-04-

What To Do?

demi kepentingan cerita, sambungan percakapan menyoal kehidupan di-pause dulu n disambung lagi belakangan. semoga nggak terlalu bikin nggak nyambung.

maaf, lagi untuk update yang lama...

 

Sampai jumpa lagi, Taekwoon-sshi. Hati-hati di jalan.

Di teras Starlight, Jaehwan melipat tangan ke dada, tersenyum puas memandangi bahu lebar Taekwoon yang menjauh. Bulatan earphone kembali ke posisi, melantunkan musik yang mengasingkan tamu ke-1000 itu dari sekitar. Sempat ia berinteraksi dengan anjing peliharaan seorang pejalan kaki sebelum menyebrang dan naik ke sebuah taksi.

Kesimpulan keseluruhan mengenai Jung Taekwoon adalah setiap orang memiliki karateristik yang sulit diprediksi persisnya. Seseorang yang memutarbalikkan persepsi awal. Seseorang yang tidak akan membosankan untuk digali. Kenapa begitu, sebab Jaehwan akan bersedia (catat, senang hati) meladeni kedatangan dan melayani obrolan di esok hari. Tanpa embel-embel kebohongan. Kalau perlu, ceritakan saja utuhnya.

Jaehwan mengalami ketertarikan serupa dalam proses bertahap mengenal Hakyeon yang kini menjabat seseorang yang berani disebutnya ‘belahan jiwa’. Akankah akhir yang sama berulang?

Omong-omong... Selesai! Tantangan berakhir sukses.

Refleks Jaehwan mengangkat kepalan tangan ber-manse. Kepala ditengadahkan, menatap langit cerah. Secerah mood-nya. Pantas menyombongkan kemenangan pada Erin.

“Kira-kira apa ia akan datang lagi esok?”

Kemunculan suara itu mengejutkan Jaehwan. Pelakunya, Kyungri, berdiri di samping kanannya, melingkarkan tangan ke belakang tubuh. Kepala ditolehkan, meminta jawaban.

“Siapa tahu. Mungkin ya, mungkin tidak,” jawab Jaehwan angkat bahu. Pengandaian itu sendiri diamininya. “Mau masuk atau pulang?” Kyungri memutuskan pulang. Kucing angora-nya butuh teman makan siang.

Di pintu, Jaehwan menahankan pintu dan mengumandangkan terima kasih pada pemuda yang meninggalkan Starlight. Dikenalinya sebagai staf toko buku dekat dari sana. Seorang pengagum Sera. Semoga ia bukan Hongbin 2.0 ‘pencuri muses’. Kehilangan satu merepotkan apalagi nanti kalau bersisa 7 saja.

“Tebak yang kutemukan~” Erin melagukan ucapan dengan gaya membangkitkan rasa ingin tahu. Begitu mendapat semua perhatian, tak berlama-lama, ia membagi lihat benda di belakang punggung.

Buku sketsa Taekwoon.

Jaehwan langsung mengenalinya di kedipan pertama. “Dari mana kau dapatkan itu?” ia seorang yang bertanya, dengan urgensi yang dipertantakan. Minah dan Eunji yang tak merasa perlu meributkan perihal temuan itu—bahasan dunia hiburan di layar i-Pad seratus kali kadar menariknya.

“Kutemukan di wastafel,” jawab Hyuk yang mucul belakangan, membawa baki berisi tumpukan cup dan menghilang ke pintu belakang.

“Berikan padaku,” pinta Jaehwan.

Erin menolak memberi dan berpikir adalah ide bagus menjahili Jaehwan. Sembari menghindari kedatangan Jaehwan, ia melagukan ulangan penolakan. Buku sketsa diacungkan ke udara memancing reaksi. Provokasi itu berhasil membuat iritasi. Cukup menganehkan. Terakhir Jaehwan menyikapi biasa saja payung tertinggal dan menyuruh Hyuk memajangnya di rak barang-barang terlupa untuk diambil kalau pemilik datang mencari.

“Biar Hyuk yang memutuskan!” tiba-tiba Jaehwan menarik lengan Hyuk yang seketika muncul. Raut mukanya dipenuhi tanda tanya. Ada apa gerangan namanya dibawa-bawa. “Sebagai penemu, kau memutuskan siapa yang berhak memegang barang temuan itu. Aku atau Erin?”

Kepala Hyuk menoleh ke kedua arah. Bingung, bukan karena sulit memutuskan sebaiknya jatuh ke tangan siapa temuan itu, namun pada kewenangan menjatuhkan pilihan yang dilimpahkan. Mengapa jadi begitu penting siapa yang berhak memegangnya?

“Ini, ambillah,” ujar Erin merubah pendirian, sukarela memberi. “Aku tak sebegitu penasarannya. Anggap sebagai hadiah atas keberhasilanmu menuntaskan misi.” Eunji yang bertanya tentang misi yang dibicarakan, segera mendapatkan penjelasan dan sejurus kemudian menampilkan keterpanaan.

Buku sketsa sampai di tangan Jaehwan yang seketika terserang malu, mempertanyakan sikap kekanakannya yang dipandangi mata-mata para dongsaeng-nya. Aish, terserahlah.

Melarikan buku sketsa itu—dan dirinya—ke ruang kerjanya, ia bertanya-tanya, apakah ini berarti akan ada pertemuan selanjutnya. Bagaimana menurutmu, Taekwoon-sshi?

 

***

 

Hyuna mampir membawa serta bayi imut berumur lima bulan di gendongan dan pencuri hatinya. Lee Hongbin, tamatan SMU tahun lalu yang dikenal jarang absen mendatangi Starlight di setiap harinya. Mi instan adalah penyambung nyawa Lee-haksaeng, Starlight mempertemukannya dengan gadisnya. Belum-belum mengantongi sertifikat kelulusan, Hongbin nekat melamar Hyuna di satu sesi kedatangan. Pemuda bersenyum melelehkan hati itu bersumpah membahagiakan sang nuna.

Perjalanan bahagia mereka terbentur masalah restu keluarga Lee. Perbedaan usia yang kentara berikut latar belakang kelam Hyuna yang diketahui pernah bekerja di dunia malam semakin menyulitkan mereka. Meredamkan prahara di keluarganya, Hongbin setuju menuruti permintaan orangtuanya. Masa-masa terburuk bagi Hyuna yang ditinggal tanpa kepastian, walau keberadaan janin di perut sebenarnya menjamin kembalinya Hongbin. Tenggat waktu yang lewat dari empat bulan janji, menghadiahi pemuda itu cap berengsek—dan Kong (‘bin’, akhir namanya yang terdengar mirip ‘bean’ (kacang) diganti ‘kong’, juga berarti polong—dari para muses. Mereka sepakat membuat petisi pengusiran Hongbin.

Hal baik pasti akan datang menghampiri bagi siapa pun yang mau menunggu.

Hongbin menepati janji dan Hyuna tetap menerimanya. Kebekuan hati keluarga Lee luluh oleh kelahiran sang cucu yang sepakat dinamai Hyunbin, perpaduan nama kedua orangtuanya. Para muses mau tak mau menghormati keputusan rekan mereka, walau Kyungri sebagai teman seperjuangan sejak awal karir belum seutuhnya memaafkan.

“Akan kusampaikan undangan dan salammu pada Hakyeon,” kata Jaehwan yang mengantar ke pintu. Di kedatangannya, Hyuna membawa undangan ulang tahun Hyunbin yang jatuh minggu depan. Mantan atasan yang ‘membenci’-nya pun berhak hadir di acara itu. Hakyeon dulu satu-satunya yang keberatan melepas Hyuna. Mati-matian ia membujuk sang muse (Hyuna notabene terpopuler pertama di atas Erin) supaya bertahan, namun kecewa harus ditelan. Hyuna berprinsip melakoni peran sosok ibu dan isteri yang berdedikasi 24 jamnya.

Hyuna tersenyum paham lalu menyambangi para muses dan Hyuk yang mengerubung Hyunbin—dan Kong yang menyusul masuk karena tidak tahan mendapati kelucuan puteranya dieksploitasi seperti barang jualan—di kereta dorong.

“Saatnya kita pulang~” kata Hyuna melagukan perpisahan yang ditanggapi kekecewaan. Rekan-rekannya belum puas menikmati kelucuan menggemaskan Kong junior. Selain lesung pipit sang ayah, Hyunbin juga diwarisi panggilan itu.

Jaehwan mengerahkan ancaman khas Hakyeon sewaktu turun tangan menarik kedelapan muses menjauh mengingat jam buka tinggal 5 menit lagi. Keluarga kecil itu akhirnya terbebas dan melambai selamat tinggal.

“Kalian bersiap-siaplah. Hyuk-ah, kemari, ikut aku,” kata Jaehwan, mempertahankan ketegasan khas Hakyeon. Beberapa muses masih memakai tampilan ‘plain’-nya. Kecuali Hyuk yang mengekor dan tiga muses yang bebas hari ini, sisanya bergerak ogah-ogahan.  

Di ruang penyimpanan sambil mengurusi kardus-kardus mi kiriman kemarin, Hyuk membuka topik tentang kekagumannya pada pribadi Hongbin yang berjarak setahun di atasnya. Ia mengira-ngira bagaimana caranya menumbuhkan kedewaasaan secara singkat namun mampu bertahan lama. Di usia 17 Hongbin sudah berani menjanjikan komitmen, sedang Hyuk di usia yang sama sering mengeluh saat diminta berjanji pada diri sendiri, seremeh menyediakan keluangan membaca buku pelajaran sehabis makan malam.

Kekaguman Hyuk diartikan Jaehwan sebagai gejala normal pencarian jati diri. Remaja seusia itu sibuk menetapkan kepantasan setiap sosok untuk menginspirasi jalan hidup. Jaehwan ingat dirinya mengadopsi karakter pekerja keras sang ayah sebelum menggantinya dengan Cha Hakyeon. Segila itu memang ia kala itu sehingga menasbihkan rekan sekelasnya itu sebagai sosok panutan. Di masa lalu, Hakyeon muda berkebalikan langit-bumi dengan yang sekarang. Dulu ia pekerja keras dan membawa hasil kerja nyata, sedangkan Hakyeon masa kini adalah produk yang tercemari dengki, perfeksionisasi, dan zat-zat buruk sebagainya. Prestasinya lebih kepada membuat orang-orang bekerja keras untuknya. Sungguh disayangkan.

Hyung, dengar itu?” tanya Hyuk, merapatkan telunjuk ke bibir, meminta Jaehwan menajamkan telinga.

Ada suara Erin, ditimpali sebuah suara asing, lalu Saem, lalu suara asing nomor 2. Suara-suara tersebut membaur, saling bersilat lidah. Telan-menelan dalam kubangan amarah. Ada apa, uh?

Boks-boks yang sejatinya dipindahkan ke ruang persiapan ditinggalkan begitu saja. Cepat-cepat keduanya berlari ke ruang tengah.

Suhu emosi tertangkap panas. Di seberang para muses yang berdiri berjejer, Jaehwan mendapati seorang wanita paruh baya tengah beradu mulut melawan para muses. Wanita muda yang bersamanya sebatas memastikan wanita satunya (ibunya?) tidak bertindak ekstrim, dengan memegangi lengan agar tidak menambah langkah. Seorang konsumen yang melongok di pintu masuk, menarik diri secepatnya, takut terlibat di tengah kerumunan wanita-wanita mengamuk. Hari yang buruk untuk menikmati mi dan obrolan.

“Katakan di mana puteraku! Katakan!”

Kalimat kontinu yang diteriakkan si wanita paruh baya mengembalikan memori, hari di mana Ny.Lee mencari Hongbin yang dicuriganya telah dilarikan salah satu muses (padahal yang bersangkutan cuma sedang menginap di rumah temannya).

Pertanyaan sekarang, siapa yang disasar tuduhan serupa dan siapa pula begundal pengundang masalah bagi Starlight. Oh, Jaehwan ragu ia mampu bersikap sekeji Hakyeon yang tidak pandang bulu dalam mengamankan teritori.

“Dengar, kami sungguh tidak tahu, Nyonya,” tekan Erin, tepat di kedatangan Jaehwan.

“Maaf, ada ribut-ribut apa ini?” tanya Jaehwan yang menyeruak ke tengah arena, sementara para muses berebut tempat aman di belakangnya. Katakan, mengapa Cha Hakyeon selalu menghilang ketika orang-orang butuh tabiat setannya.

“Akhirnya...” kata si wanita paruh baya dengan nada penuh kelegaan, seperti menyayangkan keterlambatan munculnya sosok yang pantas diajak beragumen. Jaehwan dan Hyuk dituding bernyali ciut. Bersembunyi dan menjadikan punggung para wanita bagai tameng. “Ini dia.” Sang ibu maju dan mendaratkan pukulan di dada Jaehwan, berimbang kanan dan kiri, sambil berucap serapah, “Kuharap kau orang yang dapat mempertanggungjawabkan bisnis prostitusi terselubung ini!”

Posisi Jaehwan terdorong ke belakang hingga punggungnya menabrak mesin vending. Sebisanya ia melindungi diri di balik siku, membiarkan dirinya menerima serangan bertubi-tubi yang tak seberapa itu. Nuraninya masih menguasai rasionalitas. Jika ia melawan dan mengerahkan tenaga asli, mungkin sekarang sudah jatuh korban dari pihak lawan.

“Nyonya, apa maksud Anda?” tanyanya tetap mengedepankan sopan santun, sebentar menutup telinga soal tuduhan praktik prostitusi terselubung. Mati-matian, ia coba mengingat-ingat sosok yang wajar menyandang predikat ‘puteraku’ dari prakiraan usia dan tampilan mentereng si ibu.

“Tanyakan pada pelacur-pelacurmu ini!”

Uh? Mengapa tidak dijawab saja?

“Jaga mulut Anda!” bentak Eunji, ekstra satu orang lagi yang menempatkan berdirinya sejajar Jaehwan dan Erin di baris depan, membela harga diri setiap muses. Begitu tantangannya dibalas, giliran Sungah yang tersulut. Praktis tersisa Minah dan Hyuk yang belum memutuskan sikap.

Jaehwan menarik mundur bahu-bahu ketiganya, kembali melontarkan pertanyaan. Belum putus asa mengupayakan titik terang masalah. Apa gerangan yang dipeributkan? Tapi si ibu lagi-lagi malah mengindahkannya, balik melempar kartu ke para muses disertai tuduhan ‘pelacur yang membawa lari puteraku’, terkhusus pada Erin.

Oh, begitukah? Sekarang siapa gerangan yang dilarikan oleh tertuduh Erin?

Tarik-ulur memperpanjang masa penantian dan semakin mengeruhkan suasana. Silat lidah antar wanita sambung-menyambung tanpa jeda. Jaehwan kebingungan di mana persisnya dan amannya ia menyumpalkan kehadiran? Sebutlah satu nama, apa sulitnya? Siapa gerangan yang dilarikan?

Sejauh mana wibawanya diasingkan, uh?

Tahu-tahu Jaehwan menyadari dirinya sudah berada di tengah juluran tangan-tangan yang saling cakar-mencakar. Tangan si ibu, hanya ia dan Tuhan yang mengetahui prosesnya, sukses menemukan jalannya ke kepala Erin. Rambut panjangnya yang belum sempat dikepang itu, berubah menjadi jalinan ruwet. Takut rambut indah Erin bakal tercabut keseluruhnya, atensi Jaehwan total terfokus memegangi pergelangan tangan si ibu yang membabi-buta. Sekuatnya ia menjauhkan, dibantu Sungah dan Eunji. Gilanya, si wanita muda itu justru terkesan membiarkan.

Demi Tuhan, apa pokok masalahnya?! Hakyeon-ah!

Tahu-tahu Eunji memekik tertahan seusai suara ‘plak’ keras menggema di lengangnya kafe. 

Eomoni!”

Seketika itu pula akhirnya si wanita muda bersuara. Langkah pencegahannya itu teramat gagal memprediksi layangan tangan sang ibu. Kejadian itu bak isyarat yang dibaca seorang pria berjas yang sebelumnya berjaga di luar kafe, untuk menyeret ibu itu dengan penuh rasa hormat. Si wanita muda yang ditinggal sendiri praktis dikambinghitamkan oleh Sungah dan Sera. Jaehwan memosisikan diri di tengah-tengah, mencegah keduanya meniru kekerasan serupa. Hyuk melesat mengambilkan kompres, sementara Minah meminggirkan dua korban, Erin dan Eunji yang syok, ke salah satu meja.

 “Katakan di mana kalian menyembunyikan Taekwoon-ku... Di mana Taekwoon-ku... Puteraku... Di mana dia, Ya Tuhanku...” lolong si ibu menepuk-nepuk dada dengan gestur terpukul. Ia yang belum berhasil diangkut ke mobil, tersangkut di lima langkah menuju pintu keluar.

Taekwoon-sshi? Jung Taekwoon? Tentangnyakah semua ini?!

Tangis—sungguhan—si ibu, panggil ia Ny.Jung, menyentuh hati sesisi ruangan. Suatu keadaan melegakan karena nyala emosi padam seketika. Tatapan mengiba dan simpati dikirim, termasuk dari Eunji dan Erin. Kehilangan anggota keluarga pasti sungguh berat disikapi.

“Oh, Dambi-ya... ibu harus bagaimana, uh? Apa, uh?” rengek Ny.Jung, semakin menggelayut ke dada sang puteri.

Interaksi ibu-anak di depan matanya terlihat ganjil. Berbagai praduga memenuhi ruang di benak Jaehwan. Pertanyaan-pertanyaan yang nyaris tidak beresensi diperdebatkan dari sudut pandang utama masalah. Apa pun itu, diyakini penting baginya. Simpul benangnya Jaehwan urai satu persatu. Jelas ini adalah Ny.Jung, ibu kandung Taekwoon. Kemiripan sudut mata mereka terlampau meyakinkan. Emosi keibuannya khas. Lalu siapa pula wanita muda bernama Dambi ini di keluarga Jung? Anak perempuan kandungkah? Bukan. Wajahnya tak mencetak jejak Ny.Jung. Kakak ipar Taekwoon-kah? Hanya seorang kenalan?

Atau... seseorang yang bertalian khusus dengan Taekwoon? Kekasih? Tunangan? Isteri?

Ya, ampun. Abaikan semua itu! Masalahnya, ke mana Taekwoon sampai-sampai dituding hilang.

Eomoni, lepaskan dia!”

Pertikaian berulang. Ny.Jung yang menyisakan ketidakrelaan memercayai pengakuan kami-tidak-tahu para muses, kembali menyerang. Ia menerjang super cepat ke meja di mana para gadis memusat dan secara acak memilih siapa pun sejauh gapaian tangan.

Terdesak, tidak diberi banyak opsi, Jaehwan memutuskan metode instan yang sekiranya sukses menengahi.

“Aku tahu di mana dia!”

 

to be continued...

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
kenkensshi #1
Chapter 7: waah ravi kayaknya tau rencana Leo... makanya curiga sm Ken. daebaaak thor >< ditunggu ya update an selanjutnya :)
jungmi95 #2
Chapter 1: waa, awal aja udah keren gini.. gak akan bosen yang baca sampai akhir kalau kayak gini.. Keke..
golden13
#3
Chapter 7: O-ow... apa ravi tau rencana Leo pergi? Ati cuma menebak aja? Atau hal lain?

Ah! Terimakasih author sudah update walauoun oendek sekaliii >_< tapi terimakasih! Masih ditunggu.... :))
golden13
#4
Chapter 6: Waahh author juga penulis novel??? XD Keren sekali! Makanya storynya juga kereeeeennnn >.< Author, juga kembar? Imutnyaaaa :D

Tapi serius, Jung Taekwoon, where are you? Jaehwan bisa pusing mikirin yang tidak kelihatan. Atau Jaehwan, cepat temukan bukti dan segera cari customer itu. Tapi... Tunangan Taekwoon beneran gak maksud jahat 'kan ya? Iya dong... Tapi mungkin dia lupa kali ya kasih tahu Jaehwan kalo Ny. Jung itu yang punya Daejon Co. Iya kali ya.. Lupa.

Author! Terimakasih atas updatenya! Ini seru sekali! THANK YOU ^^
golden13
#5
Chapter 5: INI KEREEEN. INI KEREEEEN!!!
AYO DI LANJUT. INI KEREN SEKALI!!
AHH KEMANA TAEKWOON PERGI?! :o Ayo dilanjut. Ini sampe deg-degan bacanya masa :3

Author, jjang! Terimakasih udah bikin fict keren kayak begini. KEREEEEN!!! >.<
StrippedBanana #6
Waaa I wish there's an eng. Version of this huhu. For some odd reason. I think this is a good read
purpl3cherry #7
Chapter 1: yay, ada fic Vixx dalam bahasa indonesia XD

menarik. menarik. cara penceritaannya mengalir dan enak dibaca. ditunggu kelanjutannya, kakaa~~ ^^/