Lonely

ALONE
Please Subscribe to read the full chapter
CHAPTER ONE

“What is a friend? A single soul in two bodies.” —— Aristotle.

Seekor kupu-kupu terbang melayang di udara. Sayapnya melambai-lambai. Kadang ia terbang terlalu tinggi, kadang pula ia terbang terlalu rendah. Sampai ia tiba di sebuah bukit luas yang dikelilingi oleh berbagai macam bunga. Ia bebas bermain disana. Terbang kesana kemari dari satu bunga menuju bunga lain. Namun ternyata kenikmatan yang ia nikmati sendiri itu membawanya kepada ujung kematian ketika secara tiba-tiba ada sesuatu yang menimpa bunga yang sedang ia nikmati. Hingga bunga itu tertindih, dan kupu-kupu itu mati disana.

Dan kini lelaki itu yang menjadi sorotan. Byun Baekhyun.

Setelah jatuh menimpa tumbuhan bunga yang mekar segar itu, kerah seragam sekolahnya ditarik oleh seseorang yang berada di hadapannya. Dengan sekali tarik, seseorang itu mengeluarkan bogem mentahnya pada rahang Baekhyun entah untuk yang keberapa kalinya. Lelaki itu kembali tersungkur menimpa tumbuhan bunga tersebut. Kali ini segaris cairan merah segar keluar dari hidungnya. Darah.

Baekhyun menyeka cairan merah itu dengan ujung jari tangannya, dan menyeringai remeh pada cairan yang kini berpindah pada jari tangannya itu. Ia menengadahkan kepalanya. Memandang lelaki di hadapannya dengan pandangan meremehkan.

“Hanya segini saja kemampuanmu, eoh?!” teriaknya lantang.

Lelaki di hadapannya malah melotot marah. Dengan sekali sentakan lelaki itu kembali maju menghajarnya. BUGG!!~

“Setan! Kau benar benar brengsek!” umpat Sehun. Ia sudah benar benar tak tahan dengan sikap Baekhyun selama ini, dan momen seperti ini adalah satu satunya kesempatan untuk membalas apa yang selama ini Baekhyun lakukan padanya dan teman teman sekelasnya. Sebut saja,pelampiasan.

Lelaki itu kini menghajar habis-habisan lelaki yang sudah terpekur tak berdaya di atas tanaman-tanaman tak berdosa ini. Ia menghajar rahang kanannya, pindah ke rahang kiri, lalu ke rahang kanan lagi, dan terus berulang-ulang sampai keduanya mandi darah disana.
Baekhyun hanya diam. Sama sekali tidak membalas pukulan Sehun. Ia malah memejamkan matanya, seolah olah menikmati setiap tinjuan dari Sehun.

Sehun makin kesal karena tak ada pembelaan diri dari lawannya yang malah terus tertawa meremehkan kemampuan berkelahinya. Walau sudah bermandikan darah, Baekhyun terus tertawa dan tertawa setiap kali rahangnya ditinju abis-abisan.

Sehun semakin geregetan dan semakin menjadi-jadi pukulannya sambil meracau tidak jelas.

“Kau tak pantas hidup! Mati sana! Pergi ke neraka sekalian!” racaunya sambil terus memukul. Oh, andai saja ia bisa melenyapkan makhluk yang satu ini secepatnya. Mungkin ia akan merasa hidupnya damai setelah itu.

“Hahahahahaha. Neraka? Oh, tempat yang mengerikan itu?! Ayo, kirimkan aku kesana kalau kau bisa! Ayo, bunuh aku sekarang kalau kau bisa!. Hahaha.” Baekhyun tertawa menyeringai.

“Brengseeeeeek! Dasar setan! Iblis!” Sehun masih melayangkan tinjunya pada Baekhyun sambil mengeluarkan sederet kata kasar dan kotor lainnya. Ia benar benar akan membunuh Baekhyun saat ini juga.

Uniknya, Baekhyun masih tertawa.

Walau wajahnya kini benar-benar biru lebam, dan darahnya sudah terpercik kesana kemari mengenai seragamnya dan juga tanaman yang ia tindih, ia tetap tertawa.

Tertawa, adalah satu satunya hal yang dapat ia lakukan untuk menutupi seluruh rasa sakit yang membelenggu kehidupannya.

Ketika tiba tiba saja ia tak merasakan lagi tinjuan pada rahangnya, ia berhenti tertawa dan membuka matanya. Dan yang pertama kali ia lihat adalah wajah puppy face milik Chanyeol yang terlihat buram karena silau oleh cahaya matahari yang berada tepat di belakang lelaki itu. Lelaki itu menatap ke arahnya dengan cemas, berdiri di sebelah Sehun yang masih mengatur pernapasannya yang terengah dengan posisi lengan yang ditahan oleh tangan Chanyeol.

“Apa yang sedang kau lakukan?” tanya Chanyeol dengan suara lemah. Menatapnya prihatin, sedikit cemas menatap kondisi Baekhyun yang penuh darah seperti itu.

Baekhyun memejamkan matanya, mengutuk Chanyeol di dalam hati. Kenapa lelaki itu meski datang?

Baekhyun menegakkan tubuhnya. Dengan susah payah ia menopangkan lengannya di atas tanah sebagai titik tumpu agar ia dapat berdiri, tetapi ia goyah, tak mampu menahan lengannya. Chanyeol dengan sigap meraih salah satu lengan Baekhyun sebelum lelaki itu benar benar jatuh dan membantunya berdiri, sementara tangan lainnya masih menahan lengan Sehun.

Sehun menatap Baekhyun yang sedang dibantu oleh Chanyeol untuk berdiri dengan napas terengah, masih merasa sebal dengan kelakuan lelaki itu. Oh, ia juga sebal dengan Chanyeol, kenapa lelaki itu meski datang dan menghentikan ‘percobaan’ pembunuhannya?

Chanyeol melepas lengan Sehun dan mengedikkan dagunya ke arah gedung sekolah yang berjarak tak jauh dari mereka. “Kau pergilah.” pintanya. “Dan jangan lagi melakukan hal ini walaupun Baekhyun yang menyuruhmu.”

Baekhyun mendesis, menatap Chanyeol dengan kesal. Kemudian ia membuang mukanya, menatap ke arah lain, yang jelas bukan menatap Chanyeol yang sedang menatap kepergian Sehun ataupun Sehun yang kini sedang melangkah menjauh dengan langkah gontai karena lelah berkelahi dengan preman nomor satu di sekolah.

Chanyeol mengalihkan perhatiannya pada Baekhyun. Lagi lagi menatapnya dengan prihatin.

“Apa yang kau lakukan pada Sehun? Memintanya berkelahi denganmu lagi?” tanya Chanyeol dengan suara lemah. Sungguh, melihat Baekhyun yang terluka seperti ini saja membuatnya lemah, bagaimana bila lebih parah dari ini? seperti waktu itu? Chanyeol tak ingin membayangkannya lagi.

Baekhyun tidak menjawab, juga tidak mengalihkan pandangannya untuk sekedar menatap Chanyeol. Ia terlalu kesal sampai sampai ia malas untuk melihat wajah lelaki itu.

Chanyeol menghela napas, jawaban iya sudah terlihat jelas di mata Baekhyun. “Jebal, Baekhyunnie~ jangan lakukan hal ini lagi. Jangan meminta mereka untuk berkelahi denganmu lagi.” ucapnya memohon.

Kali ini Baekhyun melirik, dengan mata menyipit. Masih kesal. “Lalu aku berkelahi dengan siapa? Denganmu?”

“Iya. Denganku. Kau hanya boleh berkelahi denganku!” jawab Chanyeol tegas. Mengunci tepat manik matanya pada black pearl milik Baekhyun.

Baekhyun mendengus, kembali berpaling. “Aku bosan berkelahi denganmu.”

“Kalau begitu berhentilah berkelahi.”

“Berkelahi adalah hidupku.”

Chanyeol menatap Baekhyun dengan mata meredup. Tetapi sorot mata itu jelas jelas menyiratkan rasa kasih sayang. “Berkelahi bukan hidupmu. Kau hanya menjadikan ‘berkelahi’ sebagai alasanmu untuk mengakhiri hidup.” ujarnya lembut.

Baekhyun terdiam, diam diam membenarkan perkataan Chanyeol di dalam hati.

Lagi lagi Chanyeol menghela napas. Ia menatap wajah Baekhyun yang penuh lebam dan luka dimana mana. Ternyata kekuatan Sehun lumayan juga, hampir setengah wajah Baekhyun sudah bonyok tak keruan seperti itu. Mungkin karena dendam yang tertahan membuat lelaki itu dapat melumpuhkan wajah Baekhyun dalam hitungan menit.

“Kau tidak bisa kembali ke kelas dengan kondisi seperti ini.” ia mengalihkan pandangannya ke pagar tinggi yang menjadi pembatas antara sekolah dan jalan raya. “Tak ada pilihan lain, sepertinya kita harus pergi ke tempat hyung. Kurasa lebih baik kita membolos lagi untuk hari ini.”

–oOo–

Tao menatap Baekhyun yang sedang dituntun oleh Chanyeol untuk berbaring di sofa dengan ekspresi tidak percaya. Ia tersenyum miris melihat kondisi Baekhyun yang penuh luka seperti itu.

“Manamungkin kau kalah berkelahi?” Tao mendengus.

Chanyeol melirik Tao sekilas sebelum membantu Baekhyun untuk berbaring di sofa. Ia mengambil salah satu bantal kecil dan diletakkan di bawah kepala Baekhyun, sementara Baekhyun hanya meringis, mulai merasakan efek kesakitan akibat tinjuan Sehun tadi. Sialan, seharusnya ia tidak menyuruh Sehun, seharusnya ia menyuruh Chen saja, setidaknya lelaki itu tidak sepandai Sehun dalam berkelahi.

“Baekhyun tidak kalah. Dia hanya mengalah.” Chanyeol membela Baekhyun.

Baekhyun menatap Chanyeol sekilas dan tersenyum berterimakasih pada lelaki itu yang sudah membelanya, setidaknya lelaki itu tidak membiarkan harga dirinya jatuh di depan Tao karena kalah berkelahi. Oh, lagipula ucapan Chanyeol ada benarnya, ia memang sengaja mengalah. Ia memang sengaja membuat dirinya babak belur.

Tao melirik jam kecil di pergelangan tangannya. “Masih ada waktu sejam sebelum hyung pulang. Istirahatlah yang nyenyak. Tapi pastikan kalian segera bergegas pergi sebelum hyung datang atau kalian yang akan ‘ditendang’ keluar oleh hyung.”

Chanyeol mengangguk mengerti, ia tersenyum berterimakasih pada Tao. “Terimakasih atas tempatnya. Kami berhutang banyak padamu dan hyung.”

“Dengar, aku mengizinkan Baekhyun beristirahat disini karena kau yang memintanya. Bukan karena aku kasihan melihat sahabatmu itu.” Tao menekankan kata ‘sahabatmu’ pada kalimatnya. “Dan kalau kau merasa berhutang, cepatlah bayar dengan melakukan sesuatu untuk hyung. Kau sudah terlalu banyak mengkhianatinya. Beruntunglah kau karena aku masih baik padamu, Chanyeol hyung.” ujar Tao sambil berlalu keluar dengan ekspresi tidak peduli. Baekhyun menatap kepergian Tao dengan tatapan datar, lalu mengalihkan pandangannya pada Chanyeol.

“Kenapa kau membawaku kesini? Hyung pasti akan marah kalau tahu kita kesini.” ujar Baekhyun setelah pintu ditutup.

Chanyeol menolehkan wajah. “Karena hanya tempat ini yang dekat dengan sekolah. Aku tak akan sanggup melihatmu menahan sakit karena berjalan jauh menuju rumahmu. Setidaknya kau bisa beristirahat sebentar disini sebelum melanjutkan perjalanan pulang.” ia tersenyum kecil, menenangkan Baekhyun. Menggerakkan tangannya untuk menyeka luka di ujung bibir lelaki itu. “Tapi tenang saja, aku akan membawamu keluar dari sini sebelum Kris hyung datang. Sekarang kau istirahatlah.”

Baekhyun menahan lengan Chanyeol ketika lelaki itu hendak berdiri. Ia menatap puppy eyes milik Chanyeol dengan tatapan bersalah.

“Kenapa kau selalu datang di saat aku melukai diriku sendiri? Kenapa kau selalu datang membantuku?”

Chanyeol tersenyum tipis. “Bukankah jawabannya sudah jelas? Karena aku sahabatmu.”

Chanyeol menggerakkan tangannya mengelus rambut Baekhyun. “Saat kau bahagia, maka aku juga bahagia. Saat kau bersedih, maka aku juga bersedih. Dan pada saat kau terluka, maka aku juga terluka. Karena ada satu jiwa di dalam tubuh kita berdua.” ia tersenyum ketika mata Baekhyun mengunci tatapannya. “Jiwa persahabatan.”

Baekhyun terdiam beberapa saat. Tangannya yang masih menahan lengan Chanyeol tiba tiba terkepal, seiring dengan airmata yang mendesak di pelupuk matanya.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet