Luhan and His Game

When Luhan Met PES 14

EXO sedang tidak ada jadwal untuk beberapa hari ke depan.

Ingin rasanya pemuda kelahiran empat belas Januari ini menghempaskan tubuhnya di atas pasir pantai dan berguling sebebas-bebasnya, menunggu diterjang ombak-ombak kecil. Semua imajinasi itu wajar saja terbayang di benaknya setelah schedule yang lumayan menyiksa akhir-akhir ini.

Comeback Wolf, Growl, segala macam pemotretan, fansigning, variety shows, dan hal-hal melelahkan lainnya.

Bukan berarti ia tidak suka dengan hal-hal di atas—tentu saja tidak, Jongin tidak sebodoh itu—namun rasa capek dan mengantuk sepanjang hari pasti wajar dialami mereka. Pada dasarnya, Jongin dan teman-teman yang lain juga manusia. Ia juga bisa merasakan lelah. Dan ketika ia lelah, yang paling bisa menghiburnya hanya—

—Pemuda Cina satu itu.

Luhan sedang asyik duduk di sofa dengan mata tertuju lurus ke layar televisi ketika para member EXO baru saja tiba dari acara radio, jadwal terakhir mereka sebelum libur sementara untuk beberapa hari ke depan. Sementara member yang lain sibuk mengurus diri, seperti langsung menuju dapur untuk makan, atau bahkan melakukan ritual mandi massal.

Sementara Jongin masih setia duduk di pinggir sofa memperhatikan penggemar rubik itu yang ternyata sedang bermain PS 3. Jongin sudah hafal betul kebiasaan gamer satu itu, alih-alih mandi, tidur-tiduran atau makan, Luhan malah langsung gerak cepat menyetel game konsol itu. Alasannya sih untuk melepas stress. Atau memang dasarnya saja sifat maniak game sudah menjalar dalam jiwanya.

Dan Jongin sama sekali tidak bisa mencegah hal itu. Menceramahi, mengomel atau melakukan apapun untuk menyuruhnya berhenti dengan alasan mata Luhan harus beristirahat tidak bisa menghentikan kebiasaan si pemuda Cina. Dan pada akhirnya, Jongin hanya bisa mengalah dan menemaninya bermain.

“Jongin.” Suara Luhan menyadarkan lamunannya. “Kau menonton terus dari tadi, lebih baik ikut main.” Katanya tanpa melepaskan pandangan dari layar.

Mata sayu Jongin kini berganti menatap jemari hyungnya itu yang sangat cekatan menekan tombol-tombol X, O, kotak, L1. “Aku sudah bilang berkali-kali, kan. Aku tidak pandai bermain.”

“Omong kosong. Semua anak laki-laki ahli bermain video game.” Jongin dapat melihat seringaian kecil Luhan ketika pemuda Cina itu masih khusyuk dalam gamenya. “Yah, itu juga kalau kau laki-laki.”

Jongin langsung menggelitiki perut gamer satu itu tanpa ampun.

Salah satu hal kesukaannya, karena itu artinya ia bisa mendengar tawa renyah Luhan yang sangat berharga.

“Oke, bercanda.” Luhan menyimbolkan lambang peace setelahnya. Game di layar televisi menunjukkan bahwa pertandingan yang sedang dimainkan Luhan sedang dalam masa babak kedua. Maka kali ini Luhan dapat dengan leluasa menatap Jongin.  “Kau bukannya tidak pandai, Jongin. Kau hanya takut kalah.”

Pemuda berkulit gelap itu tidak membalas. Takut kalah? Mungkin. Di dunia ini, tidak ada seorang pun yang suka kalah. Jongin, bisa jadi, salah satunya.

“Ayolah, game tidak seburuk itu, kok. Bermain game dapat melatih ketangkasan, dan kecerdasanmu.” Luhan mengeluarkan jurus andalannya, yang membuat Jongin tidak heran kalau dia benar-benar keturunan Cina asli.

“Aku sudah cerdas.”

“Tidak secerdas aku.”

“Memang kau cerdas?”

“Yeah, paling tidak nilai matematikaku lebih bagus daripada nilaimu.”

Jongin memutar bola matanya. Sejujurnya menolak Luhan adalah hal yang sulit. “Untuk apa bermain kalau sudah tahu hasilnya?”

At least kau sudah mencoba, kan?” Kata Luhan sembari menyodorkan stick player 2. Mungkin ini jurus terakhir dari pemuda April itu, karena Jongin bahkan sudah mulai terpikir untuk bermain dan mencoba mengalahkan Luhan. That power of morning deer, indeed.

Pada akhirnya, Jongin selalu mengalah. Jongin selalu menuruti yang dikatakan Luhan tanpa didasari hal yang jelas. “Oke.” Ia duduk merapat tepat di samping Luhan, mungkin lebih dekat lagi. “Aku main, hyung, tapi hanya satu match saja.”

“YEAH!” Luhan mengepalkan tangannya tinggi-tinggi tanda bahwa ia sangat sumringah akan bertanding melawan Jongin. “Karena kau mau main, ayo kita buat taruhan.”

“Taruhan apa?”

Luhan tersenyum percaya diri. “Yang kalah akan—”

“Tuh kan! Aku sudah tahu maksudmu. Kau memanfaatkanku kan? Ini pertandingan yang sudah terlihat jelas hasilnya, hyung. Untuk apa ada taruhan ketika kita berdua sudah tahu siapa yang memenangkan pertandingan ini.”

Tawa Luhan terdengar begitu renyah tepat di telinga Jongin, “Pertandingan bahkan belum dimulai dan kau sudah tidak percaya diri.” Tangannya melingkari pundak Jongin, lalu membisikkan kata-kata ke telinga fans Chelsea itu, “Kau bukan pengecut, kan?”

Bang

Aliran darah langsung naik ke kepala Jongin. Lupakan pemuda di sebelahnya itu adalah Luhan yang dia sayang. Lupakan segala percakapan dan canda tawa penuh cinta mereka. Lupakan semua itu untuk sementara. Demi nama bendera biru yang ia banggakan, Jongin akan mengalahkan Luhan dalam pertandingan PES14 ini.

Tolong lupakan juga fakta bahwa Luhan adalah pemain yang hebat sampai semua member EXO pernah dikalahkannya dalam game ini.

“Oke! Deal.” Ia meninggikan frekwensi suaranya saking kesalnya. “Bicarakan soal hukumannya nanti. Aku akan mengalahkanmu, hyung.”

Luhan menyeringai kecil, “Oke.”

Dan pertandingan pun dimulai dalam option permainan kick-off dengan Luhan seperti biasa memilih United, dan Jongin tentu saja memilih Chelsea.

.

.

.

.

.

 

 

“Luhan-hyung, Jonginnie.” Kyungsoo datang dari arah dapur menghampiri dua orang pemuda yang terlarut dalam permainan PS 3 sejak lima menit yang lalu. “Kalian tidak makan? Makanannya sudah hampir habis oleh yang lain, lho."

Tidak ada jawaban dari mereka. Hanya erangan kecil berbunyi ‘aah’ atau ‘oooh’ yang membuat Kyungsoo semakin gemas, kesal, dan akhirnya memutuskan untuk melihat lebih dekat.

Ah. Mereka sedang bermain PES, rupanya.

“Oh, PES.” Kyungsoo manggut-manggut, ikut memperhatikan layar. Masih babak pertama, pertandingan kali ini. Belum ada satu gol tercipta. Dan pertahanan Jongin sangat kewalahan menjaga serangan dari baris depan pemain-pemain Luhan.

Suara Kyungsoo sepertinya terdengar cukup keras sampai beberapa member keluar dari dapur dan mengecek keadaan living room dorm mereka dipakai oleh kedua insan itu sebagai ajang bertaruh. Xiumin dan Lay kebetulan sekali baru selesai makan dan mendengar Kyungsoo mengucapkan kata-kata sakral bagi kaum laki-laki.

Dan mendapati Jongin sebagai lawan Luhan adalah pemandangan yang sangat asing bagi mereka.

“Wah, Jongin, tumben sekali.” Itulah komentar pertama yang datang dari Xiumin.

Lay ikut berdecak sambil terus memantengi layar, memperhatikan pertandingan yang lumayan sengit ini. “Ck, Jongin. Sekalinya main game langsung melawan Luhan.”

“Tapi Jongin jago juga ya, Luhan belum membobol juga padahal sudah menit ke 30an.” Kyungsoo ikut menambahkan.

Mereka bertiga duduk lesehan di lantai, membuat semacam barisan penonton plus komentator plus pengamat kecil-kecilan.

Tidak ada diantara kedua player yang menimpali komentar-komentar dari tiga orang tersebut. Jongin dan Luhan sibuk tenggelam dalam permainan mereka. Terutama Jongin, tentu saja. Yang paling berusaha sekeras mungkin merebut bola dari Luhan dan menjaga pertahanan gawangnya. Entah ia harus berterimakasih pada siapa, tendangan yang diciptakan Luhan juga kebanyakan tidak akurat. Seperti melambung terlalu jauh atau mungkin kena tiang.

“AAAAAAAAAHH!!!” Teriakan ini dibuat oleh koor penonton yang terdiri dari Xiumin, Lay, Kyungsoo, dan sekarang Chanyeol juga Baekhyun ikut menonton setelah selesai makan dan langsung terpikat oleh pertandingan sengit kali ini.

“Sayang sekali, bung.” Timpal Chanyeol.

“Luhan lagi jelek atau memang Jongin yang jago?” Baekhyun yang baru datang itu tentu heran dengan pertandingan yang belum menciptakan gol ini. Terutama karena Jongin tidak biasanya bermain PES dan Luhan adalah master of PES. Semuanya patut dipertanyakan, tentu saja.

Topik permasalahan itu adalah topik terhangat diantara para komentator dadakan itu.

Jongin yang paling tersiksa. Dia sama sekali tidak keberatan harus melawan Luhan setelah sekian lama tidak bermain game. Yang ia masalahkan adalah kebawelan hyungdeul yang dari tadi menceletukkan kata-kata tidak penting atas segala hal yang terjadi dalam pertandingan itu. Jongin merasa sangat tertekan, sementara ia bisa merasakan Luhan tersenyum penuh arti di sebelahnya.

Walaupun begitu, ia yakin, ini memang bukan permainan terbaik si pemuda Cina itu.

.

.

.

.

.

 

 

Sejak awal Jongin tidak pernah mau berbesar kepala dengan menganggap kemampuannya dalam bermain sudah meningkat drastis sejak terakhir kali ia main game. Tapi sayang sekali, kata-kata kebalikannya muncul dari argumen para penonton yang asyik duduk bersila di lantai yang masih setia menonton pertandingan mereka.

Bagus, sekarang semua member berkumpul hanya untuk melihat jalannya pertandingan ini.

“Sudah masuk extra time dan Luhan sama sekali tidak bisa mencetak gol! Ini mustahil.” Kata Xiumin yang seperti halnya dengan yang lain, tidak percaya dengan apa yang mereka lihat.

Suho yang setia menatap layar juga menambahkan, “Jongin benar-benar punya talent terpendam.”

Sehun menepuk bahu Jongin pelan, khawatir mengganggu konsentrasi yang bersangkutan, “Wah, jangan-jangan kau sering main diam-diam saat kita semua tidur.”

Jongin mendengus kesal. Jujur saja, ia menginginkan ketenangan dalam pertandingan ini.

Berdua saja dengan Luhan sudah lebih dari cukup.

“Aku tidak menyangka skill Jongin bagus juga.” Kata Tao. Dan kali ini semua member benar-benar kagum dengan Jongin.

Chen mengangguk setuju, “Aku saja kalah 7-0 lawan Luhan. Padahal sudah pakai Barcelona.”

“Halah.” Kris mencibir. “Kau pakai Barcelona dan Luhan pakai Granada sekalipun tetap akan dibantai 7-0.”

Semua member tertawa lepas memenuhi ruangan. Memekakkan gendang telinga the one who suffers, Jongin.  Pemuda kelahiran Januari itu sudah susah payah memblok serangan baris penyerang Luhan tanpa ada suara-suara dari penonton yang mengganggu. Andai saja mereka tahu betapa tegangnya menjadi Jongin dengan segala tekanan yang ada, terutama karena diam-diam mereka berdua membuat taruhan.

Sial. Bermain PES berdua harusnya menjadi kencan romantis bagi mereka.

Kalau saja tidak ada para pengganggu.

Ia baru saja hendak mempause pertandingan. Dan meluncurkan segala macam umpatan untuk para hyung dan Sehun yang bawel itu, mengganggu ketenangannya dalam mengimbangi permainan Luhan yang membuatnya kewalahan tingkat dewa. Tapi ternyata permainan sudah dipause terlebih dahulu oleh yang memakai tim Manchester United.

“Sudah, kalian tidur saja.” Setelah lama dibicarakan terang-terangan secara tidak sopan oleh member-member lain yang datang menonton, akhirnya Luhan berbicara. “Pertandingan ini kayaknya akan berlangsung lama. Lebih baik kalian tidur. Sudah malam juga, lagian.”

Genap sepuluh pemuda kecewa saat itu juga. Kris yang paling duluan bangkit dari posisi lesehan mereka dan menggiring member lain untuk tidur ke kamar masing-masing. Yang paling sulit untuk disuruh tidur seperti Xiumin dan Kyungsoo yang beralasan masih penasaran dengan hasilnya berujung diseret oleh leader EXO-M itu.

Jongin menatap tak percaya. Demi apa mereka akhirnya pergi juga?

Harusnya Luhan bersikap lebih tegas dari tadi.

Hyung, sudah malam. Langsung akhiri saja gimana? Penalti?”

Luhan kelihatan tidak nyaman dengan tawaran itu, sepertinya. Ia terdiam berpikir sebelum menjawab, “Ah, pakai golden goal saja. Siapa yang mencetak gol berarti dia yang menang.”

Jongin baru saja mau menolak, karena menurutnya itu sangat tidak efisien, mengingat dari tadi bahkan tidak ada gol tercipta dari kedua tim. Mau ditunggu sampai berapa lama? Bisa-bisa permainan ini akan berakhir minggu depan. Atau mungkin beberapa saat lagi, karena dia sudah tidak kuat menahan serangan-serangan Luhan.

Sayangnya Luhan sudah bergerak lebih cepat.

“Tarik napas dulu sebelum dimulai, Jongin. Masih ingat taruhan kita, kan?”

Jongin menyeringai, “Tentu.”

Dan dia memohon dalam hati, semoga pertandingan ini dimenangkan olehnya.

Permainan kembali dimulai dengan mode golden goal. Setelah sembilan puluh menit beserta injury time dan extra time tidak menghasilkan gol dan skor bagi kedua tim masih sama-sama nol, akhirnya kedua pihak memutuskan untuk memilih mode siapapun yang berhasil mencetak gol, adalah pemenangnya. Dan pertandingan berakhir saat itu juga.

Jongin menaruh nyawa dan segalanya yang ia miliki pada stick player 2 itu.

Kali ini saja, ia ingin menang dari Luhan.

Bersamaan dengan itu, bola akhirnya kembali direbut oleh pemain Jongin, Hazard, setelah sebelumnya jatah bola terus-terusan berada di tangan Luhan. Dan setelah satu operan dari Hazard kepada Mata di kotak penalti, Jongin menekan tombol kotak dan—

“GOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOLLLLLLL!!!! YEAAAAAHHHHH!!!!” Pemuda bernama lengkap Kim Jongin ini tidak pernah kembali merasa seperti bocah seperti saat ini sebelumnya. Tidak peduli sifatnya yang berkebalikan dengan yang ia lakukan sekarang. Satu gol yang ia cetak barusan pantas untuk dirayakan seheboh mungkin.

Luhan menempelkan telunjuknya di bibir, “Sstt.”

“Aku menang, hyung! Aku menang!” Jongin melempar stick nya ke sembarang tempat, tangannya menggenggam muka Luhan sambil masih terlarut dalam euphoria kemenangan ini.

“Tapi diam dong.” Luhan memelankan suaranya, nyaris berbisik. “Mereka akan terbangun dan kembali mengganggu kita nanti.”

Ah, benar. Ia tidak mau quality time dengan Luhan kembali terganggu seperti tadi. Jongin terdiam dengan mulut terkunci rapat namun tetap memamerkan senyum selebar mungkin.

Ia berbisik tepat di telinga si pemuda Cina, “Sekedar pengingat, aku juga menang taruhan, hyung.”

Luhan duduk bersila di atas sofa, “Oke, apa maumu?”

“Kau tidak kesal?”

Penggemar rubik itu terlihat pura-pura berpikir, “Hm, tidak. Tentu saja tidak. Aku senang Jongin memenangkan pertandingan melawanku.”

How come—” Jongin menaikkan alisnya. “Kau tidak sedang bercanda, kan?”

Luhan menggeleng pelan, senyum puas terpampang di wajahnya, “Tidak. Goalku sudah tercapai. Kau memenangkan pertandingan ini. Bagiku itu sudah cukup.”

Oke. Jadi Jongin menyadari kalau semua ini telah dirancang oleh Luhan. Pemuda itu sengaja membuat Jongin bermain game melawan dirinya yang dari tadi bermain sendirian. Dan karena kalah dijadikan alasan Jongin untuk menolak ajakan itu, bukan tidak mungkin selama pertandingan barusan Luhan sengaja memperlemah diri.

“Jadi kau sengaja kalah supaya aku menang?” Pertanyaan itu bahkan terdengar sangat ironi.

Luhan mengangguk sambil terus tersenyum puas, “Benar.”

Jongin tampak kecewa. “Hyung, kukira taruhan ini serius.”

“Memang serius, kok.” Luhan tertawa kecil. “Kau mau apa?”

Jongin ingin banyak hal dari Luhan. Ia ingin Luhan berhenti dekat-dekat dengan member lain meskipun dengan maksud fan-service. Ia ingin Luhan selalu menemaninya menonton pertandingan liga Inggris. Ia ingin Luhan menyanyikannya sebuah lagu sebelum tidur. Ia ingin Luhan tidak lagi bermain dengan Sehun apapun judulnya.

Semua hal yang ia inginkan dari Luhan baru saja akan dikatakannya, sampai akhirnya Luhan terlebih dahulu mencium pipinya.

CUP

“Kau terlalu lama berpikir.” Luhan tersenyum kecil setelahnya. “Itu hadiahnya. Tidak ada hadiah lain.”

 Jongin masih dalam keadaan kaget dan linglung mendapat kecupan kecil dari pemuda itu, “Aku kan tidak meminta, hyung.”

“Tapi kau mau, kan?”

Sial. Sejak kapan Luhan bisa membaca pikiran?

Baiklah, Jongin hanya bisa mengalah kalau begitu. “Hyung.” Ia mengelus rambut pemuda Taurus itu yang sudah mulai menggondrong.

“Aku juga sayang kamu, Jongin.”

“Aku belum bilang, hyung!”

Luhan benar-benar bisa membaca pikiran Jongin.

.

.

.

.

.

 

FIN

 

 


 

Author's note:

 

Hehe. Akhirnya terpost. Alhamdulillah. Maaf jelek. Maafin segala kekurangan saya QAQ

Makasih yang udah sempetin baca, semoga bias sayang kamu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
amusuk
#1
Chapter 1: mumumumu, manis banget! Aku paling suka fluff deh ^w^
subs!
clairenoona_887 #2
Chapter 1: diabetes niihh..
aihh.. ff kailu ny manis2 kek author.. #eaaa
perbanyak kailu thor,jng pke b.ing ne.. hohho
lam knal. keep writing :)
etha_echa #3
Chapter 1: kaihan nya sweet . . .
Luhan ngalah demi kai . . . Ciee . . .
Cieeee . . .#dilempar luhan
Lanjut nulis kaihan nya . . .
Budayakan kaihan . . .
Hahahahaha . . .
parknaya #4
Chapter 1: kya~~kailu swiitt.. >.<
omo,,luhan yg seenakny sndiri..jongin yg syang ma luhan..aduuhh... manisss..
fluffyns #5
Chapter 1: HUEHEHEHEHE /ketawa kuda (?)/
INI APA SIH LUCU GELI GELI MENGGELITIK GITU (?) HUHUHUHU
CIEEE AKU DISAYANG BIAS :" AKU DISAYANG KAILU :'3
firaisred
#6
Chapter 1: ADUUUH MANIS BANGET SIH GAK KUAT
mau komen apa ya nggg pokoknya suka semua yang ada di fic ini, tolong ya kadar glukosanya dikurangin dikit -'-

LUHAN YAAA GOMBAL AJA TERUS

GA PAPA SIH, JONGIN TETEP SAYANG.

/coret/Tetsu juga sayang/coret/

lucu pas semua membernya jadi komentator dadakan, wk sabar ya jongin. Semoga keinginanmu akhirnya tercapai.

more more more!