pembahasan
kelompok 1 tunanetraBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Siswa tunanetra merupakan salah satu dari segelintir siswa yang
memiliki kelainan pada dirinya, siswa tersebut mengalami kelainan pada
matanya sehingga mereka kesulitan untuk mendapatkan informasi secra
visual, mereka hanya bisa menangkap atau menerima informasi melalaui
pendengaran (audio) atau indra perabaannya. Siswa dengan berkebutuhan
khusus biasanya dipandang sebelah mata oleh sebagian orang tidak terkecuali
di dunia pendidikan, siswa berkebutuhan khusus itu biasanya tidak
mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan kemampuanya atau bahkan tidak
mendapatkan mengenyam pendidikan sama sekali. Lalu bagaimana siswa
tunanetra tersebut mendapatkan pendidikan yang layak sesuai dengan kondisi
mereka.
Berdasarkan undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 32 disebutkan bahwa “ pendidikan khusus
(pendidikan luar biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial.” Oleh karena itu, kita
sebagai calon guru sudah sepatutnya menaruh perhatian terhadap anak yang
berkebutuhan khusus. Sesuai dengan judul makalah yang akan kami bahasa
dengan menitikberatkan pada 3M ( Mengenal, Memahami dan Melayani)
siswa berkelelainan khususnya siswa tunanetra. Tidak ada salahnya kita
sebagai calon guru sekolah dasar untuk mengenal, memahami, dan
mengetahui bagaimana layanan yang akan diberikan kepada anak tunanetra
untuk menerima pembelajaran di sekolah, tidak menutup kemungkinan ada
saja anak dengan kebutuhan khusus yang bersekolah di SD. Oleh karena itu,
kami akan membahas mengenai anak berkebutuhan khusus dengan menitik
beratkan kepada mengenal, memahami, dan melayani mereka dalam
pembelajaran sehingga kita mengetahui cara-cara mengajar mereka, sehingga
mereka dapat menikmati dunia pendidikan sesuai dengan kemampuan mereka.
B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
yaitu:
1. Pengertian Tunanetra
2. Klasifikasi Anak Tunanetra
3. Faktor-Faktor Penyebab Tunanetra
4. Masalah dan Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat, dan
Penyelenggara Pendidikan
5. Bimbingan dan Prinsip Pengajar Pada Anak Dengan Kebutuhan Khusus
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Anak Tunanetra
2. Untuk Mengetahui Klasifikasi Anak tunanetra
3. Untuk Mengetahui Faktor-Faktor Penyebab Anak Tunanet
4. Untuk Mengetahui Masalah dan Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga,
Masyarakat, dan Penyelenggara Pendidikan
5. Untuk Mengetahui Bimbingan dan Prinsip-Prinsip Pengajaran Pada Anak
Kebutuhan Khusus
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Tunanetra
Kata tunanetra berasal dari kata-kata tuna dan netra yang masing-
masing berarti rusak dan mata. Jadi tunanetra berarti rusak mata atau rusak
penglihatan. Jika tunanetra berarti penglihatan yang rusak, maka anak tunanetra
adalah anak yang rusak pengelihatannya, sedangkan para tunanetra adalah
mereka yang menyandang kerusakan mata atau kerusakan penglihatan.
Tunatera merupakan kelainan pada mata, menurut Efendi (2006:30) “Tunanetra
adalah gangguan pada organ mata yang tidak normal yang mana bayangan
benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa
mata, retina dank ke saraf karena suatu sebab.” Selain itu menurut Somantri
(2007:65), anak tunanetra adalah ”individu yang indera penglihatannya (kedua-
duanya) tidak berfungsi sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti halnya orang awas.”
Maka dapat disimpulkan bahwa tunanetra itu adalah gangguan yang
terdapat pada mata (penglihatannya), dimana gangguan tersebut bisa
separuruhnya (low vision) ataupun keseluruhan (buta).
B. Klasifikasi Siswa Tunanetra
Siswa tunanetra dapat dikelompokan dalam tingkatan yang ringan
sampai yang berat, kelompok tersebut dapat dilihat dari sejauh mana siswa
tersebut dapat melihat bayangan benda. Klasifikasi siswa tunanetra menurut
Efendi (2006:31) sebagai berikut:
1. Siswa yang mengalami kelainan penglihatan yang mempunyai kemungkinan
dikoreksi dengan penyembuhan pengobatan atau alat optik tertentu, siswa
yang termasuk dalam kelompok tersebut tidak termasuk dalam kelompok
tunanetra sebab ia dapat menggunakan fungsi penglihatanya dengan baik.
2. Siswa yang mengalami kelainan penglihatan, meskipun dikoreksi
pengobatan atau alat optik tertentu masih mengalami kesulitan mengikuti
kelas regular sehingga diperlukan kompensasi pengajaran untuk menggati
kekuranganya. Siswa yang mengalami kelainan penglihatan dalam
kelompok kedua dapat dikatagorikan sebagai siswa tananetra ringan sebab
ia masih bisa membedakan bayangan.
3. Anak yang mengalami kelainan pada penglihatan yang tidak dapat dikoreksi
dengan obat atau alat optik apapun, karena siswa tersebut tidak mampu lagi
memanfaatkan indra penglihatanya. Ia hanya dapat dididik melalui saluran
lain mata. Dalam percakapan sehari-hari, anak yang memiliki kelainan
penglihatan dalam kelompok ini dikenal dengan sebutan buta.
Selain itu ada yang mengklasifikasikan siswa tunanetra sebagai berikut:
“kurang lihat mempunyai ketajaman penglihatan aantara 20/70 feet
sampai 20/200 feet. Sedangkan yang tergolong buta memiliki ketajaman
penglihatan 20/200 feet atau kurang; atau lebih dari 20/200 feet, tetapi
lantang pandangnya tidak lebih besar dari 20 derajat.” ”
(http://ochamutz91.wordpress.com )
C. Faktor-faktor penyebab tunanetra
Terdapat beberapa sebab timbulnya ketunanetraan yang disebabkan
oleh dua faktor antara lain faktor keturunan atau faktor dari luar, sebagai
contoh faktor dari keturunan, ketunanetraan dapat terjadi pada saat anak masih
berada dalam kandungan, melahirkan atau bahkan setelah dewasa hal ini bisa
terjadi apabila salah satu dari orangtuanya memiliki kelainan pada
penglihatanya, sedangkan yang disebabkan dari luar bisa itu berupa penyakit,
kecelakaan, obat-obatan dan lain-lain.
Fungsi pancaindra bagi anak tunanetra. Mata merupakan salah satu alat
pancaindra yang ada ditubuh kita, mata menempati peringkat utama, sebab
sepanjang waktu selama manusia terjaga maka akan membantu manusia
dalam beraktivitas dan lain-lain. Begitu besarnya peran mata sebagai salah
satu dari pancaindra yang sangat penting, maka dengan tergangunya mata
seseorang berarti ia akan kehilangan fungsi kemampuan visualnya untuk
merekam objek dan peristiwa fisik yang ada dilingkungan. Lalu bagaimana
orang tersebut menjalani hari-harinya dengan ganguan penglihatanya ? apakah
orang tersebut tidak bisa berbuat apa-apa karena penglihatanya tergangu.
Jawabanya adalah orang tunanetra tetap bisa menjalani hari-harinya dengan
normal dengan mengandalkan indra-indara lainya. Menurut Efendi (2006:38)
“Seseorang yang kehilangan penglihatanya,biasanya pendengaran dan
perabaan akan menjadi sarana alternatif yang digunakan untuk melakukan
pengenalan terhadap lingkungan sekitar .”
Lalu bagaimana siswa tunatera tersebut dapat belajar menulis dan
membaca?. Menurut Efendi (2006:50) “ Mereka dapat menggunakan indra
perabaanya dalam membaca dan menulis, mereka dapat menggunakan ujung
jarinya untuk belajar membaca”. Alat baca pada anak tunanetra disebut huruf
Braille. Munculnya inspirasi untuk menciptakan huruf-huruf yang dapat
dibaca oleh orang buta berawal dari seorang bekas perwira artileri Napoleon,
Kapten Charles Barbier. Barbier menggunakan sandi berupa garis-garis dan
titik-titik timbul untuk memberikan pesan ataupun perintah kepada serdadunya
dalam kondisi gelap malam. Pesan tersebut dibaca dengan cara meraba
rangkaian kombinasi garis dan titik yang tersusun menjadi sebuah kalimat.
Sistem demikian kemudian dikenal dengan sebutan night writing atau tulisan
malam. Contoh huruf Braille dan penggunaanya:
Braille terdiri dari sel yang mempunyai 6
titik timbul yang dinomorkan seperti berikut:
Huruf dan nomor
D. Masalah dan Dampak Ketunanetraan bagi Keluarga, Masyarakat, dan
Penyelenggara Pendidikan
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa anak tunanetra adalah individu
yang mempunyai kekurangan pada pancaindera penglihatan (mata). Dengan
kekurangan ini, anak tunanetra seringkali memiliki masalah baik berhubungan
dengan masalah pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang,
maupun pekerjaan. Khususnya dalam masalah pendidikan, ini harus ada
keterlibatan guru, dimana guru merupakan fasilitas dalam pendidikan. Guru
bisa memberikan layanan pendidikan, arahan, bimbingan, dan latihan.
Dampak Ketunanetraan bagi keluarga, masyarakat, dan penyelenggara
pendidikan
Pada Somantri (2007:65) dikatakan para ahli melakukan penelitian
mengenai pandangan dan sikap orang awas terhadap penyandang tunanetra.
Dari beberapa penelitiantersebut dapat disimpulka bahwa “dalam pandangan
orang awas, penyandang tunanetra memiliki karakteristik, baik yang positif
maupun negatif.” Negatifnya bahwa penyandang tunanetra itu hidupnya
ketergantungan, memiliki sikap tak berdaya, memiliki kemampuan rendah,
dan I kaku. Sedangkan positifnya, penyandang tunanetra memiliki indera
yang luar biasa yaitu perabaan, pendengaran, dan daya ingat. Karena hal-hal
tersebut, orang awas seringkali heran ketika orang penyandang tunanetra
memiliki kemampuan yang luar biasa dalam bermusik, membuat kerajinan,
dan lain-lain. Dampak dari ketunanetraaan paling berat adalah keluarganya,
terutama orang tua. Dalam Somantri (2007:65), ada lima kelompok reaksi
orang tua terhadap ketunanetraan anaknya, antara lain:
a. Penerimaan secara realistic terhadap anak dan keturunannya
b. Penyangkalan terhadap ketunanetraan anak
c. Overprotection atau perlindungan yang berlebihan
d. Penolakan secara tertutup
e. Penolakan secara terbuka
E. Bimbingan dan prinsip pengajar pada anak dengan kebutuhan khusus
Bimbingan merupakan salah satu sarana yang dapat dijadikan salah
satu alternative untuk memecahkan masalah atau mencegah munculnya suatu
permasalahan, selain itu melalui kegitan bimbingan kita dapat
mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki oleh peserta didik
khususnya bagi anak dengan kebutuhan khusus. Pengertian bimbingan
menurut Prayitno (Departemen Pendidikan, 2003:4) „ Bimbingan sebagai
bantuan yang diberikan kepada individu untuk dapat memilih, mempersiapkan
diri, dan memangku suatu jabatan serta mendapat kemajuan dalamjabatan
yang dipilihnya itu.‟‟Selain itu, menurut Hidayat, dkk (2006:24) pelaksanaan
“pengajaran dalam layanan dasar bimbingan ini diawali sejak pengalaman
pertama siswa dengan hambatan penglihatan masuk sekolah, dengan materi
yang diselaraskan dengna usia dan tahapan perkembangan siswa tersebut”.
Ada pula beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar
di kelas yang terdapat anak tunanetra menurut Hidayat, dkk (2006:25)
diantaranya:
1. Mengubah sikap guru kelas,
2. Untuk menyusun situasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa tunanetra
memperoleh manfaat atas penempatannya dengan rekan-rekannya yang
normal.”
Maksud dari point di atas adalah 1) mengubah sikap guru kelas. Siswa
tunananetra pasti memiliki perbedaan yang signifikan dengan siswa yang
normal. Maka di sini guru harus lebih memhami siswa tersebut baik itu sikap
maupun tingkah lakunya dan guru juga harus memberikan perhatian khusus
pada siswa tunanetra. 2) siswa tunanetra harus bisa menyesuaikan diri dengan
siswa yang normal, begitupun juga siswa yang normal harus membantu siswa
turnanetra untuk dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan di kelasnya.
Pengembangan prinsip-prinsip pendekatan secara khusus menurut Efandi
(2006:25) antara lain sebagai berikut
1. Prinsip kasih sayang. Prinsip kasih sayang pada dasarnya adalah menerima
mereka sebagai adanya dan mengupayakan agar mereka dapat menjalani
hidup dan kehidupanya denan wajar. Oleh karena itu upaya yang
dilakukan untuk mereka adalah (a) tidak bersikap memanjakanya, (b) tidak
bersikap acuh tak acuh, (c) memberikan tugas yang sesuai dengan
kemampuanya
2. Prinsip layanan individual. Layanan ini memerlukan mendapatkan porsi
lebih besar, sebab setiap anak berkelainan dalam jenis dan derajat yang
sama sering kali memiliki keunikan masalah yang berbeda antara satu
dengan yang lainya. Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk mereka
selama pendidikanya adalah (a). jumlah siswa yang dilayani guru 4-6
orang, (b) pengaturan kurikulum dan jadwal pelajaran bersifat feksibel, (c)
penataan kelas harus dirancang sedemikian rupa sehingga guru dapat
menjankau semua siswanya dengan mudah, (d) memodifikasi alata bantu
peraga
3. Perinsip kesiapan. Untuk menerima suatu pelajaran perlu kesiapan.
Khususnya kesiapan anak untuk mendapatkan pelajaran yang akan
diajarkan, terutama pengetahuan prasyarat, baik prsyaratan pengetahuan,
mental, dan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelajaran berikutnya.
4. Prinsip keperagaan. Kelancaran pembelajaran pada anak kebutuhan khusus
sangat didukung oleh penggunaan alat peraga sebagai media
pembelajaran. Selaim mempermudah guru dalam mengajar, fungsi lainya
dari penggunaan alat peragaan sebagai media pembelajaran pada anak
berkelainan, yakni memudahkan pemahan siswa terhadap materi yang
disajikan guru.
5. Prinsip motivasi. Prinsip motivasi ini lebih menitik beratkan pada cara
mengajar dan pemberian evaluasiyang disesuiakan dengan kondisi anak
berkelainan. Contohnya bagi anak tunanetra memelajariorentasi dan
mobilitas yang ditekankan pada pengenalan suara binatang akan lebih
menarik dan mengesankan jika mereka diajak kekebun binatang.
6. Prinsip belajardan kerja kelompok. Arah penekanan prinsip belajar dan
bekerja kelompok sebagai salah satudasar mendididk anak berkelaiana,
agar mereka sebagai anggota masyarakat dapat bergaul dengan masyarakat
dilingkunagan dia tinggal.
7. Prinsip keterampilan. Pendidikan keterampilan yang diberikan kepada
anak berkelaiana, tujuan utamanaya adalah untuk memberikan bekal
dalam kehidupanya.
8. Prinsip penanaman dan penyempurnaan sikap. Secra fisik dan pisikis sikap
anak berkelainan memang kurang baik sehingga perlu diupayakan agar
mereka mempunya sikap yang baik serta tidak selalu menjadi perhatian
prang lain. Misalnya pada siswa yang tunanetra kebiasaanya selalu
mengoyang-goyangkan kepalanya kekiri dan kekanan hal ini disebabkan
oleh rasa curiga pada orang lain.
Menurut Mochtar (1984:50) terdapat beberapa kebutuhan dan layanan
pendidikan bagi anak tunanetra:
1. Anak tunanetra sebagaimana anak lainnya, membutuhkan pendidikan
untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal.
2. Layanan pendidikan bagi anak tunanetra dapat dilaksanakan melalui
sistem segregasi, yaitu secara terpisah dari anak awas, dan integrasi atau
terpadu dengan anak awas di sekolah biasa.
3. Strategi pembelajaran bagi anak tunanetra, pada dasarnya sama dengan
strategi pembelajaran bagi anak awas, hanya dalam pelaksanaannya
memerlukan modifikasi sehingga pesan atau materi pelajaran yang
disampaikan dapat diterima/ditangkap oleh anak tunanetra melalui indera-
indera yang masih berfungsi.
4. Dalam pembelajaran anak tunanetra, terdapat prinsip-prinsip yang harus
diperhatikan,antara lain prinsip individual, kekonkritan/pengalaman
penginderaan, totalitas, dan aktivitas mandiri (selfactivity).
5. Menurut fungsinya, media pembelajaran dapat dibedakan menjadi media
untuk menjelaskan konsep (alat peraga) dan media untuk membantu
kelancaran proses pembelajaran (alat bantu pembelajaran).
BAB III
METODE
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan makalah ini
yaitu teknik tinjauan kepustakaan. Penulis mengumpulkan data dengan cara
membaca buku sumber dan literatur yang tepat dan sesuai untuk mempermudah
dan memperlancar prosess penyusunan makalah ini, selain itu kami juga
melakukan observasi ke “ SEKOLAH LUAR BIASA N/B PEMBINA TINGKAT
PROVINSI JAWA BARAT” yang berada di Dusun Margamukti, Desa Licin,
Kecamatan Cimalaka.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil wawancara kepada guru SLB “ Tunanetra”
1. Kesulitan sepertia apa yang ibu hadapi ketika mengajar siswa tunanetra?
“Untuk mengajar siswa tunanetra sebetulnya tidak ada, tapi saya sedikit
kesulitan ketika ada siswa yang memiliki 2 kelainan misalnya tunanetra
dan tunarungu hal itu membutuhkan penangan khusus”
2. Metode apa saja yang dipakai dalam pembelajaran kepada siswa
tunanetra?
“Metodenya sama seperti umumnya seperti diskusi, ceramah dan lain-
lain”
3. Buku pembelajaran seperti apa yang digunakan untuk siswa tunanetra,
apakah buku tersebut dibuat khusus atau seperti apa ?
“ Untuk masalah buku, buku pembelajaran yang digunakan sama seperti
pada umumnya menggunkan huruf abjad tidak menggunakan huruf Braille
tetapi ada juga buku pembelajaran yang menggunakan huruf Braille
bisanya buku tersebut di buat oleh pihak sekolah sediri agar bisa
disesuaikan dengan kebutuhan pembelajara”
4. Ketermapilan apa yang diberikan dari pihak sekolah untuk siwa tunanetra
sebagai bekal dikemudian hari ?
“ Keterampilan yang kami berikan adalah seperti memijat, membuat
anyaman.”
5. Adakah wadah di sekolah ini untuk mengembangkan atau menyalutkan
bakat yang dimiliki oleh siswa tunanetra ?
“ Ada, sebagai grup organ dan alhamdulilah mereka sering mengisi
acara-acara tertentu.ya lumayan buat jajan mereka”
6. Adakah siswa tunanetra yang pernah menjuarai pertandingan baik di tingkat
kecamatan sampai nasional ?
“Ada, ada salah satu siswa ibu yang memenangkan lomba catur se-Jawa
Barat.”
7. Adakah siswa tunanetra yang melanjutkan keperguruan tinggi setelah lulus
dari SLB ini ?
“Ada, namanya Dede Trisna, beliau melanjutkan kuliah ke STKIP
mengambil jurusan bahasa inggris dan lulus pada tahun 2009. Sekarang
beliau mengajar di SLB ini dan bersetatus sukwan”
8. Menurut ibu, perhatiaan pemerintah terhadap anak berkebutuahn khusus
apakah sudah harapan (optimal) atau belum ?
“Kalau menurut saya, belum. Hal ini bisa dilihat masih sedikitnya SLB
yang ada dikabupaten, sehingga orang tua abk kesulitan untuk
mensekolahkan anaknya dengan alas an SLB tersebut terlalu jauh dari
rumahnya, selain itu alat peraga atau fasilitasnya terbatas.
9. Bagaimana pandangan orang tua siswa tunanetra terhadap putranya?
Apakah orang tua tersebut minder atau mendukung anaknya untuk
sekolah?
“Waktu dulu sekitar tahun 2005-an, ada orang tua yang mengambil
anaknya dari sekolah ini dengan alas an yang tidak jelas, mereka merasa
malu memiliki anaknya berkelainan sehingga mereka memilih
mengambilnya kembali, mereka lebih memilih untuk tidak mensekolahkan
anak tersebut. Akan tetapi pada zaman sekarang orang tua siswa tidak
merasa malu atau minder memilki anaknya memiliki kelainan, justru
orang tua sekarang memotivasi anaknya utuk bersekolah”
B. Wawancara Kepada Siswa Tunanetra
Nama : Fitri Susilawati
1. Sudah berapa lama bersekolah di SLB ?
“ Sudah 4 tahun sejak TK sampai kelas 4 SD”
2. Pelajaran apa yang disukai ?
“ Bahasa Indonesia”
Kami tidak dapat mewawancari anak tersebut lebih lama karena
mengalami kesulitan dalam menjawabnya. Menurut gurunya anak tunanetra
sulit mengungkapkan pikiranya kepada orang-orang baru karena suara yang
dia dengar sangat asing.
Pada hari Kamis, Sepetemebr 2012, kami melakukan observasi di
SLB N/B Pembina yang berada di Dusun Margamukti, Desa Licin, Kecamatan
Cimalaka, kami melakukan observasi tersebut dengan tujuan untuk
mengetahui bimbingan dan prinsip pelayanan pendididkan bagi anak
berkebutuhan khusus.
Layanan dan bimbingan yang dilakukan di sekolah luar biasa sesuai
dengan teori “bimbingan sebagai bantuan yang diberikan kepada individu
untuk dapat memilih, mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan serta
mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihnya itu.” Hal ini bisa kita lihat
dari proses kegiatan mengajar yang mana guru memberikan pelayanan secara
baik. Dalam layanan pembelajaran guru tersebut kadang menggunakan media
pembelajaran yang berupa huruf braille kadang juga tidak. Hal ini bertujuan
agar siswa terbiasa atau setidaknya menyamaratakan dengan siswa yang
normal, dan kadang juga buku sumber pembelajarannya tidak menggunakan
huruf braille.
Selain itu, bimbingan yang diberikan oleh pihak sekolah sangat
bagus, hal ini sesuai dengan teori menurut Hidayat, dkk (2006:24)
pelaksanaan “pengajaran dalam layanan dasar bimbingan ini diawali sejak
pengalaman pertama siswa dengan hambatan penglihatan masuk sekolah,
dengan materi yang diselaraskan dengna usia dan tahapan perkembangan
siswa tersebut”. Kegiatan bimbingan tersebut bertujuan untuk
mengembangkan potensi atau bakat yang dimiliki oleh siswa tunanetra, pihak
sekolah menyediakan atau memberikan keterampilan kepada siswanya seperti
keterampilan memainkan alat musik, menganyam, dan memijat. Hal ini
bertujuan agar siswa tersebut mempunyai keterampilan yang bisa dijadikan
sebagai bekal ketika siswa-siswi meninggalkan bangku sekolah. Kegiatan ini
merupakan langkah tepat bagi siswa tunanetra sehingga mereka dapat diterima
oleh masyarakat sekitar dan hal juga membuat siswa tunanetra tidak
dipandang sebelah mata dan tidak dianggap lagi sampah oleh masyarakat.
Layanan dan bimbingan yang diberikan oleh pihak sekolah patut
diacungi jempol, selain berhasil dalam pembelajaran mereka berhasil
mengupayakan atau memfasilitasi salah satu siswanya agar dapat melanjutkan
atau menuntut ilmu disalah satu di perguruan tinggi. Ada salah satu siswa di
sekolah tersebut mengambil jurusan bahasa inggris (S1) dan siswa tersebut
merupakan satu-satunya mahasiswa dengan kebutuhan khusus di kampusnya.
Banyak suka maupun duka dalam menjalani perkuliahannya, betapa tidak
mahasiswa tersebut sangat kesulitan bermobilitas, mencari teman, dan mencari
buku perkuliahan yang jelas bukunya tidak ada yang menggunakan huruf
braille. Dan akhirnya pada tahun 2009, mahasiswa tersebut dapat
menyelesaikan perkuliahannya dengan IPK yang memuaskan.
Banyak sekali hikmah-hikmah atau pelajaran-pelajaran yang kita
bisa ambil dari siswa tunanetra, keterbatasan bukan berarti berdiam diri atau
pasrah dengan keadaan. Keterbatasan adalah anugerah yang bisa kita
kembangkan untuk mencapai tujuan hidup.
Sudah saatnya kita sebagai manusia, tidak memandang dengan
sebelah mata, terhadap orang-orang berkelainan dan anak-anak dengan
keterbatasannya. Seperti yang kita tahu, mereka memiliki bakat atau potensi
yang sangat besar yang belum tentu kita memiliki potensi itu.
Siswa tunanetra merupakan salah satu dari beberapa siswa yang
memiliki kelainan pada dirinya, siswa tunanetra memiliki kelaianan pada indra
penglihatanya, hal ini bisa di sebabkan oleh beberapa faktor. Terdapat dua
faktor yang dapat menyebabkan seseorang mengalami kelainan pada
penglihatanya. Faktor yang pertama disebabkan oleh faktor internal (dalam
diri), hal ini erat hubunganya dengan keadaan bayi selama masih dalam
kandungan, kemungkinan karena faktor keturunan, bisa saja anak tersebut
mengalami kelainan pada matanya karena orangtuanya mengalami kelainan
pada penglihatanya. Sedangkan faktor yang kedua adalah dari faktor eksternal
(dari luar), faktor ini disebabkan oleh beberapa hal seperti kecelakaan, terkena
penyakit, dan lain-lain. Sebagai calon guru, sudah sepatutnya mengetahui
sebab-sebab terjadinya kelainana pada peserta didiknya, agar kita dapat
memberikan layanan sesuai dengan penyebab kelainan mereka. Terdapat
klasifikasi terhadap siswa tunanetra, terdapat tiga katagori siswa tunanetra.
Siswa pertama ialah siswa yang mengalami ganguan pada penglihatanya tetapi
dapat teratasi oleh bantuan alat optik contohnya kacamata atau lensa, siswa
yang kedua siswa ini mengalami ganguan pada penglihatanya tidak dapat
teratasi oleh alat optik tetapi dapat menngunakan huruf Braille.
Sebagai calon guru, khususnya guru SD kita harus siap menghadapi,
seandainya menghadapi siswa tunatenra. Mengenal dan memahami siswa
tunanetra merupakan salah satu cara untuk masuk ke dunia mereka. Selain itu
juga, kita harus dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap anak atau
siswa tunanetra, tidak jarang anak tersebut dicap atau dipandang sebagai anak
sampah karena kelaianannya atau kekuranganya. Maka dari itu, guru wajib
untuk memberikan bimbingan dan layanan khusus bagi siswa yang
berkelainan khususnya siswa tunanetra. Bimbingan merupakan suatu upaya
yang dilakukan guru untuk membantu menyelesaikan permasalahan atau
mencegah masalah tersebut, selain itu bimbingan dapat bertujuan untuk
mengembangkan bakat atau potensi yang dimiliki oleh peserta didik.
Bimbingan terhadap siswa tunanetra berbeda dengan siswa yang normal,
dalam hal ini guru dituntut untuk menyesuaikan diri dengan siwa tunanetra,
apabila bimbingan ini berjalan dengan baik maka siswa tunanetra itu tidak
akan mengalami kendalabaik dalam belajaranya, pergaulanya dan
dilingkungan keluarga. Sehingga mereka tidak akan dianggap sebagai sampah
oleh masyarakat sekitar.
Layanan pendidikan bagi siswa tunanetra, memerlukan perhatian
khusus dari guru yang bersangktuan. Sebagai guru, sudah sepatutnya
memfasilitasi siswa tunanetra untuk mendapatkan pendidikan yang layak bagi
dirinya. Contoh kasus banyak dari guru-guru yang mendiamkan atau tidak
memberikan perhatian bagi siswa yang berkelainan sehingga mereka merasa
diasingkan dan tidak mendapatkan pendidikan secara optimal. Bagi siswa
dengan kebutuhan khusus perhatian lebih dari seorang guru sangat jelas
dibutuhkan agar mereka termotivasi untuk mendapatkan pendidikan sebagai
bekal dikemudian hari.
BAB V
KESIMPULAN
Kata tunanetra berasal dari kata-kata tuna dan netra yang masing-
masing berarti rusak dan mata. Jadi tunanetra berarti rusak mata atau rusak
penglihatan. Jika tunanetra berarti penglihatan yang rusak, maka anak
tunanetra adalah anak yang rusak pengelihatannya, sedangkan para tunanetra
adalah mereka yang menyandang kerusakan mata atau kerusakan penglihatan.
Siswa tunanetra dapat dikelompokan dalam tingkatan yang ringan sampai
yang berat, kelompok tersebut dapat dilihat dari sejauh mana siswa tersebut
dapat melihat bayangan benda. Terdapat beberapa sebab timbulnya
ketunanetraan yang disebabkan oleh dua faktor antara lain faktor keturunan
atau faktor dari luar, sebagai contoh faktor dari keturunan, ketunanetraan
dapat terjadi pada saat anak masih berada dalam kandungan, melahirkan atau
bahkan setelah dewasa hal ini bisa terjadi apabila salah satu dari orangtuanya
memiliki kelainan pada penglihatanya, sedangkan yang disebabkan dari luar
bisa itu berupa penyakit, kecelakaan, obat-obatan dan lain-lain.
Siswa tunanetra seringkali memiliki masalah baik berhubungan dengan
masalah pendidikan, sosial, emosi, kesehatan, pengisian waktu luang, maupun
pekerjaan. Khususnya dalam masalah pendidikan, ini harus ada keterlibatan
guru, dimana guru merupakan fasilitas dalam pendidikan. Guru bisa
memberikan layanan pendidikan, arahan, bimbingan, dan latihan. Bimbingan
merupakan salah satu sarana yang dapat dijadikan salah satu alternative untuk
memecahkan masalah atau mencegah munculnya suatu permasalahan, selain
itu melalui kegitan bimbingan kita dapat mengembangkan potensi atau bakat
yang dimiliki oleh peserta didik khususnya bagi anak dengan kebutuhan
khusus.
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses belajar mengajar
di kelas, yang terdapat anak tunanetra antara lain mengubah sikap guru kelas,
menyusun situasi belajar sedemikian rupa sehingga siswa tunanetra
memperoleh manfaat atas penempatannya dengan rekan-rekannya yang
normal.
Selain itu prinsip-prinspi dalam mengahadapi siswa tunanetra dalam
pembelajaran. Prinsip kasih sayang, layanan individual, kesiapan keperagaan
motivasi, belajar berkelompok, keterampilan, penanaman dan kesempurnaan
sikap
Comments