Chapter II

The story of us

 

Naeun cukup lega karena perjalanan yang tidak lama.

 

Merasakan semua masih tampak sama, sebuah kediaman yang cukup besar, dengan pekarangan luas dan taman yang di rawat dengan indah. Sudah 9 tahun berlalu, namun suasana itu masih terekam jelas dalam otak seorang Son Naeun. Terlebih dengan kolam ikan kecil yang cantik di sisi taman dan kolam renang di sisi bagian rumah yang lain, sangat jauh berbeda dengan kediamannya yang terbilang sederhana.

 

Banyak pertanyaan di dalam otaknya yang tidak tersampaikan olehnya. Seperti bertanya-tanya bagaimana kabar Myungsoo Oppa sekarang. Jujur, dia bahkan tidak memiliki bayangan tentang sosok itu, merasa asing dalam kurun waktu 9 tahun. Waktu bergulir dengan cepat, dan mampu membuat segalanya berubah. Dari seorang yang dapat disebut dengan ‘teman’, menjadi orang asing. Naeun pun bukan tipikal yang mempunyai ingatan baik, hingga terkadang dia mudah melupakan memorinya dengan cepat, ini pulalah yang terkadang membuatnya menjadi ceroboh.

 

Naeun membersihkan rumah ini dibantu dengan beberapa pembantu, sekarang berdiri di depan bingkai besar yang ada di hadapannya. Bingkai yang dia duga terdapat foto lama, ketika 9 tahun lalu, dimana Ajumma memutuskan pindah ke Amerika setelah suaminya meninggal dunia. Dan di foto itu terdapat seorang anak laki dan seorang anak perempuan yang lebih muda. Kim Myungsoo—dan Kim Sulli. Dia mengenalnya, kakak beradik yang dulu cukup dekat dengannya.

 

Ah yah, jika Myungsoo akan kembali ke sini, bagaimana dengan Sulli?

 

“Ajumma, apa Sulli juga akan kembali ke sini?” menatap ibu-ibu paruh baya yang sudah menjadi pembantu keluarga ini sejak dulu, Naeun mengambil gerakan membantu sosok itu, merapikan meja, walaupun dia tahu Ajumma canggung mendapatkan bantuannya.

 

“Dia sudah meninggal dua tahun lalu.” Naeun dapat merasakan raut wajah sedih dari sosok itu, sehingga membuat wajahnya ikut sedih dan menggigit bawahnya kecil, mencoba tidak bertanya lebih banyak karena dia tahu bahwa ini akan membuat suasana menjadi lebih buruk serta kecanggungan yang berlebih. Akhirnya Naeun memutuskan tersenyum untuk mencairkan suasana. “Oppa kapan sampai yah? Aku tidak sabar.” Bersikap seolah-olah dirinya dan seorang Kim Myungsoo masih tampak dekat, walaupun nyatanya dia merasa asing.

 

Dan dalam hitungan berapa jam kediaman ini sudah tampak sempurna, walaupun tidak memiliki perbedaan yang jauh dari sebelumnya karena memang rumah ini pada dasarnya selalu dirawat. Akhirnya Naeun menghempaskan tubuhnya di sofa ruang tamu, melepas lelah dan sedikit merenggangkan ototnya yang tampak tegang hari ini. Rasanya lelah, walaupun dia sudah terbiasa dengan melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga.

 

Hari sudah hampir sore, dan dia sudah sejam menunggu kehadiran sosok bernama Kim Myungsoo itu, hingga Naeun mulai menguap kecil, masih merasakan lelah ditubuhnya hingga berniat memejamkan mata sesaat—berjalan dalam detik, menit, hingga akhirnya Naeun benar-benar terpulas sekarang.

.

.

.

Matanya dengan sangat perlahan terbuka, Naeun mengerjap kecil mencoba terbiasa dengan cahaya lampu besar di langit-langit ruang tamu. Mengeliat kecil, menguap dan mencoba merapatkan selimutnya. Selimut? Sempat tersadar sebentar menatap selimut yang membalut tubuhnya, Naeun mengernyitkan keningnya, mencoba menyimpulkan bahwa Ajumma yang telah menyelimutinya di saat dia tertidur menunggu seorang Kim Myungsoo.

 

Ah, Kim Myungsoo?—dia hampir melupakannya.

 

Naeun akhirnya bangkit dari posisinya dengan segera, maniknya menyapu sekitarnya sebentar, sebelum akhirnya memutuskan melangkah cepat ke arah tangga sebelum menaikinya. Harusnya dia tahu, Myungsoo seharusnya sudah sampai sekarang, terlebih ketika kegelapan di luar jendela menunjukan bahwa hari telah malam. Atau bisa jadi Myungsoo belum sampai hingga sekarang, hingga Naeun bisa menyimpulkan mungkin ada sesuatu yang menghambat pemuda itu dalam perjalanan dan membuatnya telat. Naeun harus memeriksa keberadaan sosok itu sekarang.

 

“Ouch.” Terpeleset kecil di dua tangga teratas, kakinya sedikit membentur ujung tangga hingga dia sedikit kesakitan. Memperlambat kecepatan melangkahnya, mulai memeriksa tiap ruangan rumah ini untuk mengetahui apa Myungsoo sudah sampai di rumah. “Myungsoo Oppa.” Sekarang Naeun memanfaatkan indera pengucapnya, mencoba memperbesar volume suaranya agar lebih keras. Namun sia-sia, panggilannya sama sekali tidak mendapat respon siapapun.

 

Akhirnya berakhir melangkah ke salah satu kamar, kamar yang Naeun yakini sebagai kamar seorang Kim Myungsoo. Nafasnya sudah sedikit terengah, Naeun mencoba menarik nafas dalam-dalam. Dan dengan refleks langsung membuka pintu itu tanpa mengetuknya,dengan cepat dan memasukinya.

 

“MYUNG—“ teriakan Naeun terhenti saat melihat satu sosok yang sedang terduduk membelakanginya, menghadap keluar jendela. Nafas Naeun masih tersengal, dengan senyum gugup yang terpatri sempurna di sudut bibirnya. Jemari Naeun mulai kembali memainkan ujung pakaiannya, kegiatan yang biasa dia lakukan jika sedang gugup seperti sekarang ini. “Kau—kau sudah sampai, Oppa?”

 

Mata Naeun kini melirik sudut kamar, kamar yang didominasi dengan warna hitam dengan sedikit corak putih di sisi bagian tertentu. Mata Naeun kini terfokus pada koper besar di sisi tempat tidur, merasa bahwa Myungsoo belum terlalu lama sampai ke rumah ini. “Kenapa kau—“

 

Kalimat Naeun kini terhenti lagi, saat Myungsoo mulai membalikan tubuhnya dan menatapnya tajam. Myungsoo menatap Naeun dalam, tanpa arti yang terdefinisi dari tatapannya. Akhirnya Myungsoo memutuskan bangkit dari posisi duduknya, dia mendekat ke arah gadis yang terlihat sedikit takut itu dengan tatapan yang semakin dingin. Melangkah maju, mendekat ke arah Naeun hingga Naeun mundur secara perlahan dan terus perlahan sampai mencapai ujung pintu. Dan dia hanya mendengus datar sebelum akhirnya menutup pintunya tepat dihadapan Naeun hingga membuat Naeun tercengang.

 

Hanya dapat terdiam, Naeun berdiri membeku di depan pintu yang tertutup itu, kelerengnya sedikit mengerjap, mengigit bibir bawahnya kecil. Ah yah, dia memang tidak ingat sosok Myungsoo, namun apakah sedingin itu? atau memang dirinya yang begitu menyebalkan karena telah masuk kamar tanpa mengetuk pintu hingga Kim Myungsoo marah?

 

Naeun memilih pemikirannya yang kedua.

 

“Oppa, kau sudah makan?” Naeun mengetuk pintu dua kali, membiarkan nadanya dibuat seceria mungkin walaupun dia akui sekarang dia sedikit canggung.         Naeun hanya menghela nafas ketika sama sekali tidak mendengar sedikitpun respon atas pertanyaannya.

 

Akhirnya memutuskan untuk mundur perlahan, berbalik dan berniat mengambilkan makanan untuk Myungsoo. Naeun teringat jelas apa yang dikatakan ibunya ketika memberitahunya bahwa Kim Myungsoo adalah seorang yang tidak mudah bersosialisasi dengan orang asing. Jadi bukan hal aneh jika Myungsoo bersikap seperti ini kepadanya. Dia mengerti akan hal ini. Lagipula dia sudah berjanji kepada Hyejin agar dapat berteman dengan Myungsoo, dan dia tidak perlu merasa marah hanya karena hal kecil seperti ini.

 

Melangkah pelan pada akhirnya menuruni tangga, sedikit pincang karena nyeri yang masih dirasakan kakinya. Naeun hanya dapat meringis, melangkah dan berniat akan mengobati kakinya ketika akan tidur nanti. Hingga kini mendekat ke arah dapur, tanpa buang waktu melirik makanan yang masih utuh, petanda bahwa pemuda itu belum menyentuh makanan semenjak pulang.

 

Naeun akhirnya cemberut kecil, sebelum mulai melangkah dan menghangatkan makanan yang sudah dingin itu. Well, masakan yang sengaja disiapkan oleh dirinya dan Ajumma tadi siang. Lagipula perjalanan dari Amerika ke Korea pasti sangat panjang dan melelahkan, jadi Naeun harus memastikan Myungsoo makan malam ini. Dia memang selalu bersikap seperti ini jika mengenai makanan, mirip sekali ibunya, begitulah seperti apa yang dikatakan ayahnya.

 

Akhirnya Naeun kini membawa sebuah nampan yang sudah terisi penuh dengan makanan, melangkah dengan hati-hati, terlebih dengan nyeri yang masih terasa di kakinya. Langkah demi langkah tercipta, membawa tubuhnya kini berada tepat di depan pintu kamar seorang Myungsoo kembali. Lagi-lagi Naeun mengangkat tangannya, mencoba mengetuk pintu itu. “Myungsoo Oppa, aku bawa makanan untukmu.” Kembali tidak menerima respon sama sekali, merasa penolakan yang jelas terhadap dirinya.

 

“Oppa, kau harus makan.” Mengetuk lagi terus menerus. Keras kepala harus dilawan dengan kekeras kepalaan juga baginya. Jika Myungsoo dapat keras kepala, kenapa seorang Naeun tidak? Dia sudah belajar memaksa dengan baik dari Chanyeol Oppa. “Kalau begitu, aku akan menunggumu, Oppa. Serius.” Naeun meletakan nampannya di lantai depan pintu kamar Myungsoo, sedangkan dirinya terduduk di samping nampan itu, menyandarkan punggungnya ke dinding yang berada di belakangnya.

 

“Aku masih menunggu, Oppa.” Sekarang memeluk kedua lututnya sendiri, menyandarkan dagunya di atas lututnya. Naeun menghela nafas lelah, masih merasa lelah. Walaupun bisa saja sekarang dia kembali ke kamar, namun dirinya malah memilih tetap disini, terlampau lama hingga tanpa sadar tertidur pulas.

 

Dua kali, seorang Kim Myungsoo membiarkan seorang Son Naeun menunggunya hingga tertidur.

 

Dan dua kali pula Naeun tidak keberatan akan ini.

 

*****

 

“Kau sudah mau pulang? Aku belum selesai mengobati kakimu, Naeun-ah.”

 

Naeun tidak bisa menutupi kakinya yang terbentur, karena Chanyeol mengetahuinya dengan baik, terlebih ketika melihat perbedaan berjalannya dibandingkan hari-hari sebelumnya. Naeun sebenarnya tidak memusingkan hal ini, hanya terkilir bukan perkara berat baginya. Namun Chanyeol memutuskan bersikap berlebihan terhadap kekasihnya hingga bersikeras memberikan obat ke kakinya yang terkilir. Naeun tentu tidak masalah atas ini.

 

Dan tadi pagi Naeun terbangun di depan pintu kamar Myungsoo, dengan nampan yang masih berisikan penuh. Dia tidak menyangka Myungsoo sekeras kepala itu. Sebal? Sedikit, namun Naeun tidak mempersalahkan hal ini. Hanya sayang saja dan sedikit kecewa saat masakannya di sia-siakan, terlebih masakannya terkenal atas rasanya yang enak—dia belajar semua ini dari ibunya.

 

“Oppa, pelan sedikit.”

 

“Ah yah, maaf.”

 

Chanyeol menatap Naeun dengan ekspresi wajah khawatir, kembali mengobati kaki gadis ini lebih perlahan. Jangan tanya mengapa seorang Park Chanyeol membawa perlengkapan obat di tasnya kemanapun dia pergi, karena dirinya yang menyandang sebagai ketua klub pecinta alam, membuatnya melalui latihan-latihan sulit dan mengharuskannya membawa obat untuk mengantisipasi hal-hal yang dia tidak inginkan selama latihan.

 

Naeun tersadar pada akhirnya, merasakan hari sudah sore.

 

“Oppa, aku harus pulang.”

 

“Sekarang? Kuantar yah.”

 

Naeun menggeleng, langsung bergegas bangkit dari duduknya. Seperti biasa, mereka berada di taman universitasnya. “Oppa harus latihan, lagipula aku tidak apa-apa pulang sendiri.” Naeun meyakinkan Chanyeol hingga akhirnya mengecup pipi pemuda itu dan kembali tersenyum manis. Walaupun dengan jelas dia tahu bahwa Chanyeol kecewa, terlihat dari ekspresinya. “Nanti malam aku telepon Oppa.” Kalimat terakhir Naeun membuat Chanyeol mengeluarkan senyumnya sebelum gadis itu melangkah pergi menjauh dengan lambaian tangan yang singkat.

.

Perjalanan yang lebih jauh dari biasanya, jika biasanya Naeun hanya perlu setengah jam untuk sampai ke rumah, namun sekarang dia perlu satu setengah jam selama tinggal di rumah Myungsoo. Tidak masalah sebenarnya, dia hanya perlu naik bus dua kali. Dia menyukai ini, bisa dibilang dia sedari kecil sudah diajarkan kedua orang tuanya untuk hidup dalam kesederhanaan dan kemandirian. Lagipula Naeun memang bukan tipikal yang suka dengan apapun yang berlebihan—baginya itu seperti penyakit yang akan membuat kita ketergantungan.

 

Dan sekarang Naeun hanya bisa tertidur di bangku bus paling belakang, entah sudah berapa banyak dia tidur hari ini. Seandainya liburan datang dengan cepat, sangat menyenangkan jika dirinya dapat hibernasi seharian di dalam rumah. Walaupun dia tahu mungkin Myungsoo tidak akan senang kalau dia hanya tidur seharian.

 

“Aku pulang.”

 

Naeun mengeluarkan nada riangnya sebelum memasuki kediaman itu, melangkah pelan sebelum akhirnya menggulirkan kelerengnya ke sekitar rumah, mencoba mencari sosok Myungsoo. Naeun tidak bermaksud apa-apa, hanya saja Haneul sudah menitipkan Myungsoo kepadanya, jadi tugasnya adalah mengawasi pemuda itu. “Oppa,”

 

Naeun berdiri di bawah tangga, menongak menatap tangga teratas, dimana seorang Myungsoo sedang berdiri, menunduk kecil dan menatapnya tajam serta dingin seperti biasa. Namun Naeun tidak peduli, dia hanya mengembangkan senyumnya, mengabaikan kemungkinan Myungsoo akan merasa terganggu dengan dirinya. Dia hanya bersikap keras kepala, seperti apa yang ditunjukan pemuda ini. Lagipula hanya ingin berteman, tidak ada salahnya. “Aku pulang,” Naeun mengulang kalimat ini, membuat Myungsoo mengeluarkan tatapan tidak peduli, seolah-olah bahkan dia tidak keberatan jika Naeun tidak pulang sekalipun.

 

Myungsoo mencapai tangga terbawah, melewati Naeun begitu saja dengan kaos lengan panjang hitamnya, terus melangkah, tidak peduli gadis itu sekarang membututinya. Bahkan ketika dia menghempaskan duduk di atas sofa, gadis keras kepala itu memutuskan untuk duduk di sisinya.

 

“Oppa sudah makan?”

 

Masih bersikap acuh, Myungsoo menjulurkan tangannya, menyalakan televisi tanpa mempedulikan pertanyaan itu. Harusnya dia dapat lebih tenang ketika tahu harus kembali ke Korea sendiri tanpa Hanuel, yang berarti dirinya dapat lebih bebas dengan dunianya sendiri tanpa perlu ambil pusing berada di dekat makhluk-makhluk seperti gadis disampingnya ini. Myungsoo hanya perlu mengabaikan Naeun hingga gadis itu lelah sendiri.

 

Naeun hanya dapat menghela nafas kecil saat pertanyaannya kembali lagi diabaikan, namun kembali tersenyum, tidak ingin menunjukan raut wajah kecewanya. “Oppa mau makan apa?” sudah dia duga kalimat ini akan diabaikan juga, namun bersikeras untuk mengutarakannya walaupun berakhir kecewa juga. Akhirnya Naeun terdiam, menyandarkan punggungnya pada sisi sofa, menunduk, seolah-olah sedang sibuk dalam pikirannya sendiri, mengabaikan suara berita sore yang berasal dari televisi.

 

“Oppa, kau terganggu denganku yah?”

 

Naeun menoleh tiba-tiba, menatap Myungsoo dengan senyuman kecilnya. Pemuda yang ditatap itu menoleh, menatap Naeun balik dengan tatapan yang lagi-lagi tidak terdefinisi seolah-olah memberitahu dengan tatapannya bahwa sangat jelas dia merasa terganggu.

 

“Kau hanya orang asing.”

 

Asing.

 

Iya, benar kata seorang Kim Myungsoo, Naeun hanya orang asing bagi Myungsoo, 9 tahun adalah waktu yang terbilang panjang. Dan seketika Naeun sadar bahwa dia seperti membodohkan dirinya sendiri dengan bersikap seolah-olah mereka dekat, kenal satu sama lain, atau berteman. “Iya, kau juga asing bagiku.” Naeun tersenyum lebar pada akhirnya, menatap Myungsoo seolah-olah pertanyaan dari pemuda itu tadi adalah hal biasa dan sama sekali tidak mengganggunya.

 

“Bahkan sangat asing, terlihat berbeda.” Naeun menunjuk ke arah bingkai foto besar yang terpajang di atas televisi, menunjuk seorang anak laki-laki dengan wajah cuek namun dapat mengeluarkan senyuman kecilnya, terlihat seperti anak laki-laki yang mempunyai dunianya sendiri, namun tidak akan menolak keberadaan orang lain di dunianya. Myungsoo yang sekarang dan dulu berbeda baginya, walaupun dia tidak mengingat betul tentang masa kecilnya. Bagi Naeun ini hal yang wajar, dimana seseorang akan berubah ketika beranjak dewasa, ketika menemukan jati dirinya.

 

“Kalau begitu bagaimana kalau kita mulai berteman kembali?”

 

Senyum Naeun semakin mengembang, menatap Myungsoo dengan tatapan riang. “Kita mulai dari awal,” terus berceloteh dan menjulurkan tangannya dengan penuh percaya diri.

 

“Aku, Son Naeun—gadis yang sama dengan foto itu.”

 

Menunjuk foto yang sama dengan foto yang tadi dia tunjuk, seorang anak perempuan dengan gaun berenda berwarna merah muda dan memeluk boneka teddy bear yang cukup besar, anak perempuan yang tersenyum malu-malu ke arah kamera.

 

Hanya satu yang berubah dalam diri seorang Son Naeun—dia tumbuh dengan mendapat kepercayaan diriannya, hal yang tidak dia dapatkan dulu.

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Ishhhc #1
2020???
Ydvvfjkch #2
Chapter 2: Please update it...
Indrianisaputrikidiw #3
Chapter 2: Chap 4 nya mana author
naeun_jin_bobby #4
Chapter 1: Aaa.. chanyeol sama naeun ♥♥
Andin0797
#5
Chapter 1: update this juseyo > <
Joeunheul
#6
ououou ada nayeol pake bahasa juga akhirnyaaaa'-' aaaaa author-nim love you lah yaaaa XD
-parkminra
#7
Chapter 2: pairingnya nayeol yah yah >u<
update soon jebal :3
maddee_song #8
Chapter 1: aaa authornim~! ff-mu bikin galau aku harus milih nayeol atau myungeun >.< keduanya aku sukaa...
nice ff authornim~! <3
please, update :D