Part 2

Stars In Your Eyes - KrisHan version (Bahasa)
Please Subscribe to read the full chapter

Sudah beberapa minggu sejak aku terakhir bertemu dengan Yixing. Mungkin dua minggu. Mungkin tiga. Mungkin lebih. Dia tidak pernah menghubungiku sejak hari itu. Dia juga tidak menerima panggilanku atau membalas pesan-pesan yang aku tinggalkan untuknya. Aku sudah menduga. Aku punya perasaan buruk ini, tapi aku tidak menduga dia benar-benar melakukannya. Menjauhiku. Aku bertanya pada Zhoumi, pemilik toko buku tempat aku bekerja yang juga teman dekat Yixing, mengenai keberadaan peku itu. Tetapi dia juga tidak tahu. Well, kalau aku boleh jujur, aku rasa dia berbohong padaku. Kegugupannya memberitahuku bahwa dia sebenarnya tahu, tetapi dia tidak mau memberitahuku. Kenapa Yixing menghindariku? Kenapa Yixing menolak bertemu denganku, sampai meminta orang untuk menyembunyikan keberadaannya? Aku muak. Aku lelah menunggu kabar dari Yixing. Aku juga putus asa menunggu kabar dari rumah sakit. Ya, setelah bertahun-tahun terapi, akhirnya saraf mataku sudah cukup kuat untuk menerima donor kornea. Tentu saja aku ingin mencoba. There’s nothing to lose. Kalau berhasil, aku akan kembali bisa melihat. Kalau gagal.. kemungkinan paling parah ya aku kembali ke dalam kegelapan yang sudah menjadi temanku selama lebih dari separuh hidupku ini. Aku sudah melakukan segala macam tes. Sekarang tinggal menunggu kepastian dari rumah sakit. Ketika itu Yixing sempat mengantarku ke rumah sakit untuk tes darah terakhir, tetapi ketika kabarnya datang, kami berdua sama-sama kecewa. Aku menangis di dalam dekapan Yixing ketika mendengar bahwa belum ada donor yang tepat untukku. Saat itu aku mengatakan padanya bahwa kalau aku mendapatkan donor dan bisa melihat lagi, aku akan cari orang yang telah membuatku buta sampai ketemu dan aku akan memukulinya sampai mati. Dia sudah membuatku buta, dan membunuh adik kecilku. Aku sangat membencinya. Entah kenapa tangan Yixing yang sedang menggenggam tanganku ketika itu tiba-tiba mendingin dan berkeringat. Mungkin dia ngeri mendengarkan kesadisan di dalam nada suaraku. Tetapi benar, itulah yang akan aku lakukan. Sekarang ini, aku banyak menghabiskan waktuku bertemu dengan Jongin dan Tao, yang kerap kali datang menjemputku di toko buku. Aku berterimakasih karena mereka selalu ada untukku. Kalau mereka sedang tidak bisa menemaniku, aku membawa Gaho bersamaku. Tetapi tanpa Yixing, tetap saja semua terasa berbeda.

 

 

 

Kabar gembira datang saat Mama mengatakan padaku bahwa rumah sakit menelepon, dan menyatakan bahwa ada donor mata yang tepat untukku. Mama terdengar senang, tetapi kenapa juga terdengar sedih di saat yang sama? Mungkin dia hanya takut aku akan menjadi independen dan tidak lagi bergantung padanya kalau aku sudah bisa melihat dan mengerjakan semuanya sendiri. Aku memeluk Mama, menenangkannya dan mengatakan kalau aku masih akan tetap membutuhkannya meskipun nanti aku sudah bisa melihat. Baba juga aneh reaksinya. Mendengar kabar ini, Babaku menciumku, menangis di bahuku, bilang kalau dia sangat senang. Aku tahu dia senang, tetapi kenapa tangisannya terdengar seperti bukan tangisan bahagia?

 

 

 

Bagaimanapun, operasi tetap berjalan. Jadwal pelaksanaannya sudah direncanakan dan operasi ini akan dilakukan minggu depan, setelah semuanya selesai diurus. Aku harus menjalani berbagai macam tes lagi, untuk melihat apakah tubuhku sedang fit, berapa kadar anestesi yang harus diberikan padaku dan melihat tanda-tanda vital pada tubuhku yang sejak dulu memang lemah, memastikan semuanya siap untuk operasi ini. Aku sedih karena tidak bisa berbagi kabar ini dengan Yixing, tetapi Zhoumi berjanji akan menyampaikan kabar ini pada Yixing kalau dia bertemu dengannya. Ketika hari operasi tiba, aku didampingi oleh orangtuaku. Baba cuti dari kantornya agar bisa menemaniku. Nenekku juga datang jauh-jauh dari Daegu. Ada juga Jongin dan Jia , serta tentu saja Tao. Bahkan Zhoumi mampir sebentar untuk memberiku semangat. Tapi tidak ada tanda-tanda keberadaan Yixing dimanapun. Menyedihkan, memang, tetapi aku sudah bertekad, aku tidak akan sedih hari ini. Aku hanya akan merasakan bahagia karena mataku akan kembali bisa melihat. Setelah itu, baru aku akan mencari Yixing sampai ketemu.

 

 

 

Operasiku berjalan lancar. Memang selama 3 hari setelah perbanku dibuka, aku masih belum bisa melihat normal. Semuanya tampak rabun. Tapi aku bersyukur setelah hari ketiga aku sudah bisa melihat dengan jelas wajah Babaku dan wajah Mamaku yang tidak pernah berhenti dibasahi air mata. Baba tampak lebih tua sejak terakhir kali aku melihatnya. Begitu pula Mama yang wajahnya sudah dihiasi kerutan-kerutan halus. Tapi dia tetap cantik. Mama tidak bisa berhenti menangis, dan menolak melepaskan pelukannya padaku. Aku bisa melihat Zitao. Zitao yang sangat tampan meskipun matanya seperti panda. Kebahagiaan terpancar dari seluruh tubuhnya, dan aku menangis ketika melihat pipinya basah oleh airmata. Tao tidak pernah menangis, paling tidak di hadapanku, dan melihatnya seperti itu sekarang, menangis karena aku, aku merasa seperti seorang teman yang buruk. Lalu Jongin. Jongin sangat tampan. Aku hanya sedikit terkejut melihat gaya rambutnya, dan warna rambutnya yang putih. Tapi gaya itu cocok dengannya, dia terlihat sangat funky. Aku juga bisa melihat wajah kekasih Jongin yang sangat cantik dan.. apa rambutnya pink? Oh well. Aku juga bisa melihat wajah nenekku yang sekarang tampak sangat tua namun matanya masih tetap menunjukkan wibawanya. Aku bisa melihat cahaya matahari lagi. Aku bisa melihat bentuk bunga yang selama ini hanya aku ingat melalui baunya. Aku bisa melihat bentuk kimchi! Aku bisa melihat bentuk ponselku, yang ternyata memang sudah sangat buruk dan jauh ketinggalan jaman dibandingkan dengan ponsel orangtuaku atau teman-temanku—bahkan ponsel nenek saja tampak lebih canggih. Aku bisa melihat sepatuku, baju-bajuku. Aku bisa melihat jam tangan yang dihadiahkan Babaku pada ulangtahunku yang ke 15. Dan aku bisa melihat wajahku sendiri di cermin. Yah, aku memang tidak tampan sekali seperti Jongin., tapi aku lumayan juga. Paling tidak aku lebih tampan daripada Tao (yang ketika kuberitahu hal ini tentu saja langsung memukuli tanganku). Hanya satu hal yang aku tidak bisa lihat meskipun aku sudah mendapatkan pengelihatanku kembali. Yixing. Zhang Yixing-ku, dimanakah kau berada?

 

 

 

///////////////////oooooooooooooo////////////////////////////////////

 

 

 

 

 

Aku kembali bekerja di toko buku tempatku bekerja setelah beberapa minggu aku pulang dari rumah sakit. Zhoumi Ge menerimaku kembali, walaupun sudah bisa melihat. Aku masih bisa baca aksara Braille dan masih bisa membantu banyak di situ, katanya. Aku masih harus menggunakan kacamata hitam (Ray Ban, yang langsung dibelikan lagi oleh Mama begitu dia dengar apa yang terjadi pada Ray Ban lamaku) karena mataku masih belum bisa menghadapi cahaya yang terlalu terang, tetapi kalau di dalam ruangan, aku boleh membukanya. Hari ini sedikit sepi, kelas membaca yang kami buka sedang libur karena beberapa orang tenaga pengajarnya sakit di saat yang bersamaan. Jadi hari ini hanya ada aku dan Zhoumi. Kami sedang mengobrol ketika pintu bel berdencing menandakan ada pelanggan masuk. Aku menoleh dengan senyuman, jauh di dalam hatiku, aku masih berharap itu Yixing yang datang. Dan itu memang Yixing, tetapi bukan Yixing-ku. Kau tahu, hidup kadang membuatmu bingung.

 

 

 

“Yixing!!!!” Zhoumi turun dari kursi tingginya di hadapanku, menghampiri pemuda yang memakai anting-anting hitam di hidung dan bibirnya ini. “Yah, Zhang Yixing! Aku pikir kau tidak akan pernah kembali ke Korea, kau!”

 

 

 

 

 

Zhang Yixing? Tunggu, di dunia ini.. banyak kan yang memiliki nama Zhang Yixing?

 

 

 

“Tentu saja aku kembali, kau gila apa, ge? Aku dengar apa yang terjadi pada Yifan. aku dengar dia buta? Memberikan matanya pada orang lain? Apa dia gila? Atau dia bodoh? Dia pasti gila atau bodoh, atau gila DAN bodoh.”

 

 

 

 

 

Zhoumi tampak sedikit terkejut dengan perkataan pemuda di hadapannya. Dia mengerling padaku, lalu kembali pada Yixing—yang bukan Yixingku—yang tampak menanti jawaban pemuda yang lebih tinggi darinya itu. “Ah, itu—“ Zhoumi terlihat bingung, dia menggaruk-garuk pipinya dengan gestur gugup. “Yixing, bagaimana kalau kita duduk dulu, nanti aku.. ceritakan semuanya?”

 

 

 

Pemuda bernama Yixing itu mengangkat bahunya, tapi dia tetap mengikuti Zhoumi dan duduk di bangku sebelahku. Aku sudah menyiapkan diriku untuk menghadapi seseorang yang sombong dan menyebalkan (mendengar bagaimana dia memanggil Zhoumi-ge dan mengatai Yixing-ku), tetapi begitu dia menoleh padaku dan tersenyum dengan lesung dalam menghiasi pipinya, hatiku luluh. Benar memang pepatah yang mengatakan don’t judge a book by its cover. Seharusnya aku lebih mengerti pepatah itu. Huh, bisa melihat beberapa minggu saja sudah membuatku sombong begini.

 

 

 

“Yah, Zhoumi-ge cepat kemari dan ceritakan padaku apa yang sebenarnya terjadi? Siapa yang Yifan berikan donor? Aku dengar seseorang yang dia kenal baik? Masih keluarganya ya?”

 

 

 

Aku bisa melihat Zhoumi enggan menceritakan ini di depanku. Dengan tahu diri, aku beranjak turun dari kursiku, tetapi Zhoumi menahanku. Memintaku agar di situ saja, tidak apa-apa. Dia lalu menoleh pada pemuda yang sedang menggigit-gigit kukunya di sebelahku, dengan tdak sabar menunggu Zhoumi mulai bercerita. “Yah, apa kau ingat nama orang yang Yifan berikan donor?”

 

 

 

Kenapa aku merasa aku tidak akan menyukai arah pembicaraan ini? Apa yang mereka bicarakan sebenarnya? Aku selalu benci nama Yifan. aku selalu membenci nama itu dan kenapa mereka terus menerus membahas nama itu? Aku bisa merasa detak jantungku bertambah cepat, telapak tanganku mulai berkeringat.

 

 

 

“Aku ingat. Luhan?“

 

 

 

Aku merasa seperti disambar petir. Tanganku gemetar, kakiku lemas. Aku harus berpegangan pada Zhoumi-ge agar tidak jatuh.

 

 

 

“Zhang Yixing, kenalkan ini Lu Han,” aku melihat Yixing menoleh padaku dengan mulut terbuka lebar. Ketika Zhoumi mengatakan, “Luhan-ah, kenalkan ini Zhang Yixing. Ini adalah Zhang Yixing yang asli,” mulutku yang terbuka lebar mendengarnya. Apa-apaan ini?”

 

 

 

“Apa maksudmu aku Zhang Yixing yang asli? Memangnya ada yang palsu??” Yixing yang ‘asli’ berseru kesal pada Zhoumi. Dia lalu menoleh padaku. “Dan kau Luhan? Luhan adiknya Yifan yang selalu dibicarakannya itu? Apa kalian akhirnya bertemu? Yaaah dia pasti senang sekali. Kau tidak tahu betapa sakit hatinya karena hanya bisa meihatmu dari jauh. Dia merindukanmu sampai hampir gila. Benar.”

 

 

 

“A.. aku—“ aku tidak tahu harus menjawab apa. Otakku menolak bekerja sama. Ini semua terlalu mengejutkan.

 

 

 

 “Ini, Yixing.. kau harus tahu. Yifan tahu Luhan sudah kembali ke Korea. Yifan dan Luhan bahkan sudah bertemu beberapa bulan lalu. Yifan tidak sanggup melihat Luhan membencinya, jadi dia mengaku pada Luhan kalau namanya adalah Zhang Yixing,” dengan tatapan meminta maaf Zhoumi menoleh padaku sementara dengan ekor mataku aku melihat Yixing masih ternganga menatapku. “Aku minta maaf, Luhan-ah, Zhang Yixing yang selama ini kau kenal adalah kakakmu, Wu Yifan. Aku tahu, selama ini aku berbohong padamu, tapi.. Yifan yang memintaku untuk melakukannya. Dia adalah kakakmu, dan dia adalah yang memberikan korneanya untukmu. Dia sudah bertemu orangtuamu.. orangtuanya, dan meminta izin mereka untuk memberikanmu donor.”

 

 

 

Jadi itulah kenapa selama ini Yixing begitu familiar. Harum tubuhnya. Caranya menggenggam tanganku. Itulah kenapa dia tidak pernah mau bertemu Tao dan Jongin. Itulah kenapa dia berjanji akan membuatku melihat lagi. Dan.. dan orangtuaku sudah pernah bertemu dengannya? Bahkan dia sudah berdiskusi dengan Baba dan Mama, yang mengizinkannya memberikan donor untukku?

 

 

 

Aku merasakan sensasi panas di mataku dan airmata akhirnya tak mampu lagi kubendung.

 

 

 

“Dia tidak bisa melupakan perbuatannya 12 tahun lalu, Luhan-ah,” kata Zhoumi.

 

 

 

“Aigoo, tidak apa-apa. Ini tidak ada apa-apanya dibandingkan.. dengan.. apa yang telah aku lakukan.. padamu.”

 

 

 

“Suatu hari nanti, aku akan membuatmu melihat dunia, Lu.”  

 

 

 

“Aku minta maaf, Lu. Tapi ini adalah keadaan yang sangat-sangat penting, aku minta maaf.. aku harus pergi.”  

 

 

 

 

 

“Ini adalah caranya membayar kesalahannya padamu. Dia memberikan matanya untukmu.”

 

 

 

 

 

 

 

 

 

FLASHBACK

 

 

 

 

 

“Luhan, jaga adik-adikmu. Yifan, jangan nakal ya. Mama dan Baba hanya sebentar.”

 

 

 

 

 

Yifan yang duduk di kursi tengah mobil SUV itu, sibuk bermain dengan game portablenya. Yifan sedang tidak mood mendengarkan ceramah ibunya, jadi dia mengangguk dengan malas, melemparkan senyum setengah hati pada ibunya yang dengan cepat menyusul Babanya masuk ke minimarket itu. Dia sudah tahu dia harus apa, dia sudah 12 tahun sekarang. Yifan memang lebih muda dari Luhan, tetapi karena badannya lebih besar dan kuat, seringkali dia yang harus menjaga kakak tirinya itu. Ya, kakak tiri. Sejak Mamanya menikah lagi dengan seorang pengusaha kaya raya, Lu Shang, hidup Yifan berubah. Bukan dalam artian buruk. Yifan mendapat seorang kakak baru, anak Baba Lu dengan istri pertamanya, seorang pemuda yang hanya sedikit lebih tua darinya, Lu Han. Anak itu sedikit sombong, tapi sebenarnya pemalu dan sangat manis, Yifan tidak bisa tidak jatuh cinta pada kakaknya ini. Apapun yang Luhan mau, selalu Yifan turuti; meminjamkan mainannya pada Luhan, membantunya mengerjakan tugas sekolah, bermain dengannya setiap hari, bahkan bersepeda bersama Luhan dan sahabat Luhan, Tao. Mereka banyak menghabiskan waktu berdua, sesekali bersama Tao atau sahabat Luhan yang lain, anak pindahan dari Korea, Kim Jongin. Sampai adik bungsu mereka, Lu Bingbing, lahir. Luhan, yang juga selalu kesepian selama hidupnya, selalu merasa aman bersama Yifan. Dia bersyukur punya seorang adik yang lembut dan selalu bisa diandalkan, juga mampu melindungi dirinya yang sedikit lemah. Tetapi ketika adik perempuannya lahir, dia memang sedikit melupakan Yifan. Luhan tidak pernah punya teman dalam hidupnya, terlebih lagi perempuan. Dan adik perempuannya ini begitu lucu dan cantik, Luhan ingin selalu melindunginya. Karena Yifan selalu menjaga dirinya dan memberikan seluruh perhatiannya pada Luhan, jadi Luhan pikir dirinya juga harus melakukan itu pada Bingbing. Dia tidak menyadari kecemburuan yang timbul akibat sikapnya ini.

 

 

 

 

 

Luhan yang duduk di kursi depan menoleh ke belakang, melihat adiknya yang baru berusia 2 tahun itu terbangun dari tidurnya dan mengulurkan tangannya dari car seatnya, berusaha meraih mainan yang sedang dimainkan Yifan.

 

 

 

 

 

“Yah, yah Bingbing, jangan! Aku sudah hampir menang! Aku—aish!!!” Yifan membanting PSP-nya ke sampingnya, menoleh pada adiknya dengan marah. Adik bungsunya yang tidak mengerti apa-apa itu hanya tersenyum, mengeluarkan erangan kecil pada kakaknya yang melipat lengannya di depan dadanya karena kesal. Luhan hanya tersenyum melihat kejadian itu. Dia tahu Yifan seringkali kesal pada Bingbing, tetapi sebenarnya dia sangat menyayangi adiknya itu. Yifan tidak pernah bisa marah pada Bingbing.

 

 

 

 

 

“Kau pabrik kotoran, kau tahu apa yang baru saja kau lakukan? Aku hampir saja mendapatkan high score tapi kau terus saja mengangguku. Aish,” Yifan bergumam kesal, tapi dia meraih mainan elektronik yang baru saja dia buang, lalu memberikannya pada adiknya dengan sebuah desahan. See? Yifan sebenarnya sangat menyayangi adiknya, tapi seringkali dia hanya terlalu gengsi untuk menunjukkannya. Sekarang Yifan tidak punya mainan. Dengan bosan Yifan menoleh kanan kiri, memperhatikan adik bungsunya bermain dengan PSPnya, menahan dirinya untuk tidak mencubit pipi gembil adik bungsunya itu. Dia lalu melihat Luhan yang sedang menatap Bingbing sambil tersenyum. Yifan merasa pipinya sedikit panas. Kenapa juga dia harus merona hanya melihat Luhan tersenyum? Kenapa perutnya serasa dipenuhi ribuan kupu-kuou beterbangan? Well, jawabannya pasti karena Yifan sangat menyukai Luhan. Dia sendiri tidak bisa menjelaskan kenapa dia bisa menyukai sesama lelaki seperti itu. Jauh sebelum mereka bersaudara, ketika mereka pertama kali diperkenalkan oleh orangtua mereka, Yifan jatuh cinta pada bocah kecil yang katanya lebih tua dari dirinya itu. Tapi Yifan tahu, tidak mungkin perasaannya itu bisa berkembang. Walaupun orangtua mereka orang yang bebas, tidak bermasalah dengan orientasi seksual anaknya, namun mereka berdua adalah saudara. Bagaimana mungkin Yifan menyukai saudaranya sendiri?

 

 

 

 

 

Yifan menggelengkan kepalanya, lalu mencari objek lain untuk diperhatikan. Matanya kemudian tertarik pada benda berbentuk lingkaran yang terpajang di bangku depan. Setir mobil. T

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
xingluyeol #1
Chapter 2: aiguuu ceritanya sangat keren dan mengharukan. happy ending walau dg keadaan yifan yg seperti itu. tapi itu yg mmbuat menarik. aku suka penggambaran karakter luhan dan yifan disini. dan aku baca ini karena aku krishan hard shipper. kkkk. authornim bikin krishan lagi ya. angst, comedy, drama atau apalah yg penting krishan. kkk. soalnya aku suka bgt. segitu aja review dr aku hahha. gomawo and keep writing. u are da best (y)
ricayong #2
Chapter 1: and sosweet^^
naila02 #3
Chapter 2: Keren banget thor. Aku sampe nangis ini. Keren keren keren.. minta di buatin sequel dong. Atau nggak cerita krishan lain deh. Keep writing authornim
chisss #4
Chapter 2: ah serius romantis, nyesek juga sih, ya ampun keren
yupsyupi
#5
Chapter 2: wits ad update an nih,,
oh jadi krishan itu sodara tiri-an gt. btw knp gak cukup donor 1 kornea saja si yifannya? kan biar sama2 ns tetep liat gt,, hehehe cuma komen loh.
btw jadi penasaran sama reaksi papa-mama krishan kl memang mereka lanjut.
naila02 #6
Chapter 1: Keren ceritanya authornim. Update soon ya ✌
ricayong #7
crtnya blm terbayang. .. ditunggu kelnjutannya