All I Think about is You

All I Think about is You

Hyun Ri’s POV

                Sudah gelap. Pertanda malam sudah kembali datang. Namun aku tak menyadarinya. Bahkan aku juga tak tahu sudah berapa lama aku berada di dalam mobil ini. Menundukkan kepalaku pada setir dan menangis sejadinya. Cukup membuatku lelah bahkan sesak, hingga aku kesulitan untuk kembali mengatur napasku. Bahkan mataku mulai terasa sakit dan kering karena mungkin air mata yang tersimpan didalamnya sudah terkuras habis.

 

                Kembali ku nyalakan kendaraan roda empat ini dan mulai kembali menyetir, meskipun pandangan di sekitarku sedikit buram karena mataku yang kelelahan setelah menangis. Seharusnya aku pulang ke rumah lalu tidur. Barangkali dengan aku pulang ke rumah lalu tidur akan membuat perasaanku kembali membaik. Namun sayangnya, tangan ini justru melajukan mobil ini ke sebuah jalanan yang menuju ke Sungai Han.

 

                Setibanya di Sungai Han, ku langkahkan kaki ini keluar dari mobil. Ku tatap sekitarku. Tidak begitu ramai. Bahkan hampir terkesan sepi. Akhirnya ku langkahkan kakiku untuk menelusuri Sungai Han. Namun mengapa seiring kakiku melangkah justru bayangan-bayangan menyakitkan itu kembali mendatangi ruang pikiranku? Mengapa bayangan itu justru kembali merasuki sukmaku? Terlalu menyakitkan. Terlalu mendadak bahkan tak pernah ku pikirkan sebelumnya mengapa harus seperti ini? (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

 

Flashback…

                Di bibir pintu ruang tamu, aku masih mematung menapa sebuah pemandangan yang entah bagaimana harus ku katakan. Sebuah pemandangan yang sejatinya membuat hatiku harus merasakan antara bahagia dan terluka di saat yang bersamaan. Sebuah pemandangan yang tertangkap oleh kedua mataku ketika 2 orang insan tengah bercengkerama dengan akrabnya. Mereka adalah Gi Kwang Oppa[1], seseorang yang ku sukai semenjak aku duduk di bangku kelas menengah dan Ji Hyeon Eonni[2], kakak perempuanku.

 

                “Ah, Hyun Ri-ya...” sapa Gi Kwang Oppa yang sepertinya menyadari kehadiranku itu.

 

                “Annyeong[3], Oppa…” sapaku.

 

                “Kemarilah…” ucap Ji Hyeon Eonni seraya melambaikan tangannya.

 

                Dengan berat hati, ku langkahkan kakiku.

 

                “Duduklah, ada yang ingin kami bicarakan,” ucap Ji Hyeon Eonni seraya menepuk sebuah kursi yang ada di sampingnya.

 

                Aku pun duduk di kursi yang tepat berada di samping Ji Hyeon Eonni itu.

 

                “Hyun Ri-ya, kami akan menikah…” ucap Gi Kwang Oppa.

 

                DEG!

 

                Seketika itu juga jantungku seolah berhenti saat mendengar ucapan Gi Kwang Oppa.

 

                “Menikah?” tanyaku berusaha meyakinkan bahwa yang ku dengar itu adalah salah.

 

                “Eotteohke[4]? Kau tidak apa bukan jika aku menjadikan kakakmu ini sebagai istriku?” tanya Gi Kwang Oppa.

 

                Entah apa yang harus ku jawab. Lidahku seolah menjadi kelu untuk seketika. Menikah. Gi Kwang Oppa akan menikah dengan Ji Hyeon Eonni. Sebuah hal yang sebenarnya tak pernah ku bayangkan, meskipun aku tahu benar bahwa mereka memang sangat dekat karena mereka adalah teman satu kelas.

 

                “Hyun Ri-ya…”

 

                Ku dengar suara Ji Hyeon Eonni yang mengembalikanku ke dunia nyata. Mengembalikanku ke sebuah dunia nyata dengan kenyataan yang terasa pahit saat ini.

 

                “Ah, chukhae[5]…

 

                Ku sadari hanya itulah kata-kata yang sanggup ku ucapkan.

 

                “Kalau begitu, nanti kau antar kami memilihkan gaun pengantin,” ucap Gi Kwang Oppa.

 

                Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan untuk menjawab ucapan Gi Kwang Oppa yng ku dengar sebagai permintaan itu, meskipun sejatinya hatiku tak menghendakinya.

 

                “Ada yang masih harus ku kerjakan…” ucapku seraya beranjak.

 

                Akupun melangkahkan kakiku meninggalkan ruangan yang membuatku sesak itu. Aku pun masuk ke kamarku, lalu ku kunci pintunya agar tak ada seorangpun yang bisa menggangguku. Aku sungguh ingin menyendiri saat ini. Namun tanpa ku kehendaki justru langkah kakiku menuntunku ke sebuah meja kecil di samping tempat tidurku. Bahkan tangan ini terulur untuk membuka laci kecil dan mengambil sebuah foto yang tersimpan di dalamnya.

 

                Ku tatap wajah seorang manusia bernama Lee Gi Kwang yang terpotret dalam foto itu. Semakin lama ku tatap foto itu, semakin ku rasakan kedua mataku mulai memanas. Hingga akhirnya buliran bening itu sukses mengalir di wajahku. Bahkan seiring dengan jatuhnya buliran-buliran bening itu, saat itu juga rasa sesak mulai mendominasi batinku. Ini teramat menyakitkan. Sangat menyakitkan, terlebih lagi mengapa orang itu harus kakakku sendiri?

Flashback END…

 

 

                “WAE? WAE IREOHKE?[6]” teriakku.

 

                Aku tak peduli seberapa banyak pasang mata yang menatapku saat ini. Yang jelas aku hanya ingin berteriak sekencang-kencangnya untuk membantu mengeluarkan sesak yang tarus mendominasi perasaanku.

 

                “AAARRRGGHHHH!” teriakku lagi.

 

                Mengapa ini begitu menyakitkan? Mengapa cinta yang ku simpan sejak lama justru bukan menjadi milikku? Mengapa harus kakakku sendiri? Mengapa harus Gi Kwang Oppa? Mengapa harus mereka?

 

                Ku sadari, aku memang egois. Teramat egois bahkan. Karena dengan bodohnya justru aku menangis di saat kedua orang itu tengah berbahagia. Aku memang bodoh. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

 

Flashback…

                Ku tatap sebuah gaun pengantin yang di kenakan sebuah mannequin itu. Sangat indah. Seandainya saja aku bisa memakainya dan berdiri di depan altar bersama dengan Gi Kwang Oppa.

 

                “Kau menyukainya?” tanya Gi Kwang Oppa yang membuatku terkejut.

 

                “Mwol?[7]” tanyaku.

 

                “Gaun pengantin ini…” jawabnya.

 

                “Ah, ne[8]…” ucapku.

 

                Benar, aku sangat menyukai gaun pengantin ini. Teramat menyukainya hingga aku ingin memakainya saat ini juga dan membawamu lari ke gereja untuk mengucap sumpah pernikahan kita.

 

                “Suatu saat nanti, kau juga pasti akan memakai gaun pengantin yang cantik seperti ini,” ucap Gi Kwang Oppa.

 

                Suatu saat? Yang ku inginkan justru adalah saat ini juga. Memakai gaun pengantin ini dan menjadikanmu pendamping hidupku.

 

                “Hyun Ri-ya, sebenarnya pria seperti apa yang kau sukai?” tanya Gi Kwang Oppa.

 

                Pria yang ku sukai? Itu sangatlah jelas, pria SEPERTIMU. Tapi kenyataannya bahwa aku tak dapat memilikimu. Menyedihkan sekali.

 

                “Bagaimana jika yang ini?”

 

                Terdengar suara Ji Hyeon Eonni yang baru saja keluar dari kamar ganti dengan sebuah gaun pengantin yang melekat dengan sempurna di tubuhnya.

 

                “Yebbeuda[9]…” ucap Gi Kwang Oppa seraya menghampiri calon istrinya itu.

 

                “Apa kau menyukainya?” tanya Ji Hyeon Eonni seraya memutar badannya di depan Gi Kwang Oppa.

 

                Gi Kwang Oppa terlihat mengamati gaun pengantin itu.

 

                “Hyun Ri-ya, eotteohke?” tanya Ji Hyeon Eonni.

 

                “Joha[10]…” jawabku.

 

                “Yang ini saja,” ucap Gi Kwang Oppa.

 

                “Baiklah, apapun pilihanmu,” jawab Ji Hyeon Eonni.

 

                Seharusnya yang ada di posisi Ji Hyeon Eonni saat ini adalah aku. Aku yang mencoba gaun pengantin itu dan menunjukkannya pada Gi Kwang Oppa.

Flashback END…

 

 

                Ku rasakan angin yang berhembus semakin kencang dan semakin terasa dingin. Namun tak membuatku untuk segera melangkahkan kaki untuk pulang. Aku masih betah di sini, di tepi Sungai Han.

 

                Kembali ku lanjutkan langkahku menelusuri tepi Sungai Han ini. Namun  seiring dengan kakiku melangkah, justru bayangan-bayangan menyakitkan itu justru semakin memenuhi ruang pikiranku. Menimbulkan sebuah rasa sakit yang hebat di lubuk hatiku yang paling dalam. Membuat derai air mata ini kian menderas membasahi wajahku.

 

                “Eotteohke?” gumamku di sela tangis yang semakin menyesakkan ruang batinku ini.

 

                Bagaikan terpenjara dalam sebuah kebingungan hati. Di satu sisi aku harus bisa merelakan kedua orang yang teramat penting itu bahagia, tapi di sisi lain hatiku juga memberontak bahkan membisikkan bahwa yang seharusnya bersumpah di depan altar bersama Gi Kwang Oppa itu adalah aku. Tapi apa yang bisa ku lakukan saat ini? Semuanya sudah terjadi dan aku juga tak mungkin untuk mengembalikan waktu, lantas mengungkapkan perasaanku pada Gi Kwang Oppa dan merebutnya dari Ji Hyeon Eonni. Oh, aku tak sejahat itu.

 

 

Flashback…

                Gi Kwang Oppa terlihat begitu tampan dengan tuxedo putih yang ia kenakan. Terlebih lagi saat ini ia tengah berdiri di depan altar. Sungguh membuatnya semakin sempurna. Namun sayangnya, yang harus berdampingan dengannya bukanlah aku, ketika ku lihat Ayahku mengantarkan Ji Hyeon Eonni menuju ke depan altar. Sebuah senyuman tersungging dengan begitu cerah ketika Gi Kwang Oppa menyambut tangan Ji Hyeon Eonni.

 

                “Apakah kau, Lee Gi Kwang, bersumpah untuk menghormati, mencintai dan menjaga Lee Ji Hyeon sebagai istrimu, dalam sehat ataupun sakit, senang atau susah, dan suka maupun duka?”

 

                Setan dalam diriku membisikkan sebuah harapan terkutuk dimana hati kecilku mengatakan agar Gi Kwang Oppa  menjawab ‘Tidak’. (http://jh-nimm.blogspot.com)

 

                “Iya…” jawab Gi Kwang Oppa.

 

                “Apakah kau, Lee Ji Hyeon, bersumpah untuk menghormati, mencintai dan menjaga Lee Gi Kwang sebagai suamimu, dalam sehat ataupun sakit, senang ataupun susah, dan suka maupun duka?”

 

                Setan dalam diriku kembali membisikkan bahwa yang pendeta ucapkan bukanlah Lee Ji Hyeon, tetapi Lee Hyun Ri.

 

                “Iya…” jawab Ji Hyeon Eonni.

 

                Sumpah suci itu telah di ucapkan. Tibalah saatnya untuk bertukar cincin. Hatiku terasa sakit bukan main ketika Gi Kwang Oppa memasangkan cincin itu di jari manis Ji Hyeon Eonni. Bahkan ku sadari bahwa mataku mulai memanas, bersiap untuk mengalirkan kembali buliran bening itu.

 

                “Saranghae[11], Ji Hyeon-a…”

 

                Meskipun samar, tapi masih bisa ku dengar jelas Gi Kwang Oppa mengatakan kata-kata itu sebelum akhirnya ia mencium Ji Hyeon Eonni dihadapanku dan para tamu lainnya. Saat itu juga ku pejamkan mataku, aku sungguh tak ingin melihat pemandangan itu lebih lama lagi. Seiring dengan mataku tertutup, rupanya buliran bening itu mengalir tanpa ku kehendaki.

Flashback END…

 

 

                Aku sadar benar bahwa memang seharusnya aku mendoakan yang terbaik dan mendoakan untuk kebahagiaan mereka. Ya, seharusnya itu yang ku lakukan. Bukan menangis meratapi nasibku sendirian di sini. Karena sebanyak apapun aku menangis, tak akan bisa untuk mengembalikan waktu. Tak akan bisa untuk membatalkan pernikahan Gi Kwang Oppa dan Ji Hyeon Eonni yang mungkin sedang memulai malam pertama mereka di Thailand.

 

 

 

~~ EPILOG ~~

Sebanyak apapun aku menepis kenyataan dan menghindari takdir

Tidak ada gunanya

Semuanya telah terjadi dan harus terpaksa ku biarkan terjadi

Jika saja aku juga bisa membiarkannya berlalu

Namun mengapa justru bayangan tentangmu semakin melekat dihatiku?

Tak bisakah kau pergi dari pikiranku?

Bukan…

Tak bisakah aku menghapuskanmu dari pikiranku?

(2013/07/19 – Lee Hyun Ri)

 

 

== THE END ==

Like this story? Give it an Upvote!
Thank you!

Comments

You must be logged in to comment
No comments yet