Faces In Disguise

Faces In Disguise

Faces In Disguise [1.3]

 

Author : Raquel Leoni a.k.a. Kim Yeonni

Title :  Faces In Disguise

Main Cast : Choi Minho, Lee Taemin as Choi Taemin

Support Cast : Choi Siwon, Someone from Siwon’s Family, Lee Hyorin, Lee Jinki

Genre : Life, Family, Bro-com (Brother Complex)

Rated : PG-15, R ?

A/N : Sorry for the typos, and the ambiguity. I’m not a perfect person and I try my best. I used Minho’s POV from the beginning until the end. Ok, let’s roll out the ball!

 

Menurutku di dunia ini hanya terdapat empat jalan cerita. Cerita yang sejak awal hingga akhir bahagia, cerita yang awalnya bahagia, berakhir dengan tragedi, cerita yang awalnya sedih berakhir dengan kebahagiaan dan cerita dari awal sampai akhir berujung kesedihan.

 

Dan aku tak tahu ceritaku masuk ke dalam jalan cerita yang mana.

 

Wanna hear my story?

 

*****

 

Minggu pagi ini cerah sekali~ udaranya sejuk dan burung-burung berkicau. Orang-orang yang berjalan di sebelahku mengobrol santai dan sesekali tertawa ringan menikmati kebahagiaan bersama. Aku suka sekali suasana seperti ini. Rasanya nyaman dan damai~ tak henti-hentinya aku tersenyum.

 

"Minho-ya, bisa-bisa mulutmu melar karena tersenyum terus."

 

"Mwo?! Memangnya bisa melar ya appa?" aku membelalakan mataku dan langsung mengatupkan mulutku.

 

"Mungkin kalau dibeginikan?" Dia menyubit kedua pipiku sambil tertawa. Appaku memang jahil sekali, tapi dia baik dan tampan tentunya. Dia suka memberi permen kalau aku dapat nilai bagus.

 

"Appa, jangan kencang-kencang. Nanti dia kesakitan." Eomma membelaku. Ah, aku sayang padamu eomma~ nanti aku sisihkan uang jajanku untuk membeli permen untukmu. Aku sangat sayang pada eommaku. Dia selalu memasakkan makanan untuk kami semua tanpa diminta. Dan tiap kami bangun, eomma pasti sudah membuatkan susu hangat untuk kami. Eomma baik sekali.

 

"HYUUUUNG~ nanti main PS denganku ya!"

 

"Aish, Taeminnie kau mau membuat telinga eomma tuli ya?" Eomma mencubit hidung balita yang dia gendong sekarang. Si balita hanya tersenyum tak mengerti.

 

"Tuli itu apa eomma?" tanyanya polos. Adikku Taemin, dia memang belum tahu apa-apa. Beda denganku yang sudah umur 7 tahun, aku tahu dong tuli itu apa.

 

"Taemin, tuli itu artinya kau tak bisa bicara." aku menjelaskan. Taemin hanya manggut-manggut.

 

"Bukan Minho, tuli itu tidak bisa mendengar." Appaku meralat.

 

"Eh, iya. Itu yang mau aku bilang. Hehe." Taemin hanya tertawa saat tahu aku salah. Menurutku tawanya sangat imut. Membuatku bahagia. Aku sayang sekali padanya, melebihi rasa sayangku kepada orang lain. Berawal saat aku berumur 3 tahun, aku minta pada eomma kalau aku ingin seorang adik perempuan. 1 tahun kemudian eomma benar-benar memberiku adik! Seorang adik laki-laki yang mukanya seperti perempuan. Perut eomma sempat membuncit besar sekali sebelum Taemin lahir. Baru-baru ini aku baru tau kalau saat itu ternyata eomma sedang hamil Taemin. Walau aku masih bingung bagaimana Taemin bisa bernapas di perut eomma.

 

Oh iya, aku belum memperkenalkan diri. Annyeong! Namaku Choi Minho anak lelaki pertama dari Choi Siwon appa dan Lee Hyorin eomma. Aku punya satu adik laki-laki yang wajahnya sangaaa~t manis namanya Choi Taemin. Aku sayang dia lebih dari aku sayang diriku sendiri. Aku baru masuk ES. Umurku 7 tahun. Taemin sekarang 3 tahun, dia baru masuk playgroup.

 

Ah, kami sudah sampai di rumah. Tadi kami sedang jogging pagi. Karena hari biasa kami tak bisa melakukannya, kami selalu jogging hari minggu pagi.

 

"Minho, bantu eomma memasak." eommaku sudah siap memasak di dapur dengan celemek putihnya.

 

"Siap!" Aku mengiyakan.

 

"Aniyaa~ Hyung main denganku duluu!" Taemin menarik-narik lengan bajuku.

 

"Taemin, habis aku bantu eomma dan kita sarapan, aku akan main denganmu. Ya?" Aku mencubit pipinya, dia cemberut.

 

"Ah, hyung tukang bohong! Aku benci hyung! Appa, main denganku ya, ya, ya?" Sekarang dia menarik-narik tangan appa yang sedang nonton tv.

 

"Hm? Oke! Kita mau main apa Tae?"

 

"CTR! Uhuk.. Uhuk!" seru Taemin terlalu bersemangat sampai batuk-batuk begitu. Aku segera mengambil segelas air dan menyuruh Taemin minum.

 

"Haah.. Hampir saja aku mati, terimakasih hyung! Aku sayang padamu~" Taemin memeluk tanganku. Lho? Tadi rasanya dia baru bilang benci padaku? Aku menatap appa dan eomma bingung sampai akhirnya kami tertawa bersama.

 

Saat itu aku tidak pernah membayangkan kalau suatu saat nanti keluargaku akan hancur. Sama sekali tidak.

 

*****

 

Plot ceritaku berubah, seratus delapan puluh derajat.

 

PRAAANG!!!

 

"...!!"

 

Aku dan Taemin sedang mengerjakan PR bersama di kamar kami. Tapi kegiatan kami berhenti saat mendengar sebuah barang pecah. Ah, lagi?

 

Kulihat Taemin beranjak dari tempat duduknya berjalan menuju suara barang pecah itu. Aku hendak menahannya tapi tak sempat. Aku mengikutinya.

 

"Kau! Wanita sialan! Kau pantas mendapatkan ini!"

 

Taemin berhenti di tempatnya berdiri sekarang. Dia bahkan belum sempat sampai di anak tangga. Aku menghampirinya, dia mulai berjalan lambat-lambat menuju tangga. Mengintip ke ruang keluarga dari atas.

 

Beberapa gelas dan piring-piring pecah. Vas bunga di atas meja juga sudah terbagi menjadi beberapa bagian di lantai. Kulihat eomma terduduk di lantai dengan rambut yang berantakan dan wajah yang sembap. Bahunya bergetar, sepertinya eomma menangis. Lagi.

 

Sedangkan orang di depannya memukuli dan menendangi eomma dengan perasaan tak bersalah. Seakan-akan eomma bukanlah siapa-siapa baginya. Seakan-akan cinta yang dulu mereka persatukan di gereja tak pernah terjadi.

 

Ya, itu appaku.

 

Taemin yang berada di depanku melihat semua itu, bahunya bergetar juga. Aku mau menutup kedua matanya dengan tanganku, tapi dia menepisnya.

 

"Eomma.. eomma.. Eomma!!!" Taemin menangis sekarang. Dia hendak berlari kebawah menuju eomma, tapi dengan cepat kuraih pinggangnya, menahannya dalam pelukanku. Tangisnya pecah seketika.

 

"Hyung, lepaskan aku! Lepaskan! Aku ingin melindungi eomma!" Taemin berteriak dan memberontak. Tapi aku menguatkan pelukanku. Kalau dia berlari kesana dan melindungi eomma, yang terjadi dia akan ikut dipukuli oleh appa dan eomma tambah dipukul, ditendang, bahkan dijambak oleh appa.

 

Darimana aku tahu? Aku pernah melakukannya 2 kali.

 

Dan hasilnya sama.

 

Bahkan noda kebiruan di punggungku masih ada sampai sekarang. Rasa sakit yang diberikan appa dengan tangannya itu tak bisa kulupakan. Tes~ setetes air mataku jatuh di pundak Taemin. Tak tahan melihat eomma disiksa oleh orang tak berperasaan itu. Taemin sepertinya sadar aku menangis, karena dia mengeratkan pelukannya. Kami berdua menangis. Menangisi ketakutan dan kelemahan kami yang tidak bisa melindungi eomma yang sangat kami sayangi.

 

BRAK!

 

Pintu rumah di banting. Aku melihat ke ruang keluarga lagi. Orang itu sudah pergi. Eomma masih pada posisinya, tapi seperti sudah kehilangan tenaga dan bruk! Eomma jatuh pingsan. Aku segera berlari, kulihat Taemin mengikutiku.

 

Kami membopong eomma menuju kamar kami. Merawat luka-lukanya dan lebam-lebam biru yang menghiasi wajahnya. Sementara Taemin menangis di samping eomma, aku membereskan ruang keluarga yang tampak seperti habis gempa.

 

Setelah aku selesai, aku kembali ke kamar dengan membawa teh panas untuk eomma. Kulihat Taemin sudah tertidur di samping eomma. Matanya sembap, bekas air matanya belum kering. Melihat mereka berdua seperti ini, hatiku benar-benar sakit. Seperti ditusuk ribuan jarum. Sedih sekali.

 

Kenapa keluarga kami jadi hancur seperti ini? Aku juga masih tidak menyangka. Akhir-akhir ini kenyataan selalu menunjukkan kepahitannya.

 

Hal ini berawal dari tiga tahun yang lalu. Ah, tepatnya tiga setengah tahun yang lalu. Saat itu appa sedang pergi bersama rekan-rekan kerjanya sampai tidak pulang selama 3 hari. Eomma sangat khawatir karena tak satupun e-mail maupun telepon dijawab appa. Sampai akhirnya appa pulang ke rumah, sifatnya berubah 180 derajat. Dari appa yang perhatian, baik dan penyayang menjadi  kejam, jahat dan keji.

 

Alasan appa memukuli eomma juga benar-benar masalah sepele. Katanya masakannya tak enaklah, terlambat membuat air panaslah, tidak membuat kopilah. Sampai sekarang aku sudah umur 13 tahun dia tetap menjadi appa yang kejam, tak peduli dengan keluarganya sendiri dan selalu menganiyaya eomma, argh! Appa macam apa itu?! Aku menyadari air mataku mengalir lagi.

 

"Minho.."

 

Ah? Eomma sudah bangun? Aku segera mengelap air mataku, masa' anak laki-laki menangis.

 

"Minho-ya.. kau menangis?" Eomma mencoba duduk, aku menghampirinya.

 

"Tidak eomma, apa lukamu masih sakit? Ini aku bawa teh." Aku menaruh teh di meja di samping kasur dan membantu eomma duduk, lalu memperhatikan wajah eomma yang biru-biru. Tapi eomma menarikku dalam pelukannya.

 

"Maafkan eomma ya, tak bisa menjaga kalian. Maafkan eomma.." Eomma menangis di bahuku. Aku tak bisa menahan air mataku agar tak keluar, aku menangis sejadi-jadinya.

 

"Tidak eomma, tidak.. Appa yang salah! Dia selalu memukul eomma, padahal eomma tak salah sama sekali. Dia tak memikirkan sesakit apa eomma kalau dipukul seperti itu." Aku mengeluarkan unek-unekku. Eomma tak menjawab apa-apa, hanya menumpahkan kesedihannya terus menerus selama beberapa menit di bahuku.

 

"Eomma, ayo kita pindah dari sini! Appa tak berperasaan seperti itu tak pantas dengan eomma. Ayo eomma. Kita pasti bahagia walau hanya bertiga." Aku melepaskan pelukanku dan menatap mata eomma. Eomma menggeleng.

 

"Kenapa eomma? Appa sudah terlalu kejam kepada kita semua!" Aku berteriak frustasi, bagaimana bisa eomma bertahan dengan appa yang kejam seperti dia?! Sekarang eomma menghapus air matanya dan tersenyum miris.

 

"Kau akan tahu suatu hari nanti."

 

*****

 

Seminggu sejak saat itu, Appa tak pernah datang lagi ke rumah. Keadaan di rumah sekarang tenang dan damai. Senyum eomma selalu terlihat tulus dan menyenangkan, walaupun aku masih melihat sebersit kesedihan di matanya. Appa sialan itu masih juga eomma pikirkan, seharusnya appa tak pernah ada di kehidupan kami.

 

Aku dan Taemin sedang berjalan sambil bergandengan tangan menuju rumah. Kami baru pulang sekolah. Taemin terus mengoceh tentang teman-temannya saat berjalan pulang, aku menanggapinya dengan senyuman dan tawa.

 

Kami masih tertawa-tawa sambil membuka pintu dan kami berteriak, "Eomma, kami pulang!"

 

Keheningan yang tiba-tiba menyeruak membuat bulu kudukku merinding, dingin. Tak ada jawaban, tak ada anggukan, tak ada suara nafas, tak ada suara. Nafas kami pun benar-benar tercekat. Tertahan di tenggorokan.

 

Yang ada hanya cairan merah pekat dimana-mana, jejak kaki berwarna merah, dan bau anyir darah segar. Seseorang terbujur kaku dengan mata tertutup dan darah mengalir deras dari kepala serta perutnya. Wajahnya tidak asing.

 

Itu eomma.

 

"EOMMAAA!!!" teriakan Taemin memecahkan keheningan beberapa detik tadi. Taemin berlari menuju eomma. Air matanya mengalir deras. Dia duduk di sebelah eomma, menggenggam tangannya berharap eomma belum pergi. Aku membeku. Benar-benar tak bisa bergerak satu sentipun dari tempatku sekarang. Aku melihat Taemin mengecek napas eomma dengan mendekatkan dua jarinya di dekat hidung eomma. Tapi sedetik kemudian dia menangis sekencang-kencangnya sambil memeluk badan eomma yang lemas, baju Taemin belepotan darah sekarang.

 

Lututku tiba-tiba lemas, hingga akhirnya aku jatuh terduduk. Saat itu juga aku menyadari, bahwa eommaku sudah kembali ke rumah Tuhan di surga. Mati. Air mataku jatuh satu persatu bersamaan dengan bahuku yang berguncang hebat. Aku menangis meraung-raung.

 

Kenapa? Eomma tak mungkin dengan sengaja meninggalkan kami berdua. Eomma selalu berjanji kepada kami untuk melindungi dan menjaga kami berdua kapanpun. Eomma selalu berusaha memenuhi kebutuhan kami dan bekerja tak kenal lelah. Eomma tidak akan pergi meninggalkan kami. Tidak akan.

 

Ah,

 

Ini pasti perbuatan lelaki brengsek yang selalu menganiyaya eomma. Lelaki sialan yang selalu mendelik kepada kami dengan penuh kebencian saat kami lewat di hadapannya. Lelaki yang paling kubenci.

 

Choi Siwon.

 

Aku tak akan pernah sudi lagi memanggilnya dengan sebutan 'Appa'.

 

Apalagi memaafkannya.

 

*****

 

Lima tahun kemudian saat aku mulai menemukan potongan puzzle yang terserak. Semoga ini bisa membuat plot ceritaku kembali ke awal, pikirku saat itu.

 

"Tae, habiskan sarapanmu!" teriakku saat Taemin berlari keluar apartemen.

 

"Aku kenyang! Aku pergi sekolah dulu!" Taemin balas teriak.

 

Ya, kami pergi dari rumah tepat setelah pemakaman eomma. Para polisi datang setelah kutelepon, mereka membereskan mayat eomma dan mencari setiap kecil bukti yang bisa menjadi petunjuk pelaku yang membunuh eomma. Hasilnya nihil. Setelah 1 tahun dicari tanpa membuahkan hasil, akhirnya para polisi meminta maaf pada kami karena harus menutup kasus ini.

 

Yah, toh aku sudah tahu pelakunya. Siapa lagi selain si brengsek itu? Sampai sekarang, aku tak pernah bertemu dengannya. Entah dia menghilang kemana. Aku tak peduli lagi.

 

Sekarang kami tinggal di apartemen eomma saat eomma masih kuliah. Nenek yang memberikannya pada kami. Tapi sayangnya kami harus mencari nafkah sendiri, karena tak mungkin sanak saudara kami harus selalu membantu kami.

 

Yah, beginilah kami sekarang. Taemin sudah kelas 1 SHS dan aku masuk sekolah atlit dengan menggunakan beasiswa. Kami bekerja sambilan untuk memenuhi kebutuhan kami. Bisa dibilang kami cukup berkecukupan, hidup kami juga tenang. Walau tetap ada sesuatu yang kurang dari semua ini. Tak ada kasih sayang dari orangtua. Ayah sialan pergi entah kemana, dan eomma sudah meninggal.

 

Tapi entah kenapa sejak Taemin masuk SHS, sifatnya berubah. Berangkat pagi-pagi sekali, pulang larut malam. Bahkan jadwalku saja tak sepenuh itu. Apa ada sesuatu? Jangan-jangan dia digencet oleh teman-teman sekolahnya? Atau dia berbuat sesuatu yang tidak baik? Aiish! Tidak, tidak. Adik kecilku Taemin tak mungkin berbuat seperti itu. Dia anak yang baik. Yah, setidaknya itulah pikiranku sampai sesuatu yang ada di dalam bayanganku tadi terjadi.

 

Ceklek~

 

"Aku pulang."

 

"Selamat datang. Astaga! Taemin?!"

 

Taemin pulang malam seperti biasa, tetapi kali ini berbeda. Dia membawa oleh-oleh, yaitu lebam biru di pipi kanannya, luka-luka sayat di pelipisnya dan bibir pecah yang masih meneteskan darah. Aku yang duduk di depan TV menunggu dia pulang, langsung terlonjak kaget melihat dia tiba-tiba ambruk setelah membuka pintu apartemen.

 

“Taemin?! Kau kenapa Tae? Astaga, anak ini!” aku menggendong Taemin ke kamarnya, membaringkannya di tempat tidur. Dengan hati-hati aku membersihkan luka-lukanya dengan air dan mengobatinya. Apa dia bertengkar dengan temannya ya? Wajahnya sampai babak belur seperti ini. Aku saja tak pernah memukul Taemin sekalipun. Siapapun yang membuat adik kesayanganku seperti ini harus mendapat ganjarannya!

 

Taeminlah yang selalu menemaniku setelah kami tak punya orangtua. Walau aku hyung-nya Taemin, tak jarang dia mencoba menghiburku dengan kata-kata polosnya yang bersemangat. Dia juga sering mengagetkanku dengan macam-macam kejutannya.

 

Aku mengelus wajah Taemin halus. Dia masih manis seperti saat dia masih kecil. Kulitnya mulus sekali, aku tahu dia selalu merawat kulitnya walau sekarang wajahnya luka-luka. Kusisir rambutnya yang berantakan dengan tanganku. Rambutnya sudah panjang hingga mengenai lehernya. Taeminku memang manis sekali. Mirip seorang perempuan, walau aku tahu persis dia ini laki-laki.

 

Sejujurnya, dialah alasan kenapa aku sampai sekarang belum pernah mempunyai kekasih, aku takut dia kesepian. Menurutku, tak ada perempuan semanis Taemin. Aneh? Aku tak peduli. Aku sayang adikku. Sayang sekali. Dan kuharap Taemin juga belum punya kekasih, karena itu pasti akan membuatku sangat kesepian. Tapi entahlah dia tak pernah cerita.

 

"Eomma.." Taemin bergumam dalam tidurnya. Ah, ini bukan kali pertama dia mengigau tentang eomma. Pernah sekali dia mengigau bahkan teriak dan menangis saat tidur. Hatiku seperti diperas mendengar itu, sedih sekali kehilangan seorang eomma. Apalagi mendengar adik kesayanganku lebih sedih daripada aku. Aku mengelus rambut coklatnya sebelum aku pergi ke kamarku.

 

*****

 

"Pagi."

 

Aku sedang menggoreng omelet keju dan bacon, saat Taemin keluar dari kamarnya. Dia menggaruk-garuk kepalanya. Matanya makin menyipit karena baru bangun. Sedangkan aku? Aku sudah mandi, membereskan rumah dan mencuci baju. Hari Minggu itu paling nyaman kalau semua pekerjaan selesai pagi hari.

 

"Pagi, Taemin. Sudah bangun? Mana ciuman selamat pagiku?"

 

"Aish, hyung. Aku sudah besar. Kau juga. Kenapa masih minta ciuman selamat pagi." Taemin mengelak dengan alasan itu lagi.

 

"Kalau begitu, kau tak akan dapat bacon goreng spesial buatanku dan banana milk. Ayo ayo!" Aku mengancamnya, Taemin paling lemah soal makanan. Daging adalah makanan kesukaannya, sedangkan banana milk adalah minuman kesukaannya. Dia pasti mengalah aku yakin itu.

 

Tapi sepertinya pernyataanku salah. Taemin menggeram.

 

"Kubilang TIDAK!!" Taemin berteriak padaku, raut wajahnya berubah dari polos menjadi keras. Aku menghentikan kegiatanku, kaget.

 

"Jangan ganggu aku dengan permintaan seperti itu hyung." Taemin segera mengambil handuk di balkon apartemen kecil kami lalu masuk ke kamar mandi. Aku masih terdiam karena bentakkannya tadi. Astaga?! Pergaulan macam apa yang Taemin terima sampai dia berani membentakku? Bahkan aku tak pernah membentaknya seperti dia membentakku tadi.

 

Aku kembali menyelesaikan masakanku yang belum selesai. Menaruhnya ke dua piring. Untukku dan Taemin. Menghidangkannya bersama banana milk kesukaan Taemin. Aku segera memakan sarapanku tanpa menunggu Taemin keluar dari kamar mandi. Mencuci piring dan gelasku sendiri lalu duduk di sofa depan TV.

 

'Selamat pagi pemirsa, kembali lagi bersama saya Lee Jinki dalam Liputan 6 pagi.

Berita kali ini datang dari ibukota negara kita. Choi's Inc., salah satu perusahaan yang berpengaruh besar di negara ini mendapatkan pukulan telak. Presdir Choi's Inc. meninggal dini hari tadi pada pukul 03:16 dikarenakan pengerasan hati..'

 

"Choi? Aku jadi ingat, si brengsek itu memberiku marga Choi. Menjijikkan menerima kenyataan bahwa aku ini anaknya." Aku berbicara sendiri.

 

'Sanak saudara dan para karyawan Choi's Inc. dilanda kesedihan luar biasa dan juga kekacauan. Siapa yang akan menggantikan presdir? Siapa dari Si Kembar Choi -anak dari presdir- yang akan dipilih..'

 

"Si Kembar Choi? Seperti nama girlband saja." Aku mendengus. Emosi selalu tak dapat kuelakkan ketika mendengar nama Choi.

 

'Menurut informasi yang kami dapat, sejak 5 tahun yang lalu kembaran yang lebih muda menghilang tanpa jejak. Keluarganya hancur, istrinya ditemukan tewas dengan naas dan dua anaknya pergi entah kemana. Choi Siwon, si adik kembar..'

 

Kurasakan mataku membelalak, jantungku berdebum keras. Aku bahkan tidak tahu tentang latar belakang keluarga Siwon. Ternyata dia orang kaya toh. Lalu kenapa hidup kami dulu biasa saja? Kenapa dia tak membawa hartanya?

 

Ah iya, dia kan hanya datang untuk menganiyaya eomma. Untuk apa bawa-bawa harta? Aku tersenyum sinis mendengar berita itu, dia menghilang? Baguslah, sekalian saja dia mati, sekalian saja dia tak pernah ada di dunia ini.

 

'Menurut pengacara keluarga Choi, sepertinya yang akan menggantikan presdir sementara adalah sang kakak kembar, Choi Ji-'

 

Aku mengganti channel TV, daripada mendengar berita tentang keluarga si brengsek lebih baik nonton kartun.

 

"Ah, Taemin! Ini ada The Backyardigans, kau suka kan?" Aku berteriak memanggil Taemin saat melihat animasi The Backyardigans diputar. Tapi tak ada jawaban. Kemana dia?

 

"Taemin?"

 

Aku beranjak dari sofa, mengecek kamar mandi. Lho? Kosong. Aku beralih menuju kamar Taemin. Kuketuk pintunya, tapi ternyata tidak dikunci. Saat kulihat ke dalam, ternyata kosong juga. Aish, anak itu pergi tanpa pamit padaku! Aku melihat ke arah meja makan mungil kami, makanan di atas piring Taemin sudah habis. Banana milk-nya juga habis. Yah, setidaknya dia sarapan dulu tadi. Eh? Uang jajannya cukup tidak ya?

 

"Minho, kau ini sudah tidak dia pedulikan tetap saja peduli padanya, ckck." Aku berkata pada diriku sendiri, tersenyum miris.

 

TBC

 

A/N : Hyaaaah! ngasal abis. nyoba-nyoba post disini hehe. Post comment yaa~ thanks :)

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
MyMinnieHo
#1
Hi... Good story... I like the first chapter... But why you not write this story in enlish?? Just continue this story and update soon... ^^