Selamanya....

Kau, Selamanya...

Aroma sedap tercium dari dapur kecil di dalam apartemen di lantai tujuh tersebut. Seorang wanita dengan celemek kuning cerah terlihat lihai mengayunkan spatula kayu di atas penggorengan. Dia terlihat begitu menikmati setiap detik yang dihabiskannya untuk membuat masakan yang akan disantapnya malam ini. Berkali-kali ia menyenandungkan sebuah nada sambil menuangkan bahan-bahan masakan di atas penggorengan.

Ketika ia sedang asyik mengaduk masakannya, sepasang tangan dengan perlahan dan hati-hati melingkar di pinggangnya yang ramping dari belakang tanpa ia sadari.

"Yuri."

Sebuah bisikan lembut terdengar di telinga Yuri, wanita yang sedang membuat masakan untuk makan malam. Yuri sedikit terlonjak kaget karena tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. "Donghae oppa, kamu mengagetkanku."

Tawa renyah terdengar dari pria yang sedang memeluknya erat itu. "Maafkan aku istriku yang cantik! Kamu sedang masak apa hmm?"

Yuri tersenyum simpul. "Coba Oppa lihat sendiri."

Donghae melongok dari balik bahu Yuri untuk melihat makanan apa yang sedang dibuat istrinya. "Wow, nasi goreng kimchi. Bagaimana kamu tahu kalau aku sedang ingin makan ini?"

Yuri semakin tersenyum lebar mendengar nada antusias dari Donghae. Dia tahu betapa suaminya sangat menggemari nasi goreng kimchi buatannya. "Aku selalu tahu apa yang kau mau."

Donghae meletakkan dagunya di bahu kiri Yuri sambil tetap memeluknya dari belakang dengan mesra. "Istriku memang yang terbaik."

"Aku tahu." Yuri pun tertawa bahagia. "Tapi Oppa, lepaskan pelukanmu. Aku tidak leluasa masak kalau kamu memelukku erat begini. Tunggulah di depan televisi, lima belas menit lagi nasi goreng kimchi spesial Kwon Yuri akan siap untuk membuatmu kenyang."

Donghae perlahan melepaskan pelukannya. "Siap, Nyonya Donghae."

Donghae memberi sebuah ciuman singkat di pipi Yuri sebelum keluar dari dapur. Yuri hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat Donghae. Suaminya itu memang paling suka mengganggunya ketika ia sedang sibuk.

Yuri sedikit mencicipi nasi goreng kimchi buatannya dan berdecak bahagia ketika merasakan rasanya yang menurutnya sudah pas sesuai selera. Setelah mematikan kompor gas, ia menyiapkan dua piring. Dengan hati-hati dituangkannya nasi goreng kimchi ke dalam dua piring tersebut dengan porsi yang sama besar. Diambilnya tomat, mentimun, dan selada segar sebagai penghias makan malamnya.

Senyum penuh kepuasan terpancar dari bibirnya ketika ia memandang hasil masakannya malam ini. Tidak kalah dengan masakan hotel bintang lima, katanya dalam hati dengan bangga. Setelah merapikan dapur, Yuri pun bersiap menyajikan makanan andalannya kepada sang suami. Dengan penuh semangat, dibawanya dua piring berisi nasi goreng kimchi ke ruang televisi.

"Oppa! Nasi goreng kimchi telah siap!"

Yuri terdiam ketika ia tiba di ruang televisi. Donghae tidak ada di sana.

"Oppa?"

Yuri mengarahkan pandangannya ke seluruh ruangan, tapi Donghae masih belum terlihat. Yuri mendesah pelan. Diletakkannya dua piring di atas meja. Yuri lalu berjalan menuju kamar, tapi Donghae juga tidak di sana.

"Donghae oppa?"

Tak ada jawaban dari Donghae. Yuri pun berkeliling apartemen untuk mencari suaminya. Tapi tetap ia tak melihat Donghae dimanapun. Yuri terdiam ketika ia mendapati pintu apartemennya terbuka. Dipandanginya pintu dan bagian luar apartemennya, lama.

Senyum kecil tersungging di bibir Yuri ketika ia menyadari sesuatu. Dengan perasaan sedikit frustrasi, ia berjalan menuju pintu, menutupnya dan menguncinya.

Yuri kembali ke ruang televisi. Ia duduk di karpet dengan bersandar pada sofa putih favoritnya untuk bersantai. Di depannya dua porsi nasi goreng kimchi tetap setia menunggu di atas meja untuk disantap. Tapi sayang, Yuri kehilangan selera makannya. Rasa lapar yang dirasakannya sebelum memasak tadi, mendadak lenyap tak bersisa.

***

"Ah, akhirnya!" Yuri meletakkan punggungnya di kursi kerja lalu melemaskan kedua tangannya ke atas.

Pukul enam sore, waktunya untuk pulang kerja. Yuri mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja kerjanya. Dibukanya aplikasi to do list dan ia menemukan sebuah pengingat yang dibuatnya tadi pagi bahwa ia harus belanja kebutuhan dapur sepulang kerja. Yuri lalu merapikan mejanya, kebiasaan yang selalu dilakukannya sebelum pulang. Sebelum beranjak, mata Yuri terpaku pada sebuah pigura foto yang telah menghiasi mejanya selama beberapa tahun ini. Di dalam pigura itu terdapat empat fotonya bersama Donghae yang terdiri dari dua foto prewedding, satu foto pernikahan, dan satu foto lain ketika mereka berbulan madu di London, Inggris. Tanpa sadar Yuri tersenyum kecil melihat foto-foto itu, walaupun itu mungkin sudah kesejutakalinya ia melihatnya. Foto pertama adalah foto prewedding, di mana dia dan Donghae mengenakan seragam SMA Kirin. Mereka sengaja melakukannya untuk mengenang tempat di mana mereka pertama kali bertemu. Ya, Donghae adalah kakak kelas Yuri ketika SMA, saat itu mereka hanya sekedar dekat tanpa ada ikatan apapun walalupun sahabat-sahabat mereka tahu kalau mereka sebenarnya saling menyukai. Foto prewedding kedua, mereka lakukan di perpustakaan Universitas Yonsei, yang merupakan tempat di mana mereka bertemu kembali di masa kuliah dan juga merupakan tempat di mana pada akhirnya Donghae berani mengutarakan cintanya kepada Yuri. Foto ketiga adalah foto pernikahan mereka di taman belakang rumah Yuri. Di foto itu Yuri yang terlihat anggun dengan busana pengantin berwarna putih dicium oleh Donghae yang mengenanakan tuxedo berwarna putih juga. Yuri dan Donghae menikah setelah tujuh tahun pacaran atau setelah sepuluh tahun saling mengenal. Foto terakhir adalah fotonya bersama Donghae di London, dengan latar belakang jam Big Ben dan London Eye. Mereka sengaja memilih London sebagai tempat berbulan madu karena Yuri yang ingin sekali melihat istana Inggris dan Donghae yang juga ingin melihat tempat klub sepakbola favoritnya, Arsenal.

Yuri sekali lagi tanpa sadar mengelus pipi Donghae di foto pernikahan mereka. Ia lalu teringat sesuatu dan mengambil ponselnya lagi. Yuri lalu mengirim sebuah pesan untuk Donghae.

Oppa, aku akan belanja bulanan sebentar lagi. Ada yang ingin kamu pesan?

Dimasukkannya ponselnya ke dalam tas lalu Yuri pun berjalan keluar dari ruangan kantornya menuju tempat di mana ia mermarkir mobilnya.

 

Yuri mendorong troli di supermarket yang terletak di dalam Lotte Mal. Sesekali ia berhenti lalu mengamati beberapa barang dengan seksama sebelum melemparkannya ke dalam troli atau mengembalikannya ke tempat semula. Ia membeli berberapa makanan kesukaannya seperti ramen, jamur kering, kimchi lobak, kue beras, dan sebagainya. Tidak lupa pula ia membeli makanan kesukaan suaminya seperti cumi-cumi kering, tofu, dan kentang goreng instan.

Yuri mengambil ponselnya lagi ketika antri untuk membayar barang-barang yang baru saja dibelinya. Ia pun mendesah pelan mendapati belum ada pesan balasan dari Donghae.

Setelah membayar di kasir, Yuri memutuskan untuk jalan-jalan sebentar di Lotte Mal, walaupun dua tangannya menenteng kantong-kantong belanjaan yang tidak bisa dibilang ringan. Sesekali ia berhenti mengamati baju atau sepatu yang terpampang dengan cantik di dalam etalase-etalase butik. Namun sepertinya belum ada baju atau sepatu yang benar-benar menarik hati Yuri.

Yuri berhenti cukup lama di depan etalase sebuah butik khusus pria. Di etalase tersebut terdapat sebuah manekin pria yang mengenakan kemeja warna biru pastel. Yuri suka warna itu dan ia tahu benar kalau seseorang juga menyukai warna tersebut. Tanpa pikir panjang Yuri pun masuk ke dalam butik dan dengan segera disambut dengan senyuman ramah oleh sang pemilik.

"Selamat malam. Ada yang bisa saya bantu?"

Yuri lalu menunjuk kepada manekin di dalam etalase tersebut. "Apa kemeja yang di etalase tersebut masih ada?"

"Masih. Anda mau lihat?"

Yuri mengangguk sambil tersenyum. "Iya, saya mau melihatnya dulu."

"Ukuran apa yang Anda cari?"

"L."

"Baik, mohon tunggu sebentar."

Semenit kemudian sang pemilik butik datang dengan kemeja biru pastel di tangannya. "Ini yang Anda cari. Butik kami hanya memproduksi kemeja ini secara terbatas. Kainnya lembut dan nyaman dipakai."

Yuri menelusuri kemeja tersebut dengan jarinya. Benar, sangat lembut dan Donghae pasti menyukainya. "Baiklah, saya ambil yang ini." Yuri berkata dengan pasti.

"Baik. Apa ada yang Anda cari lagi?"

"Tidak, sementara ini saja dulu."

Yuri lalu mengikuti sang pemilik butik menuju kasir. Ketika kasir menyerahkan barang kepada Yuri, ia bertanya, "Apa ini untuk kekasih Anda?"

Yuri tertawa pelan. "Ini untuk suami saya."

"Ah, Anda istri yang perhatian."

Yuri hanya tersenyum. Setelah mengucapkan terima kasih, ia pun segera keluar dari butik tersebut.

 

Kegelapan menyapa Yuri ketika ia membuka pintu apartemennya. Yuri mendesah lagi, gelap adalah pertanda belum ada penghuni datang di apartemen tersebut. Setelah menghidupkan lampu, Yuri menuju dapur dan meletakkan kantong-kantong belanjanya di atas meja, kecuali kantong belanja dari butik yang berisi kemeja untuk Donghae. Sambil membawa kantong belanja dari butik, Yuri menuju kamarnya. Dibukanya salah satu pintu lemari dan terlihatlah kemeja-kemeja Donghae yang tergantung dengan rapi. Yuri mengambil salah satu gantungan baju yang belum terpakai lalu memasangkan gantungan tersebut ke dalam kemeja yang baru dibelinya. Kemeja itu akhirnya tergantung rapi bersama kemeja-kemeja Donghae yang lain. Yuri senyum-senyum sendiri. Ia selalu suka jika melihat Donghae memakai kemeja dan ia tak sabar melihat Donghae memakai kemeja yang baru saja dibelikannya.

***

Hari berikutnya adalah hari Jumat, hari di mana Yuri dan mungkin seluruh pegawai serta anak sekolah di dunia meneriakkan 'Thanks God It's Friday'. Yuri bersiap untuk meninggalkan ruangannya ketika salah satu rekan kerjanya, Sooyoung, menepuk bahunya ketika ia sedang mengunci pintu.

"Yuri, sampai jumpa hari Senin."

Yuri membalas senyuman bahagia Sooyoung. "Sampai jumpa hari Senin juga, Sooyoung. Kau terlihat sangat gembira?"

"Bukannya aku selalu gembira?" Kata Sooyoung sambil tertawa.

"Iya aku tahu tapi kau terlihat ehmmm sangat sangat sangat gembira."

"Hari ini aku akan makan malam bersama Kyungho oppa." Bisik Sooyoung di telinga Yuri.

"Ah..." Yuri mengangguk-angguk mengerti. "Pantas saja."

Ponsel Sooyoung tiba-tiba bergetar dan ia terlihat terkejut ketika membaca pesan di dalamnya. "Ah Yuri, Kyungho oppa sudah menungguku di lobi ternyata. Aku duluan ya. Sampai jumpa!"

"Sampai jumpa, Sooyoung. Semoga makan malammu menyenangkan."

Yuri tertawa kecil melihat Sooyoung berlari-lari dengan lucu. Yuri tiba-tiba ingat sesuatu, sudah begitu lama sejak terakhir kali Donghae menjemputnya di kantor. Bahkan ia tidak ingat lagi kapan terakhir kali Donghae melakukannya.

Yuri masih melamun ketika ia berada di dalam lift. Ketika akhirnya pintu lift terbuka dan membawanya ke lobi kantornya, seseorang mengejutkannya.

"Yuri."

Mata Yuri melebar. Donghae, suaminya, sedang berjalan ke arahnya.

"Oppa? Apa yang kamu lakukan di sini?" Tanya Yuri masih tidak percaya.

"Kenapa? Apa aku tidak boleh menjemput istriku lalu mengajaknya makan malam di luar?"

Raut terkejut di wajah Yuri berubah menjadi bahagia mendengar Donghae mengatakannya. "Tentu saja boleh. Bahkan sangat boleh."

Mata Yuri lalu tertuju pada kemeja yang dikenakan Donghae. Kemeja biru pastel yang dibelinya kemarin. Donghae pun mengikuti arah mata Yuri memandang.

"Aku suka kemeja ini, sangat nyaman dipakai. Terima kasih ya sudah membelikannya untukku." Kata Donghae sambil tersenyum manis.

"Sangat pas sekali di badanmu. Kamu terlihat tampan."

"Apapun yang aku pakai, pasti membuatku terlihat tampan."

Yuri meninju lengan suaminya dengan lembut. "Aku tahu itu Tuan Narsisku tersayang. Ah Oppa, aku kan membawa mobil, berarti kita tidak satu mobil?"

"Aku sengaja meninggalkan mobilku di kantor."

"Jadi kamu sengaja ke sini naik bis?"

"Begitulah, Sayang!" Kata Donghae sambil mengelus pipi Yuri dengan lembut dan membuatnya memerah.

Tiba-tiba nada dering ponsel Yuri berbunyi. Nama 'Boss Sooman' pun terlihat di layar ponselnya. Lee Sooman adalah atasannya. "Oppa, atasanku menelepon. Sebentar aku angkat ya."

Yuri lalu membalikkan badannya dan menerima panggilan dari bosnya. "Halo, selamat malam."

"Selamat malam. Kwon Yuri, kau di mana sekarang? Apa masih di kantor?"

Yuri terdiam. Ada apa lagi ini? Batinnya dalam hati. "Saya masih ada di lobi kantor sekarang, Pak. Ada apa?"

"Aku benar-benar butuh bantuanmu sekarang. Bisakah kau kembali sebentar?"

Yuri rasanya ingin melempar ponselnya, sedikit menyesal kenapa barusan ia tidak berbohong saja dan bilang kalau ia sudah pulang. Yuri membalikkan badan dan dilihatnya Donghae masih menunggu sambil memandangnya. "Baiklah, Pak. Sebentar lagi saya kembali."

"Terima kasih. Langsung saja nanti menuju ruanganku."

"Baik, Pak."

Yuri menutup panggilan dari atasannya dengan gundah. Kenapa bosnya tidak pulang saja? Kenapa harus sekarang ketika Donghae menjemputnya? Apa ia harus lembur malam ini? Semua pikiran itu berkecamuk di kepalanya.

"Ada apa?" Donghae dengan lembut bertanya pada Yuri. Dari raut muka Yuri, Donghae tahu kalau istrinya sedang kesal.

"Atasanku menyuruhku kembali ke kantor. Beliau butuh bantuanku. Ah, aku harus bagaimana, Oppa? Aku sangat ingin makan malam bersamamu."

"Tenanglah, Yuri. Temuilah dulu atasanmu, aku akan menunggumu di sini."

Yuri sedikit tenang mendengar kata-kata Donghae. "Baiklah Oppa, aku harap aku tidak akan lama."

Donghae tersenyum lalu mengangguk. Yuri menggumamkan kata 'aku mencintaimu' lalu berjalan mundur menuju lift tanpa melepaskan pandangannya kepada Donghae.

 

Yuri mengetuk pintu ruangan atasannya. Ketika ia mendengar suara 'masuk' dari dalam ruangan, dibukanya pintu itu dengan pelan. Yuri segera membungkukkan badannya dengan horman setelah menutup pintu kembali.

"Ah Kwon Yuri, terima kasih kau mau kembali." Atasannya, Lee Sooman, terlihat lega melihat kedatangan Yuri.

Yuri hanya tersenyum dan mencoba menyembunyikan kekesalannya. Lee Sooman mengisyaratkan Yuri untuk duduk di hadapannya.

"Apa yang bisa saya bantu, Pak?"

"Kau tahu perusahaan Zhe Jian dari China yang akan datang awal bulan depan untuk menandatangani kontrak kerja sama?"

Yuri segera mengangguk dengan mantap. Perusahaan Zhe Jian adalah salah satu perusahaan besar di China dan kerja sama dengan perusahaan tersebut akan sangat penting bagi perusahaan tempatnya bekerja untuk dapat mengembangkan sayap di negeri tirai bambu.

"Aku baru saja mendapat e-mail dari mereka. Mereka bilang mereka akan mempercepat penandatanganan kontrak lebih cepat dan mereka akan datang ke sini hari Senin minggu depan."

Yuri membelalakkan mata. "Astaga, mendadak sekali. Kita hampir belum menyiapkan apa-apa untuk itu."

"Itu sebabnya, ini semua membuat kita kelabakan. Aku butuh bantuanmu untuk mengecek ulang keuangan kita selama beberapa bulan ini. Aku akan mengurus permasalahan kontrak. Aku yakin kau bisa menyelesaikannya Senin pagi kan? Mereka akan datang Senin siang atau sore."

"Baik, Pak. Saya pastikan laporan akan selesai Senin pagi."

Lee Sooman lalu menyerahkan delapan tumpuk laporan keuangan kepada Yuri. "Aku tahu aku selalu bisa mengandalkanmu, Yuri."

"Ini sangat penting bagi perusaahan kita, Pak. Bagaimana mungkin saya tidak mau membantu? Laporan ini akan saya kerjakan segera." Yuri lalu menata laporan tersebut dan bersiap keluar dari ruangan atasannya.

"Sekali lagi terima kasih, Yuri. Maaf kalau aku sedikit mengganggu akhir pekanmu."

"Tidak apa-apa, Pak. Saya permisi dulu." Yuri membungkukkan badannya lagi.

Setelah keluar dari ruangan Lee Sooman, Yuri menuju ruangannya sendiri. Yuri meletakkan laporan-laporan keuangan perusahaannya di atas meja dan segera menyalakan komputer. Beberapa menit kemudian, Yuri sudah larut dalam pekerjaannya. Matanya berpindah dari laporan di meja kemudian ke komputer. Tangannya juga dengan lincah menekan keyboard.

Beberapa menit telah berlalu, Yuri baru melepaskan pandangan matanya dari komputer setelah mendengar suara ketukan di pintu.

"Iya? Silakan masuk." Yuri berkata pelan dan dengan segera berdiri setelah tahu yang mengetuk pintu adalah atasannya.

"Kwon Yuri, kenapa kau masih di sini?" Lee Sooman terlihat heran ketika ia mendapati Yuri masih ada di ruangannya.

"Oh?" Yuri menatap atasannya dengan aneh. Bukankah tadi dia sendiri yang meminta bantuanku? Tanya Yuri dalam hati.

"Seingatku tadi aku tidak menyuruhmu untuk lembur kan? Aku hanya minta supaya laporan selesai hari Senin pagi, bukan berarti kau harus lembur dan menyelesaikannya sekarang juga. Kau bisa bahkan sangat aku sarankan untuk mengerjakannya di rumah saja."

"Ah..." Yuri hanya tersenyum malu-malu sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Pulanglah. Tidak baik melembur sendirian. Aku juga mau meninggalkan kantor, sudah ditunggu makan malam oleh Pak Park dari Perusahan JYP." Kata Lee Sooman sambil mengangkat dan menunjukkan tas kerjanya.

"Baik, Pak. Saya segera pulang."

"Perlu aku tunggu?"

Yuri dengan cepat menggelengkan kepalanya."Tidak perlu, Pak. Saya masih harus beres-beres dulu. Bapak lebih baik segera menemui Pak Park."

Lee Sooman tersenyum. "Baiklah. Hati-hati nanti ketika pulang."

"Bapak juga." Kata Yuri sambil, lagi-lagi, membungkukkan badan kepada bosnya.

"Fiuhhhh." Yuri melempar tubuhnya ke kursi.

Yuri tanpa sadar terkesiap ketika matanya tanpa sengaja melihat foto di atas meja kerjanya. Dengan secepat kilat ia mematikan komputer dan menata laporan yang sedikit berserakan. Setelah memastikan bahwa komputer telah mati, Yuri segera meninggalkan ruangan kerjanya. Yuri merasa bersalah gara-gara pekerjaannya, ia sampai lupa kalau Donghae sedang menunggunya di bawah. Sambil menunggu pintu lift terbuka, Yuri mencoba menelepon Donghae, tapi yang ia dapat hanya voice mail.

"Ah Oppa!!!"

Yuri tetap mencoba menelepon Donghae bahkan ketika ia sudah berada di dalam lift, tapi tampaknya ponsel Donghae sedang tidak aktif. Yuri hanya bisa berharap Donghae masih menunggunya. Ketika pintu lift terbuka, Yuri terdiam sebentar di depan lift. Lobi kantornya sudah sepi, hanya terlihat petugas sekuriti berlalu-lalang. Yuri mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang lobi, namun sayang ia tak melihat lagi suaminya.

Yuri pun tersenyum pahit dan mencoba untuk menenangkan hatinya yang penuh dengan rasa kecewa. Dengan cepat dan sebelum ada yang melihat, dihapusnya sebutir air mata yang mengalir pelan di pipinya.

***

Dengan memakai kaos oblong putih Donghae yang sedikit kebesaran di tubuhnya, dipadu hot pants hitam serta rambut yang digelung sekenanya, Yuri duduk dengan santai di atas karpet. Di atas meja yang ada di depannya, laptop serta laporan keuangan yang dibawa dari kantor sudah menunggu. Yuri menyandarkan punggung di sofa sambil menunggu laptopnya menyala.

"Besok libur. Kenapa kau masih bekerja saja?"

Terdengar suara Donghae. Yuri menengok ke belakang dan melihat suaminya duduk di ujung sofa.

Yuri kembali melihat ke arah laptopnya. "Aku tidak mau akhir pekanku terganggu, jadi aku kerjakan sekarang saja. Kalau aku bisa fokus, aku pasti akan menyelesaikan pekerjaan ini kurang dari tiga jam. Lagipula aku butuh sesuatu untuk melampiaskan kekesalanku karena batal makan malam di luar"

"Dasar wanita gila kerja."

Yuri melihat ke arah suaminya lagi. "Aku terinspirasi oleh suamiku yang juga gila kerja" Kata Yuri sambil menjulurkan lidahnya.

Donghae hanya tertawa. Ia menggeser duduknya sehingga tepat duduk di belakan Yuri. Tangannya memijit kedua bahu Yuri dengan lembut. "Tapi kau tidak seharusnya bekerja begitu keras. Akhir-akhir ini kau bekerja terlalu berlebihan. Aku tidak mau kau sakit."

"Aku baik-baik saja, Oppa. Aku tidak pernah lupa minum vitamin dan istirahat cukup."

Seperti biasa, ketika sedang bekerja Yuri seperti lupa segalanya. Ia bahkan tak peduli di sekelilingnya ketika ia sedang fokus mengerjakan sesuatu. Dan kebiasaan lain ketika ia sedang bekerja dengan serius, Donghae akan melakukan segala cara untuk menggodanya. Yuri berteriak tertahan ketika tubuhnya diangkat oleh Donghae dari atas karpet dan didudukkan di atas sofa.

"Oppa!!"

"Apa? Kamu terlalu serius kalau bekerja!"

"Kalau Oppa tahu aku sedang serius, ya jangan diganggu."

"Kamu marah ya?" Donghae mengerucutkan bibirnya.

Yuri sebenarnya sedikit marah tapi kemarahannya mendadak lenyap ketika melihat betapa lucu suaminya ketika mengerucutkan bibirnya seperti itu. Tapi Yuri memutuskan untuk menggoda Donghae dan memasang muka masam. "Tentu saja aku marah."

"Ohhh begitu. Baiklah!" Donghae lalu menyerang Yuri dengan tiba-tiba menggelitik pinggang Yuri.

"Ah..Oppa..hentikan!! Oppaaa....."

Yuri berusaha melepaskan diri dari gelitikan Donghae sambil tertawa terbahak-bahak. Donghae juga tertawa tanpa ada niat untuk berhenti menggelitik Yuri.

"Oppa hentikan!"

"Aku tidak berhenti kalau kamu masih marah."

"Baiklah baiklah aku tidak marah lagi."

Donghae pun menghentikan serangannya. "Sungguh?"

"Iyaaaa, Oppaaa!"

Donghae tertawa kecil. Yuri pun segera memukul lengan Donghae dengan pelan.

"Oppa seperti anak kecil saja."

"Aku kan tidak suka kalau kamu terlalu serius seperti itu. Kamu juga butuh istirahat, Sayang." Kata Donghae sambil membelai rambut panjang Yuri.

Yuri lalu meletakkan kepalanya di bahu Donghae. Suaminya benar, ia memang gila kerja. Donghae lalu melingkarkan tangannya untuk memeluk dan mengelus punggung Yuri. Yuri pun membalas pelukan Donghae dengan memeluk pinggangnya erat. Tiba-tiba Yuri sadar betapa ia rindu bermanja-manja seperti ini, betapa ia rindu dengan bau parfum Donghae yang maskulin, dan betapa ia rindu pelukan hangat dari suaminya.

"Yuri?" Donghae berkata pelan.

"Iya?"

"Apapun yang terjadi kamu harus tahu kalau aku sangat mencintaimu."

Yuri tersenyum bahagia di pelukan Donghae. "Aku juga mencintaimu, Oppa. Selamanya"

Dan Yuri pun merasa pelukan di tubuhnya semakin erat. Ia selalu merasa tenang dan aman di dalam pelukan Donghae.

Suara telepon tiba-tiba memecah keheningan. Dengan sedikit enggan Yuri pun keluar dari pelukan Donghae. Ketika hendak mengangkat telepon yang terletak di atas meja di ujung sofa, Yuri merasa tangannya ditarik oleh Donghae.

"Oppa?" Yuri merasa heran dengan perilaku suaminya.

Donghae tidak menjawab dan hanya memandang Yuri sambil tersenyum manis.

"Ada apa?" Yuri bertanya lagi, masih heran.

Donghae melepaskan genggamannya. "Aku mencintaimu."

Yuri membalas senyuman Donghae lalu bersiap untuk mengangkat telepon. Sebelum Yuri mengangkatnya, ia menoleh sebentar untuk melihat suaminya, dan Donghae masih memandangnya dengan lembut. Yuri pun membalikkan tubuhnya dan mengangkat telepon.

"Halo. Selamat malam."

"Kwon Yuri, ini aku. Ibunya Donghae. Bagaiman kabarmu, Yuri sayang?"

Tiba-tiba Yuri merasa jantungnya berdetak dengan cepat dan Yuri merasa sekujur tubuhnya merinding.

"Ibu..a-aku baik-baik saja."

"Syukurlah kalau begitu, Ibu senang mendengarmu baik-baik saja. Maafkan Ibu, sudah lama tidak menghubungimu."

"Tidak apa-apa, Bu. Aku juga minta maaf tidak pernah menanyakan kabar Ibu."

Keheningan tiba-tiba tercipta di antara Yuri dan Ibu Donghae yang ada di ujung telepon.

"Yuri? Apa kau masih di sana, Sayang?"

"Iya, Ibu."

"Ehm..besok, kau mau pergi bersama Ibu, kan?"

"B-besok?"

"Yuri, kau tidak lupa kan besok hari apa?"

Yuri merasa kedua matanya memanas. Dadanya terasa semakin sesak, seolah-olah tidak ada oksigen di dalam ruangan itu. Yuri berusaha sekuat tenaga untuk menahan agar air matanya tidak jatuh.

"Yuri?"

Yuri ingat besok hari apa. Hanya saja, ia tidak mau mengingatnya. Atau lebih tepatnya ia tidak sanggup mengingat semua yang telah terjadi.

"Yuri? K-kau baik-baik saja kan?" Ibu Donghae juga terdengar seperti menahan tangis.

"Aku baik-baik saja, Ibu."

"Besok Ibu akan menjemputnya jam tujuh ya?"

"Iya..iya, Ibu!" Yuri berkata sambil mengangguk,walau jelas Ibu Donghae tak melihatnya.

"Beristirahatlah malam ini. Ibu menyayangimu."

"Aku juga sayang, Ibu."

"Selamat malam, Yuri sayang."

Yuri mendengar suara telepon ditutup. Yuri masih memegang gagang telepon di telinganya. Air matanya jatuh dengan deras tanpa bisa tertahan lagi. Dengan tangan bergetar, Yuri lalu meletakkan gagang telepon di tempatnya. Perlahan, Yuri lalu memutar tubuhnya.

Tangis pilu Yuri pun pecah ketika ia tak melihat Donghae lagi di hadapannya.

"Oppa.....Oppaaaa....."

Yuri setengah berteriak memanggil Donghae. Tapi suaminya tak juga muncul lagi.

Besok adalah hari di mana tepat setahun peringatan kematian Donghae. Donghae meninggal setelah mengalami kecelakaan lalu lintas ketika pulang kerja larut malam. Dan walaupun setahun telah berlalu, Yuri masih belum bisa merelakan kepergian suaminya. Kadang ia merasa kalau suaminya masih hidup dan selalu di sampingnya. Ia bahkan terkadang tidak bisa membedakan antara kenyataan dan angan-angan.

Dan besok Yuri merasa tidak sanggup untuk melihat makam Donghae, karena dia masih ingin suaminya ada di dekatnya. Yuri masih ingin bersama Donghae selamanya, seperti janji yang diucapkannya di hari pernikahan mereka.

Tapi, Donghae hanya meninggalkan kenangan. Bahkan terlalu banyak kenangan yang Yuri bahkan yakin sampai kapanpun ia tak mampu untuk lupakan. Yuri juga tidak pernah ada niat untuk melupakan Donghae, karena bagi Yuri, sosok seorang Lee Donghae takkan pernah tergantikan.

Yuri merasa lelah setelah menangis sekian lama. Ia membaringkan tubuhnya di sofa sambil memeluk bantal dengan erat.

Yuri menutup matanya perlahan dan berbisik pelan, "Donghae Oppa, aku merindukanmu...."

Dan setetes air mata mengalir dari ujung matanya lagi..........................

Telah lama sendiri

Dalam langkah sepi

Tak pernah kukira bahwa akhirnya

Tiada dirimu di sisiku
Meski waktu datang dan berlalu sampai kau tiada bertahan

Semua tak 'kan mampu mengubahku

Hanyalah kau yang ada di relungku

Hanyalah dirimu mampu membuatku jatuh dan mencinta

Kau bukan hanya sekedar indah

Kau tak akan terganti

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Tikakyu #1
Chapter 1: Hah?!! Pantesan hilang mulu donghaenya, ternyata.....

hampir mau menangis.
Tikakyu #2
Chapter 1: Hah?!! Pantesan hilang mulu donghaenya, ternyata.....

hampir mau menangis.
fresh-salad
#3
Chapter 1: Udah bisa ketebak sih dari awal, tapi nyesekin itunya loh yang bikin keren :)
onlyulhae #4
Chapter 1: Ceritanya bagus :) terharuu banget sampe nangis beneran,udah ngira dari awal kalo donghaenya udh gak ada dan itu cuma halusinasinya yuri aja . Jadi nyeseknya kerasa dari awal yuri berhalusinasi sama donghae .