One

Stay at home husband

Seokjin menatap.

Menatap dirinya sendiri di depan cermin, mengamati penampilannya, tidak melewatkan seinci lipatan kecil di antara kemeja yang dia pakai. Hari ini, dia akan bertemu dengan tamu yang sangat penting jadi kesalahan sekecil apapun tidak boleh terlihat. Dia harus terlihat elegan dan tidak mengecewakan orang-orang dari perusahaan besar yang sudah mau menjadi sponsor di acaranya.

Tersenyum dengan puas setelah ia yakin semuanya terlihat sempurna, melirik ke arah jam dinding Seokjin meletakan jasnya lagi. Masih pukul 6.30 dia bisa sarapan terlebih dahulu sebelum berangkat, lagipula dia tidak ingin mengecewakan seseorang yang sudah menyiapkan sarapan dari pukul 5 tadi. Oh, jangan heran kenapa orang itu memerlukan waktu yang sangat lama hanya untuk mempersiapkannya.

Seokjin membuka pintu kamar, hidungnya langsung di sambut aroma wangi makanan yang berasal dari dapur, dia tersenyum lebar dan berjalan menulusuri lorong menuju dapur.

“Kau memasak katsu ya?” Tanyanya dengan suara ceria, melihat sekeliling, dia tidak mendapatkan siapapun disana. Dapurnya kosong, meja sudah penuh dengan makanan, katsu dan juga sop miso serta dua mangkuk nasi panas.

Sarapan ala jepang?

Samar-samar dari arah pintu depan terdengar suara orang mengobrol, Seokjin mendekat dan mendapati seseorang yang tak ditemukan di dapur berada disana menutup pintu Apartemen.

“Namjoon? Sedang apa?” Tanyanya lagi, mendekat ke arah pemuda yang wajahnya penuh dengan senyuman ketika melihatnya.

“Kau sudah rapi, ayo makan?” Ajak pemuda itu, melewati Seokjin dan meletakkan kardus coklat kecil di atas meja makan.

“Apa itu?” Seokjin menyentuh kardus coklat, dan membaca pengirimnya. “Loh, ini kan?”

“Iya, itu figure yang kau pesan beberapa waktu lalu. Tukang pos mengantarkannya, tapi dia menginginkan aku memperlihatkan KTP dan tanda pengenal identitas lainnya, dia kira aku merampok rumahmu.” Namjoon menjelaskan sambil mengunyah nasi. “Kenapa sering kali orang-orang berpikiran buruk tentangku ya?” Tanyanya polos.

Seokjin duduk di depan pemuda itu, menatapnya lekat-lekat. Siapapun akan berpikiran hal yang sama, wajahnya yang seram, rahangnya yang keras, tatapan yang mengerikan, perawakan besar dan kencang, juga-

“Apa karena tato-tato ini ya?” Tanya pemuda itu lagi.

Tentu saja, orang pasti berpikir kau adalah salah satu anggota Yakuza yang datang ke rumah ini untuk menagih hutang dan melakukan kekerasan pada si tuan rumah. Terlebih kau hanya memakai kaos lengan pendek yang menampilkan hampir seluruh tato di tubuh.

“Tapi kau kan pakai celemek lucu itu?” Ujar Seokjin, menunjuk celemek berenda warna ungu dengan salah satu tokoh kartun terkenal di kalangan anak-anak bernama ‘Koya’ yang selalu Namjoon pakai.

“Nah, lalu mengapa orang-orang berpikir aku melakukan hal jahat padamu?” Gumamnya lagi, memiringkan kepalanya agak ke kanan karena berpikir.

Seokjin terkekeh kecil melihatnya.

“Ngomong-ngomong kenapa hari ini sarapannya ala Jepang?”

Namjoon terbatuk kecil, menyesap air putih di gelas dengan tergesa kemudian berkata, “Kemarin aku hampir membakar wajan di tempat kursus memasak karena membuat ini!”

“Lagi?” Seokjin berkomentar.

“I-iya, tapi kali ini bu Choi tidak marah. Dia hanya menggeleng dan aku berakhir memasak 6 porsi katsu sendirian! Makanya, aku ingin mengulangnya lagi di rumah.”

Seokjin menghela napas, sudah 7 bulan semenjak Namjoon belajar memasak, kemampuan memasaknya sudah agak meningkat tapi tetap tidak bisa menyesuaikan timing dan juga memperkirakan api yang di pergunakan. Katsu hari ini juga, tidak bisa di bilang enak sekali, atau enak saja. Dia menggunakan terlalu banyak minyak dan terlalu lama memasak, beberapa bagian bahkan jadi gosong di luar dan tidak terlalu matang di dalam.

“Tidak apa-apa, pelan-pelan saja, aku yakin kau akan semakin bisa memasak!” Ujarnya, tidak berbohong tentu saja. Siapapun pasti akan bisa jika belajar. Seokjin yakin Namjoon juga seperti itu.

“Kau hari ini pulang jam berapa? Makan malam di rumah?”

Seokjin mengangguk, “Aku akan pulang cepat hari ini, pukul 5?”

“Wah pukul 5, aku akan pulang pukul 7 ya.” Namjoon berkata, membereskan bekas makan dan bersiap untuk mencucinya sedangkan Seokjin kembali ke kamar memakai jasnya.

“Kenapa? Kau mau kemana?” Seokjin bertanya, berdiri di sebelah Namjoon yang tidak jadi mencuci piring karena menyadari Seokjin akan segera berangkat.

“Hari ini ada diskon telur di Supermarket kota sebelah,”

Seokjin terdiam, Kota sebelah.

Namjoon menangkap raut wajah cemas Seokjin yang samar, dia tersenyum, membantu Seokjin membetulkan dasinya ─yang malah membuatnya semakin miring tentu saja─ “Aku tidak pergi sendirian, tidak usah khawatir.” Ujarnya, melemparkan senyum lebar sehingga membuat kedua lesung pipinya nampak jelas.

Seokjin menghela napas, kemudian ikut tersenyum.

“Kalau begitu sampai jumpa nanti malam,” Ujarnya, mengecup pipi Namjoon yang lembut. Namjoon tersenyum lebar, mengantarnya sampai pintu depan dan melambaikan tangannya kesana kemari. Pemuda itu terus menatap Seokjin yang berjalan menuju parkiran dan menghilang.

 

─ Stay at home Husband ─

 

Namjoon baru saja selesai mandi ketika bel apartemennya berbunyi, tanpa perlu melihat siapa yang datang dari monitor dia sudah tahu. Suara ribut-ribut diluar sudah memberitahunya. Dia berjalan ke depan pintu setelah memakai celana bahan berwarna hitam, dia harus mempersiapkan sesuatu sebelum pergi jadi mungkin membiarkan mereka masuk lebih baik.

Pemuda itu membuka pintu dan mendapati 6 orang tetangganya ─para ibu-ibu─ menatapnya.

“Aduh! Pak Kim! Kau lupa memakai baju sebelum membuka pintu?” Salah satu ibu menyeletuk membuat Namjoon tersadar bahwa dia hanya menggenggam kaos yang dia ambil dari lemari bukan memakainya.

“Ah- maaf, saya buru-buru. Silahkan masuk dulu, ada yang harus saya persiapkan.” Namjoon berkata sopan, membukakan pintu dan para ibu-ibu itu terkekeh dan tertawa melihat sikapnya.

“Dulu pertama kali saya lihat penampilan seperti itu sih saya ketakutan,” Bu Gong berkata sambil menarik kursi meja makan dan duduk disana, tertawa kecil.

“Benar-benar, saya dulu sampai memaksa suami untuk pindah karena berpikir seorang Yakuza pindah kesini!” Bu Han menimpali, duduk di salah satu sofa dan memakai apron penutup dada untuk menyusui bayinya, Hana.

“Aduh! Kalau saya sih dulu sampai pergi ke pemilik apartemen dan protes!” Bu Lim berkata, para ibu-ibu langsung terdengar riuh tak percaya dan terkejut.

“Aduh masa sih?” Bu Jeon menimpali tak percaya.

“Iya benar, saya sampai harus menginap di kantor polisi karena hal itu.” Ujar Namjoon yang baru saja keluar dari kamar.

Ibu-ibu yang lain langsung berkomentar atas tindakan gila bu Lim dan membuat Namjoon serta Seokjin jadi kesusahan.

“Ya, karena kita sebagai seorang ibu takut terjadi sesuatu pada anak-anak dan keluarga jika orang yang jahat pindah ke dekat rumah, terutama penampilan pak Kim sangat menyeramkan!” Bu Lim menimpali omongan para ibu-ibu lain.

“Saya memakluminya, maka itu saya berkali-kali memohon maaf pada para tetangga yang tidak nyaman dengan tato-tato ini.” Namjoon duduk di antara para ibu-ibu memasukan catatan, kupon diskon barang dan dompet ke dalam tas belanja.

“Tidak di sangka ya ternyata pak Kim adalah orang yang ramah dan baik, serta lucu juga!” Ujar bu Han, tertawa dan menepuk keras bahu Namjoon.

“Benar! Benar!, lihat deh pak Kim satu-satunya yang selalu memakai celemek kemanapun dia pergi!” Bu Gong tertawa keras di ikuti dengan ibu-ibu yang lain.

“Tapi ini sangat lucu,” Namjoon menimpali.

“Benar, sangat lucu, cocok dengan pak Kim.” Bu Jung berkata dan tertawa.

Setelah bu Han selesai menyusui Hana mereka bertujuh pergi bersama-sama dengan sepeda, hari ini Namjoon membonceng bu Han karena dia harus membawa Hana. Anaknya yang paling besar sudah SMP dan hari ini jadwalnya untuk les, jadi tidak ada yang menemani Hana di rumah sedangkan diskon telur sedang terjadi di kota sebelah. Beberapa bulan terakhir telur memang sedang naik 55% per 30 butir nya, di Supermarketbesar harga ecerannya 7 sampai 8ribu won per 1 rak telur dengan isi 30 butir sedangkan Supermarket di kota kecil ini mematok harga sampai 10ribu won, membuat ibu-ibu sampai harus mensiasati pembelian telur bersama-sama para tetangga agar tetap bisa membeli dengan harga murah.

Jadi, ketika bu Gong yang suaminya bekerja di kota sebelah memberi tahu bahwa akan ada diskon telur disana, bu Gong langsung memberi tahu para ibu-ibu di grup kakaotalk yang tentu saja Namjoon bergabung di dalamnya.

“Yang aku dengar hanya satu jam loh pak Kim waktunya,” Bu Han berkata.

“Bu Han tidak apa-apa? Bagaimana dengan Hana?” Tanya Namjoon, dia sedikit khawatir anak itu akan tergencet oleh ibu-ibu lain. Ini bukan kali pertama Namjoon ikut belanja karena ada diskon, dan para ibu-ibu jauh lebih garang dan seram ketimbang bosnya dulu jika menyangkut diskon.

“Bu Gong akan mengambilkan satu untukku, tapi aku harus ikut mengantri diskon daging sapi sebagai gantinya. Pak Kim akan membeli daging sapi juga tidak? Biar aku yang membantu.”

Namjoon menghitung uang yang akan dia keluarkan jika daging sapi ─yang tidak ada di dalam daftar belanjanya hari ini─ ikut masuk dalam catatan belanjanya.

“Ah tidak, saya masih ada daging giling campur di kulkas.” Ucapnya.

Tidak lama perjalanan menuju kota sebelah dengan sepeda dan melewati jalan pintas. 20 menit, kini mereka sudah berada di parkiran khusus sepeda Supermarket itu. Namjoon dan ibu-ibu lain mulai bergegas masuk, beberapa ibu-ibu sudah agak mengantri bahkan sebelum penjualan di mulai. Bu Han menghilang di balik antrian diskon daging sapi, kini waktunya berperang dengan para ibu-ibu lain demi 1 rak telur berisi 30 butir!

Pukul 6, dua jam setelah mereka sibuk dengan perang diskon di Supermarket market ini. Ketujuh pejuang diskon itu terduduk di depan Supermarket, kelelahan. Tapi mereka mendapatkan semuanya, bu Gong berhasil mendapatkan 2 rak telur untuknya dan untuk bu Han. Begitu juga dengan bu Han yang mendapat setengah kilo daging sapi diskon pesanan bu Gong, untungnya Hana tertidur sepanjang ‘perang’ tersebut jadi bu Han tidak perlu repot pergi ke ruang ibu menyusui dan mengulang antri. Namjoon juga mendapatkan apa yang dia mau, bacon disini harganya jauh lebih murah ketimbang di Supermarket kotanya, jadi dia membeli 2 pak, beberapa sayuran dan juga gula yang sedang diskon.

Setelah beberapa menit duduk disana, mereka memutuskan untuk membeli cemilan sebelum pulang. Namjoon memilih waffle dengan toppingcoklat yang banyak, selagi para ibu-ibu menunggu pesanan dia pamit pergi ke toilet.

“Malam pak.”

Baru saja Namjoon keluar dari toilet, dia sudah di hadang dua petugas polisi.

“Maaf pak, seseorang melapor pada kami karena melihat anda masuk kesini. Orang itu curiga dengan penampilan anda. Bisa saya lihat kartu pengenal anda?”

Namjoon terdiam, membenarkan sedikit topi fedora yang dikenakannya sedari tadi. Dia merogoh dalam jaketnya, namun tidak menemukan dompet disana.

Ah, aku menitipkannya pada bu Jeon tadi.

“Bisa kita ke tempat waffle di depan? Aku meninggalkannya di tas belanja.”

Kedua polisi itu mengerenyit mendengar jawaban Namjoon.

“Maaf, tapi apa pekerjaan anda?” Polisi itu bertanya, menatap Namjoon dari atas ke atas ke bawah. Dia memakai topi fedora coklat, jaket berwarna merah dengan kaos hitam di dalamnya, trousers coklat dan sendal. Sepintas, tato di balik bajunya nampak jelas karena kaosnya sedikit lebar di bagian dada.

“Saya seorang bapak rumah tangga.”

Kedua polisi itu terdiam beberapa saat, menatap satu sama lain dan kembali menatap Namjoon.

“Pekerjaan anda?”

“Saya seorang bapak rumah tangga,” Jawabnya lagi. Kedua polisi itu menghela napas, merasa di permainkan oleh Namjoon. Keduanya kemudian berencana untuk meringkuk pemuda itu dan menarik paksa dirinya menuju kantor polisi. Baru saja keduanya akan melancarkan aksinya, suara bu Gong terdengar nyaring.

“Pak Kim! Kami menunggu loh, lama sekali, ada apa?” Tanya bu Gong, sedikit terkejut melihat dua polisi yang menghadang Namjoon.

“Ah, maaf bu Gong. Kedua bapak ini bertanya pekerjaan saya, sepertinya ada yang kurang nyaman dengan penampilan saya sehingga melakukan laporan.” Namjoon menjelaskan, membungkuk sedikit melewati kedua polisi dan mengambil bungkusan waffle miliknya di tangan bu Gong.

“Aduh pak, maaf ya! Penampilannya memang menakutkan, tapi dia bukan orang jahat kok! Dia sedang pergi bersama kami untuk berbelanja telur diskon disini!” Bu Gong menjelaskan sambil tertawa di ikuti ibu-ibu lain yang sekarang bergerombol di depan pintu keluar toilet pria.

“Telur diskon?” Gumam kedua polisi itu.

Belum lagi kedua polisi itu berkata, Namjoon menyerahkan kartu tanda pengenalnya yang baru saja dia ambil dari bu Jeon. Kedua polisi itu membacanya dan betapa terkejut ketika melihat foto dan nama yang terpampang disana, keduanya saling menatap satu sama lain. Namjoon sedang berusaha meyakinkan para ibu-ibu bahwa tidak ada yang terjadi dan menyuruh mereka duduk di dekat toko waffle. Saat dia kembali ke arah kedua polisi itu, keduanya sudah membeku, wajah mereka pucat pasi.

Namjoon menghela napas, inilah kenapa Seokjin sangat khawatir kalau Namjoon pergi ke kota ini lagi.

“K-kau ‘kan─”

Namjoon menggaruk belakang kepalanya, “Uh, begini. Aku sudah tidak bekerja disana dan melakukan hal seperti itu lagi, aku sekarang menjadi orang baik-baik dan mempunyai keluarga. Kalian sudah tahu siapa aku, jadi mohon maaf sudah menyusahkan. Terima kasih banyak.” Namjoon berkata dengan cepat, mengambil kembali tanda pengenalnya dan pergi dari pandangan kedua polisi itu.

“K-kau tahu siapa dia ‘kan?” Tanya polisi berkacamata,

“T-tentu saja, siapa yang tidak mengenalnya? Si Steel Pipe Monster, RM alias Kim Namjoon.” Polisi kurus itu berkata dengan tatapan penuh kengerian.

Nama itu sudah menjadi momok menakutkan untuk para polisi, seseorang dengan nickname RM yang mendatangi dan memukuli habis semua rival clan bosnya dengan hanya menggunakan sebuah pipa besi seorang diri. Menjadikan clan Min di takuti semua clan. Seorang legenda dari dunia Yakuza, Steel Pipe Monster!

“Tapi yang aku dengar dia sudah mati terbunuh satu tahun lalu?”

“Nyatanya, dia berdiri di hadapan kita dengan sehat dan hidup! A-apa aku harus melaporkannya ke markas?” Tanya si polisi kurus.

“Tidak, jangan terburu-buru. Kau dengar apa yang dia katakan tadi, dia tidak bekerja lagi dengan keluarga Min dan memiliki keluarga. Aku rasa kali ini, dia sudah tidak akan kembali kesana.”

Namjoon menghela napas, tidak sangka akan bertemu polisi di tempat seperti itu hanya karena penampilannya. Dia berusaha keras untuk tidak berpenampilan menakutkan, tapi ternyata kebiasaan membuatnya selalu memilih baju yang seperti itu ketika berbelanja dengan Seokjin. Dia mengayuh sepedanya bersama dengan kelima tetangganya, mendengarkan mereka mengobrol dan tertawa walaupun dengan nafas terengah.

Ya, aku tidak akan kembali menjadi Monster menakutkan. Seokjin sudah menyelamatkanku, aku senang dengan apa yang aku lakukan sekarang. Jadi, tidak ada yang perlu di takutkan.

 

 

to be continued..

 

- Joon's clothes :

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet