Mythical Creatures; Chorong & Luhan

Phantasmagoria ♕ AU Meme oneshots & drabbles collection ;

Characters: Xi Luhan (EXO M), Park Chorong (A Pink), Son Naeun (A Pink), Kim Jongin (EXO K), Kim Namjoo (A Pink)

AU: Mythical Creatures in general, inspired by Teen Wolf

Introductions:  Dunia di mana manusia bukanlah satu-satunya yang hidup di dunia ini. Bahwa 'mereka' yang hanya pernah kalian baca di setiap halaman buku dongeng memang ada, dan hidup di sekitar kita. Jika saja kita mau diam dan memperhatikan sejenak.

 


 

 

{ Whispering Nightfall }

 

Ia membuka kedua kelopak matanya. Darahnya terasa berdesir ke setiap ujung nadi yang ia punya. Ia pun menengok ke atas untuk menatap Sang Bulan yang berbentuk penuh. Sinarnya membuat seluruh inderanya terbangun, ia bisa mendengar apapun, ia bisa melihat jauh bahkan di dalam kegelapan. Ia tahu saat ini ia berpuluh-puluh kali bisa merasakan kekuatan yang mulai mengalir ke sekujur tubuhnya. Kelamnya hutan ini bahkan tidak mampu menelan sinar matanya yang berkilau kemerahan. Ia pun membawa dirinya ke tepian sungai, dan menyaksikan sendiri wujudnya yang kini hampir ia tidak kenali. Taringnya yang terlihat dapat mematahkan apapun itu begitu mengancam, dan ujung telinganya pun turut memanjang membuatnya semakin berbentuk seperti makhluk predator yang tak pernah pandang bulu.

Ketika sekali lagi ia mendongak kepada langit, sebuah lolongan pun terdengar.

Luhan mengaung kepada malam yang saat itu terasa memenuhi dalam tubuhnya.

 

:::

 

Sudah hampir dua bulan sejak saat itu, dan Luhan tahu ini adalah keputusan terbaik yang bisa ia ambil sekarang. Meninggalkan kota lamanya bukan hal yang mudah, tetapi ia tahu ia harus. Jika ia tinggal lebih lama lagi Luhan tidak tahu apakah semuanya akan aman. Bagi penduduk kotanya, orang-orang yang ia sayangi, maupun bagi dirinya sendiri.

Sejujurnya, ia tidak begitu mengerti mengapa Ibunya mengirimnya ke kota ini. Tidak ada alasan pasti yang diberikan oleh wanita yang sudah menginjak usia paruh baya tersebut. Tetapi Ibunya bilang, Luhan akan belajar banyak hal, dan tempat ini adalah tempat teraman yang bisa beliau pikirkan bagi putra semata wayangnya itu. Toh, Luhan masih tidak tahu letak perbedaan yang signifikan dari kota ini dan kota lainnya. Jadi di hari pertamanya, Luhan sudah memutuskan bahwa ia tidak ingin terlalu terikat dengan orang-orang yang ada di sini. Kalau-kalau sesuatu terjadi ia tidak perlu terlalu merasa bersalah ketika ia tidak sengaja menyakiti mereka.

Seharusnya sih begitu.

Ia pun memegang surat pengantarnya dengan erat-erat, hari pertamanya di sekolahnya yang baru tentunya tidak ingin ia hancurkan begitu saja. Baru saja ia melangkah dengan mantap, tetapi belum-belum tasnya sudah terlempar jatuh ke tanah ketika ada seseorang yang menubruknya dari belakang.

“Ah maaf! Maafkan aku!” seru seorang gadis yang ternyata menjadi penyebabnya. Ia telah membungkuk untuk memungut tas Luhan yang tidak sengaja ia jatuhkan. “Ini tasmu, maaf karena aku sepertinya membuatnya jadi sedikit kotor.” Begitu gadis itu mendongak dan wajahnya bisa Luhan lihat dengan jelas, pria muda itu merasa seperti berubah menjadi patung. Ia begitu terpaku melihat pesona yang jelas-jelas mengucur keluar dari gadis ini. Dunia rasanya terasa seperti tidak masuk akal begitu Luhan melihat wajah gadis itu, sungguh dia adalah manusia paling rupawan yang pernah ia lihat seumur hidup.

Gadis itu hanya menatap ke dalam mata Luhan untuk sejenak, lalu senyumnya yang sempat terukir lebar perlahan-lahan menyurut sedikit. “Ah. Baru ya.”

Butuh waktu yang agak lama bagi Luhan untuk sadar dari akal sehatnya yang sempat hilang. Ia buru-buru meraih tasnya kembali, lalu tersadar bahwa gadis ini sebenarnya sedang berbicara kepadanya. “Kau tahu kalau aku baru saja pindah ke sini?”

Gadis yang ada di depannya tersebut hanya tersenyum kecil, “Bukan itu maksudku sih. Tapi…. Yah. Semoga hari-harimu di sini menyenangkan.” Ia sempat membungkuk sedikit kepada Luhan lalu berbalik dan menghampiri gerombolan temannya yang telah meneriakkan nama gadis ini sejak tadi. Luhan tidak perlu berusaha keras untuk menguping ketika indera pendengarannya telah otomatis dimaksimalkan.

“Naeun-ah, ayo cepat sedikit, piket kelas sudah harus mulai sebentar lagi.”

Ah. Luhan terkadang bersyukur pendengarannya yang meningkat berkali kali lipat ini terkadang bisa sangat menguntungkan. Bahkan untuk hal sepele seperti mengetahui nama orang tanpa perlu bertanya kepadanya.

 

:::

 

“Dia mengenaimu dengan keras ya.”

Luhan mengerjap-ngerjapkan matanya beberapa kali. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia melamun, tetapi berkat suara yang muncul dari bangku yang ada di belakangnya ia pun mengembalikan fungsi otaknya kembali seperti semula. Diputarnya sedikit tubuhnya ke belakang agar bisa melihat sumber suara itu, ia tetap berhati-hati agar guru yang sedang mengajar di depan tidak menangkap basah dirinya sedang melakukan ini.

Seorang gadis dengan rambut caramel yang jatuh mengalir karena kepalanya yang tertunduk ke bawah, terlihat fokus dengan catatan yang ia buat. Baru saja sejam yang lalu Luhan bergabung dengan kelas ini, jadi wajar jika Luhan tidak punya ide sama sekali tentang sosok yang ternyata duduk di belakangnya itu.

Ia bisa mendengar gadis itu mengeluarkan suara dengusan pelan, “Pantas. Masih baru rupanya.” Tetapi tak sekalipun gadis itu mendongak dari catatan di bukunya.

Luhan mengerutkan dahinya, “Ini kedua kalinya aku mendengar itu dalam kurun waktu tidak lebih dari dua jam. Dan aku masih tidak mengerti maksudnya.”

Pada akhirnya gadis itu pun mengangkat wajahnya, dan sekali lagi Luhan terpana. Tidak, lebih tepatnya terperangah. Meskipun tidak sampai membuatnya terpaku seperti gadis yang bernama Naeun tadi, tapi sebagai lelaki Luhan tahu benar bagaimana membedakan gadis yang punya aura berbeda. Ada berapa banyak gadis cantik yang sebenarnya dimiliki oleh sekolah ini?

“Baumu. Kau benar-benar baru. Tercium jelas di udara kelas ini kalau aku mau berkonsentrasi.” ucap gadis itu dengan wajah dingin, seolah Luhan seharusnya bisa mengerti omong kosong yang dia ucapkan.

“Aku... tidak mengerti apa yang sebenarnya kau coba katakan. Dan siapa tadi yang mengenaiku dengan keras?”

Sebuah senyuman meremehkan terukir di wajah gadis berambut caramel itu, “Son Naeun. Kau bertemu dengannya.”

Wajah Luhan membentuk sebuah ekspresi setengah terkejut dan setengah bodoh, “Bagaimana kau bisa tahu?”

Seringai meremehkan itu sama sekali tidak pernah luntur, dan belum-belum Luhan ingin menyesal karena telah membiarkan dirinya sempat terpana kepada gadis ini. “Aku tidak tahu harus mulai menjelaskan dari mana kepada seorang amatir sepertimu.”

Sifat gadis ini rupanya tidak secantik wajahnya, pikir Luhan seketika itu juga. Neneknya di China bisa-bisa sudah naik darah kalau harus berhadapan dengan gadis berkelakuan seperti ini. “Bukankah itu sedikit kasar untuk diucapkan ketika kita bahkan tidak saling kenal?” Ya. Luhan mulai tidak bisa menahan rasa kesalnya.

“Oh. Tenang saja. Kau sebentar lagi akan tahu namaku.” sahut gadis itu enteng. Jawaban itu sama sekali tidak membantu, dan hanya membuat kerutan di dahi Luhan semakin dalam.

“Yah! Park Chorong dan anak baru yang duduk di sebelah sana!!” Luhan sempat terlonjak sedikit begitu teriakan gurunya menggelegar di dalam kelas. “Apa yang kalian lakukan, malah mengobrol sendiri hah??”

Buru-buru Luhan menghadap ke depan dan menegakkan duduknya. Bagus. Ia sudah kena masalah di dua jam pertamanya di sekolah ini.

“Apa kalian sudah merasa pintar?! Apa kalian bahkan memperhatikan rumus yang aku terangkan ini?? Kalau kalian sebegitu menganggap remeh pelajaranku, coba kalian maju dan kerjakan soal yang ada di depan ini!!”

Luhan menatap sekilas ke arah papan tulis dan mendadak perutnya sudah terasa mulas. Tidak. Sedari tadi ia sama sekali tidak memperhatikan. Terutama ketika ia menghabiskan waktunya terlalu banyak untuk melamun. Soal yang tertulis di sana belum-belum sudah membuat kepalanya pusing.

Baru saja Luhan berniat untuk berdiri, tetapi seruan gadis yang ada di belakangnya itu membuatnya tetap tidak bergerak di tempat. “Tapi pak,” suaranya sudah meninggi ketika ia mulai protes. Luhan sudah berpikir gadis ini pasti akan menyalahkan dirinya, menuduhnya yang memulai pembicaraan atau sebangsa itu. Tetapi gadis itu bahkan tampak terlalu tenang begitu kalimatnya yang berikut muncul dari mulutnya, “Kenapa kita harus maju dan mengerjakan soal yang bahkan sudah terjawab?”

“Apa maksudmu?? Soal ini baru saja kutulis dan masih kos--“ guru itu tidak pernah menyelesaikan kata-katanya. Seisi kelas terperangah begitu perhatian mereka kembali ke papan tulis, dan menemukan soal di papan tulis itu sudah terjawab penuh beserta cara lengkapnya.

Luhan mau tidak mau melongo. Beberapa saat yang lalu ia yakin soalnya masih kosong.

Ia pun otomatis menoleh ke bangku yang ada di belakangnya. Gadis itu bahkan sudah kembali sibuk dengan catatannya lagi, seolah barusan tidak terjadi apa-apa. Tetapi Luhan masih bisa melihat seringai kecil yang terbentuk samar di bibir gadis tersebut.

Perlahan-lahan Luhan pun kembali menengok ke arah papan tulis. Masih benar-benar terperangah dan tidak begitu mencerna apa yang sebenarnya sedang terjadi.

Park Chorong, kalau tidak salah?

Siapa sebenarnya gadis ini?

 

:::

 

Sisa-sisa hari di kelasnya digunakan oleh Luhan untuk menghindar dari Park Chorong sebisa mungkin. Meskipun, sebenarnya Luhan tidak perlu susah-susah menghindari gadis itu. Karena sepertinya Park Chorong sendiri juga mengabaikan keberadaan Luhan sepenuhnya. Benar-benar bertingkah seolah mereka berdua sama sekali tidak pernah saling bertukar kalimat. Melirik ke arah Luhan pun tidak pernah.

Jadi ketika waktu makan siang tiba dan mereka yang tidak membawa bekal berkumpul di kafetaria sekolah, Luhan berusaha keras untuk pura-pura tidak menyadari kehadiran gadis aneh itu yang sedang duduk bersama teman-temannya di salah satu pojok kafetaria. Luhan membawa nampan makan siangnya dengan setengah fokus, tidak benar-benar memperhatikan ke mana ia melangkah. Dengan asal-asalan, begitu ia melihat ada meja yang tidak terlalu ramai, ia pun menaruh nampannya di sana dan duduk.

Tetapi Luhan terlambat menyadari ketika suara gaduh kafetaria mendadak mulai memelan. Luhan memperhatikan sekelilingnya dan bingung ketika ada banyak pasang mata yang tampak memperhatikannya dengan berbagai macam ekspresi. Kebanyakan dari mereka memasang tampang tidak percaya, dan bahkan di antaranya ada pula Son Naeun (yang dengan mudah bisa ia tangkap dari ujung matanya).

Sampai mata Luhan akhirnya tertambat kepada satu sosok yang ternyata duduk hanya berselang dua kursi dari tempatnya, bahkan masih berbagi meja kafetaria yang sama dengan Luhan. Pemuda itu menatap Luhan dengan tatapan tidak lebih dari mata yang menilai. Sama sekali tidak mengeluarkan suara apa-apa, tapi dengan terang-terangan pemuda itu seolah menguliti Luhan dengan kedua matanya. Tidak lama, pemuda itu mengabaikan Luhan dan memilih sibuk dengan nampannya sendiri.

Setelah itu, suara gaduh kembali memenuhi kafetaria. Dan berkat pendengarannya yang tajam, Luhan mau tidak mau mendengar beberapa bisikan di kanan dan kirinya.

“Bukankah dia anak baru? Apa tidak ada yang memberitahu kepadanya meja siapa itu?”

“Antara dia memang sama sekali tidak punya ide, atau si anak baru itu cukup bodoh untuk berani duduk di meja yang sama dengan para Kim.”

“Apa kau melihat tatapan yang diberikan Jongin kepadanya? Seandainya pandangan bisa membunuh aku rasa dia sudah bersimbah darah sekarang.”

Luhan menatap makanan di nampannya dengan hambar, tiba-tiba merasa nafsu makannya hilang mendadak. Baiklah. Jadi sepertinya dia tanpa sengaja melakukan sesuatu yang dianggap tabu oleh anak-anak di sini. Sumber masalahnya, rupanya anak lelaki yang duduk dua bangku di sebelahnya ini. Entah apa yang membuat anak-anak lain takut kepada pemuda ini. Luhan pikir, setidaknya dia tidak langsung dihajar begitu saja karena sudah berani duduk di sini (hey, kalaupun anak itu mencoba begitu, Luhan hampir yakin justru dia yang akan babak belur).

“Oh! Lihat siapa yang bergabung dengan kita hari ini!” sebuah suara yang terdengar melengking otomatis membuat Luhan mendongak dari nampannya. Sungguh, banyaknya orang baru yang ia temui hari ini membuat kepalanya sedikit pusing. Seorang gadis lain dengan rambut pendek sebahu dan poni rata tersenyum cerah kepadanya seraya mengambil duduk di depan pemuda bermuka masam tadi. “Jongin-ah, kenapa tidak kau kenalkan aku dengan teman barumu?”

Pemuda yang Luhan yakini bernama Kim Jongin itu sejenak melirik ke arahnya lagi, dengan raut wajah terganggu, dan kembali melengos ke arah gadis asing itu. “Dia bukan temanku. Aku tidak tahu siapa dia.”

“Oh! Apa kau anak baru itu? Eiyy Jongin-ah, yang sopan sedikit kenapa, dia setingkat lebih tua di atas kita tahu.”

Luhan menatap dua orang di sampingnya itu bergantian. Ia merasa kebingungan, gadis ini datang begitu saja seperti badai di siang bolong.

“Senang bertemu denganmu, sunbaenim! Namaku Kim Namjoo. Dan bocah berwatak jelek ini biasa dipanggil Kim Jongin, saudara kembarku.” gadis itu lagi-lagi mengeluarkan suaranya yang melengking tinggi, kali ini mengulurkan tangannya untuk menyalami Luhan. Mau tak mau, seolah seperti dihipnotis, Luhan menyambut uluran tangan itu.

“Jangan seenaknya berkoar-koar kalau aku adalah saudara kembarmu.” di tengah-tengah kunyahannya, Jongin tetap bisa mengeluarkan seruan masamnya.

Dengan mudah, Namjoo mengabaikan saudaranya itu dan beralih ke arah Luhan. “Kami jarang makan siang bersama orang lain. Tapi kami senang menyambutmu di meja ini, sunbaenim.”

Menyambut itu, Luhan hanya menganggukkan kepalanya pelan. “Terima kasih. Namaku Luhan.” Semakin lama semakin Luhan tidak mengerti mengapa anak-anak lain tidak ada yang berani mendekati meja yang ditempati dua orang Kim Bersaudara ini. Terutama ketika Kim Namjoo seperti menyerap semua aura kelam yang ada di sekitarnya, kecuali milik saudara kembarnya Kim Jongin sendiri.

Namjoo semakin melebarkan senyumannya, “Aku dan Jongin akan dengan senang hati menemanimu sampai betah tinggal di sini-- AWW! Yah Kim Jongin tidak perlu menendangi kakiku!!”

Jongin (yang seolah mengabaikan Luhan selama ini) menatap Namjoo tajam “Tidak perlu menyeretku ke dalam semua ide tidak bergunamu itu. Luhan sunbaenim bisa mengurus dirinya sendiri. Benar?” meskipun Luhan menyadari kata ‘sunbaenim’ yang ia ucapkan memiliki intonasi berbeda, setidaknya Luhan kini mendapati Jongin mau menengok ke arahnya lagi.

Luhan merasa ragu-ragu untuk sejenak. Memang tujuan awalnya ke sini adalah untuk tidak menyeret dirinya lebih jauh dengan semua orang yang ada. Tetapi rupanya ada sesuatu yang menarik dari dua orang saudara kembar beda rupa ini yang membuat Luhan melupakan niatnya sementara. “Ah… aku tidak keberatan…”

“Bagus sekali!!!” seru Namjoo riang. Di sisi berlawanan Jongin hanya duduk terdiam, meluncurkan pisau-pisau transparan melalui tatapannya ke arah Namjoo. “Lihat kan, Jongin-ah? Setidaknya hargailah usahaku untuk mencarikanmu teman baru. Aku bosan melihatmu ke mana-mana sendirian.”

“Bukannya aku butuh seorang teman juga sih.” gerutu Jongin yang kali ini menusuk-nusuk kacang polong di nampan makan siangnya.

Luhan terlalu tertarik ke dalam obrolan (atau lebih tepatnya omelan yang saling sahut menyahut) dari kedua saudara kembar tersebut hingga reaksinya terlambat saat tiba-tiba sebuah suara benda berdentum muncul di antara meja mereka. Dengan terlalu terpaku, Luhan memperhatikan apa yang menjadi penyebab suara keras itu.

Tangan Namjoo sudah terulur, menusukkan garpunya ke permukaan meja. Tepat berjarak beberapa senti dari tangan kanan Luhan. Pemuda itu dengan gugup dan terpatah-patah sedikit menunduk untuk melihat dengan jelas apa yang sebenarnya dilakukan oleh gadis yang lebih muda itu. Awalnya Luhan kira garpu itu hanya menancap begitu saja di atas permukaan meja kafetaria yang mulus, namun setelah ia perhatikan kembali baik-baik Luhan baru menangkap apa yang sebenarnya Namjoo lakukan. Di salah satu jeruji garpunya, Luhan bisa melihat ada sebuah serangga kecil yang kini sudah tidak bernyawa lagi. Seekor kepik. Namjoo telah menusuk serangga kecil itu dengan salah satu ujung jeruji garpunya.

“Oh.” seru gadis itu santai. Ia mencabut garpunya dari permukaan meja, dan mengamati kepik yang masih tertusuk di garpunya dengan seksama.“Serangga kecil kotor ini bisa sampai ke kafetaria ini. Hmm kualitas kebersihan di sini semakin buruk.”

Luhan terlalu shock untuk bisa mengeluarkan sebuah kata apapun. Di sisi lain, Namjoo dan Jongin terlalu santai hingga tidak bisa disebut normal. Seolah salah satu dari mereka barusan tidak hampir menusuk telapak tangan Luhan dan membuatnya hampir kehilangan satu jari.

“Tch. Dasar pamer.” celetukan Jongin akhirnya membuat dua orang bersaudara itu kembali terlibat percecokan tidak penting.

Di saat itulah Luhan yang masih susah mencerna kejadian barusan menangkap sosok itu menatap tajam ke arah meja mereka (atau dia sendiri, lebih tepatnya). Dari meja yang berada di pojok kafetaria, Park Chorong mengirimi Luhan sebuah tatapan terdingin yang pernah ia lihat setelah terakhir kali mereka berbicara.

 

:::

 

Luhan baru saja menyelesaikan pelajaran terakhirnya di hari pertama ia sekolah. Laboratorium yang tadi mereka gunakan untuk melihat jaringan sel di dalam tumbuhan kini sudah terasa sepi, namun Luhan masih tinggal untuk membereskan alat-alat praktikum yang tersisa. Guru mereka cukup berbaik hati menyuruhnya untuk merapikan alat-alat ini sebagai hadiah karena ketahuan melamun (lagi-lagi begitu). Begitu alat terakhir ia masukkan ke dalam lemari, kembali lagi ia dikejutkan untuk kesekian kalinya.

“Jauhi mereka.”

Ia tidak menyadari kehadiran gadis itu yang muncul begitu saja di dalam ruangan ini. Tidak, terutama ketika indera serigalanya harusnya bereaksi terhadap hampir semua gerakan manusia. Park Chorong dalam sehari berhasil membuatnya jantungnya hampir copot untuk yang kedua kali.

“Demi Tuhan! Sejak kapan kau ada di sini??” ia tidak bisa tidak menyuarakan keterkejutannya.

Berdiri di dekat papan tulis, Chorong sama sekali tidak terlihat mendekati bahagia, terutama ketika kedua alisnya bertaut. “Jangan pernah sekali-kali dekati para anggota Keluarga Kim.”

Jarak mereka terpaut jauh, dari ujung kelas hingga ujung satunya lagi. Meskipun begitu Luhan bisa melihat jelas raut wajah Chorong yang terlihat terganggu lebih dari apapun.

Gadis ini berlagak tidak mengenalnya selama hampir seharian penuh. Lalu tiba-tiba muncul begitu saja di hadapannya menyuruhnya melakukan sesuatu yang terdengar konyol. Ya, Luhan merasa berhak untuk kesal.

“Maaf? Apa hakmu memberitahuku siapa yang boleh kuajak bicara dan tidak.” sungguh mengumpulkan kesabaran yang ia punya tidaklah mudah.

“Kalau kau masih mau tetap hidup, aku sarankan kau mulai mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutku.” nada yang Chorong keluarkan sama kerasnya dengan yang keluar dari tenggorokan Luhan. “Keluarga Kim terlalu berbahaya bagimu. Sebisa mungkin. Jauhi. Mereka.”

Keras kepala? Oh, Luhan bisa memainkan permainan ini sama baiknya.“Tidak mau.”

Sedetik kemudian Luhan bisa merasakan tubuhnya terhempas ke tembok oleh sebuah kekuatan yang tidak terlihat. Dan begitu ia membuka mata lagi, terbungkuk-bungkuk di lantai kelas laboratorium, Chorong sudah berdiri di dekatnya seraya menatapnya kasar. “Kau terlalu naïf untuk berpikir bisa bertahan hidup di sini dengan otakmu yang masih kerdil itu.”

Dan ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Luhan melepas semua kendali yang ia punya.

Ia tidak bisa menghalangi dirinya untuk bertransformasi ke wujudnya yang lain.

Jadi detik berikutnya, begitu ia menghempaskannya dengan satu ayunan lengan, tubuh Chorong sudah terlempar hingga menabrak beberapa baris meja yang ada di laboratorium. Gadis itu untuk sesaat menyadari gerakan Luhan, dan di waktu yang singkat berhasil melindungi dirinya sendiri sehingga tidak terlempar sampai ke seberang ruangan. Luhan lebih terkejut, tidak ada manusia yang bisa menahan serangannya ketika ia sudah dalam wujud ini. Tidak ketika cakar-cakar dan taringnya sudah tumbuh, dan lekukan garis wajahnya mengeras, serta kedua ujung telinganya meruncing. Membuatnya tampak seperti apa yang orang-orang sebut dengan manusia setengah serigala dalam beberapa mitos. Dan memang benar adanya, ia adalah seorang manusia serigala.

Chorong tidak butuh waktu yang lama untuk bangkit berdiri di antara meja-meja yang sebagian besar telah rusak tersebut. Dan ketika gadis itu mendongak untuk mengelap ujung bibirnya yang berdarah sedikit dan menunjukkan kedua mata yang berkilat marah, Luhan tahu ia sedang menghadapi sesuatu yang berbahaya. Instingnya sebagai manusia serigala menyuruhnya untuk waspada.

“Tidak mengurangi tenaga sedikit pun, eh? Bayangkan bahaya apa yang bisa kau timbulkan kalau kau mudah lepas kendali seperti itu. Xi Luhan.” desis gadis yang sekarang melangkah mendekat perlahan-lahan. Seiring dengan langkahnya, meja-meja beserta pecahan-pecahannya yang ada di sekitar gadis itu pun kemudian melayang mengkhianati gravitasi.

Luhan dibuatnya terpaku sekali lagi.

Kini ia benar-benar yakin, Park Chorong bukanlah seorang manusia.

“Siapa kau sebenarnya??” pertanyaan Luhan terdengar menggelegar di seisi ruangan.

“Aku?” langkah kakinya berhenti, Chorong hanya menatap Luhan dingin dengan satu ujung bibirnya tertarik ke atas. “Aku adalah mimpi buruk bagi seorang manusia serigala sepertimu.”

Dan kemudian benda-benda yang melayang tersebut secara bersamaan melesat ke arah Luhan. Lalu semuanya menjadi gelap.

 

:::

 

Ia terbangun dan menyadari sekelilingnya terasa sangat asing baginya. Definisi ‘asing’ sungguh tidak berlebihan terutama ketika kau terbangun dan menemukan dirimu sedang terkapar di hutan yang tidak familiar untukmu. Luhan bangkit terduduk, masih berusaha mengabaikan nyeri-nyeri yang tersisa di beberapa bagian tubuhnya. Kemampuan regenerasi selnya yang berada di luar nalar manusia membuatnya bisa sembuh dari luka macam apapun.

Yang kemudian membuatnya teringat.

Barusan tubuhnya babak belur begitu dihantam oleh belasan meja beserta serpihan-serpihan meja yang sebelumnya telah rusak, setidaknya Luhan yakin ada beberapa bagian tubuhnya yang tertusuk oleh serpihan meja yang tajam. Terbukti dari seragamnya yang kini bernoda darah dan sobek di beberapa tempat. Meskipun lukanya selalu dengan cepat sembuh, tapi tetap saja, rasa sakit yang ia alami ketika tubuhnya terluka itu tidak bisa ia cegah. Dan itu membuatnya mengingat kembali…

“Sudah bangun?”

Suara itu. Luhan terlonjak dan membuatnya menoleh ke belakang secara refleks. Begitu ia mendapati sosok itu dengan santainya sedang berdiri beberapa meter darinya, Luhan sudah berlutut dan siap untuk mengubah wujudnya kembali. Tetapi sama sekali tidak ada yang terjadi.

“Percuma. Kau tidak bisa kembali ke wujud manusia serigalamu sekarang.” celetuk gadis itu ringan. “Bubuk yang membentuk lingkaran di sekitarmu itu yang menghalangimu. Kau juga tidak bisa keluar kecuali garis lingkarannya dirusak.”

Saat itulah ketika Luhan menyadari ia sedang berada di dalam lingkaran yang dibentuk dari bubuk-bubuk berwarna hitam keunguan. Pemuda itu mendongak kembali ke arah gadis yang saat ini mengundang terlalu banyak pertanyaan di kepalanya. “Park Chorong, apa yang kau lakukan kepadaku??”

Wolfsbane.”  suara yang keluar dari mulut Chorong lebih seperti bisikan, “Bubuk bunga wolfsbane adalah kelemahan kalian para manusia serigala.”

Untuk sesaat kemudian tidak ada sama sekali suara yang keluar di antara mereka berdua. Hanya dua pandangan yang saling beradu. Yang satu berusaha mencari-cari jawaban, sedangkan yang satunya lagi tetap memasang proteksi diri yang membuatnya susah untuk dibaca.

“Apa yang kau mau dariku? Kenapa kau berbuat sejauh ini?” desis Luhan pada akhirnya. Ia masih belum bisa sepenuhnya mempercayai eksistensi Chorong yang tidak bisa dibuktikan dengan akal sehat. Tetapi lagi-lagi, keberadaannya sendiri sebagai manusia serigala juga menyalahi aturan alam.

Chorong tetap terdiam, lalu kemudian mendudukkan dirinya di sebuah batu besar yang terdekat. “Kau terlalu meledak-ledak. Auramu terlalu kuat. ‘Bau’mu yang terlalu kuat. Dan itu bisa membahayakan kita semua yang ada di dalam kota ini ketika kau tidak bisa mengendalikan kekuatanmu. Kau adalah seorang omega, manusia serigala yang terbuang, terpisah dari kawananmu. Dan menjadi seorang omega membuatmu lebih rentan.”

Luhan masih belum mengerti, apakah gadis ini sesungguhnya sedang berniat buruk atau justru ingin menolongnya.

“Bagaimana kau bisa tahu tentang… tentang… ‘wujud’ku. Dan ‘bau’ apa yang sebenarnya kau maksud?”

“Dengan semua yang telah kulakukan selama ini tidakkah pernah terpikir olehmu bahwa aku sama tidak normalnya dengan dirimu?” balas gadis itu dengan nada mengejek. “Pikirkan kembali Xi Luhan. Kau terlalu naïf kalau mengira manusia serigala adalah satu-satunya mitos yang nyata di bumi ini.”

Kata-katanya berhasil membuat Luhan termangu. Sama sekali tidak pernah terlintas di kepala Luhan, bahwa sesungguhnya masih ada ‘yang lain’ di luar sana.

“Dan yang kumaksud ‘bau’ sejak tadi adalah, ‘bau’mu sebagai seorang manusia serigala baru. Kau digigit belum lebih dari dua bulan, bukan begitu? Kami bisa membedakannya hanya dari baunya saja. Mengingat kau masih sangat baru dan buta tentang semua hal ini, aku memaklumi kalau kau tidak tahu apa-apa.”

“Apa sebenarnya… dirimu…?” tanya Luhan hati-hati, kata ‘apa’ mungkin lebih tepat dibanding dengan ‘siapa’ untuk diajukan kepada gadis dengan rambut berwarna caramel itu.

Gadis itu menyeringai lagi. Luhan nyaris membenci seringai itu.

“Oh, jenis-jenis sepertiku memiliki banyak nama di luar sana. Tapi mungkin sebutan yang ini akan terdengar lebih familiar untukmu,” gadis itu terdengar seperti ingin tertawa, “A witch.

Alis Luhan berkedut. Ia tanpa sadar menyetujui penuh sebutan itu untuk gadis yang ada di depannya.

Pemuda itu membuka mulutnya kembali, “Penyihir? Itu banyak menjelaskan bagaimana benda-benda itu bisa melayang. Dan merobek-robek dagingku di detik berikutnya.” ia mengakhiri kata-katanya dengan getir.

Penyihir itu kemudian tertawa kecil, “Kami bisa melakukan lebih banyak dari itu.” Dengan satu jentikan jari yang ia buat, muncul sebuah bola api yang melayang di atas telapak tangannya, dan dengan satu gerakan tangan yang berikut bola api tersebut sudah berubah menjadi stalaktit-stalaktit es yang gadis itu lemparkan hingga tepat mengenai bagian luar lingkaran yang mengurung Luhan.

“Kau benar-benar tidak tahu ya, kenapa ada yang menyuruhmu untuk pindah ke sini.” Celetuk Chorong saat itu juga begitu melihat Luhan yang masih tampak berusaha meyakinkan akal sehatnya.

Luhan mengangkat wajahnya, tidak merasa perlu untuk menyembunyikan pertanyaan-pertanyaan yang selama ini ia pendam yang mulai terukir di wajah sang manusia serigala muda tersebut. Chorong mengerti benar apa yang dimaksud oleh raut muka yang pemuda itu pasang. “Tidak banyak yang orang tahu kecuali mereka yang memang benar-benar tahu, kalau kota ini hampir seperempat penduduknya dihuni oleh mereka yang bukan manusia biasa.”

“Jumlah itu terhitung sangat banyak, mengingat di tiap kota mungkin hanya memiliki dua atau tiga yang mau benar-benar hidup berdampingan dengan manusia.” lanjut Chorong dengan tatapan kosong, “Makanya kota ini disebut sebagai ‘capitol’nya bagi makhluk-makhluk seperti kita.”

“Dan apa hubungannya itu dengan kepindahanku ke kota ini?” pikiran Luhan masih terlalu berkecamuk, semakin lama semakin banyak kenyataan yang harus ia terima yang sesungguhnya bisa membuat dirinya mempertanyakan kewarasannya.

“Karena tiap manusia serigala baru membutuhkan bimbingan jika ingin terus bertahan hidup. Terutama ketika ia adalah seorang serigala tersesat, omega sepertimu.” tatapan kosong Chorong kini mulai menggelap, “Ibumu mengetahui itu, dan ia memindahkanmu ke sini, karena ia tahu bimbingan yang kau perlukan hanya ada di kota ini.”

“Bimbingan…? Siapa yang--“

“Kami para penyihir, telah ribuan tahun hidup berdampingan bersama kalian manusia serigala. Para kawanan serigala dulu selalu memiliki seorang penyihir di kawanan mereka yang bertindak sebagai penasehat. Tetapi jumlah kami semakin sedikit, dan semakin banyak kawanan yang berdiri sendiri tanpa memerlukan seorang penyihir di dalam kawanannya. Hampir mustahil menemukan penyihir yang mau bekerja sama di luar sana, dan satu-satunya tempat di mana kau bisa menemukannya dengan mudah adalah--“

“Di sini. Di kota ini. Ibuku memindahkanku ke sini karena ia ingin aku bertemu dengan… mu?”

Sebuah senyuman satu sisi yang terukir di wajah Chorong tidak luput dari pengamatan Luhan.

“Tergantung keputusanmu. Masih ada beberapa penyihir di luar sana di kota ini yang bisa membimbingmu dan mengajarkanmu banyak hal. Aku hanyalah seorang penyihir muda yang kebetulan berada di kelas yang kau masuki dan kebetulan juga menjadi penyihir pertama yang kau temui seumur hidupmu.” Chorong membangkitkan tubuhnya dari batu besar yang menjadi dudukannya selama ini. Ia perlahan-lahan mulai mendekat ke arah Luhan. “Meskipun, aku tidak yakin mereka ingin bekerja sama dengan seorang omega sepertimu. Mereka lebih memilih bekerja untuk satu kawanan yang memiliki alpha dan beta.“

Tidak sekalipun, Luhan menurunkan kewaspadaannya terhadap seorang penyihir yang saat ini mengulum senyum kepadanya. “Dan apa yang membuatmu mau bekerja denganku?”

“Kontrak.” jawabnya tanpa ragu. “Manusia serigala dan penyihir yang bekerja sama terikat dalam sebuah kontrak. Itu artinya, ada syarat yang harus dipenuhi oleh satu pihak dan lainnya. Dan aku menginginkan kontrak itu.”

“Bukan berarti aku bisa mempercayaimu semudah itu, setelah apa yang kau lakukan tadi.” tegas Luhan keras. Ia merasa wajar baginya untuk mempertanyakan motif gadis ini, sobekan dan noda darah di seragam yang ia kenakan sekarang menjadi buktinya.

Lekukan kesal di wajah penyihir itu tergambar dengan jelas. “Apa yang kulakukan adalah untuk menjauhkanmu dari bahaya. Lihat saja dirimu yang sama sekali tidak berdaya, dibuat kelimpungan oleh seorang peri di hari pertama. Membuat akal sehatmu diputar balik dan linglung seperti orang idiot.”

“Ap-- Peri??”

“Aku pernah bilang padamu kan. ‘Dia mengenaimu dengan keras’. Pft, efeknya pun sepertinya masih belum hilang sepenuhnya sekarang.” Chorong menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya, “Son Naeun itu benar-benar tidak tahu efek yang bisa ia berikan kepadamu bisa sekuat ini.”

Pikiran Luhan melayang kembali kepada saat pertama kali ia melangkahkan kaki ke sekolah barunya, dan pertemuannya dengan gadis yang kecantikannya seperti tidak nyata untuk ada di dunia ini. Yang berarti…

“Son Naeun? Gadis yang tidak sengaja bertabrakan denganku? Dia seorang--“

“Peri. Dan satu yang sangat kuat.” potong Chorong dengan datar. “Jadi kalian bertabrakan? Pantas saja, dia pasti tidak sengaja, bubuk peri yang mengenaimu bisa dibilang hampir ‘overdosis’, sedikit lagi bisa membuatmu menjadi orang gila yang sesungguhnya.”

Luhan termegap-megap, “Bubuk peri?? Bukankah itu seharusnya yang bisa membuat orang terbang kalau kita membayangkan hal yang bahagia?”

Kini giliran Chorong yang menatap remeh ke arahnya, “Tentu. Terbang. Melayang. Atau terserahlah. Bubuk peri membuatmu melayang kan? Hanya saja yang dibuat melayang adalah kesadaranmu. Membuat kesadaran penuhmu hilang, kau jadi sering melamun dan daya konsentrasimu sepenuhnya lumpuh. Seperti narkoba yang menyerang syarafmu. Dalam jumlah yang banyak, bubuk peri sangatlah berbahaya.”

Dan itu membuat Luhan menutup mulut sepenuhnya. Itu menjelaskan kenapa hari ini ia lebih banyak melamun dan kehilangan konsentrasinya seperti orang idiot. Seolah-olah ia telah kehilangan kendali akan kesadarannya sendiri. Jadi, semua gara-gara bubuk peri ini eh?

“Jadi… Dia, Naeun, apakah aku harus menjauhinya?” Tolong jangan katakan iya, untuk makhluk yang begitu indah seperti gadis itu, Luhan tidak ingin menganggapnya sebagai musuh atau apapun.

Untuk sesaat, Chorong hanya memandangnya dengan dua bola mata gelap yang terasa tumpul. “Pada dasarnya, para Peri adalah makhluk yang bersahabat. Peri-peri adalah makhluk yang ‘indah’, tidak ada Peri yang buruk rupa,  membuat orang-orang di sekitarnya ‘tertarik’ kepada mereka tanpa sadar. Karena itu tidak jarang kau temukan peri-peri yang di dunia modern sekarang ini justru mengambil profesi sebagai selebriti di TV. Mereka sama sekali tidak berbahaya kecuali mereka memang ingin mencelakakanmu. Tetapi,”

Ia mulai menahan nafasnya.

“bagi mereka yang tidak tahu, terekspos terlalu lama di sekitar mereka akan membuatmu susah membedakan mana yang sesungguhnya benar dan salah.”

Hening. Hanya terdengar suara serangga di kedalaman hutan ini.

“Karena itu sampai kau sudah siap, aku menyarankanmu untuk tidak dekat-dekat dengan Son Naeun.” Chorong menyelesaikan kalimatnya dengan hambar. Penyihir itu memalingkan wajahnya dan memilih untuk menatap permukaan tanah hutan yang telah tertutup oleh daun-daun kering.

“Kau sepertinya tahu banyak.” gumam Luhan dari tempatnya berdiri. Dan itu berhasil membuat Chorong menoleh kembali ke arahnya.

“Tentunya. Mereka yang tidak tahu apa-apa sama saja seperti semut di padang pasir. Dan itu berlaku untukmu juga, Xi Luhan. Karena ketidak tahuan apa-apa bisa membuatmu kehilangan nyawa,” lalu terdengar dengusan nafas yang keras, “seperti sok-sokan mendekati anggota Keluarga Kim ketika jam makan siang misalnya.”

Dahi Luhan berkerut, “Mereka manusia kan. Aku tidak tahu apa yang membuatku yakin, tapi aku tahu mereka adalah manusia. Apa yang membuatnya berbahaya.” Dari gerak-gerik kedua saudara kembar itu, Luhan sama sekali tidak menemukan ada yang abnormal. Kecuali ketika…

“Menusuk seekor kepik kecil yang kukirim hanya dengan sebuah ujung garpu. Menurutmu itu normal?”

“Kepik yang kau kirim?”

“Oh ya, kepik kecil itu bisa dibilang adalah ‘mata-mata’ yang kukirimkan untuk mengawasi kalian, tapi bukan itu masalahnya. Keluarga Kim, seperti yang sudah kubilang, adalah orang-orang berbahaya yang harus kau jauhi. Lebih dari apapun juga. Lebih dari Son Naeun.”

“Tapi mereka manusia!” Protes Luhan yang masih keras kepala. Perdebatan ini jugalah yang membuat mereka tadi sampai baku hantam seperti itu.

Chorong menusuknya tajam dengan tatapannya, “Manusia, memang. Tapi mereka adalah manusia yang memburu makhluk-makhluk supranatural seperti kita, yang menurutnya membahayakan nyawa manusia lain. Mereka menyebut diri mereka sendiri sebagai pelindung kota ini. Keluarga Kim sudah turun menurun memerankan tugas mereka sejak pertama kali kota ini berdiri. Sementara makhluk seperti kita menyebutnya dengan satu sebutan. Para Pemburu.”

“Karena itu kalau kau terlalu dekat-dekat dengan mereka, dan keberadaanmu yang mencolok sebagai manusia serigala baru tidak bisa kau kendalikan, kesempatanmu hidup tidak akan lebih sampai bulan purnama berikutnya yang akan datang. Para Pemburu itu sudah akan memenggal kepalamu lebih dulu untuk dijadikan hiasan di atas perapian mereka.”

Luhan bergidik membayangkan dua saudara kembar yang baru ia kenal tadi, terutama Namjoo yang tampak terlalu baik untuk hal seperti ini, akan dengan sangat mudahnya memutilasi tubuh makhluk-makhluk seperti dirinya. “Seberapa berbahayanya mereka?”

Kedua bahu Chorong dinaikkan dengan enteng, “Cukup berbahaya sampai makhluk-makhluk supranatural di kota ini lebih memilih untuk menyembunyikan identitas mereka dari para manusia. Si Kembar Kim yang kau temui tadi, memang salah dua dari anggota keluarga mereka yang termuda, tapi tidak ada yang tahu benar sudah berapa banyak kepala manusia serigala yang mereka penggal. Terutama omega-omega yang tidak sengaja tersesat ke sini.”

“Tetapi… Mereka……. Terlihat sangat baik…..” gagap Luhan kemudian. Si Kembar Kim adalah satu-satunya yang sungguh-sungguh mau berusaha berbicara dengannya hari ini, yang dengan tulus benar-benar membuatnya merasa setidaknya diakui.

Penyihir muda di depannya itu lagi-lagi mendengus, “Tunggu sampai mereka tahu siapa kau sebenarnya dan kita bertaruh apakah kau masih bisa mengatakan hal itu kepadaku.”

“Apakah mereka akan memburuku juga?” Ia ngeri sendiri membayangkan Namjoo dan Jongin adalah orang yang membuatnya menjadi target seperti dalam permainan berburu yang sering ia lihat di TV.

Chorong menelengkan kepalanya sedikit, “Mungkin, kalau kau tidak tahu bagaimana mengendalikan kekuatanmu sebagai seorang manusia serigala. Kekuatan yang tidak mudah dikendalikan akan terlalu mencolok, terutama karena para manusia serigala akan dengan mudah kembali ke wujud aslinya jika dipicu emosi. Kau harus terus melatihnya, atau kau akan membuat dirimu menjadi mangsa empuk peluru-peluru Keluarga Kim itu.”

Luhan perlahan-lahan mendongak untuk mencari tatapan penyihir yang sekarang berdiri tidak jauh darinya. “Kalau begitu ajari aku.”

Dan ia tersenyum. Penyihir berambut caramel itu menarik satu ujung bibirnya, tanda penuh kemenangan.

“Kau menyetujui untuk menjalin kontrak denganku, kalau begitu?”

“Kalau itu memang yang harus kulakukan, akan kulakukan. Ibuku mengirimku ke sini karena ini, bukan? Kalau menjalin kontrak dengan penyihir sepertimu bisa menjamin keselematan orang-orang yang ada di sekitarku dari diriku sendiri, aku siap memenuhi kontrakmu.”

Suara yang kemudian keluar dari tenggorokan Sang Penyihir itu terdengar licin, “Aku akan membimbingmu. Menjadi pelindungmu, bahkan. Tetapi kau harus ingat untuk mengabulkan permintaanku suatu saat nanti. Itu adalah kontrak yang harus kita penuhi.”

Chorong bisa melihat betapa tegarnya dua bola mata Luhan yang saat ini menatapnya balik. Pemuda itu tidak mudah untuk digoyahkan. Ia lagi-lagi tersenyum di dalam hati. Langkahnya tepat, ia telah memilih orang yang benar.

“Aku siap. Ini adalah kontrak. Aku yang memintanya kepadamu.” suaranya tidak bergetar sekalipun. Luhan telah memantapkan hatinya.

Selangkah, dua langkah, Chorong semakin mendekatkan dirinya ke lingkaran yang mengurung Luhan. Sampai akhirnya begitu gadis itu mengayunkan sebelah tangannya, bubuk wolfsbane yang membentuk lingkarannya pun pudar tertiup angin yang tak terlihat.

Sebuah uluran tangan menyambut Luhan yang kini berdiri dalam jarak dua lengan di depan Sang Penyihir.

“Baiklah.” senyuman yang memendam penuh arti di wajahnya yang cantik tak sekalipun luntur. “Aku terima kontraknya.”

Dan ketika Luhan menyambut uluran tangan Chorong dengan miliknya sendiri, tidak ada lagi yang bisa membatalkan kontrak mereka. Keduanya saling terikat.

 

 

 

Tapi tidakkah kau tahu, serigala mudaku?

Mengikat janji dengan seorang utusan iblis,

sama saja dengan merantaimu ke dalam kuali api neraka?

 


(A/N): ide tentang makhluk supranatural terutama tentang manusia serigalanya dan pemburunya diambil dari Teen Wolf, dan penyihirnya mungkin sedikit dari The Vampire Diaries. Cerita ini sebenarnya baru diniatin untuk ditulis setelah saya membuat graphicnya yang kemudian saya post di tumblr: (1) (2)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
leenaeun
#1
Chapter 4: Gila, keren banget author-nim, aq bener2 speechless, serius sampe ga tw mesti ngomong apa selain INI GOKIL BANGETTTTT!!! #twothumbsupforauthornim ^^
yvnhyeong
#2
Chapter 4: MAMPUS AKU ARA MAMPUS PINGIN NANGIS TAPI GA TAU HARUS NANGIS BAHAGIA ATAU NANGIS TERHARU KARENA NAEUN SPECIALS. Girl, you inspire me sooooo much. I love you. Thank you, and thank you, and more thank you. Tbh i really liked hunger game!au more bc the feels! And Jongin/Seulgi (and not to mention, even Seulgi/Mino too) i kno mino isn't even close to peeta but YASSS.
You amaze me.
Thank you again, baby!!!!

Ps. Imma going to read this over n over again
nouhaloubna
#3
Chapter 4: please make an english version of this story
yeoshin1002 #4
Chapter 4: huwaaaaa!!! bagus banget aku suka banget bagian kai naeu nya ya ampunnn pertama nya sempet bingung alur ceritanya. terus terakhirnya sedih banget.. sampe nyesek ini bacanya T.T /sobs/
unexpected!! biasanya aku langsung bosen kalo cerita fantasi gini tapi ini bener2 bikin suka banget.. aku mau ada kaieun lagi di next story hihi~
SoYeon_AI #5
Chapter 4: KAK AARRAAAAAAAAA
SUMPAH IH PAS LIAT ADA PEMBERITAHUAN UPDATE KAGET TAUNYA KA ARA T.T
HUHUHUHUHUHUHUHUHUHUHUHU
TRUS TRUS NAEUNXMYUNGSOO YA AMPUN T.T
JADI PENGEN LIAT HYOUKA
TRUS HUNGER GAMES AU!
AAAAA AKU BELUM BACA BUKUNYA JADI KAYAK BANYAK SHOCK GITU " EMANG IYA? "
JADI ADA 'KARAKTER' NAEUN
TERUS YA AMPUN SEULGIXMINO YA AMPUN T.T
BLESS YOU KA ARA HUHUHUHU
EMANG MINO ITU SANGAT TIDAK PEETA SEKALI TAPI ITS OKAY THATS LOVE
YANG PENTING SEULGIXMINO JAYA!!!
HUHUHU THANK YOU KAK ARA I KEPT THINKING ABOUT YOU TOO :*
rosedust
#6
Chapter 1: Hyouka dong kak ara ; u ;
audira12as
#7
Chapter 1: bikin hoya-eunji dong~ yang disney fairytales eheh
puppyyeol
#8
Chapter 3: keren!! sayang ini oneshoot kan?;; harusnya ada lanjutannya doh
SoYeon_AI #9
Chapter 3: .............
aku harus bilang apa????
INI PERFECT KAYAK BIASANYA T.T
U,U LUHAN YANG JADI MANUSIA SERIGALA TERUS TERIKAT KONTRAK SAMA CHORONG YANG SEORANG PENYIHIR
AAAAAAAA
INI KEREN BANGET
kalo lebih panjang kira" chorong minta apaya dari luhan?
eternalspring
#10
Chapter 3: WOW WOW WOW *standing applause*
akhirnya editannya kamu buat fanfics~~~
aaaaaarrrrggghhhh~ aku pengen cerita ini dibuat berseri kekekeke :D
suka suka suka~~~ *ga tau mau ngomong apa lagi* huhuhu