One : The Stranger

Would You Be Mine?

Hujan deras mengguyur sepanjang jalanan kota sore itu. 

 

Oh Hayoung berjalan di jalanan licin sambil menghindari guyuran hujan yang pasti akan membasahi tubuhnya. 

 

Gadis itu menepuk-nepuk rok selututnya. Berharap lumpur yang menempel di sana akan hilang. 

 

Tapi mustahil. 

 

Bibirnya mengerucut lucu kala kotoran lumpur yang menempel pada rok selututnyanya tidak sedikitpun hilang walau sudah ia tepuk beberapa kali.

 

Mata indahnya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.

 

"Sudah pasti aku telat!" 

 

Padahal ia sudah berjanji pada ibunya untuk pulang sebelum malam tiba.

 

Nyatanya ia pasti akan telat karena menunggu hujan reda. 

 

Alih-alih menepuk roknya kembali, ia malah mengalihkan pandangannya pada sebuah minimarket yang ada di seberang jalanan. 

 

Akhirnya ia berlari menerobos hujan untuk mencapai minimarket di seberang jalan. 

 

"Aish, dingin sekali."

 

Hayoung menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya. 

 

"Selamat datang!" 

 

Perempuan manis, si penjaga kasir menyapanya dengan riang. Suhu di dalam minimarket jauh lebih baik daripada di luar sana. 

 

Gadis itu membalas senyuman si penjaga kasir dan kemudian melangkahkan kakinya menuju ke jajaran cup ramen instan yang menumpuk. 

 

Ia memutuskan untuk berteduh di sana sambil memakan se-cup ramen yang dibelinya. Hanya sampai hujan berhenti. 

 

Tak lupa sekaleng minuman soda untuk menemaninya.

 

Kemudian ia kembali ke kasir untuk membayar satu cup ramen dan sekaleng minuman soda. 

 

"Totalnya 4.500 Won, nona."

 

Hayoung mengangguk. Ia lalu membayar menggunakan lembaran uang yang sesuai dengan harga belanjaannya. 

 

"Aku makan di sini saja." 

 

Penjaga kasir itu mengangguk, "Silahkan, nona."

 

Hayoung berlalu dari hadapan penjaga kasir itu. Ia menyeduh ramen-nya dengan air panas yang sudah disediakan minimarket tersebut, mendiamkannya selama beberapa menit, lalu membuka bungkusan atas cup ramennya.

 

Seperti orang yang sudah beberapa hari tidak makan, ia makan dengan tidak sopannya. 

 

Ia menyeruput mie dan kuahnya dengan sangat nikmat. Sampai kuahnya memuncrat hingga ke mana-mana. 

 

"Hujan-hujan begini sangat enak makan yang begini," gumamnya. 

 

Ia melanjutkan kegiatan menyantap ramennya sambil menunduk. Memfokuskan pandangannya hanya pada ramennya. 

 

Tukk!

 

Hayoung mengangkat kepalanya, mendapati seorang lelaki berwajah sangar yang baru saja menimbulkan suara itu. 

 

Lelaki itu meletakkan ramen di atas meja yang sama dengan dirinya.

 

Hayoung mencoba untuk tidak peduli. Dan ya, ia rasa lelaki itu juga. 

 

Lelaki itu mungkin saja adalah pengunjung minimarket ini. Jadi tidak ada salahnya jika lelaki itu duduk di sana. 

 

Tapi, kenapa harus di meja yang sama dengan meja yang ia tempati? 

 

Hayoung sedikit melirik kegiatan lelaki itu dengan ekor matanya. Lelaki itu juga menyantap ramennya, sama sepertinya. Tapi jauh lebih sopan daripada Hayoung yang menyantap ramennya seperti orang yang kelaparan selama berminggu-minggu.

 

"Oh, berhenti menatapnya melalui ekor matamu, Oh Hayoung. Sejak kapan dirimu suka ikut campur dengan urusan orang lain dan melirik kegiatan mereka dengan menggunakan ekor matamu," batin Hayoung.

 

Masa bodoh. Hayoung bukan tipe gadis yang akan menyapa orang yang tak dikenalnya duluan. Toh, kenal saja tidak. 

 

Hayoung mengeluarkan ponselnya dari saku roknya saat ramennya sudah habis. Bukannya membuang cup ramennya yang sudah kosong, ia malah mengetikkan pesan untuk ibunya. 

 

Beres. Pesan sudah terkirim. 

 

Kursi yang diduduki gadis itu kini berdecit pelan karena bergesekan dengan lantai putih mini market. Membuat sebagian atensi lelaki itu beralih padanya sebentar.

 

Ya, hanya sebentar. Lalu lelaki itu kembali melanjutkan acara makannya tanpa mempedulikan gadis yang menurutnya benar-benar terlihat sangat aneh itu.

 

Hayoung belum kenyang, nafsu makannya sangat besar, tidak seperti gadis kebanyakan yang suka diet. Tidak,, dia tidak suka melakukannya. Untuk apa diet? Jadi kurus? Haha, membuang waktu, pikirnya. 

 

Lelaki itu kembali melirik Hayoung sekilas, tak lama. Dia lalu mengalihkan pandangannya. kembali sibuk dengan ramennya sendiri. 

 

Beberapa menit kemudian Hayoung kembali lagi. 

 

Dengan prosedur yang sama, ia kembali menyeduh ramennya. Tak lupa sekaleng minuman soda berbeda rasa dari yang pertama kali ia ambil tadi.

 

Meniup-niup isinya agar tidak terlalu panas saat menyentuh lidahnya, ia kemudian lanjut menyantap ramennya. 

 

Masa bodoh dengan si penjaga kasir dan lelaki yang duduk di hadapannya. Kalau mereka berpikir Hayoung rakus, ia tidak peduli. Lagipula dirinya membayar memakai uangnya sendiri, bukan memakai uang mereka.

 

Sambil menikmati ramennya, ia menghubungi sahabatnya. 

 

"Aku tidak jadi pulang ke rumah orangtuaku. Dan juga ya, aku lupa membawa kunci rumah. Jadi pulang yang cepat, ya hari ini."

 

"Tidak bisa, Oh Hayoung. Aku sedang berkencan."

 

"Orang gila mana yang berkencan di saat hujan mengguyur dengan derasnya?" protes Hayoung pada sahabatnya yang sedang mendengarkan di seberang sana.

 

"Aku tidak gila! Ini namanya romantis, bodoh! Makanya pacaran sana kalau kau ingin tahu rasanya. Dan, ya. Kenapa harus aku? Kau 'kan bisa menyuruh Yerin untuk pulang lebih awal."

 

"Jangan memanggilku dengan sebutan 'bodoh' itu! Dan juga jangan sok berlagak lupa, Park Sooyoung. Dia lembur malam ini."

 

"Tidak perlu menyebut nama lengkapku, Oh Hayoung."

 

"Kau juga menyebut nama lengkapku, Park! Dan yang benar saja. Kau menyuruhku untuk meminta Yerin pulang awal malam ini, sedangkan aku tahu dia akan lembur malam ini? Kau mau aku diomeli olehnya karena kehilangan uang lemburnya itu?" omel Hayoung. 

 

Tidak peduli dengan lelaki di hadapannya yang agak terganggu dengan suara bisingnya yang memekakkan telinga.

 

"Kau juga akan membuatku kehilangan kesempatan berkencan romantis dengan pacarku!" Park Sooyoung memprotes di seberang sana.

 

"Berkencan bisa dilakukan kapan saja! Pentingkan rasa kemanusiaanmu itu. Kau mau aku jatuh sakit karena menunggu berjam-jam di depan pintu?"

 

"Ya, ya. Aku kalah jika berdebat denganmu, nona Oh. Aku akan pulang sekarang juga!" Pada akhirnya, Sooyoung mengalah. 

 

Hayoung menyunggingkan senyum kemenangannya. 

 

"Oke."

 

Hayoung mematikan sambungan teleponnya. 

 

Ia buru-buru menghabiskan ramennya. Lalu menegak minuman sodanya dengan beberapa kali teguk. 

 

Tak lupa bersendawa setelahnya. Jika saja ada banyak orang di sini, mungkin mereka akan memprotes pada Hayoung. 

 

Nyatanya, lelaki itu tidak peduli. 

 

Hayoung langsung mengucapkan terima kasih pada si penjaga kasir lalu melenggang pergi setelahnya.

 

Lelaki itu menatap punggung Hayoung yang mulai menjauh dengan tatapan datarnya. 

 

"Aku baru pernah melihat gadis yang kelakuannya jauh berbeda dari gender-nya."

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

TBC

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet