus dipersalahkan ketika seseorang menyebutnya kekanakan. Ia sangat tahu betul tentang sifatnya kekanakannya, ia menyadari kalau dirinya terlalu apatis dan hampir tak pernah serius. Hanya orang-orang yang mengenal dirinya dari sejak kecil saja lah yang sanggup bertahan berteman lama dengan Seunghoon, yang lain hanya sekedar mengenal sekilas, hanya sekedar teman nongkrong bersama beberapa kali, atau hanya jadi partner tugas kelompok.
Walau bagaimapun, ada saja orang yang menganggap Seunghoon dan keapatisannya itu memesona. Anehnya orang itu adalah seseorang yang sangat pedulian. Katanya, hal yang berlawanan selalu saling mengisi, siapa tahu...
Tentu saja hal itu hanya ilusi bagi mereka yang sedang dimabuk cinta, tentang sesuatu yang saling mengisi itu. Irene—nama wanita yang terpesona oleh Seunghoon dan keapatisannya—pada akhirnya merasa lelah karena ia merasa menjadi satu-satunya orang yang peduli dalam hubungan mereka. Setiap ada masalah harus Irene yang lebih dulu meminta maaf walaupun itu salah Seunghoon, karena kalau bukan Irene yang meminta maaf duluan, mereka tidak akan pernah bicara lagi entah sampai kapan. Irene pada akhirnya sudah mencapai batasnya, Irene akhirnya mengambil tindakan untuk memutuskan hubungannya dengan Seunghoon. Bahkan setelah putus, Seunghoon sama sekali tidak berusaha untuk mempertahankan hubungan mereka. Irene jadi bertanya-tanya tentang kesungguhan perasaan Seunghoon padanya. Apakah selama ini cintanya hanyalah cinta yang bertepuk sebelah tangan?
.
Irene memandang kedepan dengan percaya diri saat ia melangkahkan kaki di atas karpet merah menuju mempelai prianya yang sedang menunggu sembari menatapnya terpesona—pria yang menerima dirinya apa adanya, pria yang mau menjaganya, pria yang senantiasa berkata lembut padanya.
Irene memang sedikit gugup, tapi ayahnya berjalan disampingnya dan ia merasa semuanya akan baik-baik saja.
Para tamu undangan berdi
Comments