Day 2. Hari Dimana Aku Memintanya Untuk Mengingat Sendiri

A Week to Remember
Please Subscribe to read the full chapter

***

Hari ini hari Kamis, langit agak mendung, tapi hari berlangsung normal. Aku bangun pagi, menikmati sarapan, dan mandiku dengan penuh kedamaian. Aku juga berangkat kerja, semuanya normal-normal saja, seperti biasanya, tak ada yang berbeda. Sorenya, saat Aku hendak pulang dari kerja, Wendy sudah berada di depan kantorku dengan mobilnya, sebuah seringai terpahat di wajah nan putih tersebut. Aku menarik napas panjang dan membuangnya dengan kasar, kupandangi dengan tajam matanya, sedikit agak kesal, dan berjalan mendekat.

 

“Sebenarnya apa sih yang Kamu pikirkan, hah?”

“Aku tidak akan membiarkan kamu lepas begitu saja, Irene” Jawab Wendy.

“Sudah kubilang Aku tidak mau terlibat”

“Kenapa tidak? Ayolah”

“Karena Aku dan Seulgi itu sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, Wendy, semuanya sudah selesai, berakhir sejak 2 tahun yang lalu”

 

Wendy tersenyum sinis dan membuang pandangannya dariku. Sementara Aku masih memandanginya. Kuperhatikan dia menarik napas panjang dan membuangnya perlahan, lalu kembali menoleh kearahku, kini matanya sedikit agak memelas, agak lelah.

 

“Aku tahu hubungan kalian sudah berakhir, tapi ini permintaan keluarga Seulgi” Wendy mengalihkan pandangannya ke aspal di kakinya, lalu menyandarkan punggungnya di pintu mobil.

 

“Aku coba membahas ini dengan keluarganya karena kamu keras kepala dan tidak mau diajak bekerjasama. Tapi, kalau Kita paksakan supaya Seulgi ingat semuanya pun percuma, otak dia cedera, dan yang ada itu semua malah memperparah, bisa jadi akhirnya dia malah ngga ingat semuanya. Apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan Yeri? kalau sampai Seulgi menganggap Yeri sebagai orang asing selamanya? At least, Kita mencoba dengan cara yang baik...” Lanjutnya yang kini bertemu mataku.

 

Matanya yang penuh keyakinan, penuh percaya diri. Kalimat dan pemikirannya selalu positif, Wendy adalah perempuan penuh antusias dan bisa diandalkan. Dia baik, dia ramah, dan dia murah hati. Dia adalah perempuan yang enak diajak berteman, diajak bekerjasama. Tidak sepertiku.... Perempuan penuh rasa takut, keras kepala, tegas, dan sering berpikiran negatif.

 

Aku melempar pandanganku ke langit senja jingga menyala dan kian memerah. Aku menarik napasku dan mencerna apa yang Wendy katakan barusan. Lalu kubuang napasku dan kembali kupandangi Wendy yang dengan sabar menunggu jawaban dariku.

 

“Oke, ini semua demi Yeri” Kataku, Wendy tersenyum penuh kemenangan, beranjak dari posisinya, dan mengulurkan tangannya.

“Ayo”

***

Sesampainya di kamar tempat Seulgi dirawat, Aku disambut dengan senyum merekah milik kakak laki-laki Seulgi. Aku membalas senyuman tersebut, Kalian akan berhutang budi padaku nanti.

 

“Mana appa dan eomma?” Tanya Wendy.

“Mereka kembali ke rumah”

Selagi keduanya mengobrol, Aku mendapati Seulgi yang tengah sibuk dengan buku sketsa dan pensil. Dia langsung mengalihkan perhatiannya begitu menyadari kehadiranku. Dia sedikit beranjak dan menaruh peralatan ngambarnya di atas meja di samping kasurnya. Seulgi menepuk-nepuk permukaan kasur, seolah memintaku untuk duduk di sampingnya. Aku melirik sedikit ke arah Wendy, Wendy memandangku dan memberikan isyarat supaya Aku duduk di samping Seulgi. Aku memutar mataku dan mulai bergerak mendekati Seulgi.

 

“Miss U, babe” katanya sambil meraih tanganku dan menarikku ke dalam pelukannya. Aku menenggelamkan kepalaku di lehernya, leher yang mulus ini, rahangnya yang cukup tegas, dan aroma tubuhnya yang masih sama seperti 2 tahun yang lalu. Seulgi memelukku erat dan menaruh wajahnya diatas kepalaku. Bisa kudengar deru napasnya yang tenang itu.

 

“Aku suka aromamu, wangi” bisiknya sedikit terkekeh, kurasakan dia menarik napasnya dalam-dalam, seperti hendak menghisap seluruh aroma tubuhku. Lalu napasnya itu dia buang pelan-pelan. Kemudian Seulgi menarik napasnya lagi, terus seperti itu. Hari ini Aku merasa sedikit lebih capek dari biasanya, dan napas serta detak jantung Seulgi seolah me-nina bobo-kanku, pelan-pelan, mataku terpejam dan kurasa Aku terlelap dalam rengkuhannya. Rengkuhan yang sesekali kurindukan.

 

Tiba-tiba Aku merasa tubuhku bergoyang-goyang, refleks Aku terbangun dan duduk tegak.

 

“Gempa????” Seruku sejelas mungkin, lalu kupandangi seluruh penjuru ruangan.

“Hahaha, Irene Babe, itu akuuu” Kualihkan pandanganku ke arah Seulgi yang tengah mentertawai kepanikanku.

“Ughhhh”

“Tenang-tenang hahaha, oke, dicari Wendy tuh” Katanya sambil terus tertawa kecil, telunjuknnya menunjuk ke arah pintu masuk, tempat dimana Wendy berdiri. Wendy membentuk gestur memanggilku agar mendekat. Aku beranjak dari kasur dengan sedikit agak lemas dan berjalan ke arah Wendy.

 

“Ada apa?”

“Dokter mengajak ngobrol soal Seulgi”

“Lho, memang ada apalagi???”

“Tidak sih, cuman dia mau bahas cara pengobatan, ya, supaya Seulgi mudah mengingat hal-hal”

 

Kami berjalan menemui dokter spesialis yang Wendy maksud, seorang lelaki yang sudah berumur, mengenakan kacamata dan pakaian khas dokter. dia menyambut kami dengan ramah. Lalu Wendy memulai pembicaraan, Dialah yang terlihat paling antusias dalam obrolan kali ini, Wendy sebenarnya agak sedikit menyukai dunia kedokteran dan kefarmasian, karena kakak perempuannya merupakan seorang Apoteker di Kanada. Aku sungguh tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, jadi yang kulakukan hanyalah memandangi foto-foto yang ada di dinding ruangan, lalu berkas-berkas yang ada di meja, dan peralatan yang ada di ruangan ini. Tahu-tahu Wendy sudah beranjak dan memberikan salam.

 

“Jadi hal-hal tersebutlah yang harus kamu lakukan pada Seulgi” Kata Wendy kepadaku.

“Hal apa?”

“Yang tadi dikatakan Dokter”

“Oh, aku, tidak dengar?”

 

Wendy terdiam dan menghentikan langkahnya.

 

“Jadi kamu tidak mendengarkan apa kata Dokter barusan?” tanyanya, Aku mengangguk mengiyakan.

“Semuanya????” Aku mengangguk lagi. Wendy sedikit menganga, matanya terbelalak.

“Astaga....”

 

Wendy kini kembali berjalan, diikuti olehku.

 

“Memang barusan Dokter bilang apa?”

“Jadi, Seulgi harus mempunyai... uhm... semacam note? Supaya dia mencatat hal-hal yang mesti dia ingat. Lalu, dia juga harus membiasakan diri menyimpan barang-barang di tempat biasanya agar tidak mudah lupa. Lalu, apalagi ya.... ummmm” Wendy terlihat memanggut-manggut dagunya dan berpikir keras.

“Tidak usah repot, tidak penting bagiku” Ujarku.

“Mana ada, ini penting, karenakan Kamu yang akan mengurusnya”

 

Sekarang giliranku yang terdiam di tempat.

 

“Aku?” tanyaku seraya menunjuk ke arah diriku sendiri, Wendy mengangguk.

“Kenapa mesti aku???????”

“Oh, Seulgi juga akan tinggal di tempatmu”

“APA??????”

 

Aku berjalan mendekati Wendy dan meraih lengan kirinya.

 

“Demi apapun, Wendy, kenapa.mesti.AKU?????” tanyaku tak percaya.

“Sekarang peranmukan kekasihnnya”

“Oke, itu peranku, tapi kenapa mesti tinggal bersamaku????”

“She’s your freakin girlfriend!”

“IYA AKU TAHU! TAPI KENAPA? Maksudku, kenapa dia tidak tinggal di rumah keluarganya???”

“Lho? Terus memangnya itu masalah?” Tanya Wendy dengan polosnya.

“IYA” tekanku.

 

Wendy sedikit terdiam, dan aku pusing.

 

“Wendy, kamu ingatkan bagaimana aku PUTUS sama Seulgi???? Atau jangan-jangan kamu ketularan amnesia???? Atau—“

“—Oke, Rene” potongnya. Lalu dia terlihat berpikir.

“Aku ingat... tapi begini teorinya” dia mulai berteori, Aku benci dirinya yang kadang bertele-tele, terlebih lagi sesekali bahasanya terbelit-belit.

 

“Aku punya perasaan kalau hidup Seulgi berhenti ke masa kalian berpacaran”

“Aku juga tahu, Wendy”

“Nah, kurasa semuanya mesti dilakukan secara berurutan”

“Berurutan bagaimana????” Tanyaku dengan penuh bingung.

“Aduh bagaimana ya menjelaskannya, kurasa Seulgi mesti sering-sering melihat wajahmu supaya dia pelan-pelan ingat masa-masa pacaran kalian, lalu ingat pertengkaran kalian, lalu ingat sebab berakhirnya hubungan kalian. Aku rasa setiap ingatan Seulgi denganmu berkaitan dengan ingatannya terhadap orang lain”

“Wendy, aku tidak paham”

“Aku sendiripun tak paham haha”

“Sebenarnya apa maksudmu? Membuatnya tinggal serumah denganku??” Aku bertanya padanya, memiringkan kepala dan mataku lurus menatap manik matanya.

Wendy menghela napas.

 

“Aku memperhatikan bagaimana Seulgi berinteraksi dengan keluarganya kemarin, ternyata dia tidak seluwes saat berinteraksi denganmu, which is, lebih banyak kenangan yang dia ingat tentangmu daripada tentang keluarganya. Keluarganya pun juga merasa kalau Seulgi menganggap mereka sedikit asing”

 

“Meskipun kita beranggapan kalau ingatan yang hilang adalah ingatan 2-3 tahun kebelakang, nyatanya lebih dari itu” tambahnya lagi

 

“Aku tidak mengerti apa yang kamu bicarakan, Wendy”

“Seulgi agak menganggap asing keluarganya, jadi mereka khawatir kalau Seulgi akan kabur ke rumahmu, aku sendiri juga tidak paham tapi akhirnya mereka menyarankan supaya Seulgi tinggal dengamu” kini Wendy nampak bingung dengan ucapannya sendiri.

“Kenapa bisa begitu??” Tanyaku penasaran.

“Karena memang begitu”

“Lalu, arghhhhh, aku tidak paham!!! pokoknya Aku gak—“

“Yeri” Wendy menyerang penolakanku dengan menyebut nama Yeri.

 

“Okeeee okee, Aku pasrah”

 

Iya, Aku pasrah.

Aku pasrah bila mesti seatap dengan mantan kekasihku.

Mantan terindahku.

 

Dokter bilang kalau Seulgi sudah bisa pulang, hanya saja dia butuh sedikit pengawasan apabila terjadi gangguan pernapasan atau hal-hal lainnya. Kakak laki-laki Seulgi sudah pergi duluan, sungguh, kalian semua berhutang Surga padaku. Aku berjalan beriringan dengan Seulgi, tangannya kanannya melilit dengan rapih di pinggangku, dan matanya, matanya tak henti-hentinya memandangiku. Aku pura-pura tidak lihat, tapi dari sudut mataku Aku bisa melihat dia yang terus-terusan tersenyum, seolah sedang jatuh cinta kepadaku.

 

Wendy akan mengantarkan kami ke rumahku, Aku dan Seulgi duduk di belakang, sementara Wendy memegang kemudi.

 

“Baju-bajuku? Bagaimana?” Tanya Seulgi kepada Wendy, Wendypun berbalik ke arah kami.

“Sudah ada di bagasi” Jawabnya sambil tersenyum lebar, ugh, dia sudah merencanakan ini s

Please Subscribe to read the full chapter
Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!
Lalisalvation27
Sequel I guess? 👀

Comments

You must be logged in to comment
RoyalSoosunatic #1
Chapter 1: Kalimat terakhir yg menusuk hati
Nothing12345 #2
Bagus banget thor ceritanya, sumpah. Sampai terharu. :')
Phia_Bear
#3
Chapter 3: Baru nemu cerita seulrene yang bener-bener kaya novel.. Dapet bgt feel nya ????❤️?
yosrain
#4
Chapter 9: Thor next thor......
royalfamily31 #5
Chapter 9: Suddenly remember the song of bolbbangan4 "hard to love".. in the end, i hope both of theme come back to each other. Not like the ending of the song.. so sad :(
jasonds #6
Chapter 9: sad euyyyy
BaeJun #7
Chapter 9: Ya kan thorrr memastikan diri wkwkwk
BaeJun #8
Chapter 9: Ini belum selesai. Recordernya seulgi belum didengerin sama Irene...
Wendy243 #9
Chapter 8: Chapter 8: wow, The feels is just too much! Author-nim you're really Daebak to be able to write this kind of story. Walaupun lagi expecting happy ending tapi tetap touching deh story nya ; )
its_just_me_boi #10
Chapter 9: anjir jan dibiarin pergi woi irenenya
ntar di sg ketemu gua:)
suka pasti