Malam itu

Letting go of your hand

 

 

             Melihatmu duduk disampingku sambil melihat keluar jendela bus. Ku genggam erat tanganmu sambil melihat wajahmu, “Kau tidak apa apa?” tanyaku. “Hmm” ia mengangguk pelan sambil tersenyum kepadaku. “Bagaimana audisimu? Apa kau lulus?” aku bertanya kepadanya walaupun aku sudah dengar dari semua teman sekolah bahwa ia lolos audisi untuk menjadi trainee di agensi tersebut.

            “Tiga pemberhentian lagi akan sampai ke rumah mu” Ia berkata sambil mengalihkan pembicaraan. Ku tatap wajahnya yang entah kenapa terihat sangat tampan malam itu dan masih menunggunya menjawab pertanyaan itu. “Ya, aku lolos audisi hari ini” Ia tersenyum sambil merapikan rambutku yang sedikit berantakan. Sebelum aku sempat berkata apa pun ia berkata, “Tidak usah kau khawatirkan”.

            Aku tahu seberapa besar keinginannya untuk debut, melihatnya latihan menari dan menyanyi setiap hari seusai sekolah dan aku jelas tahu bahwa hal sepele ini tidak boleh menghalanginya.

            “Aku tidak akan pergi ke Seoul” Ia berkata saat pintu bus terbuka untuk pemberhentian pertama. “Hey, lihat aku.. Kau harus pergi ke Seoul”, kugenggam tangannya lebih erat seraya melihat ke kedua mata indahnya. “Aku tidak akan meninggalkanmu disini, mungkin mereka benar. Mungkin ini hanya mimpi seorang anak kecil untuk berdiri diatas panggung”.

           

“Aku tidak tahu hari ini akan datang begitu cepat dan aku adalah orang yang mengatakan ini tapi.. Aku mohon, tinggalkan aku” air mataku terjatuh sambil melepaskan genggaman tangannya. Aku berdiri beranjak dari bangku bus malam itu dan mengangkat tanganku memberi isyarat kepada supir bus untuk menahan pintu bus itu sebelum tertutup kembali sambil mengelap air mataku.

            “Kau tidak perlu menemaniku pulang hari ini, atau esok dan seterusnya. Aku bukan siapa siapa mu lagi, tolong...” aku menangis di dalam bus itu sambil melihatnya terduduk diam di bangku yang sama. Ia memang seharusnya turun di pemberhentian pertama setiap hari tetapi setiap hari juga ia melewati pemberhentian itu demi menghantarkanku pulang.

            Ia berdiri beranjak dari bangku tersebut dan mencium pipiku sembari menghapuskan air mataku, “Aku tidak akan pernah meninggalkanmu”. Aku hanya berdiri menangis di depannya sambil memalingkan wajahku. Aku tahu ini sakit tapi ini yang terbaik untuknya, “Aku hanya ingin kau untuk selalu mengingatku bahwa aku pernah berdiri disampingmu walaupun hanya sebentar, walaupun suatu hari nanti kau bertemu dengan orang lain. Tolong, ingat bahwa aku pernah ada disampingmu” ia berkata sambil memelukku erat untuk yang terakhir kalinya. Ia mengambil ransel yang tergeleletak di bangku tadi dan berjalan menuju pintu bus, masih ku ingat suara langkah kakinya menuruni tangga tangga bus itu.

            Aku hanya ingin kau tahu bahwa sakit ini lebih parah dari pada mati.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
chaneus #1
Chapter 1: anjirrrr..... sakitnya kerasa:"(
jungdamy
#2
Chapter 1: aaaaaaak its too short authornim but but but i love it! I can feel it, really :''''