Chapter 2

My Friend
Please log in to read the full chapter

“Terima kasih nona Shon anda sudah mau menemani anak saya seharian di mana harusnya anda sedang cuti seperti ini.”

“Aku senang menghabiskan waktu bersama Winter, Irene. Semoga kau tidak keberatan.”

“Tentu saja tidak nona Shon, saya senang Winter memiliki seseorang seperti anda di saat tumbuh kembangnya seperti sekarang. Terima kasih nona Shon.” Ujarnya sambil memberi hormat pada Wendy yang juga berterima kasih pada Irene, karena telah membesarkan gadis kecil yang pintar seperti Winter.

 

“Unnie..” Winter menangis di samping ranjang Wendy. Hatinya hancur melihat Wendy yang tergelatk sakit di ranjangnya.

“Jangan menangis, Winter unnie hanya terkena tipes.”

“Tetap saja.” Ujarnya sambil menyeka air matanya.

“:Lihatlah, kau terlihat jelek kalau menagis seperti itu.” Wendy senang melihat Winter yang sedikit cemberut, Irene juga tersenyum melihat anaknya bertingkah seperti itu. Sisi lain yang tak pernah ia lihat dari anak semata wayang itu.

“Wan ah.” Tiba-tiba seorang wanita masuk ke kamar itu, wanita yang sama sekali tak pernah Irene dan Winter lihat sebelumnya. Wendy segera bangun dan bersikap manja pada Wanita itu.

“Unnie..” rengek Wendy sambil memeluk wanita itu.

“Apakah aku harus sakit dulu baru unnie mau mengunjungiku.”

“Aish anak ini.: ujarnya sambil mencubit pipi Wendy. Irene dan Winter hanya saling pandang. Wendy teringat akan kehadiran Winter dan Irene.

“Oh ya unnie, ini kenalkan..”

“Kau pasti Winter kan?” sambar Jae In.

“Wendy sering menceritakanmu padaku, ia mengatakan bahwa ia memiliki sahabat kecil yang hebat. Dan kau pasti ibunya Winter, Irene.” Winter dan Irene hanya mengangguk mengiyakan.

“Perkenalkan ini Jae In unnie sepupuku.” Ujar Wendy.

 

“Maafkan omma Winter, tapi Seulgi benar-benar membutuhkan omma.” Namun Winter hanya menundukkan kepalanya, ia tidak ingin omma nya melihat ia yang hampir menangis malam itu.

“Baru sekali ini omma tidak bisa hadir Winter, tolong mengertilah.” Ujar Irene pada anaknya yang masih menundukkan kepalanya. Ia bangkit dari tempat duduknya.

“Omma sudah menjelaskannya, aku akan masuk kamar, ini sudah malam besok aku harus bangun pagi.” Winter masuk ke kamarnya dan berusaha keras untuk tidur, karena hatinya begitu sakit. Kenyataan ia melihat ibunya lebih memilih makan siang bersama kekasihnya di banding hadir melihat pertunjukkannya piano solonya yang selama beberapa minggu ia latihan dengan sangat keras dan persemabahan itu di khususkan untuk ibunya. Wendy yang hadir waktu itu mengajak Winter untuk makan siang dan di saat itulah ia melihat Irene yang tersenyum sambil mengobrol bersama Seulgi.

 

Semenjak kejadian itu Winter lebih banyak diam saat ia bersama sang ibu, bahkan di tengah makan malam untuk merayakan hari ulang tahunya pun ia lebih memilih diam. Di tambah pada hari itu Wendy sedang berada di luar negeri untuk 1 bulan, ia sangat merindukan Wendy, meskipun Wendy sering menghubunginya namun itu tidak bisa memperbaiki suasana hatinya yang buruk. Menyadari perubahan dari anaknya akhirnya Irene memutuskan untuk bicara pada Winter.

“Omma minta maaf, jika apa yang omma lakukan menyakiti hatimu.” Winter hanya diam.

“Apa yang harus omma lakukan? Agar semua kembali seperti biasanya.” Namu Winter tidak menjawab ibunya ia tidak tahu apa yang harus ia katakana, ia bingung dengan perasaannya sendiri.

“Apa omma harus putus dari Seulgi dan menerima Wendy seperti keinginanmu?” Winter terkejut dengan pertanyaan ommanya.

“Apa kau akan senang jika omma menikah dengan Wendy?” namun gadis itu masih diam.

“Jawab omma Winter. Omma lelah dengan sikapmu yang seperti ini.” Hal itu semakin membuat Wibter terdiam, ia justru bangkit dari tempat duduknya. Irene yang terkejut hanya terdiam.

 

“Winter, ayo sarapan.” Berkali kali Irene berteriak namun anak nya itu tidak keluar kamar. Akhirnya ia melihat kamar anaknya, namun ia tidak menemukan Winter. Ia panic dan menghubungi secara tak langsung ia menghubungi Wendy yang untung saja baru mendarat di kotanya.

“Tenang Irene, aku akan menghubungi HP nya.”

“Tapi ia tidak membawanya Wendy.”

“Baiklah, aku akan menghubngi polisi. Ok. Tapi kau jangan panic, kita pasti akan menemukan Winter,” entah mengapa perkataan Wendy itu membuat Irene jauh lebih tenang.

 

“Aku tahu, aku akan menemukanmu di sini.” Ujar Wendy menarik nafas lega saat ia melihat sahabat kecilnya itu duduk seorang diri duduk di taman.

Please log in to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Baeismine03 #1
Chapter 2: huhuhu very sweetss
Wann77
#2
Chapter 2: Keren2...
Tetap semangat menulis tentang Wenrene