Fluttered
Marquee ReflectionSeptember
Oktober
November
Desember
-
Aku melanjutkan hidup. Tentu saja, karena aku masih hidup. Dan itu yang membuatku terkejut karena aku masih hidup. Ketika sebelumnya aku mengira aku tak akan bisa hidup lagi tanpa cinta dari Sehun, tapi toh nyatanya aku baik-baik saja−setidaknya aku berusaha untuk baik-baik saja.
Lembaran hidup yang baru kembali terbentang tanpa adanya Sehun, aku menjadi terbiasa untuk melakukan segala sesuatunya tanpa Sehun juga, tepat seperti pasca perpisahanku dengan Jongin dulu, melakukan segala sesuatunya seorang diri, tanpa ketergantungan pada apapun, terkatung-katung tanpa cinta, menjalani hidup yang kuanggap sangat monoton. Tapi aku tidak keberatan, setidaknya mengetahui aku masih bertahan menjalani hari-hariku tanpa bermuram durja, nongkrong dengan Yoomi dan Kyungsoo, makan bersama dengan ibu, itu sudah nilai plus untukku.
Waktuku berlalu dengan semestinya. Aku berperilaku normal seperti seharusnya, melakukan segala sesuatunya dengan penuh percaya diri−karena aku harus meyakinkan diriku sendiri bahwa aku bisa melakukan semuanya dengan baik, berseteru dengan masa lalu yang merangkulku di keadaan saat ini, membuatnya tercampur menyesakkan. Kehadiran Jongin memang berpengaruh banyak di bulan-bulan kekosongan itu, menghantarkanku pada masa lalu yang sekali lagi kembali kuutarakan.
Aku terkejut pada diriku sendiri saat aku merengkuh kotak penuh kenangan kami berdua di masa lalu, menemukan cerita yang hanya aku dan Jongin miliki, membalik lembar demi lembar foto yang kami ambil di manapun, kapanpun. Di sekolah, di taman kota, di sungan Han, di rumah nenek Jongin, di vila pantai milik Suho, di kemah musim panas, di club, di seluruh tempat yang pernah kami kunjungi. Rasanya tidak begitu buruk mengetahui aku masih menyimpan mereka.
Tahun hampir berganti, yang rasanya baru saja dimulai kemarin. Mengantarkanku pada perenungan rutin yang biasa kulakukan di penghujung tahun. Natal hampir tiba, menyuguhkan suasana damai yang berlangsung sepanjang hari. Membuatku lebih tenang dalam kondisi tertentu. Aku tidak mengatakan aku masih tak bisa move on dari Sehun, tapi mengingat bekas cintanya yang ada di dalam hati ini belum menghilang sepenuhnya, terkadang aku merasa rindu padanya. Walaupun aku membatasi pergerakkan hatiku padanya dan terus menyadarkan diri bahwa Sehun tidak lagi berjodoh denganku. Tapi aku tak bisa menolak perasaan yang tiba-tiba muncul itu, membuatku meringis tipis, mengingat saat-saat yang pernah kami berdua lalui.
Manis. Sangat manis.
Tapi ketika manis itu terlalu banyak, yang ditimbulkan justru pahit, kan? Dan pada akhirnya cinta kami berdua memang pahit. Setahun yang lalu, tepat setelah Natal, ketika ia memberitahuku yang sebenarnya, siapa Junhee dan apa yang terjadi di antara mereka berdua. Menegaskan posisiku selama ini di antara mereka, membuka mataku lebih lebar pada kenyataan kecut yang menyakitkan.
Last Christmas I gave you my heart, but the very first day you gave it away.
This year to save me from tears, I’ll give it to someone special.
Musik berputar dari dalam kafe, membawaku kembali ke saat itu, tepat setahun yang lalu. Tersenyum saat lagu yang sedang berkumandang mengingatkanku dengan apa yang terjadi antara aku dan Sehun. Merasakan hatiku mengkeret perlahan karena ingatan menyakitkan itu. Kalau saja aku tidak bertemu dengan Sehun saat reuni dulu. Kalau saja aku tidak meladeninya sejak awal. Kalau saja aku tak perlu mengunjungi reuni bersama mereka. Semua ini pasti tidak akan terjadi, aku tidak perlu merasakan kesakitan yang lain. Cukup dengan kesakitan yang Jongin berikan. Tapi nyatanya keadaan berkehendak lain.
Tapi kalau aku tidak bertemu dengan Sehun saat itu, aku tidak akan di sini sekarang, memikirkan apa yang terjadi setahun yang lalu dan Sehun tak akan membuatku menjadi diriku yang sekarang. Seseorang yang mengerti kalau cinta memiliki kehendaknya sendiri dan tak bisa dipaksakan.
Beruntung dan tidak beruntung bercampur menjadi satu kalau disangkut pautkan dengan kehadiran Sehun. Natal lalu, aku memberikan hatiku pada Sehun, tapi tepat setelah itu ia menghancurkan hatiku. Tahun ini demi menyelematkanku dari tangis yang mungkin tak berujung, aku harus memberikannya pada seseorang yang spesial. Dan aku perlu tahu siapa seseorang spesial itu.
“Halo?” suara yang sangat kukenal mengalun dari ponsel yang kuletakkan di telinga. Tanpa sadar, tanganku menekan kontak Jongin dan memanggilnya saat itu, tersenyum saat suaranya yang berat menembus gendang telingaku.
“Hei..” ucapku ragu-ragu, tidak tahu apa yang akan kukatakan karena aku tidak tahu kenapa aku menghubunginya. “Kau sedang apa?” tanyaku, menyadari itu adalah kata-kata yang selalu ia lontarkan padaku. Menggigit bibir cemas karena aku meniru apa yang ia lakukan, kupejamkan mata berharap ia tidak mendengar ucapanku.
“Aku... aku sedang bersama Yixing. Kenapa, Eunjoo?” Jelas ia mendengar apa yang kukatakan, kuhela napas lega karena ia tak mencurigai pertanyaanku sebelumnya. “Kau terdengar sangat aneh.”
Salah. Ia menyadarinya.
“Eh... benarkah? Tidak ada apa-apa, aku hanya... aku hanya...” aku terbata mencari kata yang tepat. Tapi tidak menemukannya, “Ah, sudahlah. Selamat Natal, Jongin!” aku mengakhiri.
Jongin terdiam tidak langsung menjawab, “Selamat Natal, Eunjoo.” Pungkasnya. Dan aku langsung mengakhiri panggilan kami. Kupandangi jalanan bersalju yang terlihat dari dalam kafe, meremas ponselku dengan cemas. Apa yang terjadi denganku?
Kugigit bibirku dan berkedip dalam tempo yang tidak beraturan, mengetuk-ngetuk cangkir kopi dengan gerakan cepat dan lirih, mencoba untuk meredakan rasa bergejolak di dalam perut yang membuatku mulas.
Aku beranjak dari tempat duduk, meninggalkan kopi yang belum terseruput sedikitpun. Kakiku melangkah dengan cepat, melalui orang-orang yang berjalan santai di trotoar. Perutku masih mulas saat mataku menangkap sosok seseorang yang kukenali, tanpa memastikannya dua kali aku akan langsung tahu siapa orang itu.
Sehun dan Junhee sedang berjalan berangkulan di seberang trotoar. Aku menghindari kontak secara langsung dengan mereka, tapi Sehun menangkap tatapannya padaku yang tak bisa kuabaikan. Mereka berdua sedang tertawa bersama, Junhee menggerak-gerakkan tangannya sambil terus berbicara tentang suatu cerita yang membuat Sehun terus tertawa. Episode yang tak pernah terjadi di antara aku dan Sehun.
Ia menatapku dari kejauhan, melayangkan senyumannya yang hangat untukku. Kubalas senyumannya dengan lambaian tangan singkat yang ia tangkap. Ia hanya menganggukan kepalanya membalas lambaianku dan terus berjalan bersama Junhee menyusuri trotoar. Setelah mereka berlalu, aku melanjutkan jalanku tanpa menoleh kembali pada mereka.
Kelihatannya semua orang bahagia saat ini. Menghabiskan waktu di hari penuh kedamaian bersama orang yang kita sayangi memang pilihan yang tepat.
Kurogoh ponselku saat kuterima pesan di kotak masuk. Selamat Natal, Eunjoo sayang. Begitu tulis ibuku. Aku membalasnya singkat dengan cepat.
Selamat Natal juga, ayah, ibu. Dan kakak juga. Senyum terukir di bibirku, kuberikan khusus untuk orang-orang yang sangat kusayangi. Sayang sekali karena aku tak bisa merayakan Natal dengan mereka, seperti yang terjadi setiap tahun.
Entah bagaimana jalanan jadi terlihat lebih terang saat aku mendongak dari ponselku, melihat ke sekeliling saat sebuah kedai kopi yang malam sebelumnya sudah ingin ku kunjungi menarik perhatianku. Sejak beberapa bulan terakhir aku lebih senang berjalan-jalan tanpa arah di pusat kota, mencoba makan dan minuman yang belum kunikmati sebelumnya. Melakukan itu terasa menyenangkan.
Kedai bertuliskan Sparkle besar di bagian depan itu terlihat sangat menenangkan begitu aku masuk ke dalamnya. Suasananya klasik dan kulihat beberapa orang sedang mengobrol di meja bundar yan
Comments