Aku ayunkan kedua kakiku melewati jalanan Seoul yang sepi pada malam hari, udara dingin membuatku harus menelengkupkan kedua tanganku di dada, telapak tanganku mengusap-usap lenganku yang tertutupi sweater hitamku, menghangatkan lagi tubuhku yang terasa membeku.

Sial! Mengapa aku tidak membawa sweater tambahan saja? Runtukku dalam hati. Aku memang tidak kuat hawa dingin, meskipun aku sudah besar di Korea, tempat yang selalu didatangi salju tiap tahunnya, namun sepertinya tubuhku masih sangat terikat dengan tanah kelahiranku, Indonesia, sedikit saja salju yang turun di Seoul, badanku akan mengingil jika tidak memakai berlapis lapis sweater. Itulah alasan aku membenci salju, dingin dan menyakitkan.

Derap langkah kakiku semakin terdengar cepat tatkala aku menemukan sebuah rumah mungil di daerah perumahan di myeong-dong. Rumahku selama aku hidup di Seoul, tadinya aku tinggal bersama paman dan bibiku di Incheon, namun ketika aku menikahi seorang pemuda Seoul dan belajar di salah satu universitas ternama si Seoul, aku menjadi wanita Seoul.