Yang Tinggal dan Tersisa

Catatan Pendek (Tentang Perjalanan Panjang)
Please Subscribe to read the full chapter

 Harusnya, waktu itu aku lebih berani. Namun, keberanianku cuma sebatas menyatakan perasaan. Setelahnya, aku nggak seberani itu untuk minta kamu tetap di sisiku.

Hitomi, rasanya sakit. Sakit sekali rasanya harus terbangun dari mimpi. Di mimpiku, kamu ada. Di mimpiku, kita masih sama-sama. Di mimpiku, kita bahagia sama-sama. Di mimpiku, aku bebas memelukmu. Di mimpiku, semua yang kuinginkan dalam hidup terwujud, sampai rasanya, aku nggak mau bangun.

Kenyataan lebih buruk dari mimpi buruk ketika kamu nggak ada, Hitomi. Mimpiku nggak pernah buruk karena kamu ada di sana—kecuali, hari di mana aku bermimpi soal perpisahan kita. Namun, tetap, rasanya itu lebih baik daripada terbangun dan nggak bisa melihat kamu lagi. 

Hii, aku nggak bisa.

Dede berkali-kali bilang kalau aku nggak bisa gini terus. Kalau aku nggak mau ngejar kamu, kalau aku nggak mau mengusahakan hubungan kita lagi, lebih baik aku cepat-cepat mengubur semua kenangan kita dan memulai hidup yang baru. Sayangnya, aku nggak bisa. Aku nggak mau. Aku nggak mau melupakan apa yang pernah ada di antara kita—apa yang selalu aku semogakan sampai saat ini. Namun, untuk mengejarmu lagi, untuk mengusahakan hubungan kita lagi, aku belum cukup berani.

Aku takut bukan aku lagi yang mengisi hatimu. Aku takut kalau ingatanmu tentang aku sudah hancur jadi debu. Aku takut cuma aku yang masih jatuh. Aku takut.

Aku berusaha dengan yang lain, Hii, tapi nggak bisa. Mereka yang pernah singgah selalu kecewa—aku selalu memukul mundur mereka sebelum sesuatu sempat mekar, sempat dimulai. Aku nggak bisa. Aku nggak mau. Mereka layak mendapatkan orang yang jauh lebih baik dari aku, yang mau sepenuhnya sayang sama mereka tanpa dihantui bayang-bayang masa lalu.

Please Subscribe to read the full chapter

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet