Chapter 3.

Cinderella's little sister
Please Subscribe to read the full chapter

 

 

Pagi hari tiba.

Mina masih pulas dengan dengkuran halus yang keluar dari mulutnya ketika suara-suara gaduh dari luar mengusik tidurnya. Mina perlahan membuka matanya, menguceknya dua kali sebelum benar-benar tersadar.

Hal pertama yang dilakukan Mina setelah bangun adalah mengecek jam di ponsel lipatnya. Masih pukul 7 kurang. Mina menguap lebar sembari menggeliat malas dikasurnya lalu bergerak bangun. Memakai kaos kaki abu-abu kesukaannya dan berjalan keluar kamar.

Rupanya, Nayeon sedang sibuk-sibuknya menyiapkan keperluan sekolah hari ini. Berjalan ke sana ke mari mencari sepasang kaus kaki lain yang ingin ia pakai.

"Kenapa kaus kakiku selalu hilang disaat genting seperti ini, sih?!" Oceh gadis berdarah Korea itu frustasi.

Mina tidak mengerti, tetapi cukup paham maksud ucapannya.

Menilik dari ekspresi gusar Nayeon yang mondar-mandir sembari menenteng satu kaus kaki.

Memang dia tidak punya kaus kaki yang lain?

Hardik Mina dalam hati, mengomentari situasi kekanakan yang dialami saudara tirinya tersebut.

Kenapa harus merepotkan diri sendiri untuk mencari hal yang tidak ada jika punya banyak pengganti?

Mina tidak perduli. Ia melanjutkan langkahnya berbelok menuju kamar mandi melewati lorong samping. 

"Eomma! Aku tidak bisa menemukan sebelah pasang lainnya!"

Jeritan Nayeon masih terdengar bahkan saat Mina sudah memasuki kamar mandi.

Mina memutar matanya risih.

Persetan dengan kaus kaki! Sekolah saja dengan kaki telanjang!


Setelah beres dengan urusannya di kamar mandi, Mina memutuskan keluar untuk berkeliling disekitar halaman rumahnya. Ia keluar melewati pintu samping yang berada disebelah ruang kamar mandi.

Hal pertama yang menyambut Mina saat membuka pintu adalah udara pedesaan yang sejuk. Karena sekarang masih fase transisi dari musim dingin ke musim semi, langit masih tampak gelap memasuki pukul 7 pagi. 

Baru satu menit setelah Mina melangkah keluar dan tubuhnya sudah menggigil.

Ralat, udaranya bukan sejuk tapi sangat dingin. 

Belum lagi ia hanya memakai kaus pendek yang dilapisi kardigan tipis. Udara pagi seperti tengah menusuk-nusuk kulitnya. Mina mengelusi lengan atasnya beberapa kali guna menangkal hawa dingin yang masuk dari sana, tetapi tetap melanjutkan niatnya untuk mengitari sekeliling rumah barunya itu. 

Rumah ayah sambungnya sangat luas. Sepertinya dia memang seorang tuan tanah sejati. Mereka bahkan punya kandang kuda berikut hewannya yang dipelihara di halaman belakang rumah. Sebuah sumur tua yang kedalamannya tidak bisa Mina terka. Sebuah dapur yang terpisah dari bangunan utama dan tentunya sebuah lumbung yang dipakai untuk menyimpan bahan pangan keluarga. Kesimpulannya; mereka kaya.

Mina mendengus kecil.

Sepertinya ibunya tidak lagi salah memilih pria seperti sebelumnya saat menikahi ayahnya.

Baguslah.

Mina melanjutkan sesi lokakarya mengelilingi rumah barunya itu. Berjalan dari sisi kiri rumah menuju halaman depan. Para pekerja di rumah mereka sudah hilir-mudik mengurus keperluan pemilik rumah di pagi hari. Mina hanya menunduk ketika sesekali orang-orang itu menyapanya. Mempercepat langkahnya menuju halaman depan. Saat kakinya sampai pada pelataran depan rumahnya, mata Mina tidak sengaja melihat seseorang yang duduk bersandar di dalam gazebo yang berada di samping kanan rumah mereka—Mina baru menyadari jika mereka juga memiliki sebuah gazebo di sini.

Ia memperhatikan orang itu yang terlihat tenang duduk di sana. Seolah sudah terbiasa berada dilingkungan rumah ini.

"Siapa dia?" Mina merasa belum pernah melihatnya sejak datang kemarin. "Salah satu pekerja?" Pikirnya.

Karena penasaran, Mina memutuskan untuk melihat lebih dekat. Ia berjalan menaiki undakan teras rumahnya dan melangkah ke sisi kanan rumah, ingin melihat lebih jelas tetapi masih memastikan untuk menyisakan jarak diantara mereka.

Dari sana, ia bisa melihat orang itu yang ternyata perempuan, mungkin sebayanya, tengah duduk dengan mata yang terpejam. Satu tangannya berada pada railing gazebo, mengetuk-ngetuk perlahan lapisan kayu dari gazebo tersebut sembari bersenandung ringan. Rambutnya kuning terang dengan potongan pendek seperti laki-laki. Namun rok yang ia pakai menjadi kesimpulan Mina tentang gendernya diatas. Melihat dari pakaian yang ia kenakan sepertinya gadis itu masih seorang pelajar.

Teman Nayeon mungkin?

Mina berdiri diam di sana cukup lama, terlalu larut memperhatikan gadis pirang itu sampai akhirnya objek pandangannya menoleh.

Mata Mina sontak melebar ketika mata coklat terang itu merengkuh matanya dengan tatapan lurus. Kemudian satu utas senyum terbit d

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
Cunges3
#1
Chapter 2: Jeongmi end game please?