Chapter 1/3

you never realize what you have (until it's taken away)

Sinar matahari pagi menimpa wajah Yifan yang hampir bak malaikat, kalau saja rambutnya tidak awut-awutan dan matanya tidak setengah terpejam saat tidur. Lama-kelamaan, sinar matahari yang datang langsung dari jendela tepat di samping tempat tidurnya menyengat matanya dan mau tidak mau ia terpaksa bangun. Masih dalam keadaan mengumpulkan nyawa, dalam hati ia sudah menyumpah-serapahi Yixing yang memiliki ide untuk memindahkan tempat tidur ‘mereka’ di samping jendela. ‘Biar kita bisa bangun pagi dan nggak ada yang telat masuk kuliah!’ ujar Yixing.

Sialan.

Yifan tidak ingat kenapa ia bisa setuju dengan usulan teman sekamarnya itu, padahal ia sendiri benci dengan sinar matahari pagi yang selalu memaksanya untuk bangun. Mungkin karena senyum dan lesung pipinya, hatinya mengingatkan. Yifan mengerang.

Sebab kenapa ia sendiri selalu lemah terhadap permintaan Zhang Yixing adalah misteri yang perlu dipecahkan.

Omong-omong soal Yixing, Yifan mencari sosok orang yang biasanya tidur seranjang dengannya itu dengan menjulurkan tangannya ke samping dan menepuk-nepuk sisi tempat tidur yang biasa ditempati Yixing, hanya saja ia menemukan tempat itu kosong dan dingin.

Yixing sepertinya tidak pulang ke dorm sama sekali tadi malam dan hal ini langsung membuat Yifan bermuka masam. Yifan meraih handphonenya di meja nakas untuk mengecek waktu—yang menunjukkan pukul 7:55 pagi. Jika di hari Sabtu pagi Yixing tidak pulang, maka Yifan memiliki firasat ia tahu di mana Yixing berada sekarang.

Setelah nyawanya terkumpul, ia mengayunkan kaki panjangnya ke pinggir tempat tidur dan menuruninya, lalu berjalan gontai ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelah ia berganti pakaian dengan baju santai, moodnya sedikit lebih baik dan ia menuju ke dapur kecil untuk membuat minuman. Ia meraih dua mug yang dinding dalamnya sudah terdapat bekas noda karena sering ia dan Yixing pakai. Ia membuatkan kopi untuk Yixing dan susu putih untuk dirinya sendiri. Ia membuka kulkas untuk menemukan makanan yang bisa dijadikan sarapan dan ia tidak menemukan apapun kecuali sebonggol buah pisang. Ia mencatat dalam pikiran untuk pergi membeli bahan-bahan makanan nanti dan untuk sementara sarapan dengan dua buah pisang.

Yifan membawa dua mug dan dua buah pisang di tangannya dan menuju ke lab komputer kampus. Ya, ia yakin Yixing berada di sana karena di sanalah Yixing biasanya mengerjakan pekerjaan lemburnya (karena laptopnya rusak dan komputer di lab memiliki sinyal internet paling kencang seantero kampus).

Benar saja. Sesampainya di lab komputer, ia menemukan Yixing sebagai satu-satunya pengunjung lab itu yang kini tertidur di depan komputer nomor 10. Ia berjalan mendekati sosok yang masih tertidur itu dan meletakan barang bawaannya di meja komputer. Sejenak ia mengamati Yixing yang dengan imutnya tertidur di atas keyboard sebelum ia memutuskan untuk membangunkannya.

“Hey…” Yifan dengan lembut mengguncang bahu Yixing, “bangun, Xing.”

“Mmhmh?” Yixing menggeliat bangun dan dengan mata masih setengah terpejam ia kembali duduk tegak di kursinya. “F-fan?”

Yifan tidak dapat menahan tawa melihat cap keyboard di pipi Yixing dan sedikit bekas air liur di dagunya. Melihat ekspresi Yifan, Yixing menatap teman sekamarnya itu dengan horor dan langsung mengucek-ucek wajahnya dengan lengan kemejanya yang kusut.

“Ya Tuhan! Jam berapa sekarang?”

“8:37,” Yifan menginfokan sambil meraih kursi di samping Yixing untuk duduk.

 “Apa???” Yixing dengan frustrasi segera menggesek-gesekkan mouse agar layar komputer kembali hidup. Ia memandang esai bahasa inggrisnya dengan pasrah. “Deadlinenya pagi ini jam 10.”

Yifan melihat ke arah layar komputer dan mendapati kursor berkedip-kedip di bab kesimpulan.

“Itu hampir selesai,” ucap Yifan sambil menyeruput susu putihnya.

“Iya, sedikit lagi,” ujar Yixing sambil cemberut, “tapi aku belum mengoreksi grammar dan siapa tahu masih ada yang typo.”

Yifan menghela napas. “Sini, aku yang selesaiin,” tawar Yifan sambil memberi sinyal agar Yixing pindah dari tempat duduknya di depan komputer. Yixing pun menurut.

“Yay! Aku bisa apa tanpamu, ge?” sorak Yixing yang dengan nada ceria.

Yifan tersenyum kecil. “Biar melek, kamu minum kopi buatanku gih sambil dikte apa aja yang mau kamu tulis di kesimpulan, nanti grammarnya aku beresin.”

“Okay, terima kasih fanfan ge,” ucap Yixing sambil meraih mug kopinya.

Yifan memberinya kedipan satu mata sebelum menghadap layar komputer.

“Oh iya, itu kopinya masih panas jadi harus diti-“

“Ow!”

“-up dulu.”

Yifan mengembalikan perhatiannya ke Yixing dan mendapati lelaki yang lebih muda darinya itu sedang mengipas-kipasi lidahnya yang terbakar.

Silly boy,” komentar Yifan sambil mendekatkan diri ke arah Yixing dan tanpa ragu meniup lidahnya.

Yixing terkejut sekaligus lega ketika merasakan napas segar Yifan terasa sejuk di lidahnya. Awalnya ia merasa tidakan itu cukup polos sampai ia menyadari apa yang sebenarnya dilakukan Yifan.

Yixing dengan cepat menarik kembali lidahnya.

“Hm? Sudah baikan?” Saat itu juga Yixing menyadari betapa dekatnya wajah mereka dan ia dengan spontan memundurkan kursi berodanya.

“Heheheh,” Yixing menahan diri untuk tidak tersipu, “yeah…”

“Ok.” Yifan mengangguk singkat dan kembali menghadap layar komputer.

Sesuai perjanjian, Yixing mendikte bagian kesimpulan dan Yifan mengetiknya serta mengoreksi grammar. Kemampuan bahasa inggris Yixing cukup bagus, walau tidak sefasih Yifan yang masa kecilnya tinggal di Kanada. Selagi bekerja, Yixing mengamati betapa tampannya wajah Yifan saat berkonsentrasi. Ia terpesona pada lelaki yang lebih tua darinya itu karena selalu menyelesaikan tugasnya jauh-jauh hari, tidak seperti dirinya yang selalu menyelesaikan apapun di menit-menit terakhir.

“Selesai!” ucap Yifan sambil menyimpan file esai tersebut.

“Uwaaah… sekali lagi terima kasih ge!” ucap Yixing sambil memeluk tubuh Yifan singkat karena menyadari dirinya belum mandi. Menurut Yifan sih, lama juga nggak masalah.

“Iya, sama-sama,” Yifan menepuk rambut Yixing. “Dikirim sekarang?”

Sebelum Yixing sempat menjawab, seseorang tiba-tiba menusukkan jari telunjuknya ke pipi Yifan, membuatnya menoleh dan membentuk lesung pipi buatan.

“Yehet!”

Lalu orang itu—Sehun—memeluk Yifan dari belakang. “Met pagi, mama, papa!”

Sontak Yifan dan Yixing tertawa karena tingkah dan ucapan Sehun. “Pagi juga, Sehun-a!” sapa mereka berdua.

“Tapi kami bukan mama papamu, okay?” protes Yifan.

Yixing memilih untuk tidak berkomentar. Ia meraih mouse dan segera mengirim esainya ke alamat email professornya, tepat lima menit sebelum deadline.

“Tapi kalian bertingkah seperti orang tuaku!” protes mahasiswa baru yang akrab dengan mahasiswa semester tiga dan lima itu.

Saat itu Yifan menawari Yixing pisang yang telah setengah jalan ia makan dan Yixing menggeleng. Yifan hanya meringis dan melanjutkan acara ‘sarapannya’.

“Tuh kan!” ujar Sehun kesal melihat adegan di depannya.

“Kami cuma melakukan apa yang sahabat dan teman sekamar lakukan,” ucap Yifan ringan.

Sehun menggeleng, menggumam “terserah” lalu berjalan menuju komputer yang agak jauh dan menyalakannya, tidak mengacuhkan kedua orang yang menolak dipanggil sebagai mama papanya.

Atau lebih tepatnya hanya Yifan yang menyanggah, karena Yixing sendiri sudah meragukan apakah yang mereka lakukan masih sebatas sahabat dan teman sekamar.

“Oh iya, Xing, persediaan makanan kita sudah habis. Nanti kita ke supermarket bareng ya!” ucap Yifan dengan mulut penuh pisang.

Yup, mereka benar-benar cuma sekedar teman sekamar.

 

*

 

Sedikit menapak tilas, hubungan Yifan dan Yixing berawal ketika mereka masih duduk di bangku SMA. Saat itu sekolah mereka mengadakan kontes menulis lirik lagu angkatan yang selalu diadakan setiap tahun, dan karena Yixing pernah memenangkannya pada tahun pertamanya, maka di tahun kedua ia optimis untuk memenangkannya lagi. Tanpa di sangka, yang keluar sebagai juara pada tahun itu adalah kakak kelas tingkat tiga bernama Wu Yifan. Yixing mengenali nama itu sebagai kapten basket sekolah mereka yang selalu tampak dingin. Bukannya kesal, Yixing justru menjadi penasaran terhadap sosok sang juara itu.

Yixing menelaah lirik lagu buatan Wu Yifan yang ternyata lebih mirip sebuah puisi. Namun ia sendiri tidak menyangkal bahwa pilihan katanya membuat lirik lagu tersebut memiliki makna yang dalam.

Yixing pun memberanikan diri untuk menemui kakak seniornya itu dan bertanya kapan ia akan membuat liriknya menjadi sebuah lagu—dan mendapati Wu Yifan tidak tertarik sama sekali untuk melakukannya. Ia sendiri tidak pernah berniat mengumpulkan puisinya untuk kontes menulis lirik lagu karena itu semua kerjaan teman-temannya.

Yixing merasa tidak terima dengan tanggapan itu. Lalu dengan bujukan kepala sekolah (ya, Yixing sampai mengadu ke kepala sekolah), akhirnya mereka berdua pun berkolaborasi; Yifan menulis lirik dan Yixing yang mengaransemen lagunya.

Sejak itu mereka sering bertemu dan Yixing jadi mengenal Wu Yifan lebih baik. Ternyata image dingin dan angkuhnya hanya di luarnya saja, karena semakin mengenal Yifan, Yixing jadi tahu kalau kakak seniornya itu ramah, hangat, konyol, dan terkadang memalukan. Yifan juga menjadi orang yang lebih terbuka terhadap Yixing.

Mereka pun mementaskan karya mereka di malam perpisahan angkatan Yifan. Yixing masih ingat rasa sesak di dalam dadanya ketika menyadari ia akan berpisah dengan orang yang telah menjadi sangat dekat dengannya dalam beberapa bulan terakhir. Namun, pesan Yifan saat itu menenangkan dirinya; “Belajar yang rajin dan aku tunggu di Universitas M ya,” ujar Yifan malam itu sambil mengacak rambut Yixing, “lalu setelah itu mungkin kita bisa terus mengarang lagu bersama.”

Walaupun mereka berdua sangat tertarik pada musik, mereka sepakat untuk tidak masuk ke jurusan musik karena musik hanyalah hobi mereka. Lagipula, Yifan dituntut oleh ayahnya untuk kuliah di jurusan Hukum. Sedangkan Yixing (satu tahun kemudian), masuk di Universitas M jurusan HI.

Sejak minggu pertama Yixing berada di Universitas M, ia jadi sering mengunjungi dorm Yifan yang berada di satu lantai di atasnya. Mereka mulai mengarang lagu lagi di sela-sela kesibukan mereka sebagai mahasiswa dan pada akhirnya membentuk sebuah band yang terdiri dari Yifan, Yixing, Jongdae (teman sekamar Yifan), Chanyeol (teman satu jurusan dengan Yifan), Luhan (teman sekamar Yixing) dan Baekhyun (teman satu jurusan dengan Yixing).

Yixing sering kali muncul di pintu Yifan tanpa diundang untuk alasan lain selain mengarang lagu, dan karena frekuensi kunjungannya mendekati hampir setiap hari, maka dorm Yifan lama kelamaan terisi dengan barang-barang milik Yixing yang seringkali—entah lupa atau sengaja—tertinggal. Dorm itu makin terlihat seperti milik Yixing daripada kamarnya sendiri dan pada akhir semester satu, Jongdae pun (dengan senang hati) tergusur dan kini tinggal bersama Zitao, mahasiswa transfer dari Cina.

Semua teman dekat mereka sepakat kalau dorm yang ditinggali Yifan dan Yixing sudah mirip dengan ruangan pasangan yang berumah tangga (“Kurang foto pernikahan di dinding saja,” komentar Jongdae). Bahkan sudah tidak rahasia lagi kalau mereka berdua tidur di atas satu ranjang—yang bermula dari kegemaran Yixing memeluk orang saat tidur. Mereka hanya menggunakan tempat tidur Yifan, sedangkan tempat tidur yang satunya menjadi tempat Yixing meletakkan baju dan jaket yang telah dipakainya setengah hari, gitar, berkas lirik serta aransemennya, dan buku-buku textbook mata kuliahnya. Di antara mereka, Yifan yang lebih sering menginisiasi untuk merapihkan kamar, sedangkan Yixing akan membalasnya dengan memasak untuk mereka berdua.

Walau demikian, status mereka tidak lebih dari teman dekat, atau lebih seperti kakak adik, dan tentunya, teman sekamar.

Fakta itu yang akhir-akhir ini membuat Yixing resah.

 

*

 

“Luhan ge?”

“Hmm ya?”

“Gimana sih rasanya jatuh cinta?”

Luhan tersedak ketika sedang menyeruput bubble milk taronya dan Minseok, pacarnya, mengambilkan tisu dan menyeka minuman yang menetes menuruni dagunya.

Thanks babe,” ucap Luhan, Minseok hanya tertawa kecil dan kembali mengetik di laptopnya.

“Yixing, haruskah aku mengatakannya di depan pacarku sendiri?”

Minseok berkomentar sebelum Yixing sempat menjawab, “coba saja, aku ingin dengar.”

Jongdae yang juga bersama mereka memutar bola mata melihat adegan di depannya.

“Ya, aku ingin tahu, ge,” pinta Yixing dengan polos.

Luhan sekilas memandangnya dengan curiga sebelum menjelaskan, “jatuh cinta itu ketika kamu terus-terusan memikirkan seseorang yang kamu cintai dan ada keinginan untuk bisa bersamanya dan membahagiakannya.”

“Oh, kamu selalu memikirkanku?” goda Minseok.

“Diamlah,” gumam Luhan dari sudut bibirnya. Minseok hanya tertawa.

Jongdae ingin sekali memuntahkan isi makan siangnya ke atas buku yang sedang ia baca namun ia berpikir kalau tindakan itu hanya akan merugikannya.

“Apalagi ya,” Luhan menguras otak, “hmm kamu akan merasakan perasaan geli dan tak terlukiskan ketika ia begitu dekat denganmu, jantungmu akan berdegup sangat kencang. Lalu ketika ia memberi perhatian padamu, sesedikit apapun, kamu berakhir menginginkannya lebih. Kamu akan sangat tergila-gila padanya dan berharap ia juga membalas cintamu.”

“Asal kamu tahu, aku juga mencintaimu, Lu ge,” ujar Minseok di telinga pacarnya.

Luhan, yang memiliki dipanggil ‘ge’ oleh yang lebih tua, menolehkan kepalanya ke arah Minseok dan mengecup bibirnya secara terang-terangan di publik.

Jongdae resmi membanting bukunya ke meja sementara Yixing yang masih mencerna perkataan Luhan dengan polosnya berkata, “oh begitu…”

“Kamu penasaran karena Yifan kan?” tanya Luhan yang kembali memerhatikan Yixing.

“Eh?” Yixing terkejut ketika tertangkap basah. “Enggak, enggak…”

“Nggak usah mengelak deh, Xing,” ujar Luhan, “aku lihat kalian itu malah sudah seperti pasutri.”

“Aku kira ketika aku pindah dari dormnya Yifan hyung, kalian bakal langsung meresmikan hubungan kalian,” kini Jongdae ikut berkomentar.

“Kenapa kalian berpikiran seperti itu?” tanya Yixing. “Aku dan Yifan ge sudah saling kenal sejak SMA jadi wajar kalau kami akrab.”

 “Seiring dengan akrabnya kalian, kamu mulai mencintainya kan?” tuntut Luhan mengintrogasi.

“Aku…”

Pertama-tama, Yixing sendiri tidak yakin apakah ia jatuh cinta pada Yifan, namun selalu ada perasaan asing yang mengusiknya seperti saat insiden Yifan meniup lidahnya seminggu yang lalu. Yixing tidak begitu tahu apakah ia selalu memikirkan Yifan karena lelaki tersebut selalu hadir di setiap harinya, jadi secara otomatis Yifan selalu ada di pikiran Yixing. Ingatan terakhir ia ingin sekali bersama Yifan adalah dua tahun lalu, ketika Yifan lulus dari SMA dan melanjutkan studi di Universitas. Kini setelah ia secara praktek tinggal bersama Yifan, apakah ia masih memikirkan untuk ‘bersama’ dalam artian menjadi kekasih satu sama lain? Jauh di dalam hatinya ia menginginkannya. Namun apakah Yifan juga menginginkannya? Atau apakah Yifan sudah bahagia dengan apa yang mereka jalani sekarang?

“A-aku rasa iya, ge,” Yixing menutupi wajahnya dengan kedua tangannya. Setelah mengakuinya di depan teman-temannya, Yixing merasa seperti ada perasaan yang berhasil ia luapkan dan tanpa sadar ia mendapati dirinya terisak.

“Aww, Xing-xing,” Luhan segera duduk di samping Yixing dan memeluk tubuh lelaki malang itu, “menangislah, tidak apa-apa,” sambil mengusap-usap punggungnya yang bergetar.

Minseok dan Jongdae memandang Yixing dengan simpati dan mereka juga mengucapkan kata-kata penghibur.

“Lama-lama ia juga akan datang padamu, Xing, bersabarlah,” ujar Minseok.

Jongdae meninjukan kepalan tangannya ke telapak tangan yang satunya. “Yifan hyung memang butuh diberi pelajaran kalau seperti ini.”

Yixing tergelak dalam isaknya. Ia bersyukur memiliki teman-teman yang penuh perhatian seperti mereka.

“Mungkin Jongdae ada benarnya, Xing,” ujar Luhan.

Yixing mendongak ke arah Luhan dan menyeka air matanya yang telah berhenti. “Maksudmu ge?”

“Ada kalanya kamu lelah menunggu Yifan,” ucap Luhan dengan pelan, “dan mungkin untuk sementara kamu bisa mencoba jatuh cinta dengan orang lain.”

 

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
HzLicious
#1
Chapter 2: ini endingnya bikin penasaran....
KimJiyong #2
Chapter 2: i love this story!! dammit, fan, just confess already!!
i got the feeling coz i had this kind of twisted friendship before, except i had a sad ending. kyahahaha..
ff ini bikin aku mengenang masa lalu...
thor, make a happy ending for this ff, please...
ditunggu update ny~
ReiSama #3
Chapter 2: Author-nim....update pleaseeeeee.....
*buing buing...*

penasaran niiihhhh... kelanjutanyaaa....
kraying01 #4
Chapter 2: kakak lanjut dong...tapi aku maunya liat kris cemburu dlu pas liat keakraban LeoXing. salahnya sendiri lama bgt ngegantung perasaan orang -_-
makkurokuro93
#5
Chapter 2: I DEMAND MORE
apa2ain ini anna!!! km buat aku terguling di kasur gara2 fanxing! yaelaaaaah ini sih fanxing bgt! sanlah kris ungkapin! sok jaim bgt padahal suka juga!
(jadi kesel sendiri)q
guylian #6
Chapter 2: Ih ih >< fanxing bikin greget ah!! Penasaran parah!! Update cepet plis ;-; penasaran banget...
miss_amma
#7
Chapter 2: aku belum akan komen ceritanya, itu nanti kalo udah complete.
cuma mau nanya, Universitas M itu maksudnya Muhammadiyah..............?
Clovexo
#8
Chapter 2: Wayoloh kris..
Pusing kan lu..
Punya perasaan kok dipendem --"
xingforyoukris #9
Hayolohhh annnn,,setelah kak taekwoon aku mabuk ngebayangin taewoon ikut klub masak, duieh ganteng psti cuma n buat ngerebut peerhatiannya icing. Nangan sakiti hati kak taekwoon an, kalo kris masih cemen tendang aja ga guna banget lah ! Huhu sayang fanxing tapi ga mau leo sakittttt......update An!!! ♥♥♥
Julianeka
#10
Chapter 2: Eh ini cerita yang dr fanfiction bkn thor?
Knp yifan gk bisa blng suka ke yixing?
Ih plng gemes klo ada org yg jelas2 suka tp gk mau ngakuin perasaannya.
Lanjut thor, penasaran nanti yixing bakal ma syp kris/leo?