Move Back
Marquee Reflection“Sometimes it takes being away from someone for a while to realize how much you really need them in your life.”
-
Perasaan itu tak bisa kupungkiri lagi. Perasaan yang akhir-akhir ini kurasakan terhadap Jongin, perasaan yang membuatku uring-uringan dan bergejolak bimbang. Karena tetap, aku tak ingin mengungkapkannya.
Mungkin ada yang salah denganku. Kenapa kata-kata itu sangat sulit diucapkan kepada Jongin, yang jelas-jelas kami berdua merasakannya. Berbeda ketika yang terjadi antara aku dan Sehun, aku begitu gampang mengungkapkannya, bahkan saat itu belum tentu juga Sehun merasakan hal yang sama−nyatanya ia membalas perasaanku di ujung cerita. Bukan suatu hal yang besar.
Tapi dengan Jongin, semuanya terasa lebih sulit. Karena aku tidak ingin kembali ke masa lalu. Setidaknya aku berkeinginan begitu.
“Eunjoo?”
Aku memasukkan dompetku ke dalam tas dan menyeletingnya dengan cepat. “Tunggu sebentar.” Kataku memberitahu Yoomi yang sedang menungguku segera keluar dari ruangan. Kupakai sepatu bootku segera dan menghampiri Yoomi.
Kami menuju parkiran setelah itu, melaju ke jalanan saat ponselku berdering. “Halo?” sapaku.
“Halo, Joo, kalian sudah berangkat?” Kyungsoo bertanya dari seberang telepon.
“Sudah Soo, kalian di mana?”
“Aku dan lainnya sudah sampai, hati-hati di jalan, oke?” ia mengakhiri. Aku menoleh ke Yoomi yang sedang menyimak pembicaraanku dengan Kyungsoo dan berkonsentrasi di balik kemudi.
“Oke, sampai nanti.” Sambungan terputus setelahnya. “Mereka sudah sampai.” Laporku pada Yoomi.
“Baguslah, jadi mereka yang harus membereskan rumah kalo begitu, itulah kenapa kita harus datang telat.” Ia mengatakannya dengan tertawa dan kuputar bola mataku mendengar ide Yoomi.
Kami sedang dalam perjalanan ke villa milik Suho di pesisir pantai untuk merayakan pesta ulang tahun Jongin dan Kyungsoo. Suho dengan senang hati mengajak kami semua untuk datang dan memeriahkan, tapi kurasa yang datang hanya beberapa, mengingat kami tidak selalu memiliki waktu luang.
Ini bukan pertama kalinya kami berkunjung ke villa Suho, karena dulu saat masih SMA dan kuliah sesekali kami datang ke sini. Tapi ini pertama kalinya kami melakukannya lagi sejak wisuda dan memulai pekerjaan.
Yoomi menyetir dengan santai, mengatur kecepatan mobilnya tetap stabil, tidak ngebut tapi juga tidak lamban. Butuh waktu satu setengah jam untuk sampai di villa Suho karena lalu lintas yang padat dan macet di mana-mana. Sesampainya kami di villa Suho, Kyungsoo langsung menghampiri Yoomi dan membawakan tasnya, ia sempat ingin membantuku juga tapi aku menolak. Saat masuk ke dalam ruangan, aku melihat Jongin sedang berdiri di depan konter dapur dan ia menuju ke arahku. “Eunjoo!” Aku tahu apa yang akan terjadi saat Jongin merentangkan tangannya ke samping, tapi aku langsung memberikan tasku padanya untuk menghindari pelukannya.
“Tolong bawakan.” Kataku, memberikan tasku pada Jongin dan melangkah pergi ke kamar yang Suho siapkan. Aku tidak melihat ekspresi Jongin saat itu dan menuju ke kamar sesegera mungkin. Jongin masuk setelahnya, meletakan tasku di atas kasur.
“Ayo ke halaman belakang, kita harus segera bersiap-siap.” Jongin menungguku di ambang pintu, lalu mengikutinya ke tempat pesta akan segera di selenggarakan.
Kulihat Kyungsoo dan Jongdae sedang mengasapi daging di atas pembakaran dan lainnya menyiapkan tempat makan. Yixing dan Nayoung membuat sop di balik kompor portable, Suho dan Yoomi membilas sayuran di balik jendela kaca. Aku berdiri di sebelah Tao dan Wufan yang sedang mengangkat kursi tambahan. Aku mendekati Yoomi untuk mencari tahu apa yang bisa kulakukan di sana.
“Sudah, duduk saja. Semuanya hampir beres.” Katanya mengusirku.
Apa boleh buat aku hanya duduk di kursi yang baru saja Tao letakkan, yang letaknya berjauhan dari Jongin. Ia membuka kotak berisi ayam goreng di atas meja dan mengambilnya sepotong.
“Jongin! Jangan sentuh apapun! Kau belum boleh memakannya!” Suho berteriak dari dalam ruangan. Jongin hanya mengangkat bahu dan menjejalkannya ke dalam mulut.
“Tapi sudah kumakan.” Katanya datar, memasang tampang tak bersalah. “Lalu harus bagaimana? Apa harus kukeluarkan?”
Aku menggeleng cepat, dasar kekanak-kanakan.
“Idiot! Mana mungkin! Kau hanya boleh makan satu saja!” Suho berkacak pinggang, mendelik pada Jongin seolah Suho adalah ibu yang sedang marah karena anaknya nakal.
Jongin menjulurkan lidah pada Suho, membuat Suho merutuk dan melanjutkan pekerjaannya lagi. Yang lainnya hanya menanggapi Jongin biasa saja, karena ia selalu berperilaku begitu jadi lebih baik mengabaikan apa yang Jongin lakukan dan membiarkan Suho yang mengatasi pada akhirnya. Benar-benar tidak berubah.
Aku beranjak dari tempat dudukku dengan kesal dan menghampiri kotak ayam goreng itu saat Jongin mengulurkan tangan untuk mengambil potongan yang lainnya.
“Sisakan untuk yang lainnya, Jongin.” Aku menampar tangannya, Jongin terkejut melihatku tiba-tiba ada di sebelahnya. Bisa kurasakan kini mata mereka semua tertuju padaku dan Jongin karena suasana menjadi hening seketika.
“SKAK MAT!” Jongdae berteriak dari samping pembakaran, mengacungkan sumpitnya ke udara. Yoomi tertawa dari balik jendela kaca dan mereka mulai bergumam lagi merutuk pada Jongin.
Jongin mendelik pada Jongdae sementara aku mendelik padanya. Ia mengalihkan pandangannya dari Jongdae dan menatapku ragu-ragu. “Aku kan hanya makan beberapa potong, Eunjoo.” Katanya membela diri, kurampas potongan lainnya yang baru ia ambil dan meletakannya kembali ke dalam kotak, membuat Jongin cemberut seolah barang kesayangannya baru saja direbut.
“Kau? Kim Jongin. Manusia paling rakus kalau sudah berhubungan dengan ayam goreng, mana mungkin kau akan menyisakannya untuk yang lain?” desisku, membuat orang-orang di belakangku tertawa mengejek pada Jongin.
Jongin menautkan alisnya, memprotes apa yang kulakukan. “Ambil saja kalau begitu! Aku bisa membelinya sendiri beratus-ratus kotak lagi!” serunya.
“Oke, kau, beli sendiri. Kau tak bisa memakannya lagi.” Aku mengangkat kotak itu dan menentengnya menjauh dari Jongin. Kulihat Yixing dan Nayoung mengangkat jempol mereka dan aku tersenyum puas.
“Aku akan beli nanti! Awas saja kau, Eunjoo!” Jongin mengerang dan masuk ke dalam ruangan, menghentakan kakinya keras-keras dan memanyunkan bibir sepanjang jalan.
“Kau memang tak tertandingi, Joo.” Ujar Kyungsoo menggelengkan kepalanya tidak habis pikir.
“Kau harus sering-sering melakukannya, dia harus diberi pelajaran.” Jongdae menambahi.
“Tak kusangka lelaki brengsek seperti dia akan kalah mental hanya karena ayam goreng.” Yixing dan Nayoung ikut menimpali.
“Dia bukan lelaki, dia hanya bocah pembuat onar yang tidak tahu malu.” Suho menegaskan.
“AKU MENDENGAR SEMUANYA!” Jongin meraung dari dalam ruangan saat kami selesai mengolok tingkahnya yang kekanak-kanakan. Lalu kami tertawa karena mengolok Jongin selalu menjadi episode menyenangkan tersediri yang tak bisa kami lewati. Kalau keadaannya begini, aku mengamini apa yang Suho katakan, Jongin memang masih bocah.
-
Perayaan berlangsung saat malam tiba, langit jingga yang mulai menghitam memayungi kami dan nyanyian ulang tahun mulai berkumandang.
Jongin dan Kyungsoo berjejer di depan kue tart berukuran sedang yang di atasnya terdapat lilin-lilin kecil dalam jumlah yang banyak. Setelah mereka membuat harapan, api di atas lilin-lilin tertiup oleh napas yang mereka hembuskan. Kami bertepuk tangan meriah, memeluk mereka yang berulang tahun satu per satu. Tapi aku tidak ikut melakukannya. Kupandangi Jongin yang sedang tertawa lebar bercanda dengan Tao dan Yixing.
Kyungsoo memotong kuenya dan memberikan potongan pertamanya pada Yoomi. Saat giliran Jongin memberikan potongan pertamanya, ia tidak menatapku. Bukannya aku berharap ia akan memberikannya padaku, tapi karena hampir seluruh padangan mata tertuju padaku dan menginginkan Jongin untuk memberikannya padaku. Tapi Jongin berpikiran lain, ia justru memberi potongan pertamanya pada Suho, walaupun begitu kami semua tetap bertepuk tangan meriah menyingkirkan pertanyaan-pertanyaan yang muncul di kepala kami masing-masing.
Sedikit di dalam hati aku kecewa karena ia memberikan potongan pertamanya pada Suho, sekalipun aku tidak menginginkan Jongin memberikannya padaku. Lalu kenapa aku kecewa? Entahlah.
Yoomi memberikan sebuah kotak pada Kyungsoo, sebagai hadiah ulang tahun. “Apa ini?” ucapnya sambil membuka kotak itu, lalu tersenyum lebar setelah melihat isinya.
“Tiket liburan ke Jepang.” Jongin bersuara memberitahu apa yang ada di dalamnya, membuat kami semua bergumam ikut senang dan iri dalam waktu bersamaan.
Setelah itu kami memakan makan malam yang sebelumnya telah di persiapkan, Suho menyiapkan beberapa kaleng soda dan bir yang telah diletakkan di atas meja. Kulihat Jongin tidak menyentuh ayam goreng yang sebelumnya menjadi permasalahan sama sekali, membuatku mengernyit bingung dan merasa bersalah karena aku yang membuatnya mengatakan ia tidak akan memakan ayam goreng itu lagi.
Yoomi memberiku tatapan yang sama sepertiku, aku hanya mengangkat bahu. Tidak punya ide kenapa dia melakukannya.
“Saatnya menonton!” Tao berteriak menyalakan televisi dan mulai menyetel DVD yang ada di genggamannya. Kami mengatur duduk kami di atas sofa dan mengambil beberapa makanan ringan untuk menemani kami menonton.
Aku baru saja mengambil sekaleng soda saat melihat Jongin diam-diam menyelinap pergi dari ruang tamu yang kini gelap. Kutunggu selama sepuluh menit untuk melihat Jongin kembali, tapi ia tak kunjung datang. Jadi aku menyusulnya ke luar ruangan, tidak lupa juga membawa kotak ayam goreng dan soda yang sebelumnya tak tersentuh olehnya.
Kulihat Jongin sedang duduk di kursi santai yang menghadap langsung ke pantai. Aku duduk di sebelahnya, berdeham untuk mengalihkan perhatiannya, tapi Jongin tidak bergeming sedikitpun menyadari kedatanganku.
Kuambil sepotong ayam goreng dari kotak di tanganku dan menjejalkannya ke dalam mulut, mengunyah daging yang kumakan dengan suara keras, masih mencoba untuk mengalihkan perhatian Jongin. “Aku tahu kenapa kau sangat menyukai ayam goreng, karena yeah, memang selalu enak.” Kataku melantur, tidak begitu yakin apa yang kukatakan tidak terdengar konyol.
Jongin tetap terdiam, bahkan ia tidak mengedipkan matanya sama sekali. Aku mengulurkan tanganku ke depan mulutnya, mencoba untuk menyuapinya. “Jongin, aaa...” aku meniru apa yang biasanya orang lakukan saat sedang menyuapi. Tapi ia mengalihkan wajahnya dan menolak apa yang kulakukan. “Ayolah Jongin... makan ayam gorengnya, kau kan sangat maniak ayam goreng kenapa kau tiba-tiba tidak ingin memakannya?” rengekku, melayangkan ayam goreng itu di depan wajahnya. “Jangan membuatku merasa semakin bersalah karena kau tidak memakannya.” Karena Jongin tidak memakannya, jadi ayam goreng itu kejejalkan lagi ke dalam mulutku. “Aku tidak bermaksud mempermalukanmu, kau tahu, kan? Kau boleh marah padaku karena aku sudah keterlaluan.” Ujarku pasrah, tidak tahu lagi bagaimana harus mengalihkan perhatian Jongin secara halus.
Tapi di luar dugaan, Jongin mengalihkan tatapannya padaku, menatapku ke mata. Aku membalas tatapannya dan memberitahunya melalui mataku bahwa aku benar-benar tidak bermaksud melakukannya. “Aku tahu.” Katanya akhirnya. “Aku tidak marah padamu, Eunjoo.” Ia melanjutkan.
“Lalu kenapa kau tidak ingin memakannya?” tanyaku.
“Siapa bilang aku tidak ingin memakannya? Seperti yang kau bilang sebelumnya, aku maniak ayam goreng. Tak ada yang bisa menandingiku.” Tegasnya, membuka mulutnya agar aku bisa menyuapkan ayam goren
Comments